Anda di halaman 1dari 13

Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan

BAB

4
ANALISIS SOSIAL
EKONOMI DAN
LINGKUNGAN
1.1. Analisis Sosial

1.1.1. Pengarusutamaan Gender


Pengarusutamaan Gender merupakan strategi yang dilakukan secara rasional
dan sistematis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
Analisis Sosial Ekonomi dan
dalam sejumlah aspek kehidupan manusia (rumah tangga, masyarakat dan negara),
melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan
dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang
kehidupan dan pembangunan.

Dasar hukum pelaksanaan PUG juga diatur dalam Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan di Daerah yang diperbaharui dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011. Selama ini masih terdapat
berbagai permasalahan dan tantangan dalam implementasi PUG. Di tingkat daerah,
permasalahan dan tantangan tersebut antara lain:

1. Dasar Hukum

Diperlukan dasar hukum yang lebih kuat sebagai dasar pelaksanaan implementasi
PUG di daerah. Hingga saat ini, belum semua daerah memiliki peraturan daerah
tentang PUG dalam pembangunan di daerah;

2. Pemahaman, komitmen dan kelembagaan

Kurangnya pemahaman dan komitmen pejabat di daerah mengenai PUG dan


Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) sehingga
kelembagaan yang menangani PUG lebih bersifat formalitas dan tidak dapat
berfungsi secara optimal;

3. Instrumen PPRG

Dasar hukum instrumen PPRG belum ada. Instrumen yang digunakan merupakan
adaptasi dari Paraturan Menteri Keuangan.

4. Kapasitas sumber daya manusia (SDM)

Kompetensi SDM pelaksana PPRG sebagian SKPD masih kurang memadai.

5. Data Terpilah dan Informasi

Keterbatasan atau ketiadaan data terpilah (antara laki-laki dan perempuan)


menjadi kendala utama dalam analisis gender. Pendataan secara terpilah belum
menjadi mekanisme yang terintegrasi dalam pendataan di daerah.

Tujuan dalam Pengarusutamaan Gender ini khususnya pada Kota Tangerang


Selatan adala berupa:

1. Kesamaan akses agar perempuan berpartisipasi secara optimal bersama laki-laki


dalam penyusunan perencanaan, pelaksaaan, monitoring maupun evaluasi dalam
setiap kebijakan-kebijakan yang tersusun di Kota Tangerang Selatan.
Analisis Sosial Ekonomi dan

2. Kesamaan partisipasi perempuan bersama laki-laki dalam penyusunan


perencanaan, pelaksaaan, monitoring maupun evaluasi dalam setiap kebijakan-
kebijakan yang tersusun di Kota Tangerang Selatan.
3. Peningkatan kontrol perempuan bersama laki-laki dalam penyusunan
perencanaan, pelaksaaan, monitoring maupun evaluasi dalam setiap kebijakan-
kebijakan yang tersusun di Kota Tangerang Selatan.
4. Adanya jaminan agar perempuan memperoleh manfaat yang setara dengan laki-
laki.

Hal ini bertujuan untuk memperkuat dan melegitimasi kebijakan yang sudah
dibangun bersama, perlu membangun prinsip-prinsip saling menghargai dan
mempercayai, akuntabilitas yang trasparan, proses timbal balik, saling memahami
konteks dan isu yang menjadi fokus perjuangan, sikap saling terbuka untuk belajar
bersama dari sesamanya, serta adanya komitmen jangka panjang untuk terus saling
menjaga kerjasama.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

IPM diperkenalkan oleh United Nation Development Programme (UNDP) pada


tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human
Development Report (HDR). Kemajuan pembangunan manusia secara umum dapat
ditunjukkan dengan melihat perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang
mencerminkan capaian kemajuan di bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi.
Indeks Pembangunan
Gambar 0-1. Indeks Pembangunan Manusia / IPMKota Tangerang
Manusia (IPM) sebagai alat Selatan Periode 2011-2016
ukur tingkat pencapaian
pembangunan manusia, Indeks Pembangunan Manusia / IPM
merupakan indeks gabungan
dari tiga komponen ‘penilai’ 78.65 79.17 79.38 80.11
76.99 77.68
kualitas sumber daya 2011 2012 2013 2014 2015 2016
manusia. Jika ketiga
komponen tersebut memiliki Indeks Pembangunan Manusia / IPM
kualitas yang baik, maka
secara otomatis sumber
daya manusianya memiliki kualitas yang baik pula. Tingkat keberhasilan pembangunan
manusia Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016 yang meliputi bidang kesehatan,
pendidikan dan ekonomi yang digambarkan melalui Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) baru mencapai 80,11. Kondisi ini mengalami sedikit peningkatan dibanding
tahun 2015 yang sebesar 79,38. Jika digolongkan menurut pencapaian skor, maka
angka IPM Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016 termasuk golongan angka IPM
tinggi.Jika dibandingkan antar kabupaten/kota se‐Provinsi Banten, maka pencapaian
Analisis Sosial Ekonomi dan

pembangunan manusia di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014 maupun tahun
2015 berada pada peringkat pertama. Dilihat dari unsur komponen IPM, Angka
Harapan Hidup (AHH) tahun 2016 di Kota Tangerang Selatan adalah yang paling tinggi
dibanding Kabupaten atau Kota lainnya di Provinsi Banten yaitu sebesar 72,14 tahun,
disusul Kota Tangerang sebesar 71,34 tahun dan Kabupaten Tangerang sebesar 69,37
tahun. Ini menunjukkan bahwa secara rata-rata angka harapan hidup penduduk di
Kota Tangerang Selatan berumur 72 tahun.

Gambar 0-2. Indeks Pembangunan Manusia Berdasarkan Komponen IPM dan Kabupaten/Kota Se-
Provinsi Banten 2015-2016
100
63.4 62.78 70.0570.44 65.12 76.0876.81 71.8172.0 70.5171.0
79.38 80.11
80 62.72 62.03 64.61
4 9
60
40
20
0
Pandeglang Lebak Tangerang Serang Kota Kota Cilegon Kota Serang Kota
Tangerang Tangerang
Selatan

2015 2016

Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan, Tahun 2017

Tabel 0-1. Komponen IPM Kota Tangerang Selatan

No URAIAN 2011 2012 2013 2014 2015 2016


1 Indeks Pembangunan Manusia 77,68 78,65 79,17 80,11
/ IPM 76,99 79,38
2 Rata-rata Lamanya Sekolah / 11,09 11,48 11,56 11,58
RLS (tahun) 10,87 11,57
3 Angka Harapan Lama Sekolah n.a. 12,79 13,24 13,58 14,08
(Tahun) 13,61
4 Angka Harapan Hidup / AHH 72,09 72,10 72,11 72,14
(tahun) 72,07 72,12
5 Kemampuan Daya Beli (Juta Rp) 14,58
(PPP) 14,04 14,13 14,21 14,36 8 14,97
6 Indeks Pembangunan Gender
92,09 92,90 93,04 93,13 93,14 93,14
7 Indeks Pemberdayaan Gender
60,46 59,94 60,30 65,89 63,17 63,17
Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan, Tahun 2017

1.1.2. Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur


Bidang Cipta Karya
Aspek yang perlu diperhatikan dalam penanganan sosial adalah responsivitas
kegiatan pembangunan bidang cipta karya terhadap gender dan kemiskinan.
Kemiskinan merupakan aspek yang perlu dilakukan suatu penanganan sesuai dengan
kebijakan internasional SDGs dan Agenda pasca 2015, serta arahan kebijakan pro
Analisis Sosial Ekonomi dan

rakyat sesuai direktif presiden. Saat ini terdapat kegiatan responsif gender oleh bidang
cipta karya melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU), Sanitasi berbasis masyarakat (SANIMAS), Program pembangunan
infrastrukturRencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan studi evalusi kinerja
program pemberdayaan masyarakat bidang cipta karya.

Pelaksanaan pembangunan bidang cipta karya secara lokasi, besaran kegiatan


dan durasi pelaksanaan kegiatan, memberikan dampak kepada masyarakat, seperti
kegiatan pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur publik. Untuk
meminimalisir dampak tersebut perlu adanya langkah-langkah antisipasi seperti
konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan,
serta permukiman kembali. Output kegiatan pembangunan bidang cipta karya
seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan
dapat terlihat secara fisik dan dapat terukur seperti kemudahan dalam mendapatkan
pelayanan publik, waktu tempuh yang semakin singkat dengan biaya yang murah
dalam pencapaian infrastruktur publik atau untuk mendapatkan akses pelayanan
publik.

1.2. Analisis Ekonomi

1.2.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pertumbuhan Ekonomi


Salah satu indikator penting
untuk mengetahui kondisi ekonomi Gambar 0-3. Laju Pertumbuhan Ekonomi / LPE (%) Kota
Tangerang Selatan Periode 2011-2016
suatu daerah adalah PDRB. PDRB
juga sering dipakai sebagai ukuran
Laju Pertumbuhan Ekonomi / LPE (%)
produktivitas serta mencerminkan
seluruh nilai tambah barang dan
8.81 8.66 8.75 8.50
jasa yang dihasilkan dari suatu 7.25 6.
wilayah dalam satu tahun. Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB)
2011 2012 2013 2014 2015 20
sering digunakan untuk
menggambarkan aktivitas Laju Pertumbuhan Ekonomi / LPE (%)
perekonomian daerah.

Pada tahun 2016 laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kota Tangerang Selatan
sebesar 6,98 persen. Artinya, pada tahun 2016 total nilai tambah riil (tidak dipengaruhi
perubahan harga) yang tercipta dari hasil produksi barang dan jasa di Kota Tangerang
Selatan tumbuh sebesar 6,98 persen dan mengalami perlambatan jika dibandingkan
tahun 2015. Terciptanya pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan (LPE) pada
tahun 2016 memberi gambaran bahwa telah terjadi peningkatan produksi barang dan
jasa secara riil oleh para pelaku kegiatan ekonomi di Tangerang Selatan dan
Analisis Sosial Ekonomi dan

peningkatannya lebih kecil dari tahun sebelumnya. Melambatnya laju pertumbuhan


ekonomi terjadi di lapangan usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
serta Industri Pengolahan, sedangkan lapangan usaha Jasa-jasa mengalami kenaikan
yaitu tahun 2015 laju pertumbuhannya sebesar 7,23 persen naik menjadi 8,11 persen
sedangkan lapangan saha Lainnya naik dari 7,75 persen tahun 2015 naik menjadi 7,85
persen tahun 2016.
Bila PDRB suatu daerah
Gambar 0-4. PDRB Per Kapita (Juta Rp) Kota Tangerang
dibagi dengan jumlah penduduk Selatan Periode 2011-2016
yang tinggal di daerah itu, maka
akan dihasilkan suatu indikator PDRB Per Kapita (Juta Rp)

yang dinamakan PDRB per


kapita. PDRB per kapita atas 33.63 36.32 37.73
25.92 28.02 30.72
dasar harga berlaku
menunjukkan nilai PDRB per 2011 2012 2013 2014 2015 2016
kepala atau per satu orang
PDRB Per Kapita (Juta Rp)
penduduk. Pada tahun 2016,
secara agregat PDRB per kapita
Kota Tangerang Selatan mencapai 38,10 juta rupiah atau senilai US$ 2.822,10,
meningkat 4,95 persen bila dibandingkan dengan tahun 2015 yang sebesar 36,52 juta
rupiah (US$ 2.690,37). Peningkatan tersebut, lebih rendah bila dibandingkan dengan
peningkatan pada tahun-tahun sebelumnya selama periode 2012-2015 berturut-turut
sebesar 8,10 persen, 9,65 persen, 9,16 persen, dan 8,23 persen.

PDRB per kapita merupakan proxy ukuran pendapatan per kapita atau dengan
kata lain, PDRB per kapita diasumsikan sebagai pendapatan per kapita. Kemampuan
masyarakat untuk mengkonsumsi produk barang/jasa sangat dipengaruhi oleh
pendapatan per kapita. Apabila diperhatikan perkembangan daya beli masyarakat
yang diasumsikan setara dengan peningkatan pendapatan per kapita yang dikoreksi
oleh angka inflasi, maka daya beli masyarakat di Kota Tangerang Selatan pada tahun
2016 mengalami peningkatan menjadi sebesar 1,05 persen, lebih rendah dibandingkan
dengan tahun 2015 yang mencapai 1,08 persen. Namun, kondisi perubahan daya beli
tahun 2016 lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode 2012-2014.

1.2.2. Kemiskinan
Kemiskinan berkaitan erat dalam hal kesejahteraan sosial masyarakat. Dalam hal
ini kondisi kesejahteraan masyarakat juga perlu diperhatikan dalam kehidupan sosial
masyarakat. Masalah Kemiskinan merupakan persoalan mendasar yang menjadi
perhatian pemerintah. Dengan berbagai program pro-rakyat pemerintah berusaha
keras menurunkan angka kemiskinan.
Analisis Sosial Ekonomi dan

Persentase penduduk miskin atau tingkat kemiskinan di Kota Tangerang Selatan


pada tahun 2016 sebesar 1,67 persen. Tingkat kemiskinan di Kota Tangerang Selatan
pada tahun 2016 tersebut lebih baik dibandingkan tingkat kemiskinan di Provinsi
Banten pada tahun yang sama karena berada di bawah tingkat kemiskinan di Provinsi
Banten sebesar 5,42 persen beritu pula jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan
nasional sebesar 10,86 persen. Tingkat perbandingan Kabupaten atau Kota lainnya di
Provinsi Banten maka Kota Tangerang Selatan adalah yang paling sedikit.

Gambar 0-5.Perkembangan Tingkat Kemiskinan (%) Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 – 2016
30.00 1.67 1.75 1.69 1.67
1.5 1.62 2
Jumlah Penduduk Miskin

Jumlah Penduduk Miskin


25.00 1.33
20.00 1.5
15.00 1
(000)

(000)
10.00
0.5
5.00 21.0060 20.1440 18.700 25.400 25.400 25.8900 26.3800
0.00 0

Jumlah Penduduk Miskin (000) Tingkat Kemiskinan (%)

Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan Tahun 2017

Jika dilihat kondisinya dari waktu ke waktu, tingkat kemiskinan di Kota


Tangerang Selatan cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2011 tingkat
kemiskinan di Kota Tangerang Selatan sebesar 1,67 persen. Empat tahun berikutnya
tingkat kemiskinan di Kota Tangerang Selatan naik menjadi 1,69 persen pada tahun
2015. Kenaikan tersebut hanya bersifat sementara karena tahun 2016 tingkat
kemiskinan di Kota Tangerang Selatan kembali menurun dan penurunan ini terus
berlanjut hingga tahun 2016.

Perkembangan tingkat kemiskinan di Kota Tangerang Selatan relevan dengan


perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Banten dan Nasional. Penurunan tingkat
kemiskinan merupakan kondisi baik yang diharapkan. Oleh karena itu, kondisi relevan
yang terjadi merupakan kondisi relevan yang membaik. Pada Gambar 4-6 ditunjukkan
relevansi tingkat kemiskinan Kota Tangerang Selatan terhadap Provinsi Banten dan
Nasional tahun 2010 – 2016. Pada Gambar4-6 terlihat bahwa pola pergerakan tingkat
kemiskinan di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten dan Nasional memiliki arah
yang sama. Pada tahun 2010 – 2016 tingkat kemiskinan di semua level memiliki
kecenderungan sedikit menurun, kemudian pada tahun 2013 tingkat kemiskinan di
semua level meningkat.

Gambar 0-6.Relevansi Tingkat Kemiskinan (%) Kota Tangerang Selatan Terhadap Provinsi Banten dan
Nasional Tahun 2010-2016
Analisis Sosial Ekonomi dan

15.000 13.33
13.000 11.66 11.00 11.10 10.86
11.000

Persen
9.000 11.25 5.71 151.8. 5.51 5.75
4.99 5.26 5.42
7.000 397
5.000 1.67 1.50 1.75 1.62 1.69 1.67
1.33
3.000
1.000
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Kabupaten/Kota Provinsi Nasional

Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan Tahun 2017

1.2.3. Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya terhadap


Ekonomi Masyarakat
Menurut Ndraha (1990, hlm. 16) pembangunan adalah upaya untuk
meningkatkan kemampuan manusia untuk mempengaruhi masa depanya. Dari
pendapat tersebut, pembangunan merupakan proses perubahan yang didalamnya
mengandung perubahan bagi kehidupan masyarakat ke arah yang lebih maju. Salah
satu dampak dari pembaharuan tersebut adalah terjadinya perubahan sosial ekonomi
terhadap masyarakat. Dan berkaitan dengan RPIJM adalah berupa rencana
programpembangunan yang berhubungan dengan bidang keciptakaryaan yang
berdampak pada ekonomimasyarakat. Dalam hal ini yang berkaitan erat dengan RPIJM
bidang keciptakaryaan berupasektor-sektor yang terkait diantaranya adalah sektor
Pengembangan Kawasan Permukiman(PKP), Penataan Bangunan dan Lingkungan
(PBL), Pengembangan Air Minum (SPAM) danPenyehatan Lingkungan Permukiman
(PLP).

