“FRAKTUR”
Disusun oleh :
UNIVERSITAS JEMBER
KAMPUS LUMAJANG
2021/2022
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada allah SWT atas berkat rahmatnya penulis telah
berhasil menyusun makalah tentang fraktur Makalah ini di buat untuk menunjang proses
pembelajaran Keperawatan. Sesuai dengan kurikulum terbaru program D3 Keperawatan,
yaitu pembelajaran berbasis kompetensi. Maka makalah ini sudah mengarahkan mahasiswa
untuk belajar dengan kurikulum terbaru sehingga lebih memudahkan mahasiswa untuk
mempelajari makalah ini.
Kata Pengantar...........................................................................................................................1
Daftar Isi....................................................................................................................................2
Klasifikasi..................................................................................................................................4
Patofisiologi, Komplikasi..........................................................................................................6
Pemeriksaan...............................................................................................................................8
Asuhan Keperawatan.................................................................................................................9
Penutup....................................................................................................................................21
Kesimpulan..............................................................................................................................21
Saran........................................................................................................................................21
Daftar Pustaka..........................................................................................................................21
A. Pengertian
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi
fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi (sinar-x)
dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau
ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat
menjadi komplikasi pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138). Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang
femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian),
dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok
(FKUI, 1995:543).
B. Etiologi
Menurut Purwanto (2016) dan Wati (2018), etiologi dari fraktur yaitu :
1. Trauma
Trauma langsung berhubungan dengan terjadinya benturan pada tulang secara
langsung dan mengakibatkan terjadinya fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung
terjadi di titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur yang berjauhan.
2. Gerakan pintir mendadak
3. Spontan terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga
4. Keadaan patologis (osteoporosis, neoplasma)
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan dibawah tempat fraktur
1. Kominutiva (communited, remuk) Tulang pecah menjadi sejumlah potongan kecil-
kecil
2. Impakta (impacted) Salah satu fragmen fraktur terdorong masuk kedalam fragmen
yang lain Angulata (angulated, bersudut) Kedua fragmen fraktur berada pada posisi yang
membentuk sudut terhadap yang lain
3. Dislokata (displaced) Fragmen fraktur saling terpisah dan menimbulkan deformitas
5. Overriding Fragmen fraktur saling menumpuk sehingga keseluruhan panjang tulang
memendek
6. Segmental Fraktur terjadi pada dua daerah yang berdekatan dengan segmen sentral
yang terpisah
7. Avulsi (avulsed) Fragmen fraktur tertarik dari posisi normal karena kontraksi otot
atau resistensi ligament
Klasifikasi fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur
tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera, sedangkan fraktur terbuka
dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas
pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan lunak, saraf,
tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus sedera ditangani
karena resiko infeksi.
Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada bagian luar
permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak berhubungan dengan bagian
luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada daerah
yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai
adanya pendarahan yang
banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak
semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan
pertolongan lebih cepat karena
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi patah
tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:
a. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang
tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau direkduksi kembali
ke tempat semula, maka segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan
bidai gips.
b. Fraktur kuminutif
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua fragmen
tulang.
c. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap tulang.
d. Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis ini biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang yang
berada diantara vertebra.
f. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit kerusakan
jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi.
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja
bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah
berkepingkeping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu.
Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot
yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu menggeser tulang besar,
seperti femur.
Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian
distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar.
Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau
menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah. Selain itu,
periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang patah juga
terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan
terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran
sumsum (medula), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon
peradangan yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi,
eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan
tulang.
E. Komplikasi Fraktur
d. Komplikasi pada syaraf : takikardi nerve palsy yaitu saraf menebal karena
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Pemeriksaan gerakan (movement)
d. Pemeriksaan khusus
e. Pemeriksaan radiologi
f. Merencanakan pemeriksaan lebih lanjut
G. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari
atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget's yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka
di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan
akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa
membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar
sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas
klien.
c) Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna,
bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan
Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur.
d) Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain
e) Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
f) Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan body image)
g) Pola Sensori dan Kognitif Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
fraktur
h) Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak, lama perkawinannya i) Pola Penanggulangan Stress Pada klien fraktur
timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri
dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif. i) Pola
Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
b. pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
2. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut.
3. Tanda-tanda vital tidak nomal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
1. Sistem Integumen Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
2. Kepala Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri kepala.
3. Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
4. Muka Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk.
Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
6. Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
10. Paru
a) Inspeksi Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.
c) Perkusi Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
d) Auskultasi Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
11. Jantung
12. Abdomen
b) Palpasi Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
c) Perkusi Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan. d) Auskultasi Peristaltik usus
normal + 20 kali/menit. 13. Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada hernia, tak ada
pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2) Keadaan Lokal Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler à 5 P yaitu Pain, Palor,
Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a. Look (ins peksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain: (1) Cicatriks (jaringan parut
baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi). (2) Cape au lait spot (birth
mark). (3) Fistulae. (4) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(5) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal). (6) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) (7) Posisi jalan (gait,
waktu masuk ke kamar periksa)
b. Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat
adalah: 1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary
refill time à Normal > 3 detik 2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi
atau oedema terutama disekitar persendian. 3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat
letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau
konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. diperiksa
status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri
atau tidak, dan ukurannya.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi. Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin
perlu tehnik khususnya seperti:
- Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang
sulit divis ualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana
tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang. c.
Pemeriksaan lain-Jain I) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. 2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya
pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi
infeksi. 3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Gangguan mobi litas fisik b/d kerus akan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
3. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Perencanaan/Intervensi
a. Elastisitas Terapeutik
meningkat (5)
b. Hidrasi a. Ubah posisi tiap 2
meningkat (5) jam jika titah baring
c. Perfusi b. Lakukan pemijatan
jaringan
meningkat (5) pada area penonjolan
d. Kerusakan tulang
jaringan c. Bersihkan vagina
menurun (5)
dengan air hangat
e. Nyeri menurun
(5) terutama selama
f. Perdarahan periode diare
menurun (5)
d. Gunakan produk
g. Hematoma menurun
(5) berbahan petrolium
h. Pigmentasi atau minyak pada
abnormal
kulit kering
menurun (5)
i. Jaringan parut e. Gunakan produk
menurun (5) berbahan ringan atau
alami pada kulit
sensitif
f. Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
keringKontrol
lingkungan
Edukasi
a. Anjurkan
menggunakan
pelembab
b. Anjurkan minum
air putih yang cukup
c. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
d. Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayur
e. Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstrem
f. Anjurkan mandi dan
menggunakan tabir
surya SPF minimal
30 saat berada di
luar rumah dan
mandi menggunakan
sabun secukupnya
Implementasi
Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat melakukan kontak
dengan klien. Setelah melaksanakan intervensi, kumpulkan data subyektif dan obyektif
dari klien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain. Selain itu, evaluasi juga dapat
meninjau ulang pengetahuan tentang status terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya
pemulihan, dan hasil yang diharapkan. (Potter dan Perry, 2010).
P: Intervensi di lanjutkan
Penutup
Keseimpulan
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yg terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Saran
Daftar Pusataka
Brunner dan suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC