Anda di halaman 1dari 24

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Alat peraga  


adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan
membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien
(Sudjana, 2002 :59 ).Sedangkan make up bed adalah kerapihan kamar
salah satunya dinilai dari rapih atau tidaknya penataan tempat tidur , tidak
hanya rapi, ketepatan penataan sesuai dengan standar yang ditentukan hotel
juga menjadi pertimbangan.Untuk kamar –kamar occupied , pembersihan
kamar dimulai dari penataan tempat tidur. Sebab penampilan tempat tidur
akan mempengaruhi penilaian tamu terhadap keseluruhan kamar.Walaupun
kamar mandi obyek lainnya belum dikerjakan namun apabila tempat tidur
sudah di make –up, kesan bersih dan rapi dan diciptakan ( bagyono , 2006).
Bed  atau tempat tidur adalah suatu mebel atau tempat yang digunakan
sebagai tempat tidur atau beristirahat.( The World Book Encyclopedia, B -
Volume 2. World Book, Inc. 2006 ) Ranjang menurut asal bahannya terdiri
dari , besi , kayu (bedstead),sedangkan susunan tempat tidur terdiri atas
kerangka-kerangka tempat tidur. Kepala tempat tidur, kaki tempat tidur,
sedang aksesori untuk ranjang yang ditambahkan adalah kasur untuk
kenyamanan, kain penutup (sheet), skirting ,selimut, dan bantal. Bed cover
Membuat alat peraga bed adalah suatu proses membuat tempat tidur
dengan bahan dari kayu, membuat matras dengan bahan dari sterofon, membuat
skirting , sheet, pilaw, pilaow case, bad pat, bed cover dengan bahan dari kain
dengan ukuran disesuai yaitu mini. yang seimbang, pemberian air yang cukup,
pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-
rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan
merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk

1
dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang
dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan
lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap
harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah
tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana
95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang
dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik
menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat
(Rohendi, 2005).
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam
dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses
pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk
mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-
teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang,
maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan
didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami.
Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat
berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi
sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik,
seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik
industri, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun
anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang
sudah banyak beredar antara lain: PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec,
ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM
(Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos
(vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah
untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi
bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara.
Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak
membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.

2
Hasil akhir dari pembuatan alat peraga make up bed ini merupakan alat yang sangat
dibutuhkan untuk kepentingan kegiatan proses pembelajaran di dalam kelas, sebagai
upaya meningkatkan motivasi siswa belajar karena peraga dapat merangsang
tumbuhnya perhatian serta mengembangkan keterampilan selain itu menyajikan
pembelajaran dengan memanfaatkan kehidupan nyata dalam rangka meningkatkan
daya antusias siswa terhadap materi pelajaran serta meningkatkan interaksi antar
siswa dalam kelas sehingga transformasi belajar dapat berkembang dinamis untuk
memperbaiki hasil belajar dan daya serap siswa terhadap materi making bed atau menata
tempat tidur sehingga siswa menjadi lebih terampil. Pembuatan alat peraga make up bed
yang dihasilkan dapat digunakan untuk memecah  rangkaian pembelajaran ceramah
yang monoton,Membumbui pembelajaran dengan  humor untuk memperkuat
minat siswa belaja,.menghibur siswa agar pembelajaran tidak
membosankan.memfokuskan perhatian siswa pada materi pelajaran secara
kongkrit.melibatkan siswa dalam proses belajar sebagai rangkaian pengalaman
nyata
Bahan baku pembuatan alat peraga make up bed adalah semua material yang
mengandun unsur alam dan sintetis.Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan
bahan baku pembuatan alat peraga make up bed .

No Nama Alat Peraga susunanya Bahan


Kerangka tempat tidur Kayu
1 Tempat Tidur Heard bord kayu
Kaki tempat tidur kayu
matras Steropon/busa
2 Linen tempat tidur Bed Skirt kain
Sheet/seprei kain
Pillow/bantal Kain/kapas

3
Pillow case/ sarung bantal kain
Bed pad Kain
Bed Spread kain

Nama alat
Bahan
peraga

1. tempat tidur

Kerangka
kayu
temapt tidur

Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan


biogas

Tanaman air Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air

2. Industri

Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa


Limbah padat
sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan

Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah


Limbah cair
pengolahan minyak kelapa sawit

3. Limbah rumah tangga

4
Sampah Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota

Jenis-jenis alat peraga make up bed

 Tempat tidur/ bed yaitu alat yang terbuat dari bahan kayu.
 Sheet yaitu sprei
 Bed Spread
 Bed Sikrt
 Pillow case
 Sheet single
 Sheet doble
 Top Sheet

