Anda di halaman 1dari 89

SKRIPSI

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS SEDIAN GEL ANTI JERAWAT EKSTRAK

ETANOL DAUN KAPUK (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) TERHADAP

BAKTERI Propionibactereum acnes dan Staphylococcus epidermidis

FAHRI ALI

17 3145 201 046

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2021
ABSTRAK

FAHRI ALI (173145201046). Formulasi dan Uji Aktivitas Gel Anti Jerawat Ekstrak
Daun Kapuk (Ceiba Pentandra (L.) Geartn) Terhadap Bakteri Propionibacterium
acnes dan Staphylococcus epidermidis. Dibimbing oleh Ahmad Irsyad Aliah dan
Ummu Kalsum.

Salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai adalah acne vulgaris atau yang biasa
dikenal dengan sebutan jerawat. Jerawat merupakan peradangan yang disertai dengan
penyumbatan saluran kelenjar minyak yang diproduksi secara berlebihan. Adapun
salah satu penyebab jerawat yaitu infeksi bakteri yang disebabkan oleh bakteri
Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah sediian gel Daun Kapuk (Ceiba Pentandra (L.) Geartn)
memiliki stabilitas yang baik dan aktivitas anti jerawat terhadap bakteri
Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Metode penelitian ini
merupakan penelitian eksperimental dengan pengujian aktivitas dengan metode
sumuran dengan melihat zona bening disekitar sumuran serta evaluasi secara fisika
dan kimia terhadap konsentrasi 6%, 8%, 10%, kontrol negatif dan kontrol positif.
Hasil penelitian sediaan gel antijerawat ekstrak daun Daun kapuk (Ceiba pentandra
(L.) yaitu pada konsentrasi 6%, 8% dan 10% memenuhi syarat secara fisika dan
kimia serta uji aktivitas antibakteri dengan konsentrasi 6% zona hambat 17,3 mm
(Kuat), 8% zona hambat 19,4 mm (Kuat) dan 10% zona hambat 21,1 mm (kuat).
Kata kunci : Antijerawat, Daun Kapuk, Gel, Propionibacterium acnes dan
Staphylococcus epidermidis.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jerawat adalah salah satu penyakit kulit yang paling banyak diderita oleh

manusia, tidak ada satupun orang di dunia ini melewati masa hidupnya tanpa sebuah

Acne Vulgaris dikulitnya. Salah satu bakteri penyebab terjadinya jerawat adalah

bakteri Staphylococcus epidermidis dan Propionibactereum acnes (Lema et al.,

2019).

Prevalensi jerawat di Indonesia pada tahun 2006, 2007 dan tahun 2009 secara

berturut-turut yaitu 60%, 80% dan 90%. Dimana penyakit acne vulgaris ini diderita

sekitar 80-100% pada usia dewasa muda yaitu usia 14 sampai 17 tahun pada wanita

dan 16 sampai 19 tahun pada pria ((Lema et al., 2019).

Salah satu sediaan farmasi yang dapat dijadikan sebagai pengobatan

antijerawat adalah gel antijerawat. Gel adalah sediaan sistem semi padat terdiri dari

suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang

besar, terpenetrasi oleh suatu cairan sehingga bentuk sediaan gel lebih baik digunakan

pada pengobatan jerawat karena sediaan gel merupakan pelarut yang polar lebih

mudah dibersihkan dari permukaan kulit setelah pemakaian dan tidak mengandung

minyak yang dapat meningkatkan keparahan jerawat (Borman et al., 2015; Gitleman,

2014).
Pemanfaatan bahan alam dapat mengurangi penggunaan bahan sintetik dalam

pengobatan, salah satu tanaman yang sudah dikenal dalam masyarakat dan digunakan

sebagai obat tradisional adalah tanaman kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn).

Berdasarkan penelitian sebelumya ( Siva Fauziah & Nova Puspita Sari (2020)

tanaman kapuk (Ceiba pentandra L. Gaertn) mengandung berbagai macam

komponen kimia seperti vitamin A, C dan E, elemen makro dan mikro, asam-asam

lemak, asam siklopropenoat, alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, tanin, phytate,

oksalat (Fauziah et al., 2020). Tanaman ini merupakan salah satu tanaman yang

diidentifikasi dapat digunakan sebagai pengobatan, dimana kandungan kimia dalam

daun kapuk randu yaitu alkaloid, flavonoid, senyawa fenolik, saponin dan terpenoid

yang memiliki aktivitas antibakteri, antijamur, diuretik, gangguan pernapasan, diare,

demam, sariawan, sakit gigi, sakit perut dan asma (Busman et al., 2015).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Busman et al., 2015) yang berjudul

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kapuk Randu (Ceiba Pentandra (L.) Gaertn)

Terhadap Bakteri Streptococcus Mutans. Menyatakan bahwa ekstrak etanol daun

kapuk randu (Ceiba Pentandra (L.) Gaertn) semakin tinggi tingkat konsentrasi

ekstrak daun kapuk randu maka semakin tinggi diameter zona hambatnya dengan

nilai rata-rata yang diperoleh pada konsentrasi 20 % (16 mm), konsentrasi 30 % (19

mm), konsentrasi 40 % (21 mm), konsentrasi 50 % (23 mm),konsentrasi 60 % (24

mm), dan pada konsentrasi 80 % (26 mm) secara berurutan. Pada penelitian (Ninulia

et al., 2017) menunjukkan hasil ekstrak daun kapuk randu (Ceiba Pentandra (L.)

Gaertn) yang optimum dalam menghambat pertumbuhan bakteri Methicillin Resistant


Staphylococcus aureus adalah konsentrasi 50% dengan rata-rata luas zona hambat

4,1606 cm2. Dan dari penelitian (Prasanty, 2014) menunjukkan hasil konsentrasi

optimum ekstrak daun kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) dalam menghambat

pertumbuhan bakteri staphylococcus epidermidis pada konsentrasi 20 mg/ml mampu

mengasilkan diameter daya meter daya hambat sebesar 0.63 mm dan pada konsentrasi

80 mg/ml mengasilkan diameter daya hambat terbesar yaitu 5.4 mm. Dengan

demikian ekstrak daun kapuk randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) memiliki aktivitas

antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis.

Menurut penelitian (Milanda et al., 2021) mengatakan aktivitas antibakteri ekstrak

daun kapuk (Ceiba pentandra) dalam menghambat bakteri Propionibacterium acnes

dengan kosentrasi 10% 20% dan 30%b/v menghasilkan zona hambat masing masing

11,5mm, 11,9mm dan 12,4m.

Berdasarkan latar belakang di atas perlu adanya suatu aktivitas guna menjaga

kebersihan kulit wajah maka dilakukan penelitian tentang “Formulasi dan Uji

Aktifitas Sedian Gel Anti Jerawat Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba pentandra (L.)

Gaertn) terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.

. B. Rumusan Masalah

1. Apakah sediaan Gel Anti Jerawat dari Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba

pentandra (L.) Gaertn) memiliki stabilitas yang baik?


2. Apakah sediaan Gel Anti Jerawat dari Ekstrak Etanol daun Kapuk (Ceiba

pentandra (L.) Gaertn) dapat menghambat pertumbuhan terhadap bakteri

Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis ?

B. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui stabilitas sediaan Gel Anti Jerawat dari Ekstrak Etanol Daun

Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn).

2. Untuk mengetahui Aktivitas Formulasi Sediaan Gel Anti Jerawat Ekstrak Etanol

daun Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) terhadap bakteri Propionibacterium

acnes dan Staphylococcus epidermidis.

C. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumber data ilmiah atau rujukan bagi penelitian lanjutan, penelitian

lainnya dan mahasiswa tentang Formulasi dan Uji Aktifitas Sedian Gel Anti

Jerawat Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) terhadap

bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.

2. Sebagai sumber informasi kepada masyarakat tentang Formulasi dan Uji Aktifitas

Sedian Gel Anti Jerawat Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba pentandra (L.)

Gaertn) terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis

3. Sebagai bukti pengembangan tehnologi sediaan Farmasi di Universitas Megarezky

Makassar yang bersumber dari bahan alam.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Kulit

Dalam kulit terdiri dari dua lapisan yaitu epidermis dan dermis. Dermis

jaringan ikat yang agak padat berasal dari mesoderm, dibawah dermis terdapat selapis

jaringan ikat longgar yaitu hipodermis yang ada beberapa tempat terutama terdiri dari

jaringan lemak sedangkan jaringan epitel yang bersal dari ectoderm merupakan

bagian epidermis (Kalangi, 2014).

Kulit tersusun dari beberapa jaringan, diantaranya yaitu :

1. Pada kulit terdapat berbagai jenis epitel, seperti epitel yang berlapis gepeng

dengan lapisan tanduk. Dimana pembuluh darah dilapisi endotel pada bagian

dermis. Kelenjar yang terdapat pada kulit yaitu kelenjar epitelial.

2. Jairngan ikat pada kulit yaitu serat-serat kolagen elastin dan sel lemak pada

lapisan dermis.

3. Jaringan otot pada kulit terdapat pada lapisan dermis, seperti jaringan otot polos

yang berfungsi sebagai penegak rambut (m. Arrector pili), serta jaringan otot yang

berfungsi pada otot-otot ekspresi wajah.


4. Jaringan saraf pada kulit berfungsi sebagai reseptor sensoris (perasa) sepeti badan

pacini dan badan meissner

Gambar 1. Struktur kulit (Kalangi, 2014).

1. Epidermis

Epidermis merupakan jaringan kulit paling terluar kulit yang terdiri dari

epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk tetapi tidak mempunyai pembuluh

darah maupun limf oleh karena itu nutrient dan oksigen diperoleh dari kapiler

pada lapisan dermis. Epidermis mempunyai fungsi untuk mempertahankan tubuh

terluar dari lingungan luar tubuh karena suasana asam pada kulit dapat

melindungi kulit dari mikroorganisme (Kalangi, 2014).

Ada empat lapisan epidermis yang tersusun dari bawah higga keatas

permukaan kulit yaitu: (Setiawan et al., 2013).

a. Lapisan germinatum
Lapisan germinatum tersusun dari sel basal aktif dan terus-menurus

membelah diri. Sel bagian ini memiliki inti berwarna gelap dan penting dalam

proses pemberlahan sel sehingga bagian ini membuat terus-menerus sel-sel

kulit yang baru agar menggantikan bagian sel-sel yang telah tua dan rusak

maka dari sel itu sel basa juga disebut sel induk.

b. Lapisan stratum soinosum

Lapisan stratum soinosum berfungsi untuk melindungi lapisan basal

yang aktif membelah untuk terhindar yang dapat menyebabkan kerusakan

contohnya infeksi mikroorganisme serta mengurangi kehabisan kelembapan.

Lapisan ini berada diatas basal yang tersusun dari sel keratinocyte.

c. Lapisan stratum granulosum

Ketika aliran darah terhambat maka sel kulit lapisan ini mejadi pipih dan

mati sebelum waktunya karena lapisan sel kulit mati tidak bisa membelah diri

yang tersusun dari sel-sel yang sudah berisi protein dan mengeras karena

lapisan ini makin jauh terhadap pembuluh darah dan sedikit darah yang

mengalir.

d. Lapisan stratum corneum

Lapisan stratum corneum lapisan ini terbanyak berada pada telapak kaki

atau tangan, lapisan ini biasa disebut lapisan bersisik.

2. Dermis
Dermis tersusun dari stratum papilaris dan stratum retikulus dengan

batas antara kedua lapisan tidak tegas dan serat antaranya saling menjalin

(Kalangi, 2014).

3. Hipodermis

Lapisan subkutan dibawah retikulus dermis berupa jaringan ikat lebih

longgar dengan serat kolagen teroentasi sejajar pada permukaan kulit dan

diantarnya menyatu dengan dermis tersebut dengan diarea tertentu contohnya

punggung tangan lapisan ini kemungkinan bergerak dikulit pada struktur

dibawahnya. Tempat lain lebih banyak serat masuk ke dermis serta kulit relatif

sulit untuk bergerak. Dibandingkan dengan dermis sel lemak lebih banyak

karena jumlahnya tergantung pada jenis kelamin serta status gizi, lemak pada

subcutan cenderung menumpuk di area tertentu dengan sedikit lemak bahkan

hampir tidak ada yang ditemukan dijaringan subcutan, kelopak mata, atau penis.

Tetapi diperus, paha dan bokong memiliki ketebalan 3cm bahkan lebih, lapisan

lemak ini biasa disebut panniculus adipousus (Kalangi, 2014).

Kulit terdiri dari empat jenis yaitu kulit kering, kulit normal, kulit

kombinasi dan kulit berminyak yang mempunyai kandunga minyak dan air pada

kulit (Lestari et al., 2020).

1. Kulit kering yaitu kulit yang mengandung air yang sedikit atau rendah
2. Kulit normal yaitu mempunyai kandungan air yang tinggi serta minyak yang

sedikit bahkan mencapai batas normal.

3. Kulit berminyak yaitu mengandung air serta minyak yang tinggi

4. Kulit kombinasi yaitu dikenal dengan kata T yaitu dahi, hidung dan dagu

yang memiliki minyak atau normal sedangkan pada bagian kulit lain bisa

normal atau kering.

B. Penyakit Kulit (Jerawat)

Jerawat atau biasa dikenal sebagai acne vulgaris yang biasanya di sebabkan

oleh bakteri Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acnes, terjadinya

penyebaran pada bakteri dan inflamasi klonik pada folikel sebsea sebagai bentuk

klinik seperti komedo postula, kista, nodus dan papul yang berada pada daerah

predeleksi seperti wajah, leher, dada, punggung atas, bahu, serta lengan atas (Sa`adah

et al., 2020).

