Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan, aspek terpenting yang mempengaruhi kualitas hidup

(quality of life) seseorang. Salah satu cara yang efektif untuk menjaga kesehatan

tubuh yaitu dengan menjaga kebersihan tangan (L. Widyawati et al., 2017).

Kebersihan tangan yang buruk dapat mentransmisikan penyakit melalui kontak fisik

secara langsung atau melalui rute fecal-oral sehingga dapat menyebabkan penyakit,

seperti penyakit saluran cerna, diare, polio, pneumonia, dan lain-lain (Wahyuni et al.,

2017).

Berdasarkan World Health Organization (WHO) pada tahun 2012, diare

merupakan salah satu penyakit infeksi yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas

tertinggi di dunia, dengan angka mortalitas berkisar 1,2 juta orang (2,7%).5 Hasil

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan terjadinya

penurunan prevalensi diare klinis di Indonesia dari 9,0% pada tahun 2007 menjadi

3,5% pada tahun 2013. Penurunan angka diare ini berbanding lurus dengan

meningkatnya angka kehigienisan tangan di masyarakat yang mengacu pada data

Riskesdas pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa perilaku mencuci tangan dengan

benar di Indonesia meningkat dari 23,2% pada tahun 2007 menjadi 47,0%, sehingga

perilaku mencuci tangan berperan penting dalam penurunan penyakit diare (Wahyuni

et al., 2017).
Sering mencuci tangan dan menghindari menyentuh wajah harus menjadi

pendekatan pencegahan utama untuk mengurangi kemungkinan penularan virus

COVID-19 terkait kontaminasi permukaan (World Health Organization, 2020).

Mencuci tangan merupakan salah satu kegiatan seseorang yang wajib dikerjakan

terlebih selama masa pandemi COVID-19. Berbagai ahli menyatakan jika rutin

mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir yaitu cara yang paling efektif untuk

membasmi kuman ataupun virus (Fauztihana et al., 2017).

Tangan adalah salah satu anggota tubuh yang sangat penting dalam

beraktivitas sehari-sehari. Masyarakat tidak sadar bahwa pada saat beraktivitas tangan

sering kali terkontaminasi dengan mikroorganisme, karena tangan menjadi perantara

masuknya mikro kesaluran cerna, maka kebersihan tangan sangatlah penting (Farid et

al., 2020). Oleh karna itu mikroorganisme ini perlu dicegah atau dimusnahkan

penyebarannya, salah satu cara yang efektif yaitu dengan cara mencuci tangan

menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir. Jika air bersih tidak tersedia, dapat

juga digunakan sediaan pembersih tangan berbasis alkohol atau mengandung

antibakteri yang dikenal dengan hand sanitizer (Fatimah & Ardiani, 2018).

Hand sanitizer merupakan salah satu bahan antiseptik berupa gel yang sering

digunakan masyarakat sebagai media pencuci tangan yang praktis. Penggunaan hand

sanitizer lebih efektif dan efisien bila dibanding dengan menggunakan sabun dan air

sehingga masyarakat banyak yang tertarik menggunakannya. (Asngad & R, 2018).

Hand sanitizer pula diciptakan sebagai pembersih tangan yang transparan, mudah
merata jika dioleskan pada kulit tanpa penekanan, memberi sensasi dingin, tidak

menimbulkan bekas kulit dan mudah digunakan (Widyawati et al., 2017).

Pemanfaatan bahan alam dapat mengurangi penggunaan bahan sintetik dalam

pengobatan, salah satu tanaman yang sudah dikenal dalam masyarakat dan digunakan

sebagai obat tradisional adalah tanaman kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn).

Berdasarkan penelitian sebelumya ( Siva Fauziah & Nova Puspita Sari (2020)

tanaman kapuk (Ceiba pentandra L. Gaertn) mengandung berbagai macam

komponen kimia seperti vitamin A, C dan E, elemen makro dan mikro, asam-asam

lemak, asam siklopropenoat, alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, tanin, phytate,

oksalat (Fauziah et al., 2020). Tanaman ini merupakan salah satu tanaman yang

diidentifikasi dapat digunakan sebagai pengobatan, dimana kandungan kimia dalam

daun kapuk randu yaitu alkaloid, flavonoid, senyawa fenolik, saponin dan terpenoid

yang memiliki aktivitas antibakteri, antijamur, diuretik, gangguan pernapasan, diare,

demam, sariawan, sakit gigi, sakit perut dan asma (Busman et al., 2015).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Busman et al., 2015) yang berjudul

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kapuk Randu (Ceiba Pentandra (L.) Gaertn)

Terhadap Bakteri Streptococcus Mutans. Menyatakan bahwa ekstrak etanol daun

kapuk randu (Ceiba Pentandra (L.) Gaertn) semakin tinggi tingkat konsentrasi

ekstrak daun kapuk randu maka semakin tinggi diameter zona hambatnya dengan

nilai rata-rata yang diperoleh 16 mm, 19 mm, 21 mm, 23 mm, 24 mm, 26 mm dan 25

mm secara berurutan. Pada penelitian (Ninulia et al., 2017) menunjukkan hasil

ekstrak daun kapuk randu (Ceiba Pentandra (L.) Gaertn) yang optimum dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus aureus

adalah konsentrasi 50% dengan rata-rata luas zona hambat 4,1606 cm 2. Dan dari

penelitian (Prasanty, 2014) menunjukkan hasil konsentrasi optimum ekstrak daun

kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) dalam menghambat pertumbuhan bakteri

staphylococcus epidermidis pada konsentrasi 20 mg/ml mampu mengasilkan diameter

daya meter daya hambat sebesar 0.63 mm dan pada konsentrasi 80 mg/ml

mrngasilkan diameter daya hambat terbesar yaitu 5.4 mm. Dengan demikian ekstrak

daun kapuk randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) memiliki aktivitas antibakteri dalam

menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus epidermidis.