Manfaat Alat peraga make up bed

Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan


organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan
meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk
menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu
tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya
daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen
lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana
dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat
pembuangan sampah

5
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Aspek bagi tanah/tanaman:


1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi,
memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan
organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang
berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan
organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga
memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan
pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos
memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang
disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu,
caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing
(vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit
Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada
diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan
pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat
media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga
penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah
sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh
tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari

6
ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L)
meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian
dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti
terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan
pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan
diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam
tebu.

Dasar-dasar Pengomposan

Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan

Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya:


limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah
peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas,
limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk
dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.

Proses Pengomposan

Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah


dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu
tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-
senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik.
Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti
dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50 o - 70o C. Suhu
akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah
mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi
dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam
kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO 2,
uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-
angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut,
yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi
penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40%
dari volume/bobot awal bahan.

7
Skema Proses Pengomposan Aerobik
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau
anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik,
dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses
dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses
anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan
dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa
yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam
valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.

Gambar profil suhu dan populasi mikroba selama proses pengomposan


Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok
Organisme Jumlah/gr kompos
Organisme
Mikroflora Bakteri; Aktinomicetes; Kapang 109 - 109; 105 108; 104 - 106
Mikrofanuna Protozoa 104 - 105
Makroflora Jamur tingkat tinggi
Makrofauna Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll

8
Proses pengomposan tergantung pada :
1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan
Faktor yang memengaruhi proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan
dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut
akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya
kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat
lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan
sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1
hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N
untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C
untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan
kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi,
terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa
gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan
perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991)
atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak
senyawa nitrogen.
Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara.
Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan
dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan
besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat
dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup
oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air
bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang

9
akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk
proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan
berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembapan (Moisture content) Kelembapan memegang peranan yang sangat
penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada
suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan
organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk
metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila
kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya
aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang
menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan
langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur
akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses
dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos.
Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang
cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya
mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan
membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak
umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan
perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses
pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH
(pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung
nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang
sudah matang biasanya mendekati netral.

10
Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan
dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan
dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung
bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg,
Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam
berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik
bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau
tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung
dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)

Konsisi yang bisa


Kondisi Ideal
diterima
Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1
Kelembapan 40 – 65 % 45 – 62 % berat
Konsentrasi oksigen tersedia > 5% > 10%
Ukuran partikel 1 inchi bervariasi
Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd
pH 5.5 – 9.0 6.5 – 8.0
Suhu 43 – 66oC 54 -60oC
Strategi Mempercepat Proses Pengomposan
Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk
mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.
2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba
pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).
3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua.

11
Memanipulasi Kondisi Pengomposan
Strategi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi
pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin.
Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini
bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang
mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar
dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan
yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih
dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.

Menggunakan Aktivator Pengomposan


Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat
mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan
misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang
dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan
adalah mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini
dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya :MARROS
Bio-Activa,Green Phoskko(GP-1), Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec,
Starbio, BioPos, dan lain-lain.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian
Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat. Sementara MARROS Bio-Activa dikembangkan oleh para peneliti mikroba
tanah yang tergabung dalam sebuah perusahaan swasta. Aktivator pengomposan ini
menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam
mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii,
Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk
putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang
dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa
pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk
mempertahankan suhu dan kelembapan agar proses pengomposan berjalan optimal dan
cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah
dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan

12
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah
mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin
dengan menambahkan aktivator pengomposan.

Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan


Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu
yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan
strategi pengomposan:
1. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
2. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
3. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
4. Tingkat kesulitan pembuatan kompos
Pengomposan secara aerobik
Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari peralatan
untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi
pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan.
1. Terowongan udara (Saluran Udara)
o Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
o Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
o Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m
o Sudut : 45o
o Dapat dipakai menahan bahan 2 – 3 ton
2. Sekop
o Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
3. Garpu/cangkrang
o Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan bahan dan pemilahan
sampah
4. Saringan/ayakan
o Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar diperoleh ukuran
yang sesuai
o Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran kompos yang diinginkan
o Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau saringan putar

13
5. Termometer
o Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
o Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer ke bagian dalam
tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat
o Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak mencemari
kompos jika termometer pecah
6. Timbangan
o Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai berat yang
diinginkan
o Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan dan
pengemasan
7. Sepatu boot
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja agar terhindar dari
bahan-bahan berbahaya
8. Sarung tangan
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama melakukan pemilahan
bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan perlindungan tangan
9. Masker
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernapasan dari debu dan gas bahan
terbang lainnya

Kompos Bahan Organik dan Kotoran Hewan

Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang lebih maju dan modern.
Komposter type Rotary Kiln, misalnya, berfungsi dalam memberi asupan oksigen
( intensitas aerasi), menjaga kelembapan, suhu serta membalik bahan secara praktis.

14
Komposter type Rotary Klin di pasaran terdapat dengan kapasitas 1 ton setara 3 m3
hingga 2 ton atau setara 6 m3 bahan sampah, menggunakan proses pembalikan bahan dan
mengontrol aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar aerator ( exhaust fan).
Penggunaan komposter Biophoskko disertai aktivator kompos Green Phoskko (GP-1)
telah mampu meningkatkan kerja penguraian bahan organik(dekomposisi) oleh jasad
renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.

Tahapan pengomposan

1. Pemilahan Sampah
o Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik
(barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti
karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
2. Pengecil Ukuran
o Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga
sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
3. Penyusunan Tumpukan
o Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran
kemudian disusun menjadi tumpukan.
o Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan
dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
o Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi
mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4. Pembalikan
o Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan
udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap
bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran
bahan menjadi partikel kecil-kecil.

5. Penyiraman
o Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering
(kelembapan kurang dari 50%).

15
o Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras
segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
o Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan
sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air,
maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
6. Pematangan
o Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin
menurun hingga mendekati suhu ruangan.
o Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman.
Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
7. Penyaringan
o Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai
dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat
dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
o Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru,
sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
8. Pengemasan dan Penyimpanan
o Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan
pemasaran.
o Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung
dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih
gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.

Kontrol proses produksi kompos


1. Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar memperoleh hasil yang
baik.
2. Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan lingkungan atau habitat
dimana jasad renik (mikroorganisme) dapat hidup dan berkembang biak dengan
optimal.
3. Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa bahan organik
dari sampah untuk menghasilkan energi dan tumbuh.
Proses pengontrolan
Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:
1. Monitoring Temperatur Tumpukan

16
2. Monitoring Kelembapan
3. Monitoring Oksigen
4. Monitoring Kecukupan C/N Ratio
5. Monitoring Volume
Mutu kompos
1. Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan
sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan
tanaman.
2. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya
persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah yang
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman
3. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
o Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
o Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk
suspensi,
o Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat
humifikasinya,
o Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
o Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
o Tidak berbau.

Pengertian Keranjang Takakura


Keranjang Takakura merupakan alat pengomposan skala rumah tangga yang ditemukan
Pusdakota bersama Pemerintah Kota Surabaya, Kitakyusu International Techno-
cooperative Association, dan Pemerintahan Kitakyusu Jepang pada tahun 2005.
Keranjang ini dirakit dari bahan-bahan sederhana di sekitar kita yang mampu
mempercepat proses pembuatan kompos.
Satu keranjang standar dengan starter 8 kg dipakai oleh keluarga dengan jumlah total
anggota keluarga sebanyak 7 orang. Sampah rumah tangga yang diolah di keranjang ini
maksimal 1,5 kg per hari.

17
Berikut ini petunjuk pemakaiannya:
Jenis-jenis sampah yang diolah:
 Sisa sayuran. Idealnya sisa sayuran tersebut belum basi.
Namun bila telah basi, cuci sayuran tersebut terlebih dahulu, peras, lantas
buang airnya.
 Sisa nasi.
 Sisa ikan, ayam, kulit telur dll.
 Sampah buah yang lunak (anggur, kulit jeruk, apel, dan
lain-lain). Hindari memasukkan kulit buah yang keras seperti kulit salak.