Acne vulgaris merupakan suatu inflamasi karena pori-pori kulit tersumbat

dan diikuti peradangan di daerah saluran kelenjar minyak, minya kulit terjadi

penyumbatan sehingga membesar dan pada akhirnya mengering menjadi Acne

vulgaris. Kelenjar sebasea paling paling biasa ditemukan serta mempunyai kaitan

dengan folikel rambut. Acne terdapat 2 jenis yaitu adanya peradangan dan tidak

adanya peradangan, kedua jenis ini memberikan penandaan dengan terbentuknya

sebum secara berlebihan sehingga terjadi tertimbun pada folikel dan akhirnya

membengkak (Zahrah et al., 2019).

Penyebab terjadinya jerawat (Afriyanti, 2015) :


1. Faktor Hormon

Hormon estrogen dengan kadar tertentu bisa menahan tumbuhnya acne

disebabkan karenya terjadi penurunan kadar gonadotropin yang berada pada

kelenjar hipofisis. Progesterone dengan bilangan fisiologis tidak dapat memiliki

efek pada efektivitas pada kelenjar lemak karena produksi pada sebum akan sama

selama siklus menstruasi, akan tetapi progesteron biasa dapat menyebabkan Acne

premestrua.

2. Makanan

Penyebab timbulnya jerawat yaitu makanan lemak tinggi seperti keju,

kacang serta susu karena lemak yang ada dalam makanan bisa menyebabkan

kadar komposisi sebum dan untuk makanan yang tinggi akan karbohidrat seperti

dalam bentuk manis-manis dan coklat sedangakan dalam bentuk makanan pedis

dan tinggi aka yodium seperti garam.

3. Kosmetik

Kosmetik juga bisa penyebab terjadinya acne contohnya cream malam

yang mengandung bahan komedogenik contohnya lanolin, minyak atsiri dan

petrolatum, Bedak dasar atau foundution cream dengan penahan sinar matahari

(sunscreen) dan pelembab. Dalam bentuk bedak yang biasa muncul dan terjadinya

acne yaitu bedak padat. Adapun bahan kimia murni yang dapat penyebab

terjadinya acne yaitu butil stearat, lauril alkohol, asam oleik, dan juga pewarna

yang biasanya ada pada cream-cream wajah.

4. Infeksi
Propionibacterium acnes, Cornybacterium acnes, pityrosporum ovale

dan staphylococcus epidermis bakteri-bakteri ini yang berperan dalam kemotkasis

inflamasi dan terbentuknya enzim lipotik bisa mengubah fraksi lipid sebum.

Inflamasi dan infeksi pada folikel pilosebasea karena meningkatnya jumlah dan

aktivitas flora folikel terhadap bakteri tersebut, propionibacterium acnes berperan

dalam iritasi epitel folikel dan dapat memudahkan terjadi acne, selain itu

terjadinya trauma fisik seperti gesekan atau tekanan yang bisa merangsang

munculnya acne vulgaris sehingga keadaan inilah yang dikenal dengan acne

mekanik karena faktor mekaniknyalah terjadinya gesekan, garukan, tekanan,

cubitan, peregangan di daerah kulit.

C. Tanaman Kapuk

a. Deskripsi tanaman kapuk

Tanaman kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) memiliki banyak kegunaan

lain, di antaranya pada bagian daunnya dapat digunakan untuk makanan ternak

dan minyak bijinya untuk industri. Penggunaan untuk obat tradisional dari kapuk

randu di antaranya sebagai obat luar dan obat dalam seperti untuk mengatasi

demam, diare, diabetes, hipertensi, sakit kepala, obat luka, dan sebagainya

(Pratiwi, 2014).

b. Klasifikasi tanaman kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) sebagai berikut:

(Itis.gov).

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridiplantae
Infrakingdom : Streptophyta

Superdivision : Embryophyta

Devision : Tracheophyta

Class : Magnoliopsida

Superorder : Rosanae

Order : Malvales

Family : Malvaceace

Genus : Ceiba

Spesies : Ceiba pentandra (L.) Gaertn

Gambar 2. Tanaman Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) (Dokumentasi Pribadi).

c. Morfologi

Kapuk randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) memiliki ketinggian

mencapai 8- 30 m dan memiliki batang pohon utama yang cukup besar hingga

mencapai diameter 3 m. Pada batangnya juga terdapat duri-duri tempel besar yang

berbentuk kerucut. Tumbuhan ini tahan terhadap kekurangan air sehingga dapat

tumbuh di kawasan pinggir pantai serta lahan-lahan dengan ketinggian 100-800 m

di atas permukaan laut. Selain itu kapuk randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)
dapat tumbuh di atas berbagai macam tanah, dari tanah berpasir sampai tanah liat

berdrainase baik, tanah aluvial, sedikit asam sampai netral. Kapuk randu (Ceiba

pentandra (L.) Gaertn) dapat juga hidup pada daerah kering dan temperatur di

bawah nol dalam jangka pendek serta peka terhadap kebakaran (Pratiwi, 2014).

d. Asal Tanaman

Tanaman ini dibudidayakan secara luas di daerah tropis termasuk di

Indonesia, India, Amerika, Thailand, Filipina, Afrika (Pratiwi, 2014).

e. Kandungan dan manfaat

Tanaman ini mengandung berbagai macam komponen kimia seperti

vitamin A, C dan E, elemen makro dan mikro, asam-asam lemak, asam

siklopropenoat , alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, tanin, phytate, oksalat.

(Fauziah et al., 2020). Daun kapuk positif mengandung golongan senyawa

alkaloid, saponin, steroid dan terpenoid (Aslamiah, 2014).

Adapun manfaat tanaman tanaman kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)

merupakan salah satu tumbuhan tingkat tinggi yang telah diidentifikasi dan

digunakan untuk tujuan pengobatan. yang sudah banyak digunakan untuk

pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, jamur, parasit dan gangguan

inflamasi (Pratiwi, 2014). Daun Kapuk digunakan untuk pengobatan radang usus,

demam, dan batuk berdahak. Selain itu, akar atau kulit akar berkhasiat untuk

lambung, limpa, antitusif, antiasmatik,merangsang kontraksi rahim, mempercepat

kelahiran bayi, abortivum, mengurangi keluarnya darah haid, mempermudah


pembekuan darah, dan merangsang keluarnya air susu ibu (ASI) (Diana et al.,

2013).

1) Asam siklopropenoat berfungsi sebgai potensi toksik pada ikan.

Mekanisme kerjanya dapat membentuk senyawa komplek dengan

protein serta menghambat kerja enzim proteolitik seperti tripsin dan

pepsin (Hasan et al., 2013).

2) Flavanoid merupakan metabolit sekunder dari polifenol, ditemukan

secara luas pada setiap tanaman, makanan dan memiliki berbagai efek

bioaktif misalnya anti virus, anti-inflamasi, kardioprotektif, anti-

diabetes, anti kanker, anti penuaan, dan antioksidan (Arifin & Ibrahim,

2018). Mekanisme kerjanya menyebabkan terjadinya kerusakan

permeabilitas dinding sel bakteri dan mampu menghambat motilitas

bakteri (Veronita et al., 2017).

3) Alkaloid berfungsi sebagai antibakteri (Jati et al., 2019). Mekanisme

kerja pada senyawa ini yaitu mengganggu komponen penyusun

peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak

terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel (Haryati et al.,

2015).

4) Saponin merupakan termasuk dalam zat antibakteri yang menghambat

fungsi membran sel mikroba. Mekanisme kerja dari Saponin yaitu

membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan

hidrogen sehingga menghancurkan sifat permeabilitas dinding sel,


menyebabkan pelepasan isi sel dan menimbulkan kematian pada sel

(Haryati et al., 2015).

5) Fenolik adalah senyawa fenolik memiliki konsentrasi rendah dan tinggi.

Pada konsentrasi rendah dapat merusak membran sitoplasma dan dapat

menyebabkan kebocoran inti sel sedangkan pada konsentrasi tinggi

senyawa fenol berkoagulasi dengan protein (Haryati et al., 2015).

6) Steroid berfungsi dapat berinteraksi dengan membran fosfolipid,

menyebabkan integritas membran menurun dan morfologi membran sel

terganggu yang mengakibatkan sel mengalami lisis dan rapuh, karena

sifatnya yang permeabel terhadap senyawa-senyawa lipofilik.

Mekanisme kerja steroid sebagai antibakteri yaitu dengan merusak

membran lipid pada bakteri, sehingga liposom mengalami kebocoran

(Sudarmi et al., 2017).

7) Terpenoid meupakan metobolit sekunder dan senyawa ini sebagai zat

antibakteri Mekanisme kerja senyawa terpenoid yaitu melibatkan

kerusakan membrane oleh senyawa lipofilik dan dapat bereaksi dengan

porin (protein transmembran) pada membrane luar dinding sel bakteri,

membentuk ikatan polimer yang kuat dan merusak porin, mengurangi

permeabilitas dinding sel bakteri sehingga sel bakteri kekurangan

nutrisi, pertumbuhan bakteri terhambat atau mengalami kematian

(Haryati et al., 2015).

D. Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan (DEPKES, 2020).

Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen yang terdapat

dalam suatu bahan yang berupa padatan atau cairan dengan bantuan pelarut.

Pemisahan terjadi karena kemampuan dari pelarut untuk melarutkan salah satu

komponen yang ada pada bahan padat (Apriliani et al., 2016).

Metode ekstraksi pada bahan alam bertujuan untuk menarik metabolit

sekunder atau senyawa aktif yang terdapat didalam bahan alam tersebut. Prinsip kerja

ekstraksi yaitu pelarut akan masuk ke dalam sel dan melarutkan senyawa aktif yang

ada dalam sel sampel, sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara senyawa terlarut

didalam dan diluar sel. Proses tersebut merupakan proses difusi, yang terjadi

perpindahan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sehingga partikel dalam sampel

tersebut bergerak dari area berkonsentrasi tinggi (sel) ke area berkonsentrasi rendah

(pelarut). Masuknya pelarut ke dalam sel akan semakin mudah apabila dilakukan

proses penyerbukan atau perajangan terlebih dahulu. Dengan demikian akan

mempengaruh peningkatan luas permukaan sel sehingga memudahkan pelarut masuk

kedalam sel. Proses difusi akan terjadi secara terus menerus sampai terjadinya

kesetimbangan antara konsentrasi senyawa aktif yang ada di dalam dan diluar sel.

Pelarut yang digunakan pada ekstraksi harus bersifat selektif, yang hanya dapat

menarik senyawa yang diinginkan (Nasyanka et al., 2020).


Metode ekstraksi terbagi antara lain: (Lisnawati & Prayoga, 2020).

a. Metode ekstraksi menggunakan pelarut

1) Cara dingin

a) Maserasi

Maserasi yaitu proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut sesui dengan beberapa kali penadukan pada

temperature ruangan atau kamar.

b) Perkolasi

Perkolasi merupakan ekstrak dengan pelarut yang selalu sampai

sempurna ( Esthaustive Estraction) yang pada umumnya dilakukan pada

temperature ruangan proses terdiri dari tahapan pengembahan bahan atau

penampungan ekstrak sampai diperoleh ekstrak 1-5 kali bahan.

2) Cara panas

a) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut tanpa temperatur titik

didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarutnya terbatas relativ

konstan dengan adanya pendingin balik, yang dilakukan pengulangan

proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dinyatakan

sempurna.

b) Soxhlet
Soxlet adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang selalu

baru umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga dihasilkan ekstrasi

kontinu dengan jumlah pelarut relativ konstan karna terjadi pendingin

balik.

c) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik atau pengadukan kontinu pada

temperatur kamar yang lebih 40-450 C.

d) Infus

Infus yaitu ekstrasi dengan pelarut air pada temperature penangas

air ( bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih 96-980 C (15-20

menit).

e) Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30 menit dan

temperature didih air.

b. Destilasi Uap

Destilasi uap merupakan ekstraksi senyawa kandungan menguap atau

minyak atsiri dari bahan segar atau simplisia dengan uap air berdasarkan peristiwa

tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase air dari ketel secara

sempurna dan diakhri kondesansi fase uap atau senyawa kandungan menguap ikut

terdistilasi menjadi air bersama kandungan yang memisah sempurna sebgian.

c. Cara ekstraksi lainya

1) Ekstraksi berkesinambungan
Proses dilakukan berulang kali dengan pelarut yang berbeda atau

resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersususn berulang kali.

2) Superkritikal karbondioksida

Prinsipnya pada simplisia dan digunakan karbondioksida dengan

variable tekanan dan temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi tertentu.

3) Ekstrasi ultrasonik

Getarannya ˃ 20.000 Hz yang memberikan efek pada proses esktak

dengan prinsip meningkat permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung

spontan maupun menimbulkan fraksi interfasi. Sehingga dikatakan hasil

ekstrasi tergantung pada frekuensi getaran,kapasitas serta lama proses

ultrasonik.

4) Ekstraksi energi listrik

Prinsipnya menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan

gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik atau disebut dengan medan

listrik.

Beberapa jenis ekstrak yang umumnya diketahui antara lain: (Nasyanka et al.,

2020).

1. Ekstrak cair

Merupakan ekstrak yang didapatkan dari ekstraksi yang masih mengandung

sebagian besar cairan penyari.

2. Ekstrak kental
Merupakan ekstrak yang didapatkan apabila sebagian besar cairan penyari

sudah diuapkan,

3. Ekstrak kering

Merupakan ekstrak yang didapatkan jika sudah tidak mengandung

pelarut/cairan penyari.