Berdasarkan latar belakang di atas perlu adanya suatu aktivitas guna menjaga

kebersihan tangan. Untuk mencegah tumbuhnya suatu mikroorganisme maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Formulasi dan Uji Aktifitas Sedian Gel

Hand Sanitizer Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) terhadap

bakteri staphylococcus epidermidis. Sehingga diharapkan dapat berpartisipasi dalam

dunia kesehatan terutama dalam upaya pencegahan mikroorganisme secara mandiri di

masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah sedian gel hand sanitizer dari Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba

pentandra (L.) Gaertn) memiliki stabilitas yang baik ?

2. Apakah Formulasi Sedian Gel hand sanitizer Ekstrak Etanol daun Kapuk (Ceiba

pentandra (L.) Gaertn) dapat menghambat pertumbuhan terhadap bakteri

staphylococcus epidermidis ?
C. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui stabilitas sediaan gel hand sanitizer dari Ekstrak Etanol Daun

Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn).

2. Untuk mengetahui Aktivitas Formulasi Sedian Gel hand sanitizer Ekstrak Etanol

Daun Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) terhadap bakteri staphylococcus

epidermidis

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumber data ilmiah atau rujukan bagi penelitian lanjutan, penelitian

lainnya dan mahasiswa tentang Formulasi dan Uji Aktifitas Sedian Gel Hand

Sanitizer Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) terhadap

bakteri staphylococcus epidermidis.

2. Sebagai sumber informasi kepada masyarakat tentang Formulasi dan Uji Aktifitas

Sedian Gel Hand Sanitizer Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba pentandra (L.)

Gaertn) terhadap bakteri staphylococcus epidermidis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

1. Hand sanitizer

Pemakaian antiseptik tangan dalam bentuk sediaan gel di kalangan

masyarakat menengah ke atas sudah menjadi suatu gaya hidup. Beberapa sediaan

hand sanitizer dapat dijumpai di pasaran dan biasanya banyak yang mengandung

alkohol. Cara pemakaiannya dengan diteteskan pada telapak tangan, kemudian

diratakan pada permukaan tangan (Triklosan & Wijaya, 2013).

Hand sanitizer merupakan antiseptik tangan yang memiliki efek

antibakteri sebagai jalan keluar untuk menjaga kesehatan dan kebersihan tangan

yang praktis dan mudah dibawa (L. Widyawati et al., 2017). Beberapa kelebihan

hand sanitizer yang dapat membunuh kuman dalam waktu relatif cepat,

dikarenakan mengandung senyawa alkohol seprti etanol, propanol, dan

isopropanol dengan konsentrasi ± 60% - 80% dan golongan fenol yaitu

klorheksidin,dan triklosan. Senyawa yang terdapat dalam hand sanitizer memiliki

mekanisme kerja yaitu mendenaturasi dan mengkoagulasi protein sel pada kuman

(Asngad & R, 2018). Sedangkan kekeurangan dari sedian hand sanitizer atau

antiseptik dipergunakan secara berlebihan dan terus menerus dapat berbahaya dan
mengakibatkan iritasi hingga menimbulkan rasa terbakar pada kulit. Dikarenakan

mengingat bahan dasar antiseptik tersebut yaitu alkohol dan triklosan yang

merupakan bahan kimia (Asngad & R, 2018).

2. Gel

Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari

partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh

suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel

digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida).

Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar,

massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma

Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk

semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus

dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas (DEPKES,

2020).

Gel adalah sistem semipadat yang dibuat oleh partikel anorganik yang

kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi pada suatu cairan. Formulasi

gel membutuhkan senyawa Gelling agent sebagai bahan pembentuk suatu gel.

Gelling agent atau bahan pembentuk gel yaitu komponen polimer mempunyai

berat molekul yang tinggi dan juga merupakan gabungan dari beberapa molekul

dan lilitan dari polimer yang akan memberikan sifat kental pada suatu gel

(Danimayostu, 2017).
Keuntungan gel secara topikal dapat meningkatkan efektivitas dan

kenyamanan dalam penggunaannya, yaitu mampu menghantarkan bahan obat

dengan baik.. Keuntungan lain dari gel yaitu mudah merata apabila dioleskan

pada kulit, memberikan sensasi dingin, dan tidak menimbulkan bekas di kulit

(Afianti & Murrukmihadi, 2015).

Sediang gel juga memiliki kekurangan yaitu harus zat aktif yang sifatnya

sesui dengan surfaktan atau konsentrasi ( hidroksi propil metal selulosa (HPMC)

dan karbomer ) akan tetapi jika semakin tinggi konsentrasi akan menurunkan daya

sebar dari sediaan. Tingginya konsentrasi dapat meningkatkan viskositas gel,

sehingga gel semakin tertahan untuk mengalir dan menyebar pada kulit. Dengan

demikian dapat mengurangi kualitas sediaan gel (Dewi & Saptarini, 2016).

Kekurangan lainya sifat gel mudah menguap (Afianti & Murrukmihadi, 2015).

1. Jenis gel

a) Hidrogel

System hydrogel adalah sediaan semipadat yang terbentuk oleh

jaringan hidrofilik yang memiliki kemampuan mengembang (swelling)

dengan menyerap air atau cairan biologis namun tidak larut karena adanya

ikatan silang. Polimer larut air yang digunakan dalam formulasi hidrogel

ini adalah kitosan. Kitosan bersifat biodegradable, biokompatibel, dan

merupakan polyelektrolit alami karena memiliki gugus NH3 + yang

tinggi. Pembentukan hidrogel dengan basis kitosan memanfaatkan

fenomena crosslinking polimer tersebut (Pertiwi et al., 2014).


b) Lipogel

Lipogel atau oleogel merupakan gel di mana fasa cairnya yaitu

minyak, berbeda dengan hidrogel, dimana memiliki fase cair air. Potensi

aplikasi dari oleogel sangat beragam di industri makanan, farmasi,

kosmetik, dan petrokimia (Trirahayu, 2019).