Cara kerja:
Sampah dapur yang dimasukkan di Keranjang Takakura sebaiknya dalam materi yang
kecil. Semakin kecil materi, semakin mudah diuraikan. Untuk sisa sayur dan buah,
potonglah kecil-kecil.
Gali starter kompos di dalam keranjang tersebut dengan cetok. Luasan dan kedalaman
galian, sesuaikan dengan banyaknya sampah yang hendak dimasukkan.
Masukkan sampah pada lubang yang digali. Tusuk-tusuk sampah tersebut dengan cetok.
Timbun sampah tadi dengan kompos di tepian lubang.
Tutup kompos tersebut dengan bantalan sekam.
Tutup permukaan keranjang dengan kain.
Yang terakhir, tutuplah dengan tutup keranjang.
Catatan:
Letakkan Keranjang Takakura di tempat yang terhindar dari sinar matahari langsung.
Bila kompos kering, perciki air bersih sambil diaduk merata. Suhu ideal adalah 60
derajat celsius.

18
Cara Pemanenan
Bila kompos di dalam Keranjang Takakura telah penuh, ambil 1/3-nya dan kita
matangkan selama seminggu di tempat yang tidak terkena sinar matahari secara
langsung. Sisanya yang 2/3 bisa kita gunakan kembali sebagai starter untuk pengolahan
berikutnya.

19
BAB III
METOLOGI PELAKSANAAN

Pembuatan kompos dengan komposter ini sebagai berikut:

1. Menyiapkan keranjang yang berlubang-lubang


2. Menutup keranjang dengan kardus

3. Memasukkan sekam yang sudah diberi bioaktifator ke dalam komposter

4. Memasukkan kompos di atas sekam ± 2 cm atau seruas jari

20
5. Mencacah sampah organik yang telah dicacah halus, lalu dimasukkan ke dalam
komposter di atas kompos tadi

6. Menutup sampah dengan kompos lagi setebal 4 cm atau ± 2 ruas jari

7. Menutup keranjang dan bila ingin menambah sampah lagi, tinggal masukkan
sampah ke dalam keranjang lalu tutup kembali dengan kompos
8. Kompos dapat di panen setelah satu minggu, setelah dianginkan terlebih
dahulu

21
BAB IV
PEMBAHASAN

Pembuatan kompos di SMKN 38 menggunakan komposter Takakura hanya saja


ada sedikit berbeda dengan pembuatan kompos yang dilakukan oleh banyak orang.
Perbedaan terletak pada langkah ketika akan memasukkan sampah ke dalam keranjang,
kami tidak perlu melubangi kompos starter, jadi langsung saja sampah diletakkan
langsung diatas kompos lalu ditimbun dengan kompos lagi tanpa perlu penutup sekam.
Praktik pembuatan kompos di SMK Negeri 38 Jakarta dilakukan oleh para siswa
kelas XI Tata Busana sebanyak 4 kelompok dan XI Akomodasi Perhotelan sebanyak 6
kelompok sehingga total 10 kelompok. Pembuatan kompos dilakukan selama 1 minggu (7
hari) dengan pengisian sampah organic rata-rata perhari ½ kg, kemudian sampah itu
diperam (dipanen lalu diangin-anginkan) selama 1 minggu, setelah itu sampah dikemas
dan ditimbang, ternyata menghasilkan kompos seberat ±3 kg/kelompok.
Setelah praktik ini ternyata siswa mampu menguasai materi pengolahan limbah
khususnya pembuatan kompos dengan baik, hal ini terlihat dari nilai yang diperoleh siswa
pada materi pengolahan limbah khususnya pembuatan kompos.

22
BAB V
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Dari hasil kegiata ini dapat disimpulkan bahwa sampah sisa dpur dan sisa
makanan dapat diolah dengan mudah menjadi kompos hanya dalam waktu 2 minggu
tanpa perlu lahan/ruang khusus atau waktu dan proses yang lama untuk pembuatan
kompos, dan siswa lebih tertarik bila materi diberikan dengan metode praktik dan ini
terbukti dari nilai yang telah diperoleh siswa pada materi pengolahan limbah
(pembuatan kompos).

23
Lampiran-lampiran

Literatur

 Guntoro Dwi, Purwono, dan Sarwono. 2003. Pengaruh Pemberian


Kompos Bagase Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman
Tebu (Saccharum officinarum L.). Dalam Buletin Agronomi, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.
 Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia, Bogor.
 Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI
Jakarta, sebuah prosiding. Bogor, 17 Februari 2005.
 Toharisman, A. 1991. Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula
Sebagai Sumber Bahan Organik Tanah.
 http://keranjangtakakura.blogspot.com/2007/10/pengertian-keranjang-
takakura_10.html, diunduh pada tanggal 20 Juni 2012

24

Anda mungkin juga menyukai