4. Tingtur (Tinctura)

Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi suatu

simplisia dengan pelarut yang tertera pada masing-masing monografi.

E. Gel Anti Jerawat

Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel

anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.

Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan

sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Dalam sistem dua

fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang

dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma

dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada

pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin

homogenitas (DEPKES, 2020).

Gel adalah sistem semipadat yang dibuat oleh partikel anorganik yang kecil

atau molekul organik yang besar, terpenetrasi pada suatu cairan. Formulasi gel

membutuhkan senyawa Gelling agent sebagai bahan pembentuk suatu gel. Gelling

agent atau bahan pembentuk gel yaitu komponen polimer mempunyai berat molekul
yang tinggi dan juga merupakan gabungan dari beberapa molekul dan lilitan dari

polimer yang akan memberikan sifat kental pada suatu gel (Danimayostu, 2017).

Keuntungan gel secara topikal dapat meningkatkan efektivitas dan

kenyamanan dalam penggunaannya, yaitu mampu menghantarkan bahan obat dengan

baik.. Keuntungan lain dari gel yaitu mudah merata apabila dioleskan pada kulit,

memberikan sensasi dingin, dan tidak menimbulkan bekas di kulit (Afianti &

Murrukmihadi, 2015).

Sediaan gel juga memiliki kekurangan yaitu harus zat aktif yang sifatnya sesui

dengan surfaktan atau konsentrasi ( hidroksi propil metal selulosa (HPMC) dan

karbomer ) akan tetapi jika semakin tinggi konsentrasi akan menurunkan daya sebar

dari sediaan. Tingginya konsentrasi dapat meningkatkan viskositas gel, sehingga gel

semakin tertahan untuk mengalir dan menyebar pada kulit. Dengan demikian dapat

mengurangi kualitas sediaan gel (Dewi & Saptarini, 2016). Kekurangan lainya sifat

gel mudah menguap (Afianti & Murrukmihadi, 2015).

1. Jenis gel

a) Hidrogel

System hydrogel adalah sediaan semipadat yang terbentuk oleh

jaringan hidrofilik yang memiliki kemampuan mengembang (swelling)

dengan menyerap air atau cairan biologis namun tidak larut karena adanya

ikatan silang. Polimer larut air yang digunakan dalam formulasi hidrogel ini

adalah kitosan. Kitosan bersifat biodegradable, biokompatibel, dan merupakan

polyelektrolit alami karena memiliki gugus NH3+ yang tinggi. Pembentukan


hidrogel dengan basis kitosan memanfaatkan fenomena crosslinking polimer

tersebut (Pertiwi et al., 2014).

b) Lipogel

Lipogel atau oleogel merupakan gel di mana fase cairnya yaitu

minyak, berbeda dengan hidrogel, dimana memiliki fase cair air. Potensi

aplikasi dari oleogel sangat beragam di industri makanan, farmasi, kosmetik,

dan petrokimia (Trirahayu, 2019).

2. Basis Gel

Berdasarkan komposisinya basis gel dapat dibedakan menjadi hidrofilik

dan hidrofobik (Trecya Fujiastuti, 2015).

a) Basis gel hidrofobik

Terdiri dari petrolatum, plastibase, alumunium stearat, carbowax hidrofobik

dan dasar gel hidrofilik

b) Basis gel hidrofilik

Terdiri dari bentonit, veegum, silika, pektin, tragakan, metil selulosa, dan

carbomer.

Salah satu aspek penting dalam formulasi gel yaitu gelling agent. Gelling

agent memiliki berbagai jenis, pada biasanya berupa turunan dari selulosa

misalnya metil selulosa, carboxy metil selulosa (CMC), hidroxy propil methyl
celulosa (HPMC), dan ada juga yang berasal dari polimer sintetik seperti carbopol

(Trecya Fujiastuti, 2015).

F. Uraian Bahan

a. Carbopol 940

Bahan sediaan gel yang biasa digunakan pada produk hand sanitizer yaitu

carbopol 940, sebab mempunyai stabilitas tinggi dan toksisitasnya rendah,

sehingga dapat meningkatkan efektivitas penggunaan gel sebagai antibakteri,

menghasilkan warna sedian putih, bentuk sedian gel gel semisolid, pH 4,6-6,3

dan viskositas sekitar 2000-4000 cps. Karbomer atau karbopol terdiri dari

monografi polimer yaitu karbopol 910, 934, 934 P, 940, 941, dan 1342 digunakan

sebagai bahan pembentuk gel pada konsentrasi 0.5 % - 2 % dalam air. Karbomer

atau carbopol mengasilkan viskositas tertinggi 40.000 – 60.000 sentipoise pada

disperse dalam air, dengan konsentrasi 0,5 % (Ansel et al.,2014;Asngad et al.,

2018).

b. TEA (Trietanolamin)

Untuk menyelaraskan supaya pH antiseptik handsanitizer optimal maka

perlu adanya penambahan bahan lain yaitu triethanolamine (TEA). TEA bersifat

sebagai stabilitas gel yang dapat menyeimbangkan pH sediaan, memiliki pH 10,5

dan larut dalam air, metanol, karbon tetraklorida, dan aseton (Asngad et al.,

2018).

c. Natrium benzoat
Natrium benzoat ialah salah satu senyawa benzoat sintetis yang sering

digunakan sebagai pengawet, aktif sebagai pengawet di pH 2,5-4,0. Batas

maksimum penggunaan natrium benzoate yaitu 1 g/kg. Konsetrasi penggunan

natrium benzoat berkisar 0,1 % - 0,5 %. Penambahan bahan kimia (asam benzoat

atau sodium benzoat) dalam larutan cenderung dapat memperpanjang masa

simpan dan kesegaran bahan pangan dan tidak berpengaruh terhadap kesehatan

manusia (Luwitono & Darmawan, 2019; Sumanik et al., 2017).

d. Gliserin

Gel anti jerawat optimal maka perlu adanya penambahan bahan lain yaitu giserin.

Gliserin yaitu dapat menyebabkan sediaan bersifat jernih dan transparan. (Asngad

et al., 2018).

e. Alkohol

Alkohol, umumnya dalam bentuk ethyl alcohol atau etanol, ialah molekul

yang larut dalam air dan diserap dengan cepat pada saluran pencernaan. Etanol

merupakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa dari yang kurang polar hingga

polar, salah satu senyawa yang dapat dilarutkan oleh etanol ialah senyawa fenolik.

Etanol dapat melarutkan senyawa fenolik karena mampu mendegradasi dinding

sel sehingga senyawa bioaktif lebih mudah keluar dari sel tanaman (Suhendra et

al., 2019; Tritama, 2015).

f. Aquadest

Aquadest atau yang sering disebut aqua destilasi merupakan air murni

yang dihasilkan dari proses destilasi dimana didalamnya hampir tidak


mengandung mineral. Aquadest banyak sekali digunakan khususnya dalam skala

Laboratorium dalam Universistas (sebagai zat tambahan atau pelarut) (Wahyudi

et al., 2018)

G. Uraian Bakteri

1. Propionibactereium acnes

a. Klasifikasi bakteri Propionibacterium acnes (Itis.gov).

Kingdom : Bacteria

Phylum : Actinobacteria

Class : Actinobacteria

Ordo : Actinomycetales

Family : Propionibacteriaceae

Genus : Propionibacterium

Spesies : Propionibacterium acnes

b. Morfologi
Gambar 3. Propionibacterium acnes (Zahrah et al., 2019).

Propionibacterium acnes merupakan bakteri penyebab timbulnya

jerawat, bakteri ini termasuk bakteri gram positif serta merupakan flora

normal pada kulit. Propionibacterium acnes dapat menyebabkan timbulnya

jerawat dikarenakan bakteri ini akan menghasilkan lipase kemudian memecah

asam lemak bebas dari lipid kulit, sehingga dapat menyebabkan inflamasi dan

menimbulkan jerawat (Zahrah et al., 2019).

Mekanisme timbulnya jerawat yang disebabkan oleh bakteri

Propionibacterium acnes dan Stahpylococcus epidermidis yaitu bakteri ini

akan merusak dan menghancurkan dinding pori pada lapisan kulit yaitu

stratum corneum dan stratum germinal, kemudian akan menimbulkan

inflamsi. Minyak yang terdapat pada kulit akan tersumbat sehingga

menimbulkan jerawat, yang jika disentuh akan menyebabkan inflamasi

semakin meluas (Miratunnisa et al., 2015).

2. Staphylococcus epidermidis

a. Klasifikasi bakteri Staphylococcus epidermidis (Itis.gov).

Kingdom : Bacteria

Subkingdom : Posibacteria

Filum : Firmicutes
Kelas : Bacili

Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus epidermidis

b. Morfologi

Gambar 4. Staphylococcus epidermidis (Yunikasari, 2016).

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang sering ditemukan

sebagai flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia. Infeksi yang

disebabkan oleh bakteri ini biasanya timbul dengan tanda-tanda khas yaitu

pembentukan abses. Bakteri Staphylococcus epidermidis bertanggung jawab

atas penyakit yang menyebar keseluruh tubuh dengan permukaan kulit sebagai

habitat alaminya. Bakteri yang mengakibatkan infeksi kulit, luka, bisul, dan

infeksi peradangan disertai rasa sakit terjadi pada proses pembentukan abses

sehingga perlu adanya suatu tindakan untuk mengeluarkan cairan tersebut dan

membatasi pertumbuhan serta penyebaran bakteri (Rosidah et al., 2018).


Staphylococcus epidermidis merupakan salah satu bakteri gram positif

yang berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian yang tidak beraturan

seperti anggur dan bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini merupakan penyebab

infeksi kulit ringan yang disertai abses (Nurjanah et al., 2018).

Bakteri Staphylococcus epidermidis merupakan mikroorganisme yang

mendominasi di berbagai daerah tubuh manusia. Bakteri ini memiliki persentase

yang berbeda-beda di setiap bagian tubuh. Keberadaan bakteri Staphylococcus

epidermidis terhadap mikroorganisme flora normal yang lain pada daerah kulit

keberadaannya sebanyak 85% – 100 %, pada daerah mulut (air liur dan

permukaan gigi) sebanyak 75% – 100 %, pada daerah hidung dan mesofaring

sebanyak 90%, pada bagian orofaring sebanyak 30% – 70 %, serta pada daerah

vagina dan leher rahim sebanyak 35 % – 80 % (Yunikasari, 2016).

H. Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang menekan pertumbuhan atau reproduksi bahkan

membunuh bakteri. Antibakteri terbagi atas dua berdasarkan mekanisme kerjanya,

yaitu bakteriostatik yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri dan bakterisida

yang bersifat membunuh bakteri (Rollando, 2019).

Target mekanisme antibakteri adalah sebaga berikut :

a. Perusakan dinding sel

Struktur sel dirusak dengan menghambat pada saat pembentukan atau setelah

proses pembentukan dinding sel. Seperti antibiotika penisilin yang menghambat


pembentukan dinding sel dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida

yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba (Rollanda, 2019).

b. Pengubahan permeabilitas sel

Kerusakan pada membran sitoplasma akan menghambat pertumbuhan sel, karena

membran sitoplasme berfungsi mempertahankan bagian-bagian tertentu dalam sel

serta mengatur aktivitas difusi bahan-bahan penting, dan membentuk integritas

komponen seluler (Rollanda, 2019).

c. Penghambatan kerja enzim

Penghambatan enzim akan menyebabkan aktivtas selular tidak berjalan normal.

Seperti sulfonamid yang bekerja dengan bersaing dengan PABA, sehingga dapat

menghalangi sintesis asam folat yang merupakan asam amino essensial yang

berfungsi dalam sintesis purin dan pirimidin (Rollando, 2019).

d. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein

DNA dan RNA yang mempunyai peran yang sangat penting sebagai bahan baku

pembentukan sel bakteri. Penghambatan DNA dan RNA akan mengakibatkan

kerusakan pada sel (Rollando, 2019).

e. Pengubahan molekul protein dan asam nukleat

Suatu sel hidup tergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam

nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu antibakteri dapat mengubah keadaan ini
dengan mendenaturasi protein dan asam nukleat sehingga merusak sel secara

permanen (Rollando, 2019).

Antibiotik merupakan zat kimia yang diproduksi oleh bakteri dan fungi

yang berfungsi untuk menghambat hingga mematikan pertumbuhan bakteri.

Antibiotik digolongkan menjadi beberapa bagian, diantaranya yaitu :

1. Berdasarkan struktur kimia

a. Antibiotik β -laktam, terdiri dari kelompok sefalosporin, kelompok

monosiklik dan kelompok penisilin, yang bekerja dengan mengganggu

sintesis dinding sel pada bakteri.

b. Aminoglikosida, yaitu golongan yang merupalan hsail dari fungi

Streptomyces dan Micromonospora.

c. Tetrasaiklin, merupakan golongan dengan cakupan spektrum antibakteri

yang luas.

d. Makrolida, yaitu golongan dapat menyebabkan resistensi jika dikonsumsi

dalam waktu yang berkepanjangan.

e. Linkomisin, yaitu golongan yang cakupan spektrum antibakterinya tidak

luas seperti makrolida.

f. Kuinolon, merupakan golongan antibiotik yang digunakan pada penderita

infeksi saluran kemih.

g. Kloramfenikol, yaitu golongan yang memeiliki cakupan spektrum

antibakteri luas seperti makrolida.

2. Berdasarkan mekanisme kerja


a. Menghambat sintesis protein pada bakteri.

b. Menghambat sintesis asam folat

c. Menghambat sintesis dinding sel pada bakteri.

d. Mempengaruhi serta mengubah permebilitas pada membran sel bakteri.

e. Menghambat sintesis DNA pada bakteri.

3. Berdasarkan toksisitas selektif

a. Bakteriostatik, yaitu menghambat perkembangan dan pertumbuhan dari

bakteri.

b. Bakteriosidal, yaitu membunuh serta mematikan bakteri.

4. Berdasarkan aktivitas

a. Spektrum sempit, yaitu hanya mampu bekerja terhadap beberapa bakteri

tertentu dan bersifat selektif.

b. Spektrum luas, yaitu mampu bekerja terhadap bakteri gram positif dan

bakteri gram negatif dan bersifat sensitifitas

I. Uji Aktivitas Antibakteri

Pada pengujian mikrobiologi dapat memanfaatkan mikroorganisme sebagai

indikator dalam pengujian. Adapun metode yang dapat dilakukan dalam pengujian

anbakteri yaitu :

1. Metode dilusi

Pada metode ini dibagi menjadi dua macam , yaitu dilusi cair dan padat.

Metode dilusi cair dapat digunakan untuk mengukur KHM (kadar hambat

minimum) sedangkan metode dilusi padat dapat digunakan untuk menentukan


KBM (kadar bakterisidal minimum). Cara yang dilakukan pada metode dilusi cair

yaitu dengan cara membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium

cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Metode dilusi padat dilakukan yaitu

dengan cara menginokulasi mikroba uji pada media agar yang mengandung agen

antimikroba. Keuntungan metode dilusi ini yaitu satu konsentrasi agen

antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji

(Fitriana et al., 2020). Pada metode ini media agar diratakan dengan memutar

petri membentuk angka 8. Yang kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24

jam. Hasil uji KHM dapat ditentukan dengan melihat ada atau tidaknya

pertumbuhan pada media tersebut (Syafriana & Rusyita, 2017).

2. Metode difusi

Pada metode ini digunakan untuk menentukan sensitivitas mikroba uji

terhadap agen antimikroba (Fitriana et al., 2020). Adapun beberapa metode difusi

yang sering digunakan pada pengujian antimikroba yaitu :

c. Metode sumuran (well diffusion method), yaitu dengan membuat lubang

sumuran ( dibuat menggunakan borer berdiameter 5 mm dan diberi label

sesuai dengan kelompok perlakuan ) pada medium agar yang telah padat dan

telah diinokulasi dengan bakteri (Putra et al., 2017).

d. Metode lempeng silinder yaitu membandingkan suatu zona hambat pada

pertumbuhan mikroorganisme. Dapat dilakukan dengan cara yaitu uji oleh

dosis senyawa antibiotik yang diuji terhadap zona hambatan oleh dosis

antibiotik baku pembanding pada media lempeng agar (Fitriana et al., 2020).
e. Metode difusi cakram dilakukan dengan menggunakan kertas cakram (paper

disc). Dapat dilakukan dengan cara yaitu ke dalam media agar yang telah

diinokulasi dengan bakteri dimasukkan kertas cakram dan diisi dengan

senyawa uji. Area jernih pada permukaan media agar mengindikasikan

adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba.

Kelebihan metode difusi ini adalah mudah dilakukan karena tidak memiliki

alat khusus dan mencakup fleksibilitas yang lebih besar dalam memilih obat

yang akan diperiksa (Fitriana et al., 2020).

Adapun kategori diameter zona hambat antibakteri dapat diketahui sebagai

berikut ( Surjowardojo et al., 2015).

Tabel 1. Kategori diameter zona hambat

Diameter Kategori kekuatan daya hambat

5 mm Lemah

6-10 mm Sedang

11-20 mm Kuat

≥ 21 mm Sangat kuat

J. Uraian Kontrol Positif


Dalam tes ini digunakan kontrol positif dan negatif. kontrol positif yang

digunakan adalah Clindamycin gel. Pilihan klindamisin didasarkan pada yang paling

banyak beredar di pasar sebagai bahan kimia anti-jerawat Clindamycin bekerja

dengan menghambat Sintesis protein dari bakteri dengan menghambat translokasi

ribosom dari bakteri, dan mengikat RNA (Sambou et al., 2017).

Penggunaan kontrol positif sebagai kontrol zat uji, dengan bandingkan

diameter zona pembunuhan (zona radikal) terbentuk yang dibandingkan dengan

sediaan dengan zat aktif bahan kimia di pasaran sebagai anti jerawat dalam hal ini

Clindamycin gel (Sambou et al., 2017).

K. Kerangka Konsep

Judul Masalah
Formulasi dan Uji Aktivitas Sedian Gel Kurangnya aplikasi
Anti Jerawat Ekstrak Etanol Daun tanaman obat, khususnya
Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) tanaman Kapuk (Ceiba
Terhadap Bakteri Propionibacterium pentandra (L.) Gaertn )
acnes dan Staphylococcus yang mudah dimanfaatkan
epidermidis. oleh masyarakat umum
salah satunya sebagai
antibakteri dengan cara
membuat dalam bentuk
sediaan gel Gel Anti
Jerawat.
Tujuan
Variabel
1. Untuk mengetahui stabilitas formulasi
sediaan gel Anti Jerawat dari Ekstrak
Etanol Daun Kapuk (Ceiba pentandra
Independent
(L.) Gaertn ). Dependent
Formulasi
2. Untuk mengetahui Aktivitas Formulasi Uji Aktivitas
Terhadap Bakteri
sediaan gel Anti
Sedian Gel Anti Jerawat dari Ekstrak
Jerawat dari
Etanol Daun Kapuk ( Ceiba Petandra
Ekstrak Etanol
Geartn ) terhadap bakteri
Daun Kapuk
Propionibacterium acnes dan
Staphylococcus epidermidis.

Penelitian metode eksperimen


laboratorium
Output
1. Memberikan informasi
mengenai stabilitas sedian
Pengujian
Gel Anti Jerawat dari
ekstrak etanol daun kapuk.
2. Mengembangkan tanaman
Hasil dan pembahasan
sebagai obat.
3. Agar bisa meningkatakan
stabilitas perekonomian
yang lebih baik. L. Variabel Penelitian Kesimpulan

1. Variabel dependent

Variabel depedent atau variabel terikat merupakan variabel yang nilainya

tergantung dari variabel lainnya (Nasution, 2017). Variabel dependent dalam

penelitian ini, yaitu aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acnes

dan Staphylococcus epidermidis

2. Variabel independent
Variabel independent atau variabel bebas adalah variabel yang berperan

mempengaruhi variabel lainnya yaitu variabel terikat (Nasution, 2017). Variabel

independent dalam penelitian ini yaitu Formulasi sedian gel anti jerawat dari

Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn ).

3. Variabel kontrol/pengganggu

Variable kontrol yaitu suatu variabel yang diduga sebagai variabel lain

yang kemungkinan dapat menguji hubungan varibel independent dan dependent

(Nasution, 2017). Variabel kontrol dalam penelitian ni yaitu aktivitas ekstrak

etanol daun kapuk tidak menimbulkan efek antibakteri hanya mengacu pada

pengawet yang diganukan pada formulasi sediaan gel anti jerawat

M. Defenisi Operasional

1. Ekstrak etanol daun kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn ) adalah sediaan pekat

yang diperoleh dari daun kapuk yang telah di ekstraksi dengan menggunakan

metode maserasi dari pelarut etanol 96% (Widyawati et al., 2017).

2. Aktivitas antibakteri merupakan kemampuan zat yaitu ekstrak daun kapuk dalam

menghambat atau smembunuh pertumbuhan bakteri uji Staphylococcus

epidermidis dengan melihat adanya zona bening disekitar kertas cakram yang pada

permukaan media pertumbuhan bakteri. Amati pertumbuhan mikroba uji dan

diukur diameter zona hambat (Busman, Edrizal, 2015).

N. Kriteria Objektif

Tanaman kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn ) memiliki banyak sekali

manfaat, dengan demikian untuk mendapatkan simplisia yang mutu maka diperlukan
adanya penetapan parameter standardisasi simplisia sehingga dapat memberikan efek

teraupetik yang baik atau diinginkan. Standardisasi yaitu serangkaian prosedur dan

cara pengukuran yang hasilnya yaitu unsur-unsur terkait paradigm kefarmasian, yaitu

memenuhi syarat standar misalnya kimia, biologi, dan farmasi, termasuk

jaminan/batas-batas stabilitas sebagai produk kefarmasian pada umumnya. Pada

proses pembuatan obat tradisional, simplisia yang digunakan sebagai bahan baku

harus memenuhi persyaratan mutu, yaitu parameter spesifik maupun non spesifik.

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu suatu simplisia yaitu tempat tumbuh asal,

berarti faktor luar dari tanaman tersebut, yaitu lingkungan atau tanah dimana

tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca, temperature, cahaya) dan materi (air,

senyawa organik dan anorganik) dan akan dilakukan pengambilan tanaman di dua

tempat yang berbeda, berdasarkan perbedaan tanah tempat tumbuh tanaman tersebut.

Standardisasi dilakukan untuk mendapatkan bahan baku yang seragam sehingga dapat

menjamin efek farmakologi tanaman tersebut (Wijanarko, 2020). Pada pengambilan

daun yaitu harus daun hampir tua atau masih muda dan berwarna hijau (Rosidah et

al., 2018).

O. Hipotesis Penelitian

1. H0 :

a. Sediaan Gel Anti Jerawat Dari Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba pentandra

(L.) Gaertn ) tidak memiliki stabilitas yang baik.


b. Formulasi Sediaan Gel Anti Jerawat Ekstrak etanol daun kapuk (Ceiba

pentandra (L.) Gaertn ) tidak dapat menghambat pertumbahan terhadap

bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.

2. H1 :

a. Sediaan Gel Gel Anti Jerawat Dari Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba

pentandra (L.) Gaertn ) memiliki stabilitas yang baik.

b. Formulasi Sediaan Gel Anti Jerawat Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba

pentandra (L.) Gaertn ) dapat menghambat pertumbahan terhadap bakteri

Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen laboratorium.

Penelitian ini yaitu melakukan formulasi dan uji aktivitas antibakteri sediaan Gel

Hand Sanitiizer Esktrak Etanol Daun Kapuk ( Ceiba Petandra Gaertn ) terhadap
pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis

dengan menggunakan metode difusi agar (sumuran) untuk menentukan diameter zona

hambat.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Labroatorium Teknologi Sediaan

Farmasi dan Mikrobiologi Farmasi, Univeristas Megarezky Makassar pada bulan Juni

sampai selesai pada tahun 2021.

C. Alat dan Bahan

Alat-alat yang akan digunakan yaitu Autoklaf, Batang pengaduk, Blender,

Corong, Cawan petri, Cawan porselin, Erlenmeyer 250 ml, Gelas kimia, Gelas ukur,

Gelas arloji, Gunting, Incubator, Jangka sorong, Kapas, Kertas saring, Kertas

perkamen, Lampu spiritus, Laminar Air Flow, Lumpang dan alu, Lap kasar dan

halus, Ose bulat, pH meter, Oven, Penangas air, Penggaris, Pinset, Pipet tetes, Sendok

tanduk, Spoit 5 ml dan 10 ml, Sudip, Spidol, Toples kaca, Termometer, Timbangan

analitik, Wadah gel.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu Aluminium foil,

Aquades, Etanol 96%, Ekstrak daun kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn), Karbopol.

Gliserin, Natrium benzoat,Tissu, dan TEA (Trietanolamin).

D. Populasi dan Sampel/Fokus Peneltian

Tanaman yang digunakan adalah tanaman kapuk (Ceiba pentandra (L.)

Gaertn) dimana sampel penelitian adalah daun kapuk. Sampel diperoleh di daerah

Desa Pallantikang Kecamatan Pattallasang Kab Gowa. Bakteri Propionibacterium


acnes dan Staphylococcus epidermidis diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi di

Universitas Hasanuddin.

E. Cara Kerja

1. Pengambilan Sampel

Sampel di ambil pada pukul 08.00- 10.00 pagi hari, kemudian dilakukan

pembersihan sampel dengan menggunakan air mengalir lalu di keringkan dan

dilakukan proses ekstraksi.

2. Cara pengolahan sampel

Ekstrak daun kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) diperoleh dengan cara

di ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak

500 gram sampel daun kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) yang telah

dikeringkan dimasukkan kedalam toples kaca untuk dimaserasi, lalu di rendam

dengan pelarut etanol 96% sampai 1cm diatas permukaan sampel dan ditutup

rapat serta terhindar dari cahaya matahari langsung. Proses perendaman dilakukan

selama 3 hari sambil diaduk 1x24 jam. Setelah 3 hari, campuran simplisia dan

etanol disaring menggunakan kertas saring sehingga diperoleh ekstrak cair,

ekstrak cair dipekatkan dengan cara menggunakan Rotary Evaporator hingga

diperoleh ekstrak kental (Farid et al., 2020).