2. Basis Gel

Berdasarkan komposisinya basis gel dapat dibedakan menjadi hidrofilik

dan hidrofobik (Trecya Fujiastuti, 2015).

a) Basis gel hidrofobik

Terdiri dari petrolatum, plastibase, alumunium stearat, carbowax

hidrofobik dan dasar gel hidrofilik

b) Basis gel hidrofilik

Terdiri dari bentonit, veegum, silika, pektin, tragakan, metil selulosa, dan

carbomer.

Salah satu aspek penting dalam formulasi gel yaitu gelling agent. Gelling

agent memiliki berbagai jenis, pada biasanya berupa turunan dari selulosa

misalnya metil selulosa, carboxy metil selulosa (CMC), hidroxy propil methyl

celulosa (HPMC), dan ada juga yang berasal dari polimer sintetik seperti

carbopol (Trecya Fujiastuti, 2015).

3. Tanaman Kapuk

a. Deskripsi tanaman kapuk


Tanaman kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) memiliki banyak

kegunaan lain, di antaranya pada bagian daunnya dapat digunakan untuk

makanan ternak dan minyak bijinya untuk industri. Penggunaan untuk obat

tradisional dari kapuk randu di antaranya sebagai obat luar dan obat dalam

seperti untuk mengatasi demam, diare, diabetes, hipertensi, sakit kepala, obat

luka, dan sebagainya (Pratiwi, 2014).

b. Klasifikasi tanaman kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) sebagai berikut:

(ITIS.gov).

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridiplantae

Infrakingdom : Streptophyta

Superdivision : Embryophyta

Devision : Tracheophyta

Class : Magnoliopsida

Superorder : Rosanae

Order : Malvales

Family : Malvaceace

Genus : Ceiba

Spesies : Ceiba pentandra (L.) Gaertn


Gambar 1. Tanaman Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) (Dokumentasi

Pribadi).

c. Morfologi

Kapuk randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) memiliki ketinggian

mencapai 8- 30 m dan memiliki batang pohon utama yang cukup besar

hingga mencapai diameter 3 m. Pada batangnya juga terdapat duri-duri

tempel besar yang berbentuk kerucut. Tumbuhan ini tahan terhadap

kekurangan air sehingga dapat tumbuh di kawasan pinggir pantai serta lahan-

lahan dengan ketinggian 100-800 m di atas permukaan laut. Selain itu kapuk

randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) dapat tumbuh di atas berbagai macam

tanah, dari tanah berpasir sampai tanah liat berdrainase baik, tanah aluvial,
sedikit asam sampai netral. Kapuk randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)

dapat juga hidup pada daerah kering dan temperatur di bawah nol dalam

jangka pendek serta peka terhadap kebakaran (Pratiwi, 2014).

d. Asal Tanaman

Tanaman ini dibudidayakan secara luas di daerah tropis termasuk di

Indonesia, India, Amerika, Thailand, Filipina, Afrika (Pratiwi, 2014).

e. Kandungan dan manfaat

Tanaman ini mengandung berbagai macam komponen kimia seperti

vitamin A, C dan E, elemen makro dan mikro, asam-asam lemak, asam

siklopropenoat , alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, tanin, phytate, oksalat.

(Fauziah et al., 2020). Daun kapuk positif mengandung golongan senyawa

alkaloid, saponin, steroid dan terpenoid (Aslamiah, 2014).

Adapun manfaat tanaman tanaman kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)

merupakan salah satu tumbuhan tingkat tinggi yang telah diidentifikasi dan

digunakan untuk tujuan pengobatan. yang sudah banyak digunakan untuk

pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, jamur, parasit dan

gangguan inflamasi (Pratiwi, 2014). Daun Kapuk digunakan untuk

pengobatan radang usus, demam, dan batuk berdahak. Selain itu, akar atau

kulit akar berkhasiat untuk lambung, limpa, antitusif,

antiasmatik,merangsang kontraksi rahim, mempercepat kelahiran bayi,


abortivum, mengurangi keluarnya darah haid, mempermudah pembekuan

darah, dan merangsang keluarnya air susu ibu (ASI) (Diana et al., 2013).

1) Asam siklopropenoat berfungsi sebgai potensi toksik pada ikan.

Mekanisme kerjanya dapat membentuk senyawa komplek dengan

protein serta menghambat kerja enzim proteolitik seperti tripsin dan

pepsin (Hasan et al., 2013).

2) Flvanoid merupakan metabolit sekunder dari polifenol, ditemukan

secara luas pada setiap tanaman, makanan dan memiliki berbagai efek

bioaktif misalnya anti virus, anti-inflamasi, kardioprotektif, anti-

diabetes, anti kanker, anti penuaan, dan antioksidan (Arifin & Ibrahim,

2018). Mekanisme kerjanya menyebabkan terjadinya kerusakan

permeabilitas dinding sel bakteri dan mampu menghambat motilitas

bakteri (Veronita et al., 2017).

3) Alkaloid berfungsi sebagai antibakteri (Jati et al., 2019). Mekanisme

kerja pada senyawa ini yaitu mengganggu komponen penyusun

peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak

terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel (Haryati et al.,

2015).

4) Saponin merupakan termasuk dalam zat antibakteri yang menghambat

fungsi membran sel mikroba. Mekanisme kerja dari Saponin yaitu

membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan

hidrogen sehingga menghancurkan sifat permeabilitas dinding sel,


menyebabkan pelepasan isi sel dan menimbulkan kematian pada sel

(Haryati et al., 2015).

5) Fenolik adalah senyawa fenolik memiliki konsentrasi rendah dan tinggi.

Pada konsentrasi rendah dapat merusak membran sitoplasma dan dapat

menyebabkan kebocoran inti sel sedangkan pada konsentrasi tinggi

senyawa fenol berkoagulasi dengan protein (Haryati et al., 2015).

