Anda di halaman 1dari 10

BIOGRAFI

KH. HASYIM MUZADI

Diajukan Kepada :
Madrasah Tsanawiyah Bustanul Ulum Lumajang Untuk Memenuhi
Persyaratan Mengikuti Ujian Madrasah/ Ujian Akhir Nahdlatul Ulama’
Tahun Ajaran 2021-2022

Pembimbing : H. BAHRI, MA

Disusun Oleh :
Maisaroh

MTs BUSTANUL ULUM

BANYUPUTIH KIDUL JATIROTO LUMAJANG

TAHUN AJARAN 2021-2022


KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


ْ َّ
َ ‫ص ْحبِ ِه اَ ْج َم ِعيْنَ اَلل ُه َّم َمغفِ َرتُ َك اَ ْو‬
‫س ُع‬ َ ‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬َ ‫سلِّ ْم َعلَى‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬. َ‫اَ ْل َح ْم ُدهَّلِل ِ َر ِّب ا ْل َعالَ ِميْن‬
َ ‫ص ِّل َو‬
‫ِمنْ ُذنُ ْوبِنَا َو َر ْح َمتُ َك اَ ْر َجى ِع ْن َدنَا ِمنْ اَ ْع َمالِنَا‬

Segala puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan penyusunan biografi ulama’ ini.
Shalawat serta salam saya haturkan kepada baginda agung nabiyyuna Muhammad
SAW karena telah menunjukkan kepada kita semua jalan petunjuk kebenaran.
Penulisan biografi ulama’ ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
persyaratan mengikuti ujian madrasah/ ujian akhir nahdlatul ulama’ tahun ajaran
2021-2022.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan campur tangan dan bimbingan dari
berbagai pihak, khususnya guru pembimbing mulai dari masa awal sekolah
hingga pada tahap akhir masa sekolah untuk penyusunan biografi ulama’ ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Berkenaan
dengan hal itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan
serta dukungan penuhnya baik berupa materi, nasehat, dan do’a yang tulus,
beserta keluarga yang senantiasa memberikan restu dan doa’nya.
2. KH. Muhammad Hasanuddin, MB wajami’i ahli baytihi, selaku pengasuh
(khadimul ma’had) Pondok Pesantren Bustanul Ulum Banyuputih Kidul-
Jatiroto-Lumajang, karena beliau yang senantiasa mentransfer ilmu
dengan sabar, berdo’a dan peduli akan kebutuhan para santri di Pesantren
maupun diluar Pesantren untuk keselamatan di akhirat.
3. Kepala Sekolah MTs Bustanul Ulum Banyuputih Kidul Jatiroto Lumajang
dan juga seluruh guru MTs Bustanul Ulum yang senantiasa menemani
kami dalam pembelajaran mulai awal masuk sekolah hingga lulus.
4. Segenap dewan asatidz, mulai dari pengurus hingga dewan pengajar
Pondok Pesantren Bustanul Ulum, serta semua guru saya yang telah
mengajarkan saya ilmu agama dan cara belajar kitab kuning di pesantren.
5. Guru Tugas dari Sidogiri (GT Roviqi Hasbiallah) dan Guru Bantu dari
Miftahul Ulum (GB Mochammad Abdul Kodir) yang selalu menemani,
mendukung, memotivasi dan mengarahkan kami dalam belajar setahun
terakhir ini.
6. Semua teman-teman seangkatan kami baik di bangku sekolah maupun
madrasah diniyah dan pesantren, sahabat saya dan semua santri di Pondok
Pesantren Bustanul Ulum maupun di rumah karena merekalah yang
mengisi hari-hariku sehingga tetap ceria dan semangat dalam belajar dan
menimba ilmu.

Akhir kata dari saya, harapan semoga Allah SWT berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu serta diberi keselamatan
fiddini waddunya wal-akhirat. Untuk tugas akhir saya dengan judul : “Biografi
KH. HASYIM MUZADI”, semoga membawa manfa’at dan berkah bagi saya
khususnya, dan untuk orang banyak (publik) pada umumnya.

Jatiroto, 22 Oktober 2021


Penulis

Maisaroh
BIOGRAFI KH. HASYIM MUZADI

Lahir

Adik kandung salah seorang tokoh sepuh NU K.H. Muhith Muzadi ini

lahir di Tuban, 8 Agustus 1944. Tercatat dua kali ia menjabat ketua umum PBNU,

yaitu periode 1999-2004 dan 2004-2009. Ia juga pengasuh Pondok Pesantren Al-

Hikam, Malang, Jawa Timur.

Pendidikan

Pendidikan Kiai Hasyim dimulai dari Madrasah lbtidaiyah Tuban, Jawa

Timur, 1950-1953, kemudian SD Tuban, Jawa Timur, 1954-1955, dilanjutkan ke

SMPN I Tuban, Jawa Timur, 1955-1956. Setelah itu perjalanan keilmuannya

membawanya ke Pesantren Gontor, Ponorogo, dan menimba ilmu di sana dalam

kurun waktu 1956 sampai 1962.


Tak puas hanya belajar di Gontor, ia pun sempat belajar di pesantren-

pesantren salaf, yakni di Pesantren Senori (Jawa Timur) dan kemudian Pesantren

Lasem (Jawa Tengah) meskipun tidak lama. Tahun 1964 ia mengikuti kuliah di

IAIN Malang hingga selesai tahun 1969. Selama puluhan tahun pengabdiannya,

sebagian besar ia berada di wilayah Jawa Timur. Berbagai aktivitas organisasinya

pun ia lalui di daerah basis NU terbesar ini.

PONPES al hikam malang

Pon. Pes. Al-Hikam, Malang

Kiprah di NU

Sejak kemunculannya, Nahdlatul Ulama telah dan terus mengukuhkan

dirinya sebagai organisasi Islam di Indonesia yang harus dipertimbangkan. Dari

zaman ke zaman, organisasi yang memayungi kaum Ahlussunanah wal Jama’ah

(di samping beberapa organisasi lain yang sealiran) ini banyak melahirkan dan

memunculkan tokoh-tokoh besar yang tidak hanya menjadi tokoh kaum muslimin

Indonesia, melainkan juga tokoh bangsa secara keseluruhan.

Di antara tokoh yang dibesarkan oleh NU dan juga mengabdikan dirinya

untuk NU sejak muda hingga kini adalah K.H. Dr. Hasyim Muzadi. Perjalanan
pengabdiannya di NU adalah perjalanan cukup panjang, mulai dari menjadi ketua

ranting NU di Bululawang, Malang, hingga mendapatkan amanah sebagai ketua

umum PBNU selama dua periode, 2004-2009 dan 2009-2011.

Kiai Hasyim juga pernah menjadi ketua Pengurus Wilayah Gerakan

Pemuda Ansor (GP Ansor) Jawa Timur periode 1983-1987. Pada periode hampir

bersamaan, ia menjadi ketua PP GP Anshor tahun 1985-1987. Jauh sebelumnya,

tahun 1966 ia pernah memimpin Cabang PMII Malang. Hal inilah yang menjadi

modal struktural kuat Hasyim untuk terus berkiprah di NU.

Dalam periode yang panjang, ia menekuni aktivitas di NU secara

berjenjang, sehingga memberikan pengalaman yang banyak dan berharga baginya.

Ia memulainya dari ketua ranting NU Bululawang, Malang.

Kiprah di NU mulai dikenal luas ketika pada tahun 1992 ia terpilih

menjadi ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur, yang kemudian menjadi tangga

baginya untuk menjadi ketua PBNU pada tahun 1999.

Sebagai organisasi keagamaan yang memiliki massa besar, NU selalu

menjadi daya tarik bagi partai politik untuk dijadikan basis dukungan. Hasyim

pun tak mengelak dari kenyataan tersebut. Ia pernah menjadi anggota DPRD

Tingkat I Jawa Timur pada tahun 1986, yang ketika itu masih bernaung di bawah

Partai Persatuan Pembangunan.

Namun, jabatan sebagai ketua umum PBNU-lah yang membuat Hasyim

sering menjadi pembicaraan publik dan banyak diundang ke berbagai wilayah.

Saat telah menjadi pucuk pimpinan NU, wilayah aktivitas alumnus Pondok
Pesantren Gontor Ponorogo ini tidak hanya meliputi Jawa Timur, namun telah

menasional.

Berhenti mengemban amanah sebagai ketua umum PBNU tidak membuat

beliau kehilangan kesibukan, bahkan kesibukannya terus bertambah. Selain

mengelola Pesantren Al-Hikam, yang didirikannya di bilangan Depok, Jawa

Barat, ia pun tetap aktif dalam berbagai kegiatan di dalam dan luar negeri.

Undangan-undangan untuk bicara dalam pelbagai acara pun tetap terus

berdatangan, termasuk ceramah-ceramah keagamaan yang memang telah menjadi

aktivitasnya sejak muda.

Basis struktural yang kuat itu masih pula ditopang oleh modal kultural

yang sangat besar, karena ia memiliki Pesantren Al-Hikam, Malang, yang

memiliki santri yang tidak sedikit dan memiliki kemampuan intelektual yang tidak

bisa diremehkan, karena mereka juga para mahasiswa.

Selain sebagai ulama, Kiai Hasyim juga dikenal sebagai sosok nasionalis,

demokrat, yang sangat toleran. Ketika terjadi Peristiwa 11 September, yakni

tragedi runtuhnya gedung WTC di Amerika Serikat, kiai yang dikaruniai enam

orang putra ini tampil dengan memberikan penjelasan kepada dunia internasional

bahwa umat Islam Indonesia adalah umat Islam yang moderat, kultural, dan tidak

memiliki kaitan dengan organisasi kekerasan internasional. Ia memang salah satu

dari sekian tokoh umat di Indonesia yang dijadikan referensi oleh dunia Barat

dalam menjelaskan karakteristik umat Islam di Indonesia.

Politik
Di kancah politik, ia juga pernah menjadi anggota DPRD Tingkat II

Malang, Jawa Timur, dan kemudian menjadi anggota DPRD Tingkat I Jawa

Timur 1986-1987.

Kiai Hasyim terjun dalam kegiatan politik praktis sejak Orde Baru masih

berkuasa. Dalam perjalanan karier politiknya, ia pernah membuat langkah yang

agak mengejutkan, utamanya bagi kalangan nahdliyin. Yaitu, menerima lamaran

PDI Perjuangan untuk menjadi cawapres sebagai pendamping Megawati. ”Saya

ingin menyatukan kaum nasionalis dan agama,” ujarnya ketika berorasi dalam

deklarasi pasangan capres dan cawapres Megawati-Hasyim Muzadi di tahun 2004

itu.

Saat itu tak sedikit yang mencibir dan menyayangkan langkahnya terjun ke

politik praktis, termasuk pewaris darah biru kaum nahdliyin, Gus Dur.

Terlepas dari hasil yang dicapainya kemudian, langkahnya maju sebagai

cawapres tentu memberikan pengalaman yang tidak sedikit baginya dan tentu

semakin mematangkan pribadinya.

Organisasi

Pengalaman organisasinya segudang. Ia pernah aktif di PII (Pelajar Islam

Indonesia) tahun 1960-1964, kemudian menjadi ketua ranting NU Bululawang-

Malang, lalu dipercaya sebagai ketua Anak Cabang GP Ansor Bululawang-

Malang 1965. Ia pun pernah menjadi ketua Cabang PMII Malang 1966, lalu ketua

KAMI Malang 1966, ketua Cabang GP Ansor Malang 1967-1971, wakil ketua

PCNU Malang 1971-1973, ketua DPC PPP Malang 1973-1977, ketua PCNU

Malang 1973-1977, ketua PW GP Ansor Jawa Timur 1983-1987, ketua PP GP


Ansor 1985-1987, sekretaris PWNU Jawa Timur 1987-1988, wakil ketua PWNU

Jawa Timur 1988-1992, ketua PWNU Jawa Timur 1992-1999, dan mencapai

puncaknya ketika menjabat ketua umum PBNU periode 1999-2004 dan periode

2004-2009.

Kiai Hasyim pernah dipercaya sebagai wakil amirul hajj Indonesia

mendampingi Menteri Agama Suryadharma Ali, yang menjadi amirul hajj. Saat

wukuf di Arafah, Kiai Hasyim Muzadi-lah yang menyampaikan khutbah wukuf.

Banyak yang menilai, apa yang disampaikannya sangat bagus dan berbobot.

Demikianlah memang adanya.

Sejak jauh sebelum menjadi ketua PBNU sampai ketika menjabatnya dan

hingga setelah tidak lagi menjadi ketua PBNU, Kiai Hasyim juga terus mengikuti

dan mencermati perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan

secara aktif melakukan langkah-langkah nyata untuk ikut berperan membenahi

persoalan-persoalan umat dan bangsa. Misalnya saja dalam kaitan aksi-aksi

terorisme dan radikalisme.

Kiai Hasyim, yang pernah menjabat sekretaris jenderal International

Conference of Islamic Scholar (ICIS), mengatakan, penanggulangan aksi

terorisme dan radikalisme tidak bisa hanya dilakukan satu institusi, tetapi harus

bersama-sama, melibatkan berbagai unsur. “Aksi terorisme dan gerakan

radikalisme sudah menjadi ancaman bagi masyarakat. Untuk itu penanganannya

harus dilakukan bersama-sama,” katanya di sela-sela acara Training of Trainers


Ulama dan Pimpinan Pondok Pesantren se-Indonesia di Pesantren Al-Hikam,

Depok, Jawa Barat, Minggu 16 Oktober 2011.

Pemikiran

Beliau menegaskan, Islam moderat yang tetap mengadopsi kearifan lokal

perlu terus dikembangkan, karena, berdasarkan pengalamannya, konsep Islam

moderat yang sering disampaikannya dalam berbagai forum internasional

mendapatkan sambutan yang cukup baik.

Karya

Di tengah-tengah kesibukannya, beberapa buku berbobot telah lahir lewat

goresan penanya. Di antaranya Membangun NU Pasca Gus Dur (Grasindo,

Jakarta, 1999), NU di Tengah Agenda Persoalan Bangsa (Logos, Jakarta, 1999),

dan Menyembuhkan Luka NU (Logos, Jakarta, 2002).

Wafat

`K.H. Hasyim Muzadi wafat pada 16 Maret 2017 di Malang, Jawa Timur

pada pukul 06.15 WIB.

Anda mungkin juga menyukai