3. Rancangan formula

Tabel 2. Rancangan formula


Bahan Formulasi (%) Kegunaan
F1 F2 F3 Kontrol Kontrol (+)

(-) Clindamycin®

Ekstrak daun kapuk


(Ceiba pentandra 6 8 10 - - Zat aktif
(L.) Gaertn)
Karbopol 940 0,5 0,5 0,5 0,5 - Basis gel

TEA (Trietanolamin) 0.5 0.5 0,5 0,5 - Pengemulsi

Natrium beozoat 0,1 0,1 0,1 0,1 - Pengawet

Gliserin 10 10 10 10 - Pelembut

Aquadest Ad 100 Ad 100 Ad 100 Ad 100 - Pelarut

Keterangan :

F1 : Formulasi Gel Anti Jerawat ekstrak daun kapuk 6 %


F2 : Formulasi Gel Anti Jerawat ekstrak daun kapuk 8 %
F3 : Formulasi Gel Anti Jerawat ekstrak daun kapuk 10 %
F4 : Gel basis
F5 : Gel Clindamycin

4. Cara pembuatan Gel Anti Jerawat

Dimasukkan karbopol sebnyak 0,5 gram didalam mortar dan ditambahkan

aqudest yang telah dipanaskan dengan suhu 700 C dalam gelas ukur sebnyak 20

ml kemudian di gerus hingga terbentuk masa gel dan tambahkan TEA sebanyak

0,5 ml, natrium benzoate ditimbang 0,1 gram lalu dilarutkan sebnyak 10 ml
aquadest yang telah dipanaskan. Gliserin sebanyak 10 ml dicampurkan kedalam

basis gel lalu di homogenkan dan dicukupkan volumenya 100 ml dari aquadest

sisa. Ekstrak daun kapuk (Ceiba Pentandra Geartn) dimasukan dalam mortar

dicampur lalu digerus samapi homogen dan terbentuk gel (Farid et al., 2020;

Sukartiningsih et al., 2019).

5. Evaluasi Stabilitas Sedian Gel Anti Jerawat

a. Uji organoleptik

Pengujian organoleptis meliputi pemeriksaan perubahan warna, bentuk

dan bau dari sediaan hand sanitizer (Margaretha et al., 2020).

b. Uji pH

Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dilarutkan dalam 10 mL aquadest,

lalu dilakukan pengadukan. Setelah homogen dilakukan pengukuran pH

dengan cara masukan pH meter yang telah dikalibrasi, didiamkan beberapa

saat sehingga didapat pH yang tetap, untuk nilai pH normal berkisar 4-6,5

(Sambou et al., 2017).

c. Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara gel ekstrak etanol daun

Kemangi ditimbang sebanyak 0,1 gram kemudian dioleskan pada sekeping

kaca transparan kemudian diamati. Homogenitas ditunjukkan dengan tidak

adanya butiran kasar (Kindangen et al., 2018).


d. Diameter daya sebar

Pengujiaan daya sebar dilakukan dengan sampel gel sebanyak 0,5

gram diletakkan diatas kaca bulat ,kaca lainnya diletakkan diatasnya dan

dibiarkan selama 1 menit. Diameter sebar gel diukur. Daya sebar 5-7 cm

menunjukkan konsistensi semisolid yang sangat nyaman jika digunakan

(Kindangen et al., 2018).

e. Uji Viskositas

Dalam mengukur visikositas digunakan alat yaitu visikometer

brookfield LV. Gel dimasukan kedalam wadah kemudian dipasang spindel

ukuran 4 ke alat viskometer dan rotor dijalankan dengan kecepatan 30 rpm.

Setelah kecepatapan menunjukan angka yang stabil (1000-50000 cP), hasilnya

dicatat (Wasiaturrahmah & Jannah, 2018).

f. Cycling Test

Uji cycling test ini dilakukan sebanyak 6 siklus selama 12 hari.

Sediaan gel disimpan pada suhu ± 4ºC selama 24 jam dan suhu ± 40ºC selama

24 jam, proses ini dihitung 1 siklus (Sukartiningsih et al., 2019).

g. Uji hedonik

Pada uji hedonik pada produk sedian gel anti jerawat ekstrak etanol

daun kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn). Uji ini menggunkan panelis

sebanyak 20 orang dengan parameter bau, warna dan bentuk (Yulianti et al.,

2015).
6. Uji Aktivitas Antibakteri Gel Anti Jerawat Ekstrak Daun Kapuk

a. Sterilisasi Alat-alat

Alat-alat yang digunakan disterilisasi menggunakan metode fisika

yaitui alat-alat gelas yang tahan pemanasan disterilkan dalam oven pada suhu

160 0 C selama 2 jam, Alat-alat yang tidak tahan pemanasan tinggi disterilkan

dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit (Farid et al., 2020).

b. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Media padat?NA 2,3 g dilarutkan dalam aquadest steril 60 mL pada

labu erlemeyer dan dipanaskan sampai bahan laurt sempurna hingga bening.

Kemudian diseterilisasi dengan/autoclave 1210 C selama 15-20 menit. Media

yang telah steril dimasukkan ke dalam cawan petri di ruangan/LAF

(Widyawati et al., 2017).

c. Pembuatan/suspensi bakteri

Media?yang telah mengeras diambil dan digoreskan bakteri secara

streak plate (gores), dan diinkubasi selama 24 jam. Suspensi bakteri dibuat

dengan cara mengambil beberapa koloni tunggal yang telah dikultur

dimasukkan ke Nacl 0,9 sebanyak 3 ml lalu dicampur hingga homogen pada

tabung reaksi. ditandai dengan cairan berubah menjadi keruh sesuai

standar/kekeruhan?McFarland (Widyawati et al., 2017).

d. Pengujian aktivitas/antibakteri

Uji antibakteri dengan metode difusi sumuran dengan cara membuat 5

sumuran pada media yang telah diinokulasikan dengan bakteri


Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis untuk formula I,

formula II, formula III, formula IV, dan kontrol positif (gel cildamycin ), ke

dalam sumuran tersebut diisi formula gel anti jerawat yang dibuat dengan

cetakan cork borner ( pecadang besi ). Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-

24 jam dan diukur diameter zona hambatnya dengan mengunakan jangka

sorong ( Widyawati et al., 2017).

F. Pengumpulan dan Analisis Data

Pada data uji stabilitas analisis data yang digunakan adalah metode paired

sample T-test untuk melihat perbedaan yang bermakna nilai antara p> 0,05 data

sebelum dan sesudah Cycling test. Pada data aktivitas antibakteri dilakukan uji

normalitas data p>0,05. Pada data setelah itu dilanjutkan uji parametik One-way

ANOVA pada data diameter zona hambat antar kelompok. Apabila data terdapat

perbedaan yang siknifikan p< 0,05 maka dilanjutkan dengan uji post hoc test untuk

melihat perbedaan dari tiap-tiap kelompok (Dahlan., 2014;Margaretha et al., 2020).

BAB 1V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Hasil evaluasi sediaan gel anti jerawat dari ekstrak etanol daun kapuk (Ceiba

Pentandra (L.) Gaertn ) didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Uji Organolepti

Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Organoleptik sediaan gel anti jerawat


Bentuk Warna Bau
Formul Sebelum
a Sebelum Setelah Setelah Sebelum Setelah
cycling
cycling test cycling test cycling test cycling test cycling test
test
Hijau
Hijau
FI Semi padat Semi padat kehitama Bau khas Bau khas
kehitaman
n
Hijau
Hijau
FII Semi padat Semi padat kehitama Bau khas Bau khas
kehitaman
n
FIII Semi padat Semi padat Bening Bening Bau khas Bau khas

FIV Semi padat Semi padat Bening Bening Bau khas Bau khas

Keterangan :
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %
FIV : Kontrol negative

2. Uji pH

Tabel 4.Hasil Pengamatan Uji pH sediaan gel anti jerawat.


Uji Ph
Formula Syarat
Sebelum cycling test Setelah cycling test
FI 4,5 4,5
FII 5,1 4,9
4,5 - 6,5
FIII 6,4 5,0
K- 5,8 5,3
Keterangan :
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %
FIV : Kontrol negatif

Uji pH meter
7

Sebelum cycling test


4
pH meter

Setelah cycling tes

0
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4

Grafik 1. Hasil Pengamatan uji pH sediaan gel anti jerawat


Keterangan :
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %
FIV : Kontrol negatif
3. Uji Homogenitas

Tabel 5. Hasil Pengamatan Uji Homogenitas sediaan gel anti jerawat.


Homogenitas
Formula Syarat
Sebelum cycling test Setelah cycling test
FI Homogen Homogen
FII Homogen Homogen Tidak
terdapat
FIII Homogen Homogen
partikel
FIV Homogen Homogen
Keterangan :
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %
FIV : Kontrol negatif

4. Uji Daya Sebar

Tabel 6. Hasil Pengamatan Uji Daya Sebar sediaan gel anti jerawat.
Daya Sebar (cm)
Formula Syarat
Sebelum cycling test Setelah cycling test
FI 5,1 5,4
FII 5,2 5,5
5 - 7 cm
FIII 5,2 5,5
FIV 5,3 5,9
Keterangan :
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %
FIV : Kontrol negatif
Daya Sebar
6

5.8

5.6
Centimeter (Cm)

Sebelum Cycling test


5.4
Setelah Cycling test

5.2

4.8

4.6
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4

Grafik 2. Hasil Pengamatan Daya sebar sediaan gel anti jerawat


Keterangan :
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %
FIV : Kontrol negatif

5. Uji Viskositas

Tabel 7. Hasil Pengamatan Uji Viskositas sediaan gel anti jerawat


Uji Viskositas (cPs)
Formula Sebelum Setelah Syarat
cycling test cycling test
FI 1000 1080
FII 1220 2279
1000-50000cPs
FIII 2340 2660
FIV 7819 9200
Keterangan :
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %
FIV : Kontrol negatif
Viskositas
10000

9000

8000

7000
Cesnti poise (cPs)

6000 Sebelum cycling tes


Setelah cycling test
5000

4000

3000

2000

1000

0
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4

Grafik 3. Hasil Pengamatan Viskositas sediaan gel anti jerawat


Keterangan :
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %
FIV : Kontrol negatif

6. Uji Aktivitas bakteri

a. Propionibacterium acnes

Tabel 8. Hasil pengamatan diameter zona hambat sediaan gel anti jerawat

Replikasi Diameter
Formul
rata-rata Kategori
a I II III (mm)
FI 16,4 16,6 16,7 16,5 Kuat
FII 17,7 18,0 17,9 17,8 Kuat
FIII 20,1 20,3 20,5 20,3 Kuat
FIV 0 0 0 0 Tidak ada
K+ 23,9 24,0 24,1 24,0 Sangat
Kuat
Keterangan :
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %
FIV : Kontrol negatif
K+ : Gel klindamisin

Propionibacterium acnes
30

25

Replikasi I
20
Milimeter (mm)

Replikasi II
Replikasi III
15 Diameter Rata-rata

10

0
F1 F2 F3 F4 K+

Grafik 3. Hasil Pengamatan Diameter zona hambat sediaan gel anti jerawat
Keterangan :
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %
FIV : Kontrol negatif
K+ : Gel klindamisin

b. Staphylococcus epidermidis
Tabel 9. Hasil pengamatan diameter zona hambat sediaan gel anti jerawat

Replikasi Diameter
Formul
rata-rata Kategori
a I II III (mm)
FI 17,3 17,5 17,3 17,3 Kuat
FII 19,5 19,3 19,6 19,4 Kuat
FIII 21,0 21,1 21,2 21,1 Kuat
FIV 0 0 0 0 Tidak ada
Sangat
K+ 25,8 25,8 26,0 25,8
Kuat
Keterangan :
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %
FIV : Kontrol negatif
K+ : Gel klindamisin

Staphylococcus epidermidis
30

25

Replikasi I
20
Milimeter (mm)

Replikasi II
Replikasi III
15 Diameter Rata-rata

10

0
F1 F2 F3 F4 K+

Grafik 4. Hasil Pengamatan Diameter zona hambat sediaan gel anti jerawat
Keterangan :
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %
FIV : Kontrol negatif
K+ : Gel klindamisin

7. Uji hedonik

Tabel 10. Hasil pengamatan uji hedonik

Formula Hasil pengamatan uji hedonik %


Bentuk Warna Aroma
F0 8,8 8,8 5.9
F1 26,5 26,5 35,3
F2 50 52,9 41,2
F3 14,7 11,8 17,6

Keterangan :
F0 : Kontrol negatif
F1 : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
F2 : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
F3 : Gel anti jerawat konsentrasi 10%
Diagram 1. Uji hedonik parameter bentuk
Keterangan :
F0 : Kontrol negatif
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %

Diagram 2. Uji hedonik parameter Warna


Keterangan :
F0 : Kontrol negatif
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %

Diagram 3. Uji hedonik parameter aroma


Keterangan :
F0 : Kontrol negatif
FI : Gel anti jerawat konsentrasi 6 %
FII : Gel anti jerawat konsentrasi 8 %
FIII : Gel anti jerawat konsentrasi 10 %

B. Pembahasan

Pada penelitian ini menggunakan tanaman daun kapuk (Ceiba Pentandra (L.)

Gaertn ) yang di peroleh di daerah Desa Pallantikang, Kecamatan Pattallasang, Kab

Gowa, Sulawesi Selatan. Daun kapuk (Ceiba Pentandra (L.) Gaertn ) kemudian

dibersihkan lalu dirajang untuk mempermudah proses ekstraksi, daun kapuk (Ceiba

Pentandra (L.) Gaertn ) kemudian dijemur hingga kering tanpa terkena sinar matahari
langsung. Ekstraksi dilakukan dengan cara dingin/maserasi. Proses ekstraksi dengan

teknik maserasi dilakukan degan beberapa kali pengadukan pada suhu ruang.

Keuntungan cara ini mudah dan tidak perlu pemanasan sehingga kecil kemungkinan

bahan alam menjadi rusak atau terurai. Pemilihan pelarut berdasarkan kelarutan dan

polaritasnya memudahkan pemisahan bahan alam dalam sampel (Susanty &

Bachmid, 2016).

Pemilihan pelarut juga berdasrkan pada polaritas pelarut dimana pelarut-

pelarut dengan sifat kepolaran yang tinggi akan menarik komponen polar, sedangakan

pelarut dengan tingkat kepolaran rendah akan menarik komponen polar nonpolar,

prinsip “like dissolves like” ini lah yang digunakan dalam teknik ekstraksi. Prinsip

“like dissolves like” adalah ungkapan yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana

mekanisme beberapa pelarut bekerja. Ini mengacu pada polaritas pelarut dan zat

terlarut (Najib, 2018).

Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol dimana etanol

merupakan salah satu jenis pelarut yang tingkat kepolaranya yang tinggi dan umum

digunakan untuk ekstraksi metode dingin. Hal ini pun sesuai dengan penelitian (Mhd

Riza, 2016), pelarut dengan tingkat kepolaran yang tinggi merupakan pelarut yang

cocok baik untuk semua jenis zat aktif (universal) karena disamping menarik senyawa

yang bersifat polar, pelarut polar juga tetap dapat menarik senyawa-senyawa dengan

tingkat kepolaran lebih rendah.

Sebelum dilakukan penelitian ini terlebih dahulu dilakukan formulasi sediaan

di Laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi dengan masa orientasi selama 1 hari.


Setelah masa orientasi berhasil dilanjutkan untuk formulasi sediaan gel anti jerawat

dengan menggunakan ekstrak etanol daun kapuk (Ceiba Pentandra (L.) Gaertn).

Uji stabilitas fisik dilakukan untuk melihat kualitas, keamanan dan manfaat

memenuhi spesifik yang diharapkan serta stabil selama penyimpanan. Namun pada

penelitian ini sebelumnya dilakukan formulasi sediaan yang dibagi menjadi 4

kelompok diantaranya, FI yaitu gel anti jerawat dengan penambahan ekstrak etanol

daun kapuk 6%, FII yaitu gel anti jerawat dengan penambahan ekstrak etanol daun

kapuk 8%, FIII yaitu gel anti jerawat serta dengan penambahan ekstrak etanol daun

kapuk 10%, serta FIV basis (kontrol negatif).

Bahan yang digunakan dalam formulasi sediaan gel anti jerawat yaitu,

karbopol, TEA, natrium benzoate, gliserin, dan aquadest. Penggunaan karbopol 940

dalam sediaan ini sebagai bahan pengental yang baik, menghasilkan gel yang bening

serta sifatnya yang stabil dan karbopol 940 juga mampu melawan serangan bakteri

dan jamur sehingga tidak dapat tumbuh. TEA secara umum dapat berperan sebagai

emulsifier,surfaktan dan juga sebagai emulgator. TEA kerap digunakan dalam suatau

produk kosmetik ataupun produk sdiaan topikal. Penambahan TEA dalam formulasi

sediaan gel anti jerawat berfungsi sebagai stabilitas gel. Natrium benzoat digunakan

sebagai pengawet untuk menjaga kestabilan sediaan atau formula sehingga

menjadikan prodak tetap stabil dari mikroorganisme, yang dimana natrium benzoat

sering digunakan sebagai pengawet untuk sediaan kosmetik. Gliserin digunakan

sebagai pelembut pada sediaan obat kulit serta menjaga kelembaban kulit. Sedangkan

aquadest dalam sediaan anti jerawat digunakan sebagai pelarut atau pembawa
(Asngad et al., 2018; Baktiman 2014; Luwitono & Darmawan, 2019; Wahyudi et al.,

2018).

Sediaan gel anti jerawat yang telah dibuat kemudian dilakukan evaluasi

berupa beberapa pengujian diantaranya Uji organoleptik, Uji pH, Uji daya sebar,

Homogenitas, Uji viskositas dan pengujian aktivitas antimikroba serta Uji stabilitas

berupa sebelum Cycling test dan setelah Cycling test.

Uji Cycling test dilakukan dengan cara sediaan gel jerawat disimpan pada

suhu (4°C) selama 24 jam dan dilanjutkan dengan menyimpan sediaan pada suhu

(40°C) selama 24 jam (1 siklus). Pengujian dilakukan sebanyak 6 siklus dan diamati

terjadinya perubahan fisik dari sediaan sebelum dan setelah pengujian yang meliputi

organoleptik, pH, homogenitas, daya sebar dan viskositas. Tujuan dilakukan uji

Cycling test untuk mengetahui kestabilan sediaan setelah disimpan pada suhu (40C)

dan suhu tinggi (400C) masing-masing 24 jam sebanyak 6 siklus (Sukartiningsih et

al., 2019).

Pengujian pertama yang dilakukan yaitu pengujian organoleptik. Hasil

pengamatan sebelum dan setelah dilakukan Cycling test uji organoleptik sediaan gel

anti jerawat didapatkan hasil seperti pada Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji

Organoleptik sediaan gel anti jerawat, sebelum dilakukan Cycling test dan setelah

dilakukan Cycling test pada formula I - formula IV tidak mengalami perubahan

signifikanbentuk sediaan. Hal ini sesuai dengan teori menurut Margaretha et al.,

(2020), pengujian organoleptik dilakukan untuk melihat tampilan fisik sediaan

dengan cara pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau dari sediaan yang telah
dibuat. Sediaan dinyatakan stabil jika tidak terdapat perbedaan yang signifikan

terhadap hasil parameter yang diamati sebelum dan setelah dilakukan Cycling test.

Pengujian selanjutnya yang dilakukan yaitu pengujian pH. Pengujian pH yang

dilakukan dengan menggunakan pH meter. Berdasarkan Tabel 4. Hasil Pengamatan

Uji pH sediaan gel anti jerawat pada FI, FII, dan FIV tidak mengalami perubahan

nilai pH yang rentan jauh, akan tetapi pada FIII sebelum dilakukan Cycling test dan

setelah dilakukan Cycling test mengalami perubahan hal ini di pengaruhi adanya

perpindahan dari suhu rendah dan suhu tinggi . Namun perbedaan nilai pH setiap

formulasi tidak melebihi nilai minimun dari pH kulit manusia dan ini menunjukan

bahwa nilai pH formulasi seiaan gel anti jerawat ekstrak etanol daun kapuk aman

untuk digunakan pada kulit manusia. pH yang terlalu asam dapat mengakibatkan

iritasi sedangkan pH yang terlalu basa dapat menyebabkan kulit bersisik. Dari data

hasil evaluasi pH kemudian dianalisis menggunakan Shapiro Wilk menunjukkan hasil

uji normalitas pH memiliki nilai p > 0,05, yang artinya data tersebut terdistribusi

secara normal. Berdasarkan uji Paired sample t-test pH memiliki nilai p > 0,05,

bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna dari masing-masing formula sebelum dan

setelah dilakukan pengujian Cycling test, yang artinya hasil pada uji pH dapat

dikategorikan stabil (Estikomah et al., 2021).

Setelah itu, dilakukan uji homogenitas. Uji homogenitas bertujuan untuk

melihat dan mengetahui tercampurnya bahan-bahan yang digunakan dalam formula

gel, baik bahan aktif maupun bahan tambahan secara merata. Berdasarkan table 5.

Hasil pengamatan Uji homogenitas sediaan gel anti jerawat semua formula (FI-FIV)
dari sebelum Cycling test dan setelah Cycling test menunjukkan susunan yang

homogen yang ditandai dengan tidak terdapat butiran kasar pada gel. Hal ini sesuai

dengan persyaratan homogenitas gel yaitu harus menunjukkan dengan tidak adanya

butiran kasar pada gel (Sukartiningsih et al., 2019).

Pengujian daya sebar bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan

gel melekat pada kulit dalam waktu tertentu sehingga dapat berfungsi secara

maksimal pada penghantaran obatnya. Pada pengujian daya sebar dapat dilihat pada

tabel 6. Berdasarkan hasil sebelum dan setelah Cycling test dapat menunjukkan

formula sediaan gel memenuhi syarat daya sebar yang baik yaitu 5-7 cm. Dari data

hasil evaluasi daya sebar kemudian dianalisis menggunakan Shapiro Wilk

menunjukkan hasil uji normalitas daya sebar memiliki nilai p > 0,05, yang artinya

data tersebut terdistribusi secara normal. Berdasarkan uji Paired sample t-test daya

sebar memiliki nilai p < 0,05, bahwa memeliki perbedaan bermakna dari masing-

masing formula sebelum dan setelah dilakukan pengujian Cycling test, yang artinya

hasil pada uji daya sebar dapat dikategorikan tidak stabil hal ini dipengaruhi oleh

perpindahan dari suhu tinggi ke suhu yang rendah (Nurdianti & Aji, 2018).

Hasil uji viskositas gel anti jerawat pada Tabel 7. Menunjukan baik kontrol

negatif maupun fomulasi ekstrak daun kapuk tiap formula (F1-F4) diperoleh nilai

viskositas yang baik karena masuk kategori syarat nilai cPs (1000-50000), sehingga

sediaan gel ekstrak daun kapuk stabil selama Cycling test. Dari data hasil evaluasi

viskositas kemudian dianalisis menggunakan Shapiro Wilk menunjukkan hasil uji

normalitas viskositas memiliki nilai p > 0,05, yang artinya data tersebut terdistribusi
secara normal. Berdasarkan uji Paired sample t-test viskositas memiliki nilai p >

0,05, bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna dari masing-masing formula sebelum

dan setelah dilakukan pengujian Cycling test, yang artinya hasil pada uji viskositas

dapat dikategorikan stabil. Nilai viskositas mengalami peningkatan seiring dengan

bertambahnya konsentrasi ekstrak ekstrak daun kapuk yang diformulasikan dalam

basis gel, karena komposisi ekstrak ekstrak daun kapuk menambah kekentalan

sediaan gel (Rusiana, 2020).

Berdasarkan Tabel 8. Hasil pengamatan diameter daya hambat sediaan gel anti

jerawat, pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri propionibacterium acnes

yaitu pada formula I dengan diameter 16,5 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa

formula tersebut memiliki potensi antibakteri kategori kuat. Formula II memiliki zona

hambat 17,8 mm dengan kategori kuat. Formula III memiliki zona hambat 20,3 mm

dengan kategori kuat. Untuk kontrol negatif (formula FIV) tidak memiliki zona

hambat. Sedangkan pada kontrol positif memiliki zona hambat tertinggi yaitu 24,0

mm termasuk kedalam kategori sangat kuat. Berdasarkan Tabel 9. Pengujian

aktivitas antibakteri terhadap bakteri staphylococcus epidermidis yaitu pada formula I

dengan diameter 17,3 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa formula tersebut

memiliki potensi antibakteri kategori kuat. Formula II memiliki zona hambat 19,3

mm dengan kategori kuat. Formula III memiliki zona hambat 21,1 mm dengan

kategori kuat. Untuk kontrol negatif (formula FIV) tidak memiliki zona hambat.

Sedangkan pada kontrol positif memiliki zona hambat tertinggi yaitu 25,8 mm

termasuk kedalam kategori sangat kuat. Dari data hasil evaluasi aktivitas bakteri
kemudian dianalisis menggunakan One way ANOVA, dimana data yang diperoleh

yaitu nilai p < 0,05, yang artinya terdapat perbedaan yang bermakna (signifikan) pada

masing-masing formula. Selanjutnya dilakukan uji lanjutan yaitu Post Hoc Tests

menggunakan Bonferroni untuk melihat secara detail perbedaan yang signifikan

antara formula satu dengan formula lainnya. Pada tabel dapat dilihat bahwa FI jika

dibandingkan dengan FII, FIII, FIV dan K+, nilai p < 0,05. Yang artinya terdapat

perbedaan yang bermakna (signifikan) dari formula tersebut. Zona hambat antibakteri

dengan ukuran 5 mm dikategorikan lemah, zona hambat 6-10 mm dikategorikan

sedang, zona hambat 11-20 mm dikategorikan kuat, zona hambat ≥ 21 mm

dikategorikan sangat kuat (Surjowardojo et al, 2015).

Berdasarkan tabel 10. Hasil pengamatan uji hedonik diperoleh hasil pada

F2 yang paling banyak menyukai warna bentuk, dan aroma. Dapat dilihat pada

diagram 1, 2 dan 3. Pada uji ini diminta pendapat sukarelawan sebanyak 20 orang

responden. Uji hedonik disebut juga uji kesukaan. Dalam uji hedonik, seseorang

diminta tanggapan pribadinya mengenai aroma, warna dan bentuk pada setiap

pinalis (Yulianti et al., 2015).

Berdasarkan hal tersebut, hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

formulasi terbaik sediaan gel anti jerawat adalah formula ke III dalam menghambat

bakteri propionibacterium acnes dan staphylococcus epidermidis pada formulasi

sediaan sediaan gel anti jerawat ekstrak etanol daun kapuk (Ceiba pentandra (L.)

Gaertn) adalah formula ke III dengan zona hambat pada bakteri propionibacterium
acnes sebesar 20.2 mm, sedangkan pada staphylococcus epidermidis dengan zona

hambat 21,1 mm.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Formulasi sediaan Gel Ati Jerawat dari ekstrak etanol daun kapuk (Ceiba

Pentandra (L.) Gaertn ) dapat dikatakan bahwa memliki stabilitas yang baik.

2. Konsentrasi yang memiliki aktivitas yang paling efektif dalam menghambat

bakteri propionibacterium acnes dan staphylococcus epidermidis pada formulasi

sediaan Gel Ati Jerawat dari ekstrak etanol daun kapuk (Ceiba Pentandra (L.)

Gaertn ) adalah formula ke III pada bakteri propionibacterium acnes sebesar 20.2

mm, sedangkan pada staphylococcus epidermidis dengan zona hambat 21,1 mm.

B. Saran

Penelitian selanjutnya disarankan untuk perlu dilakukan evaluasi fisik yang

belum dilakukan dalam penelitian ini yaitu uji iritasi, sehingga bisa dijadikan prodak

herbal yang unggul.


DAFTAR PUSTAKA

Afianti, H. P., & Murrukmihadi, M. (2015). Pengaruh Variasi Kadar Gelling Agent
Antibakteri Sediaan Gel Ekstrak Etanolik Kemangi ( Ocimum Basilicum L .
Forma Citratum Back .). Majalah Farmaseutik, 11(2), 307–315.

Afriyanti, R. N. (2015). Akne Vulgaris Pada Remaja. Medical Faculty Of Lampung


University, 4(6), 102–109.

Apriliani, N., Ardiansyah, A., Siswanti, Undefined, & Sudarmi, S. (2016). Ekstraksi
Daun Kapuk Randu ( Ceiba Pentandra Gaertn) Dengan Pelarut Etanol. 1–7.

Arifin, B., & Ibrahim, S. (2018). Struktur, Bioaktivitas Dan Antioksidan Flavonoid.
Jurnal Zarah, 6(1), 21–29.

Aslamiah, S. (2014). No Title. Identifikasi Kandungan Kimia Golongan Senyawa


Daun Pohon Kapuk (Ceiba Pentandra L.) Sebagai Obat Tradisional
Suaibatul, 14, 11–19.

Asngad, A., R, A. B., & Nospitasari. (2018). Kualitas Gel Pembersih Tangan
( Handsanitizer ) Dari Ekstrak Batang Pisang Dengan Penambahan Alkohol ,
Triklosan Dan Gliserin Yang Berbeda Dosisnya. 4(2), 61–70.

Baktiman Ande. (2014). Pengaruh Penambahan Konsentrasi Cabopol 940 Pada


Sediaan Sunscreen Gel Ekstrak Temu Giring (Curcuma Heyneana Val.)
Terhadap Sifat Fisik Dan Stabilitas Sediaan Dengan Sorbitol Sebagai
Humectan . Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Borman, I. O., Yusriadi, Y., & Sulastri, E. (2015). Gel Anti Jerawat Ekstrak Daun
Buta-Buta (Excoecaria Agallocha L.) dan Pengujian Antibakteri
Staphylococcus epidermidis. Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal Of
Pharmacy) (E-Journal), 1(2), 65–72.

Busman, Edrizal, D. E. S. (2015). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kapuk


Randu ( Ceiba Pentandra ( L .) Gaertn ) Terhadap Bakteri Streptococcus
mutans . 2(1), 10–15.

Danimayostu, A. A. (2017). Pengaruh Penggunaan Pati Kentang (Solanum


Tuberosum) Termodifikasi Asetilasi-Oksidasi Sebagai Gelling Agent
Terhadap Stabilitas Gel Natrium Diklofenak. Pharmaceutical Journal Of
Indonesia, 3(1), 25–32.

Dahlan., M., Sopiyudin. (2014). Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta:
Epidemiologi Indonseia.

Depkes. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta

Dewi, C. C., & Saptarini, N. M. (2016). Hidroksi Propil Metil Selulosa Dan
Karbomer Serta Sifat Fisikokimianya Sebagai Gelling Agent. Farmaka, 14(3),
1–10.

Diana, P., Nazulis, & Etika, S. B. (2013). Isolasi Dan Karakterisasi Flavonoid Dari
Daun Kapuk ( Ceiba Pentandra L .). 2(2), 96–100.

Estikomah, S. A., Sri, A., Amal, S., & Safaatsih, S. F. (2021). Uji Daya Hambat
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus , Staphylococcus epidermidis ,
Propionibacterium acnes Gel Semprot Ekstrak Etanol Daun Kersen
( Muntingia Calabura L .) Karbopol 940. 5(1), 36–53.

Farid, N., A, N., Hamzah, S., Yusuf, M., & Rahmania. (2020). Aktivitas Antibakteri
Hand Sanitizer Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum Sanctum. L)
Terhadap Escherichia coli dan Streptococcus aureus. Media Kesehatan
Politeknik Kesehatan Makassar, 21(1), 1–9.

Fauziah, S., Sari, N. P., & Farmasi, P. S. (2020). Uji Aktivitas Antioksidan Dan
Penetapan Kadar Flavonoid Total Dari Ekstrak Etanol 70 % Daun Kapuk
Randu ( Ceiba Pentandra ( L .) Geartn ) Dengan Metode. 01(01), 10–16.

Fitriana, Y. A. N., Fatimah, V. A. N., & Fitri, A. S. (2020). Aktivitas Anti Bakteri
Daun Sirih: Uji Ekstrak Khm (Kadar Hambat Minimum) Dan Kbm (Kadar
Bakterisidal Minimum). Sainteks, 16(2), 101–108.

Gitleman, L. (2014). Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952.


(1967). Paper Knowledge . Toward A Media History Of Documents, 5, 5–10.

Haryati, N. A., C. Saleh, & Erwin. (2015). Uji Toksisitas Dan Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Merah Tanaman Pucuk Merah (Syzygium Myrtifolium Walp.)
Terhadap Bakteri. Jurnal Kimia Mulawarman, 13(1), 35–40.

Hasan, S., Harris, E., & Suprayudi, M. A. (2013). Evaluasi Kecernaan Pakan,
Kandungan. 8 No.1, 97–107.

ITIS (Intergratet Taxonomic Information System). (2021). Tersedia Online


Https://Doi.Org/10.5066/F7kh0kbk Atau Http://Www.Itis.Gov . (21 Mei 2021).

Jati, N. K., Prasetya, A. T., & Mursiti, S. (2019). Isolasi, Identifikasi, Dan Uji
Aktivitas Antibakteri Senyawa Alkaloid Pada Daun Pepaya. Jurnal Mipa,
42(1), 1–6.

Kalangi, S. J. R. (2014). Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik (Jbm), 5(3), 12–20.

Kindangen, O. C., Yamlean, P. V. Y., & Wewengkang, D. S. (2018). Formulasi Gel


Antijerawat Ekstrak Etanol Daun Kemangi ( Ocimum Basilicum L .) Dan Uji
Aktivitasnya Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro. 7(3),
283–293.

Lema, E. R., Yusuf, A., & Wahyuni, S. D. (2019). Gambaran Konsep Diri Remaja
Putri Dengan Acne Vulgaris Di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Surabaya. Psychiatry Nursing Journal (Jurnal Keperawatan Jiwa), 1(1), 14.

Lestari, R. T., Gifanda, L. Z., Kurniasari, E. L., Harwiningrum, R. P., Kelana, A. P.


I., Fauziyah, K., Widyasari, S. L., Tiffany, T., Krisimonika, D. I., Salean, D.
D. C., & Priyandani, Y. (2020). Perilaku Mahasiswa Terkait Cara Mengatasi
Jerawat. Jurnal Farmasi Komunitas, 8(1), 15.

Luwitono, C. P. W. D., & Darmawan, P. (2019). Analisis Pengawet Natrium Benzoat


Pada Selai Stroberi Curah Di Pasar Tradisional. Biomedika, 12(2), 244–250.
Https://Doi.Org/10.31001/Biomedika.V12i2.533

Margaretha, E. V., Juliantoni, Y., & Wirasisya, D. G. (2020). Aktivitas Antibakteri


Gel Hand Sanitizer Dari Ekstrak Etanolik Daun Jarak Pagar ( Jatropa
Curcas Linn ) Terhadap Staphylococcus Aureus Atcc 25923. 1(1).

Milanda, T., Chandra, R. A. I., & Dwipratama, A. J. (2021). Formulasi Dan


Pengujian Aktivitas Antibakteri Krim Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba
Pentandra L.). Majalah Farmasetika, 6(2), 138.

Miratunnisa, Mulqie, L., & Hajar, S. (2015). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Kulit Kentang (Solanum Tuberosum L.) Terhadap Propionibacterium.
Prosiding Penelitian Spesia Unisba, 513.
Mhd Riza, Marjoni (2016). Dasar-Dasar Fitokimia. Jakarta: Cv Trans Info Media.

Najib, A. ( 2018). Ekstraksi Senyawa Bahan Alam. Yogyakarta. Deepublish.

Nasution, S. (2017). Variabel Penelitian. Raudhah, 05(02), 1–9.

Nurdianti, L., & Aji, N. (2018). Evaluasi Sediaan Emulgel Anti Jerawat Tea Tree
( Melaleuca Alternifolia ) Oil Dengan Menggunakan Hpmc Sebagai Gelling
Agent. 1, 23–31.

Nurjanah, S., Rokiban, A., & Irawan, E. (2018). Ekstrak Umbi Rumput Teki
(Cyperus Rotundus) Sebagai Antibakteri Terhadap Staphylococcus
Epidermidis Dan Propionibacterium Acnes. Biosfer: Jurnal Tadris Biologi,
9(2), 165–175.
Pertiwi, D. V., Ikhsanudin, A., Ningsih, A. K., & Sugihartini, N. (2017). Formulasi
Dan Karakterisasi Sediaan Hidrogel Minyak Cengkeh ( Syzygium
Aromaticum ) Berbasis Kitosan Formulation And Characterization Chitosan
Based Hydrogel Of Clove Oil ( Syzygium Aromaticum ). 14 No.1, 17–28.

Pradhya Paramitha Ninulia, B. Boy Rahardjo Sidharta, F. S. P. (2017). Aktivitas


Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Randu (Ceiba Pentandra (L). Gaertn)
Terhadap Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (Mrsa. L, 1–15.

Prasanty, A. (2014). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanolik Daun Randu (Ceiba
Pentandra, Gaertn.) Terhadap Staphylococcus Epidermidis dan Shigella
Dysentriae.

Pratiwi, R. H. (2014). Dalam Penyediaan Obat Herbal. E-Journal Widya Kesehatan


Dan Lingkungan, 1, 53–60.

Puguh Surjowardojo, Tri Eko Susilorini, G. R. B. S. (2015). Daya Hambat Dekok


Kulit Apel Manalagi (Malus Sylvestrs Mill.) Terhadap Pertumbuhan
Staphylococcus Aureus dan Pseudomonas Sp. Penyebab Mastitis Pada Sapi
Perah. 6(2), 40–48.

Putra, A. H., Corvianindya, Y., & Wahyukundari, M. A. (2017). Uji Aktivitas


Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kamboja Putih (Plumeria Acuminata)
Terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans. E-Jurnal Pustaka Kesehatan,
5(3), 449–453.

Rollando. (2019). Senyawa Antibakteri Dari Fungi Endofit. Malang: Seribu Bintang.
Rosidah, M. S., Lambui, O., & Suwastika, I. N. (2018). Ekstrak Daun Tumbuhan
Macaranga Tanarius ( L .) M . A Menghambat Laju Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus Epidermidis Leaf Extract Of Macaranga Tanarius ( L .) M . A
Inhibit The Growth Rate Of Staphylococcus Epidermidis. 7(1), 64–70.

Rusiana, E. (2020). Formulasi dan Uji Efektivitas Gel Antijerawat Ekstrak


Terpurifikasi Biji Pinang ( Areca Catechu L.) Terhadap Bakteri
Propionibacterium Acnes Artikel.

Sa`Adah, H., Supomo, S., & Musaenah, M. (2020). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Air
Kulit Bawang Merah (Allium Cepa L.) Terhadap Bakteri Propionibacterium
Acnes. Jurnal Riset Kefarmasian Indonesia, 2(2), 80–88.

Sambou, C. N., Wibowo, A. E., & Taurhesia, S. (2017). Pengembangan Produk


Sediaan Gel Kombinasi Ekstrak Daun Sirsak (Annona Muricita L.) Dengan
Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorhiza Roxb.) Sebagai Anti
Bakteri Penyebab Jerawat (Propionibacterium Acne Dan Staphylococcus
Epidermidis). Pharmacon, 6(4).

Setiawan, A. F., Wijono, W., & Sunaryo, S. (2013). Sistem Cerdas Penghitung Sel
Kulit Mati Manusia Dengan Metode Improved Counting Morphology. Jurnal
Eeccis, 7(1), 28–34.

Sudarmi, K., Darmayasa, I. B. G., & Muksin, I. K. (2017). Uji Fitokimia Dan Daya
Hambat Ekstrak Daun Juwet (Syzygium Cumini) Terhadap Pertumbuhan
Escherichia Coli Dan Staphylococcus Aureus Atcc. Simbiosis Journal Of
Biological Sciences, 5(2), 47.

Suhendra, C. P., Widarta, I. W. R., & Wiadnyani, A. A. I. S. (2019). Pengaruh


Konsentrasi Etanol Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rimpang Ilalang
(Imperata Cylindrica (L) Beauv.) Pada Ekstraksi Menggunakan Gelombang
Ultrasonik. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (Itepa), 8(1), 27.

Sukartiningsih, Y. N. N. T., Edi, H. J., & Siampa, J. P. (2019). Formulasi Sediaan Gel
Ekstrak Etanol Daun Kaliandra (Calliandra Surinamensis Benth) Sebagai
Antibakteri. Pharmacon, 8(4), 801.

Sumanik, R. A., Papilaya, P. M., & Rumahlatu, D. (2017). Terhadap Mutu Minuman
Sari Buah Gandaria ( Bouea Macrophylla Griff ) Berkarbonasi. Biopendix,
4(1), 22–28.

Susanty, S., & Bachmid, F. (2016). Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi Dan
Refluks Terhadap Kadar Fenolik Dari Ekstrak Tongkol Jagung (Zea Mays L.).
Jurnal Konversi, 5(2), 87.

Syafriana, V., & Rusyita, R. (2017). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Sirih Merah ( Piper Crocatum ) Terhadap Pertumbuhan Propionibacterium
Acnes Antibacterial Activity Of Ethanol Extract From Pipe R Crocatum
Leaves Against Propionibacterium Acnes. Sainstech Farma Vol, 10(2), 9–11.

Trecya Fujiastuti, N. S. (2015). Centella Asiatica. 12(01), 11–20.

Trirahayu, D. A. (2019). Pengaruh Gelling Agent Terhadap Pembentukan. 12, No.2,


78–83.

Tritama, T. K. (2015). Konsumsi Alkohol Dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan.


Journal Majority, 4(8), 7–10.

Veronita, F., Wijayati, N., & Mursiti, S. (2017). Isolasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri
Daun Binahong Serta Aplikasinya Sebagai Hand Sanitizer. Indonesian
Journal Of Chemical Science, 6(2), 138–144.

Wahyudi, N. T., Ilham, F. F., Kurniawan, I., & Sanjaya, A. S. (2018). Rancangan
Alat Distilasi Untuk Menghasilkan Kondensat Dengan Metode Distilasi Satu
Tingkat. Jurnal Chemurgy, 1(2), 30.

Wasiaturrahmah, Y., & Jannah, R. (2018). Formulasi dan Uji Sifat Fisik Gel Hand
Sanitizer Dari Ekstrak Daun Salam ( Syzygium Polyanthum ) Formulation
And Physical Properties Test Of Hand Sanitizer Gel From Bay Leaf Extract
( Syzygium Polyanthum ). 2(2), 87–94.

Widyawati, L., Mustariani, Aprilia, B. A., & Purmafitriah, E. (2017). Formulasi


Sediaan Gel Hand Sanitizer Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona Muricata
Linn) Sebagai Antibakteri Terhadap Staphylococcus Aureus. Jurnal
Farmasetis, 6(2), 47–57.

Widyawati, L., Mustariani, B. A. A., & Purmafitrah, E. (2017). Formulasi Sediaan


Gel Hand Sanitizer Ekstrak Etanol Daun Sirsak ( Annona Muricata Linn )
Sebagai Antibakteri Formulation Of Gel Hand Sanitizer Ethanol Extract Of
Soursop Leaf ( Annona Muricata Linn ) As Antibacterial To Staphylococcus.
6(2), 47–57.

Wijanarko, A. (2020). Standardisasi Simplisia Daun Ciplukan. Jurnal Farmasetis,


9(1), 31–40.

Yulianti, R., Nugraha, D. A., & Nurdianti, L. (2015). Formulasi Sediaan Sabun
Mandi Cair Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus (Bl) Miq.).
Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi, 3(2), 1–11.

Yunikasari. (2016). Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Alpukat ( Persea
Americana Mill .) Terhadap Pertumbuhan Bakteri staphylococcus
epidermidis. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi Ii, 2, 106–112.

Zahrah, H., Mustika, A., & Debora, K. (2019). Aktivitas Antibakteri Dan Perubahan
Morfologi Dari Propionibacterium Acnes Setelah Pemberian Ekstrak
Curcuma Xanthorrhiza. Jurnal Biosains Pascasarjana, 20(3), 160.
Lampiran 1

Lampiran 1. Skema kerja simplisia

Simplisia Daun Kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)


sebanyak 500 g

1. Di sortasi basah
2. Di sortasi kering
3. Di serbukkan
4. Di ekstraksi dengan pelarut etanol
96% dengan metode maserasi

Residu Ekstrak cair

Di ekstraksi dengan
pelarut etanol 96%
dengan metode maserasi

Ekstrak cair Ekstrak gabungan

Di Rotary
evaporator

Ekstrak kental
Formulasi sediaan gel anti
jerawat ekstrak daun kapuk

lampiran 2. skema kerja sediaan gel anti jerawat

Disiakan alat dan bahan

Karbopol sebnyak 0,5 g dimasukan


dalammortar dilarutkan sebanyak 20 ml
aquadest + 20 ml aquadest (70 °C )

Tambahkan TEA (Trietanolamin)0,5 ml

Natrium beozoat ditimbang 0.1 g lalu


dilaurtkan10 ml aquadest

Gliserin sebanyak 15 ml dimasukan


Dimasukan kedalam basis gel lalu
dimogenkan lalu dicukupak Uji evaluasi Uji
voluemenyasesuai perhitungan masing- organoleptik
masing formula 1. Uji pH
2. Diameter daya
serap
3. Homogenitas
Ekstak daun kapuk dimasukan 4. Viskositas
dalam mortal dicampur degerus
hingga homogen/terbentuk gel
(6 %, 8 % dan 10 %)
Cycling test

Uji hedonik

Lampiran 3. Skema Kerja Uji Aktivitas Antibakteri

Sterilisasi alat

Pembuatan medium NA

1 ose bakteri murni Inokulasi bakteri 1 ose bakteri murni


Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes Staphylococcus epidermidis
di gores di medium NA di Staphylococcus di gores di medium NA di
inkubasi ± 370 C 1x24 Jam epidermidis inkubasi ± 370 C 1x24 Jam

Gel Anti Jerawat Ekstrak


Penanaman pecadang besi
Etanol Daun Kapuk (Ceiba
pentandra (L.) Gaertn)

F2 F3 F5

F1
F4

Ket:
F1 : Konsentrasi 6 %
F2 : Konsentrasi 8 %
Uji Aktivitas Antibakteri
F3 : Konsentrasi 10%
F4 : Kontrol Positif
(Clindamycin)
F5 : Kontrol Negatif
Inkubasi 1x24 jam

Lampiran
Pengamatan dan pengukuran diameter2 zona hambat

Tabel 10. Hasil Tes pH Normalitas data dan stabilitas analisis sediaan gel anti jerawat

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pH sebelum cycling test .164 4 . .987 4 .940
pH setelah cycling test .220 4 . .980 4 .900

Ket. Jika Sig > 0,05 maka data terdistribusi normal.

Jika Sig < 0,05 maka data tidak terdistribusi normal.

T-Test

Paired Samples Statistics


Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 pH sebelum cycling test 5.450 4 .8266 .4133
pH setelah cycling test 4.975 4 .3304 .1652

Paired Samples Correlations


N Correlation Sig.
Pair 1 pH sebelum cycling test & 4 .677 .323
pH setelah cycling test

Paired Samples Test


Paired Differences t df Sig. (2-
95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference
Mean Deviation Mean Lower Upper tailed)
Pair pH sebelum .4750 .6500 .3250 -.5593 1.5093 1.462 3 .240
1 cycling test - pH
setelah cycling
test
Ket. Jika Sig (2-tailed) > 0,05 maka dinyatakan stabil.

Jika Sig (2-tailed) < 0,05 maka dinyatakan tidak stabil.

Tabel 11. Hasil Tes Uji daya sebar Normalitas data dan stabilitas analisis sediaan gel
anti jerawat

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Daya sebar sebelum .250 4 . .945 4 .683
cycling test
Daya sebar setelah cycling .382 4 . .801 4 .103
test
Ket. Jika Sig > 0,05 maka data terdistribusi normal.

Jika Sig < 0,05 maka data tidak terdistribusi normal.

Paired Samples Statistics


Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Daya sebar sebelum cycling 5.200 4 .0816 .0408
test
Daya sebar setelah cycling 5.575 4 .2217 .1109
test

Paired Samples Correlations


N Correlation Sig.
Pair 1 Daya sebar sebelum cycling 4 .921 .079
test & Daya sebar setelah
cycling test

Paired Samples Test


Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Daya sebar -.375 .1500 .0750 -.6137 -.1363 -5.000 3 .015
1 sebelum cycling 0
test - Daya
sebar setelah
cycling test
Ket. Jika Sig (2-tailed) > 0,05 maka dinyatakan stabil.

Jika Sig (2-tailed) < 0,05 maka dinyatakan tidak stabil.

Tabel 12. Hasil Tes Uji Viskositas Normalitas data dan stabilitas analisis sediaan gel
anti jerawat

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Viskositas sebelum cycling .343 4 . .771 4 .060
test
Viskositas setelah cycling .373 4 . .793 4 .090
test
Ket. Jika Sig > 0,05 maka data terdistribusi normal.

Jika Sig < 0,05 maka data tidak terdistribusi normal.

T-Test

Paired Samples Statistics


Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Viskositas sebelum cycling 3094.75 4 3203.688 1601.844
test
Viskositas setelah cycling 3804.75 4 3659.296 1829.648
test

Paired Samples Correlations


N Correlation Sig.
Pair 1 Viskositas sebelum cycling 4 .993 .007
test & Viskositas setelah
cycling test

Paired Samples Test


Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Viskositas - 611.294 305.647 - 262.706 -2.323 3 .103
1 sebelum cycling 710.0 1682.706
test - Viskositas 00
setelah cycling
test
Ket. Jika Sig (2-tailed) > 0,05 maka dinyatakan stabil.

Jika Sig (2-tailed) < 0,05 maka dinyatakan tidak stabil.

Tabel 13. Hasil Tes Uji Aktivitas bakteri Propionibacterium acnes Normalitas data
dan pengujian one way ANOVA sediaan gel anti jerawat

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Zona Hambat .215 12 .130 .859 12 .048
Propionibacterium acnes
Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Zona Hambat Based on Mean .357 3 8 .786
Propionibacterium acnes Based on Median .242 3 8 .864
Based on Median and .242 3 6.914 .864
with adjusted df
Based on trimmed mean .349 3 8 .791

ANOVA
Zona Hambat Propionibacterium acnes
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 96.083 3 32.028 1325.287 .000
Within Groups .193 8 .024
Total 96.277 11
Ket. Jika Sig < 0,05 maka diartikan terdapat perbedaan yang bermakna (signifikan)
pada tiap data.

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Zona Hambat Propionibacterium acnes
Bonferroni
Mean 95% Confidence Interval
(I) Perlakuan (J) Perlakuan Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Formula I Formula II -1.3000* .1269 .000 -1.742 -.858
Formula III -3.7333* .1269 .000 -4.175 -3.292
Kontrol + -7.4333*
.1269 .000 -7.875 -6.992
Formula II Formula I 1.3000 *
.1269 .000 .858 1.742
Formula III -2.4333* .1269 .000 -2.875 -1.992
Kontrol + -6.1333* .1269 .000 -6.575 -5.692
Formula III Formula I 3.7333* .1269 .000 3.292 4.175
Formula II 2.4333 *
.1269 .000 1.992 2.875
Kontrol + -3.7000 *
.1269 .000 -4.142 -3.258
Kontrol + Formula I 7.4333* .1269 .000 6.992 7.875
Formula II 6.1333* .1269 .000 5.692 6.575
Formula III 3.7000 *
.1269 .000 3.258 4.142
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 3. Perhitungan Bahan

Perhitungan Bahan Formulasi Gel Anti Jerawat

Rumus perhitungan bahan:

g
×v
100

Keterangan :

g = konsentrasi bahan

v = volume

1. Ekstrak daun kapuk

Formula 1 Ekstrak daun Nilam 6%

6
×100=6 gram
100

Formula 2 Ekstrak daun Nilam 8 %

8
×100=8gram
100

Formula 3 Ekstrak daun Nilam 10%

10
×100=5gram
100

2. Karbopol 940

Formula 1,2,3 dan 4 masing-masing Karbopol 940 sebanyak 0,5%

0,5
×100=0,5gram
100
3. Trietanolamin (TEA)

Formula 1,2,3 dan 4 masing-masing Trietanolamin (TEA) sebanyak 0,5%

0,5
×100=0,5gram
100

4. Natrium benzoate

Formula 1,2,3 dan 4 masing-masing natrium benzoat sebanyak 0,1%

0,1
×100=0,1gram
100

5. Gliserin

Formula 1,2,3 dan 4 masing-masing Gliserin sebanyak 2%

10
×100=10gram
100

6. Aquadest

Formula 1,2,3 masing-masing aquadest ad 100%

= 100 – (0,5+0,5+0,1+10)

= 100 – 11,1

= 88,9 ml
Lampiran 4. Gambar
1. Proses Ekstraksi

Gambar 5. Daun kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)

Gambar 6 . Ekstraksi Daun kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)


Gambar 7. Hasil Filtrat Daun kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)

Gambar 8. Proses rotary Daun kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)

Gambar 9. Ekstrak Kental Daun kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)


2. Proses pembuatan sediaan gel anti jerawat

Gambar 10. Siapkan Alat dan Bahan Gambar 11. Proses Pembuatan

3. Hasil Evaluasi sediaan gel anti jerawat


Gambar 12. Pengujian Organoleptik sediaan gel Daun kapuk (Ceiba pentandra (L.)
Gaertn)

)
Gambar 13. Pengujian pH sediaan gel Daun kapuk (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)

Gambar 13. Pengujian Homogenitas sediaan gel daun Nilam (Pogostemon cablin
Benth.)
Gambar 14. Pengujian Daya sebar sediaan gel daun Nilam (Pogostemon cablin
Benth.)

Gambar 15. Pengujian Viskositas sediaan gel daun Nilam (Pogostemon cablin
Benth.)

Gambar 16. Pengujian Hedonik sediaan gel daun Nilam (Pogostemon cablin Benth.)

4. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri sediaan gel daun Nilam (Pogostemon


cablin Benth.)
Gambar 17. Pengujian aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus replikasi 1, 2, dan
3.

Gambar 18. Pengujian aktivitas antibakteri Staphylococcus epidermidis replikasi 1, 2,


dan 3.

Anda mungkin juga menyukai