6) Steroid berfungsi dapat berinteraksi dengan membran fosfolipid,

menyebabkan integritas membran menurun dan morfologi membran sel

terganggu yang mengakibatkan sel mengalami lisis dan rapuh, karena

sifatnya yang permeabel terhadap senyawa-senyawa lipofilik.

Mekanisme kerja steroid sebagai antibakteri yaitu dengan merusak

membran lipid pada bakteri, sehingga liposom mengalami kebocoran

(Sudarmi et al., 2017).

7) Terpenoid meupakan metobolit sekunder dan senyawa ini sebagai zat

antibakteri Mekanisme kerja senyawa terpenoid yaitu melibatkan

kerusakan membrane oleh senyawa lipofilik dan dapat bereaksi dengan

porin (protein transmembran) pada membrane luar dinding sel bakteri,

membentuk ikatan polimer yang kuat dan merusak porin, mengurangi

permeabilitas dinding sel bakteri sehingga sel bakteri kekurangan

nutrisi, pertumbuhan bakteri terhambat atau mengalami kematian

(Haryati et al., 2015).

3. Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau

hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan

sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (DEPKES, 2020).

Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen yang terdapat

dalam suatu bahan yang berupa padatan atau cairan dengan bantuan pelarut.

Pemisahan terjadi karena kemampuan dari pelarut untuk melarutkan salah satu

komponen yang ada pada bahan padat (Apriliani et al., 2016).

Metode ekstraksi pada bahan alam bertujuan untuk menarik metabolit

sekunder atau senyawa aktif yang terdapat didalam bahan alam tersebut. Prinsip

kerja ekstraksi yaitu pelarut akan masuk ke dalam sel dan melarutkan senyawa

aktif yang ada dalam sel sampel, sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara

senyawa terlarut didalam dan diluar sel. Proses tersebut merupakan proses difusi,

yang terjadi perpindahan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sehingga

partikel dalam sampel tersebut bergerak dari area berkonsentrasi tinggi (sel) ke

area berkonsentrasi rendah (pelarut). Masuknya pelarut ke dalam sel akan semakin

mudah apabila dilakukan proses penyerbukan atau perajangan terlebih dahulu.

Dengan demikian akan mempengaruh peningkatan luas permukaan sel sehingga

memudahkan pelarut masuk kedalam sel. Proses difusi akan terjadi secara terus

menerus sampai terjadinya kesetimbangan antara konsentrasi senyawa aktif yang

ada di dalam dan diluar sel. Pelarut yang digunakan pada ekstraksi harus bersifat
selektif, yang hanya dapat menarik senyawa yang diinginkan (Nasyanka et al.,

2020).

Metode ekstraksi terbagi antara lain: (Lisnawati & Prayoga, 2020).

a. Metode ekstraksi menggunakan pelarut

1) Cara dingin

a) Maserasi

Maserasi yaitu proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut sesui dengan beberapa kali penadukan pada

temperature ruangan atau kamar.

b) Perkolasi

Perkolasi merupakan ekstrak dengan pelarut yang selalu sampai

sempurna ( Esthaustive Estraction) yang pada umumnya dilakukan

pada temperature ruangan proses terdiri dari tahapan pengembahan

bahan atau penampungan ekstrak sampai diperoleh ekstrak 1-5 kali

bahan.

2) Cara panas

a) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut tanpa temperatur titik

didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarutnya terbatas relativ

konstan dengan adanya pendingin balik, yang dilakukan pengulangan

proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dinyatakan

sempurna.

b) Soxhlet

Soxlet adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang selalu

baru umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga dihasilkan

ekstrasi kontinu dengan jumlah pelarut relativ konstan karna terjadi

pendingin balik.

c) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik atau pengadukan kontinu pada

temperatur kamar yang lebih 40-450 C.

d) Infus

Infus yaitu ekstrasi dengan pelarut air pada temperature penangas

air ( bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih 96-980 C (15-

20 menit).

e) Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30 menit dan

temperature didih air.


b. Destilasi Uap

Destilasi uap merupakan ekstasi senyawa kandungan menguap

atau minyak atsiri dari bahan segar atau simplisia dengan uap air berdasarkan

peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase air dari

ketel secara sempurna dan diakhri kondesansi fase uap atau senyawa

kandungan menguap ikut terdistilasi menjadi air bersama kandungan yang

memisah sempurna sebgian.

c. Cara ekstraksi lainya

1) Ekstraksi berkesinambungan

Proses dilakukan berulang kali dengan pelarut yang berbeda atau

resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersususn berulang kali.

2) Superkritikal karbondioksida

Prinsipnya pada simplisia dan digunakan karbondioksida dengan

variable tekanan dan temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi

tertentu.

3) Ekstrasi ultrasonik

Getarannya ˃ 20.000 Hz yang memberikan efek pada proses

esktak dengan prinsip meningkat permeabilitas dinding sel, menimbulkan

gelembung spontan maupun menimbulkan fraksi interfasi. Sehingga

dikatakan hasil ekstrasi tergantung pada frekuensi getaran,kapasitas serta

lama proses ultrasonik.

4) Ekstraksi energi listrik


Prinsipnya menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan

gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik atau disebut dengan medan

listrik.

Beberapa jenis ekstrak yang umumnya diketahui antara lain: (Nasyanka et al.,

2020).

1. Ekstrak cair

Merupakan ekstrak yang didapatkan dari ekstraksi yang masih mengandung

sebagian besar cairan penyari.

2. Ekstrak kental

Merupakan ekstrak yang didapatkan apabila sebagian besar cairan penyari

sudah diuapkan,

3. Ekstrak kering

Merupakan ekstrak yang didapatkan jika sudah tidak mengandung

pelarut/cairan penyari.

4. Tingtur (Tinctura)

Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi suatu

simplisia dengan pelarut yang tertera pada masing-masing monografi.


4. Uraian Bakteri Staphylococcus epidermidis

a. Klasifikasi bakteri Staphylococcus epidermidis (ITIS.gov).

Kingdom : Bacteria

Subkingdom : Posibacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacili

Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus epidermidis

b. Morfologi

Gambar 2. Staphylococcus epidermidis (Yunikasari, 2016).

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang sering ditemukan

sebagai flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia. Infeksi yang

disebabkan oleh bakteri ini biasanya timbul dengan tanda-tanda khas yaitu
pembentukan abses. Bakteri S. epidermidis bertanggung jawab atas penyakit

yang

menyebar keseluruh tubuh dengan permukaan kulit sebagai habitat alaminya.

Bakteri yang mengakibatkan infeksi kulit, luka, bisul, dan infeksi peradangan

disertai rasa sakit terjadi pada proses pembentukan abses sehingga perlu adanya

suatu tindakan untuk mengeluarkan cairan tersebut dan membatasi pertumbuhan

serta penyebaran bakteri (Rosidah et al., 2018).

Staphylococcus epidermidis merupakan salah satu bakteri gram positif

yang berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian yang tidak beraturan

seperti anggur dan bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini merupakan penyebab

infeksi kulit ringan yang disertai abses (Nurjanah et al., 2018).

Bakteri S. epidermidis merupakan mikroorganisme yang mendominasi

di berbagai daerah tubuh manusia. Bakteri ini memiliki persentase yang berbeda-

beda di setiap bagian tubuh. Keberadaan bakteri Staphylococcus epidermidis

terhadap mikroorganisme flora normal yang lain pada daerah kulit

keberadaannya sebanyak 85% – 100 %, pada daerah mulut (air liur dan

permukaan gigi) sebanyak 75% – 100 %, pada daerah hidung dan mesofaring

sebanyak 90%, pada bagian orofaring sebanyak 30% – 70 %, serta pada daerah

vagina dan leher rahim sebanyak 35 % – 80 % (Yunikasari, 2016).

5. Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang menekan pertumbuhan atau reproduksi bahkan

membunuh bakteri. Antibakteri terbagi atas dua berdasarkan mekanisme kerjanya,


yaitu bakteriostatik yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri dan

bakterisida yang bersifat membunuh bakteri (Rollando, 2019).

Target mekanisme antibakteri adalah sebaga berikut :

a. Perusakan dinding sel

Struktur sel dirusak dengan menghambat pada saat pembentukan atau setelah

proses pembentukan dinding sel. Seperti antibiotika penisilin yang menghambat

pembentukan dinding sel dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida

yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba (Rollanda, 2019).

b. Pengubahan permeabilitas sel

Kerusakan pada membran sitoplasma akan menghambat pertumbuhan sel,

karena membran sitoplasme berfungsi mempertahankan bagian-bagian tertentu

dalam sel serta mengatur aktivitas difusi bahan-bahan penting, dan membentuk

integritas komponen seluler (Rollanda, 2019).

c. Penghambatan kerja enzim

Penghambatan enzim akan menyebabkan aktivtas selular tidak berjalan normal.

Seperti sulfonamid yang bekerja dengan bersaing dengan PABA, sehingga

dapat menghalangi sintesis asam folat yang merupakan asam amino essensial

yang berfungsi dalam sintesis purin dan pirimidin (Rollando, 2019).

d. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein

DNA dan RNA yang mempunyai peran yang sangat penting sebagai bahan

baku pembentukan sel bakteri. Penghambatan DNA dan RNA akan

mengakibatkan kerusakan pada sel (Rollando, 2019).


e. Pengubahan molekul protein dan asam nukleat

Suatu sel hidup tergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan

asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu antibakteri dapat mengubah

keadaan ini dengan mendenaturasi protein dan asam nukleat sehingga merusak

sel secara permanen (Rollando, 2019).

6. Uji Aktivitas Antibakteri

Pada pengujian mikrobiologi dapat memanfaatkan mikroorganisme sebagai

indikator dalam pengujian. Adapun metode yang dapat dilakukan dalam

pengujian anbakteri yaitu :

1. Metode dilusi

Pada metode ini dibagi menjadi dua macam , yaitu dilusi cair dan

padat. Metode dilusi cair dapat digunakan untuk mengukur KHM (kadar

hambat minimum) sedangkan metode dilusi padat dapat digunakan untuk

menentukan KBM (kadar bakterisidal minimum). Cara yang dilakukan pada

metode dilusi cair yaitu dengan cara membuat seri pengenceran agen

antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Metode

dilusi padat dilakukan yaitu dengan cara menginokulasi mikroba uji pada

media agar yang mengandung agen antimikroba. Keuntungan metode dilusi

ini yaitu satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk

menguji beberapa mikroba uji (Fitriana et al., 2020). Pada metode ini media

agar diratakan dengan memutar petri membentuk angka 8. Yang kemudian


diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Hasil uji KHM dapat ditentukan

dengan melihat ada atau tidaknya pertumbuhan pada media tersebut

(Syafriana & Rusyita, 2017).

2. Metode difusi

Pada metode ini digunakan untuk menentukan sensitivitas mikroba uji

terhadap agen antimikroba (Fitriana et al., 2020). Adapun beberapa metode

difusi yang sering digunakan pada pengujian antimikroba yaitu :

a. Metode sumuran (well diffusion method), yaitu dengan membuat lubang

sumuran ( dibuat menggunakan borer berdiameter 5 mm dan diberi label

sesuai dengan kelompok perlakuan ) pada medium agar yang telah padat

dan telah diinokulasi dengan bakteri (Putra et al., 2017).

b. Metode lempeng silinder yaitu membandingkan suatu zona hambat pada

pertumbuhan mikroorganisme. Dapat dilakukan dengan cara yaitu uji

oleh dosis senyawa antibiotik yang diuji terhadap zona hambatan oleh

dosis antibiotik baku pembanding pada media lempeng agar (Fitriana et

al., 2020).

c. Metode difusi cakram dilakukan dengan menggunakan kertas cakram

(paper disc). Dapat dilakukan dengan cara yaitu ke dalam media agar

yang telah diinokulasi dengan bakteri dimasukkan kertas cakram dan diisi
dengan senyawa uji. Area jernih pada permukaan media agar

mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh

agen antimikroba. Kelebihan metode difusi ini adalah mudah dilakukan

karena tidak memiliki alat khusus dan mencakup fleksibilitas yang lebih

besar dalam memilih obat yang akan diperiksa (Fitriana et al., 2020).

Adapun kategori diameter zona hambat antibakteri dapat diketahui sebagai

berikut ( Surjowardojo et al., 2015).

Diameter Kategori kekuatan daya hambat

5 mm Lemah

6-10 mm Sedang

11-20 mm Kuat

≥ 21 mm Sangat kuat

7. Uraian Kontrol Positif

Nuvo hand sanitizer merupakan gel antiseptik pemberisih tangan

pengganti sabun cuci tangan biasa. Nuvo hand sanitizer mengandung alkohol 70

% sebagai agen antiseptik yang efektif dalam membunuh bakteri atau kuman

secara cepat tanpa memerlukan air. Nuvo hand sanitizer berfungsi sebagai

antiseptik pada kulit tangan. Adapun komposisi dari Nuvo hand sanitizer alkohol

70 % dan aloe vera.


Berdasarkan komposisi dari Nuvo hand sanitizer dapat diketahui bahwa

yang menjadi bahan aktif yaitu alkohol. Alkohol bersifat sebagai bakterisida,

dengan cara merusak membran sel dari bakteri, sehingga komponen intraseluler

akan keluar. Mekanisme kerja alkohol yaitu bekerja dengan cara mendenaturasi

protein-protein yang berada dalam sel, sehingga kinerja dari enzim bakteri akan

terhambat, mengakibatkan proses metabolisme terganggu sehingga bakteri tidak

dapat hidup (Kusuma et al., 2019).

B. Kerangka Konsep

Judul Masalah
Formulasi Dan Uji Aktivitas Sedian Gel Kurangnya aplikasi
Hand Sanitizer Ekstrak Etanol Daun tanaman obat, khususnya
(Ceiba pentandra (L.) Gaertn ) tanaman Kapuk (Ceiba
Terhadap Bakteri pentandra (L.) Gaertn )
Staphylococcus Epidermidis. yang mudah dimanfaatkan
oleh masyarakat umum
salah satunya sebagai hand
sanitizer dengan cara
membuat dalam bentuk
sedian gel hand sanitizer

Tujuan Variabel

1. Untuk mengetahui stabilitas sediaan gel


hand sanitizer dari Ekstrak Etanol Independent
Dependent
Daun Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Formulasi
Uji Aktivitas
Gaertn ). Terhadap Bakteri
sedian gel hand
2. Untuk mengetahui Aktivitas Formulasi sanitizer dari
Sedian Gel hand sanitizer Ekstrak Etanol Ekstrak Etanol
Daun Kapuk ( Ceiba Petandra Geartn ) Daun Kapuk
terhadap bakteri Strephylococcus
epidermidis.
Penelitian metode eksperimen
Output laboratorium
1. Memberikan informasi
mengenai stabilitas sedian
hand sanitizer ekstrak etanol Pengujian
daun kapuk.
2. Mengembangkan tanaman
sebagai obat. Hasil dan pembahasan
3. Agar bisa meningkatakan
stabilitas perekonomian
yang lebih baik. C. Variabel/fokus penelitian Kesimpulan

1. Variabel dependent

Variabel depedent atau variabel terikat merupakan variabel yang nilainya

tergantung dari variabel lainnya (Nasution, 2017). Variabel dependent dalam

penelitian ini, yaitu aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus

epidermidis

2. Variabel independent

Variabel independent atau variabel bebas adalah variabel yang berperan

mempengaruhi variabel lainnya yaitu variabel terikat (Nasution, 2017). Variabel

independent dalam penelitian ini yaitu Formulasi sedian gel hand sanitizer dari

Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn ).

3. Variabel kontrol/pengganggu

Variable kontrol yaitu suatu variabel yang diduga sebagai variabel lain

yang kemungkinan dapat menguji hubungan varibel independent dan dependent


(Nasution, 2017). Variabel kontrol dalam penelitian ni yaitu aktivitas ekstrak

etanol daun kapuk tidak menimbulkan efek antibakteri hanya mengacu pada

pengawet yang diganukan pada formulasi sediaan gel hand sanitizer.

D. Defenisi Operasional

1. Ekstrak etanol daun kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn ) adalah sediaan pekat

yang diperoleh dari daun kapuk yang telah di ekstraksi dengan menggunakan

metode maserasi dari pelarut etanol 96% (L. Widyawati et al., 2017).

2. Aktivitas antibakteri merupakan kemampuan zat yaitu ekstrak daun kapuk dalam

menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri uji Staphylococcus epidermidis

dengan melihat adanya zona bening disekitar kertas cakram yang pada permukaan

media pertumbuhan bakteri. Amati pertumbuhan mikroba uji dan diukur diameter

zona hambat (Busman, Edrizal, 2015).

E. Kriteria Objektif

Tanaman kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn ) memiliki banyak sekali

manfaat, dengan demikian untuk mendapatkan simplisia yang mutu maka diperlukan

adanya penetapan parameter standardisasi simplisia sehingga dapat memberikan efek

teraupetik yang baik atau diinginkan. Standardisasi yaitu serangkaian prosedur dan

cara pengukuran yang hasilnya yaitu unsur-unsur terkait paradigm kefarmasian, yaitu

memenuhi syarat standar misalnya kimia, biologi, dan farmasi, termasuk

jaminan/batas-batas stabilitas sebagai produk kefarmasian pada umumnya. Pada

proses pembuatan obat tradisional, simplisia yang digunakan sebagai bahan baku

harus memenuhi persyaratan mutu, yaitu parameter spesifik maupun non spesifik.
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu suatu simplisia yaitu tempat tumbuh asal,

berarti faktor luar dari tanaman tersebut, yaitu lingkungan atau tanah dimana

tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca, temperature, cahaya) dan materi (air,

senyawa organik dan anorganik) dan akan dilakukan pengambilan tanaman di dua

tempat yang berbeda, berdasarkan perbedaan tanah tempat tumbuh tanaman tersebut.

Standardisasi dilakukan untuk mendapatkan bahan baku yang seragam sehingga dapat

menjamin efek farmakologi tanaman tersebut (Wijanarko, 2020). Pada pengambilan

daun yaitu harus daun hampir tua atau masih muda dan berwarna hijau (Rosidah et

al., 2018).

F. Hipotesis Penelitian

1. H0 :

a. Sedian Gel Hand Sanitizer Dari Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba

pentandra (L.) Gaertn ) tidak memiliki stabilitas yang baik.

b. Formulasi Sedian Gel Hand Santizer Ekstrak etanol daun kapuk (Ceiba

pentandra (L.) Gaertn ) tidak dapat menghambat pertumbahan terhadap

bakteri staphylococcus epidermidis.

2. H1 :

a. Sedian Gel Hand Sanitizer Dari Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba

pentandra (L.) Gaertn ) memiliki stabilitas yang baik.

b. Formulasi Sedian Gel Hand Santizer Ekstrak etanol daun kapuk (Ceiba

pentandra (L.) Gaertn ) dapat menghambat pertumbahan terhadap bakteri

staphylococcus epidermidis.
DAFTAR PUSTAKA

Afianti, H. P., & Murrukmihadi, M. (2015). Pengaruh Variasi Kadar Gelling Agent
Antibakteri Sediaan Gel Ekstrak Etanolik Kemangi ( Ocimum Basilicum L .
Forma Citratum Back .). Majalah Farmaseutik, 11(2), 307–315.

Apriliani, N., Ardiansyah, A., Siswanti, Undefined, & Sudarmi, S. (2016). Ekstraksi
Daun Kapuk Randu ( Ceiba Pentandra Gaertn) Dengan Pelarut Etanol. 1–7.

Arifin, B., & Ibrahim, S. (2018). Struktur, Bioaktivitas Dan Antioksidan Flavonoid.
Jurnal Zarah, 6(1), 21–29. Https://Doi.Org/10.31629/Zarah.V6i1.313
Aslamiah, S. (2014). No Title. Identifikasi Kandungan Kimia Golongan Senyawa
Daun Pohon Kapuk (Ceiba Pentandra L.) Sebagai Obat Tradisional Suaibatul,
14, 11–19.
Asngad, A., & R, A. B. (2018). Kualitas Gel Pembersih Tangan ( Handsanitizer )
Dari Ekstrak Batang Pisang Dengan Penambahan Alkohol , Triklosan Dan
Gliserin Yang Berbeda Dosisnya. 4(2), 61–70.

Busman, Edrizal, D. E. S. (2015). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kapuk


Randu ( Ceiba Pentandra ( L .) Gaertn ) Terhadap Bakteri Streptococcus
Mutans . 2(1), 10–15.
Danimayostu, A. A. (2017). Pengaruh Penggunaan Pati Kentang (Solanum
Tuberosum) Termodifikasi Asetilasi-Oksidasi Sebagai Gelling Agent Terhadap
Stabilitas Gel Natrium Diklofenak. Pharmaceutical Journal Of Indonesia, 3(1),
25–32.

Dewi, C. C., & Saptarini, N. M. (2016). Hidroksi Propil Metil Selulosa Dan
Karbomer Serta Sifat Fisikokimianya Sebagai Gelling Agent. Farmaka, 14(3),
1–10.
Dapartemen Kesehatan. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta.

Diana, P., Etika, S. B., Kimia, J., Matematika, F., & Alam, P. (2013). Isolasi Dan
Karakterisasi Flavonoid Dari Daun Kapuk ( Ceiba Pentandra L .). 2(2), 96–
100.

Fatimah, C., & Ardiani, R. (2018). Pembuatan Hand Sanitizer ( Pembersih Tangan
Tanpa Air ) Menggunakan Antiseptik Bahan Alami.

Fauziah, S., Sari, N. P., & Farmasi, P. S. (2020). Uji Aktivitas Antioksidan Dan
Penetapan Kadar Flavonoid Total Dari Ekstrak Etanol 70 % Daun Kapuk
Randu ( Ceiba Pentandra ( L .) Geartn ) Dengan Metode. 01(01), 10–16.

Fauztihana, Imelda; Khudayani, Reni; Qomarkan, M. W. (2017). Keefektifan


Penggunaan Hand Sanitizer Sebagai Pengganti Sabun Dan Air Dalam Cuci
Tangan Selama Pandemi Covid-19. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1(1), 1–17.

Fitriana, Y. A. N., Fatimah, V. A. N., & Fitri, A. S. (2020). Aktivitas Anti Bakteri
Daun Sirih: Uji Ekstrak Khm (Kadar Hambat Minimum) Dan Kbm (Kadar
Bakterisidal Minimum). Sainteks, 16(2), 101–108.

Haryati, N. A., C. Saleh, & Erwin. (2015). Uji Toksisitas Dan Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Merah Tanaman Pucuk Merah (Syzygium Myrtifolium Walp.)
Terhadap Bakteri. Jurnal Kimia Mulawarman, 13(1), 35–40.

Hasan Et All., 2013. (2013). Evaluasi Kecernaan Pakan, Kandungan. 8 No.1, 97–
107.

ITIS (Intergratet Taxonomic Information System). (2021). Tersedia Online


https://doi.org/10.5066/F7kh0kbk atau http://www.itis.gov . (21 Mei 2021).

Jati Et Al., 2019. (2019). Isolasi, Identifikasi, Dan Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa
Alkaloid Pada Daun Pepaya. Jurnal Mipa, 42(1), 1–6.

Kusuma Et Al., 2019. (2019). Efek Sinergis Kombinasi Chlorhexidine Dan Alkohol
Terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Staphylococcus Aureus. 8(3), 4–8.

Nasution, S. (2017). Variabel Penelitian. Raudhah, 05(02), 1–9.

Nurjanah, S., Rokiban, A., & Irawan, E. (2018). Ekstrak Umbi Rumput Teki
(Cyperus Rotundus) Sebagai Antibakteri Terhadap Staphylococcus Epidermidis
Dan Propionibacterium Acnes. Biosfer: Jurnal Tadris Biologi, 9(2), 165–175.
Pertiwi, D. V., Ikhsanudin, A., Ningsih, A. K., & Sugihartini, N. (N.D.). Formulasi
Dan Karakterisasi Sediaan Hidrogel Minyak Cengkeh ( Syzygium Aromaticum )
Berbasis Kitosan Formulation And Characterization Chitosan Based Hydrogel
Of Clove Oil ( Syzygium Aromaticum ). 17–28.

Pradhya Paramitha Ninulia, B. Boy Rahardjo Sidharta, F. S. P. (2017). Aktivitas


Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Randu (Ceiba Pentandra (L). Gaertn)
Terhadap Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (Mrsa. L), 1–15.

Prasanty, A. (2014). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanolik Daun Randu (Ceiba
Pentandra, Gaertn.) Terhadap Staphylococcus Epidermidis Dan Shigella
Dysentriae.

Pratiwi, R. H. (2014). Dalam Penyediaan Obat Herbal. E-Journal Widya Kesehatan


Dan Lingkungan, 1, 53–60.
Puguh Surjowardojo, Tri Eko Susilorini, G. R. B. S. (2015). Daya Hambat Dekok
Kulit Apel Manalagi (Malus Sylvestrs Mill.) Terhadap Pertumbuhan
Staphylococcus Aureus Dan Pseudomonas Sp. Penyebab Mastitis Pada Sapi
Perah. 6(2), 40–48.

Putra, A. H., Corvianindya, Y., & Wahyukundari, M. A. (2017). Uji Aktivitas


Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kamboja Putih (Plumeria Acuminata)
Terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans. E-Jurnal Pustaka Kesehatan,
5(3), 449–453.

Rosidah, M. S., Lambui, O., & Suwastika, I. N. (2018). Ekstrak Daun Tumbuhan
Macaranga Tanarius ( L .) M . A Menghambat Laju Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus Epidermidis Leaf Extract Of Macaranga Tanarius ( L .) M . A
Inhibit The Growth Rate Of Staphylococcus Epidermidis. 7(1), 64–70.

Sudarmi, K., Darmayasa, I. B. G., & Muksin, I. K. (2017). Uji Fitokimia Dan Daya
Hambat Ekstrak Daun Juwet (Syzygium Cumini) Terhadap Pertumbuhan
Escherichia Coli Dan Staphylococcus Aureus Atcc. Simbiosis Journal Of
Biological Sciences, 5(2), 47.

Syafriana, V., & Rusyita, R. (2017). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Sirih Merah ( Piper Crocatum ) Terhadap Pertumbuhan Propionibacterium
Acnes Antibacterial Activity Of Ethanol Extract From Pipe R Crocatum Leaves
Against Propionibacterium Acnes. Sainstech Farma Vol, 10(2), 9–11.

Trecya Fujiastuti, N. S. (2015). Centella Asiatica. 12(01), 11–20.

Triklosan, A., & Wijaya, J. I. (2013). Formulasi Sediaan Gel. 2(1), 1–14.
Trirahayu, D. A. (N.D.). Pengaruh Gelling Agent Terhadap Pembentukan. 78–83.

Veronita, F., Wijayati, N., & Mursiti, S. (2017). Isolasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri
Daun Binahong Serta Aplikasinya Sebagai Hand Sanitizer. Indonesian Journal
Of Chemical Science, 6(2), 138–144.

Wahyuni, V. H., Khotimah, S., Liana.2017, Delima Fajar, Biologi, P. S., & Untan, F.
(N.D.). Perbandingan Efektivitas Antara Gel Hand Sanitizer Dan Tisu Basah
Antiseptik Terhadap Jumlah Koloni Kuman Di Tangan Latar Belakang Penyakit
Infeksi Adalah Penyakit Yang Disebabkan Oleh Mikroba Patogen Dan Bersifat
Sangat Dinamis . Mikroba Sebagai Mahluk H. 3, 808–819.

Widyawati, Et All. (2017). Formulasi Sediaan Gel Hand Sanitizer Ekstrak Etanol
Daun Sirsak ( Annona Muricata Linn ) Sebagai Antibakteri Formulation Of Gel
Hand Sanitizer Ethanol Extract Of Soursop Leaf ( Annona Muricata Linn ) As
Antibacterial To Staphylococcus. 6(2), 47–57.
Widyawati, L., Mustariani, Aprilia, B. A., & Purmafitriah, E. (2017). Formulasi
Sediaan Gel Hand Sanitizer Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona Muricata
Linn) Sebagai Antibakteri Terhadap Staphylococcus Aureus. Jurnal Farmasetis,
6(2), 47–57.

Wijanarko, A. (2020). Standardisasi Simplisia Daun Ciplukan. Jurnal Farmasetis,


9(1), 31–40.

World Health Organization. (2020). Pembersihan Dan Disinfeksi Permukaan


Lingkungan Dalam Konteks Covid-19. Panduan Interim, 1–9.

Yunikasari. (2016). Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Alpukat ( Persea
Americana Mill .) Terhadap Pertumbuhan Bakteristaphylococcus Epidermidis.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi Ii, 2, 106–112.

Anda mungkin juga menyukai