1. Pengembangan Kawasan Permukiman (PKP)

Rencana program dalam sektor Pengembangan Kawasan Permukiman (PKP) yang


berdampak besar terhadap ekonomi masyarakat adalah Peningkatan kualitas
permukiman kumuh. Dampak ekonomi yang ditimbulkan dengan adanya
pembangunan diwilayah kumuh ini nantinya akan berpengaruh pada masyarakat
diantaranya adalah harga tanah pada kawasan kumuh lebih meningkat dibanding
kondisi sebelumnya.

2. Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL)

Rencana program dalam sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) yang
berdampak besar terhadap ekonomi masyarakat adalah berupa rencana
pengembangan pembangunan Comunity Center / Komunitas Kreatif Skala
kecamatan, pembangunan Museum / Galery Seni Tangsel, dan juga pembangunan
bangunan pendukung ecowisata. Pengembangan sarana tersebut erat kaitannya
dengan pengembangan perekonomian masyarakat, selain itu merupakan salah
Analisis Sosial Ekonomi dan

satu cara dalam peningkatan perekonomian masyarakat. Dimana yang berperan


dalam kegiatan tersebut adalah masyarakat. Dengan adanya pengembangan ini
memberikan kesempatan masyarakat untuk berdagang kuliner khas dari Kota
Tangerang Selatan dengan adanya penyediaan kawasan. Dan untuk masyarakat
akan lebih mudah dalam memasarkan hasil kerajinannya.

3. Pengembangan Air Minum (SPAM)

Rencana program dalam sektor Pengembangan Air Minum (SPAM) yang


berdampak besar terhadap ekonomi masyarakat adalah berupa pengembangan
air siap minum. Dalam pengembangan air siap minum ini akan dilakukan dengan
beberapa tahap, agar menghasilkan kualitas air minum yang dapat dikonsumsi
langsung sesuai dengan standart yang ada. Dalam rencana ini, dampak ekonomi
untuk masyarakat yang ditimbulkan berupa berkurangnya pengeluaran
masyarakat untuk penyediaan air bersih. Karena dengan kualitas air yang bagus
dan sudah tersedia berupa air siap minum masyarakat tidak perlu lagi
menyediakan air untuk konsumsi.

4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PPLP)

Rencana program dalam sektor Pengembangan Penyehatan Lingkungan


Permukiman (PPLP) yang berdampak besar terhadap ekonomi masyarakat adalah
berupa pengadaan bank sampah skala kota. Pengadaan bank sampah ini
berdampak banyak pada lingkungan, perekonomian dan sosial. Namun kaitannya
dengan ini dampak pada perekonomian berupa penambahan pendapatan
masyarakat yang diakibatkan dari menabung sampah yang berupa sampah plastik,
pendapatan dari hasil kerajinan yang diproduksi oleh masyarakat yang dapat
difungsikan untuk benda hias atau benda lainnya yang didaur ulang dari sampah.

1.3. Analisis Lingkungan


Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:

1) RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan


infrastruktur.
Analisis Sosial Ekonomi dan

2) KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM karena RPIJM bidang
Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS
menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau
program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang
berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses
penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak
berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen
Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM
Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu
dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan
DLH dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.

Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh


terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan
hidup dapat menyusun KLHS dengan tahapan pengkajian pengaruh KRP terhadap
kondisi lingkungan hidup di wilayah perencanaan, yang dilaksanakan melalui 4 (empat)
tahapan sebagai berikut:

a) Identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang bertujuan untuk:


1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam
pelaksanaan KLHS;
2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan oleh UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana
dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4) Memberikan akses kepada masyarakat dan pemangku kepentingan untuk
menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang
pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.

b) Identifikasi isu pembangunan berkelanjutan yang bertujuan untuk:


1) Menetapkan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial,
ekonomi dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
2) Membahas isu-isu yang signifikan secara terarah; dan
3) Membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

c) Identifikasi muatan kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi


menimbulkan pengaruh terhadap isu-isu pembangunan berkelanjutan yang
relevan dan signifikan di wilayah perencanaan yaitu Kota Tangerang Selatan.
d) Telaah pengaruh kebijakan, rencana dan/atau program terhadap kondisi
lingkungan hidup di suatu wilayah.
Analisis Sosial Ekonomi dan
Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai