Bahan Learning Loss
Bahan Learning Loss
https://edukasi.kompas.com/read/2021/03/27/150334571/setahun-pembelajaran-daring-
benarkah-terjadi-learning-loss?page=all
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Setahun Pembelajaran Daring, Benarkah
Terjadi "Learning Loss"?", Klik untuk
baca: https://edukasi.kompas.com/read/2021/03/27/150334571/setahun-pembelajaran-daring-
benarkah-terjadi-learning-loss?page=all.
https://www.its.ac.id/news/2021/10/04/learning-loss-akibat-pembelajaran-jarak-jauh/
Learning Loss Akibat Pembelajaran Jarak Jauh?
Oleh : itsojt |
4.715
| Source : ITS Online
Potret pendidikan jarak jauh di masa pandemi yang dikhawatirkan menimbulkan learning loss pada siswa
(Sumber: Detik News)
Kampus ITS, Opini – Penutupan sekolah telah menjadi alat umum dalam pertempuran
melawan Covid-19. Pendidikan dilakukan secara serentak dengan cara daring guna
menghindari pola pendidikan tatap muka (luring). Dalam kenyataannya, ketergantungan
masyarakat Indonesia terhadap pendidikan di sekolah berimbas pada kemampuan belajar
siswa hingga dapat terjadi learning loss. Selain dari aspek ketergantungan ini, konsep
dari pembelajaran jarak jauh yang ditawarkan pemerintah juga terkesan tidak siap dalam
penyusunan program dan kurikulum yang sesuai riset, survei dan realita di Indonesia.
Penangguhan pembelajaran tatap muka di sekolah ini telah menimbulkan kekhawatiran akan penurunan
kualitas pengetahuan kognisi, keterampilan vokasi, dan keterampilan sosial yang dimiliki pribadi siswa.
Dimulai dari penyampaian materi yang tidak leluasa, kesulitan untuk bertanya maupun berkonsultasi dengan
guru, serta gangguan kelancaran internet. Selain itu, proses pembelajaran daring yang diselenggarakan oleh
guru belum menemukan format yang tepat di banyak sekolah sehingga efektivitasnya masih sering
dipertanyakan.
Jika dilihat lebih jauh, tumpuan sistem pendidikan pada tingkat rendah, seperti TK dan SD semua akan beralih
ke keluarga, dengan orangtua yang mengawasi berlangsungnya proses pembelajaran siswa. Secara singkat,
orangtua akan berperan sebagai guru yang mengajarkan materi-materi kurikulum hingga menyelesaikan tugas
sekolah. Hal ini sangat tidak mengherankan bila para orangtua mengeluh berperan sebagai guru dirumah
karena mengalami banyak kesulitan.
Di lain sisi, pihak sekolah pun merasakan kesulitan dengan keterbatasan dalam memberikan materi ajar kepada
siswa. Jam belajar mengajar berkurang, materi pelajaran tidak tersampaikan dengan baik, dan sulitnya
mengajar materi yang bersifat praktikum, sehingga hal ini menimbulkan rasa was-was di kalangan pelaku dan
pengamat pendidikan.
Dari permasalahan learning loss ini, dikhawatirkan siswa akan mengalami kesulitan belajar setelah masa
pandemi Covid-19 usai. Jika kualitas siswa menurun, nantinya akan berimbas pada pembangunan pendidikan
secara keseluruhan dan juga dunia kerja. Tidak mengherankan bila muncul saran-saran yang berisikan gagasan
untuk memperpanjang lama tahun belajar. Beberapa diantaranya mengusulkan masa belajar diperpanjang
selama 6 bulan, ada juga yang menyarankan diperpanjang selama satu tahun, dan ada pula yang menyarankan
diperpanjang sesuai lama dari pandemi ini.
Namun, apakah learning loss yang terjadi pada para siswa ini murni diakibatkan oleh sistem PJJ dan pandemi?
Dilihat dari konsep learning loss yang dipakai di Indonesia dan di luar negeri, terdapat perbedaan yang
mencolok. Di Indonesia, konsep learning loss hanya dipahami sebagai bentuk penurunan daya kemampuan
siswa akibat adanya pandemi Covid-19. Berdasarkan konsep, learning loss sendiri sebenarnya dapat terjadi
karena beberapa hal semisal liburan sekolah, tidak masuk sekolah, pengajaran yang tidak efektif hingga putus
sekolah. Sedangkan di luar negeri, konsep learning loss ini adalah suatu kondisi hilangnya atau menurunnya
pengetahuan dan keterampilan siswa yang disebabkan oleh kekurangan atau terputus secara berkelanjutan
dalam pendidikan.
Jika saya tekankan pada konsep learning loss secara menyeluruh di Indonesia, hal ini terjadi akibat dari adanya
pengajaran yang kurang efektif. Jika melihat kebelakang sebelum terjadi pandemi, para siswa sudah sering
mengalami learning loss yang tidak pernah disadari oleh guru, dinas pendidikan dan pemerintah.
Setelah diberlakukannya sistem pembelajaran daring oleh pemerintah justru semakin memperparah
ketidakefektifan dalam proses belajar mengajar. Selain karena rendahnya tingkat pemahaman guru tentang
teknologi, kebingungan para guru mengenai kebijakan pemerintah yang diambil masih belum relevan dengan
realitas di Indonesia. Saat ini hanya ada pengajaran yang berupa soal-soal tanpa adanya pembelajaran terlebih
dahulu.
Jadi, apakah ada solusi untuk mengatasi learning loss ini?
Pertama, sekolah harus terus mengembangkan kapasitas siswa dan guru sehingga mampu mengoptimalkan
pembelajaran melalui daring. Pelajari banyak pengalaman selama pandemi yang tidak akan hilang ketika
keadaan sudah normal. Dari pengalaman tersebut akan tercipta inspirasi dan masukan untuk pengembangan
pendidikan kedepannya.
Kedua, pembelajaran selama pandemi difokuskan pada topik dan keterampilan yang esensial dan berguna bagi
siswa untuk menempuh pendidikan tingkat lanjut dan dunia kerja. Untuk mewujudkan pembelajaran yang
berguna, bukan hanya pada pemahaman materi, melainkan juga penekanan pada makna.
Ketiga, pengembangan kurikulum dan model pelajaran yang membebaskan siswa daripada mengejar nilai
karena hal ini justru membuat pribadi siswa menjadi individualis dan tidak peka sosial. Pada kurikulum, sudah
seharusnya pelajar dan guru tidak dibebankan pada kurikulum ‘normal’ yang tertuang dalam kompetensi dasar
karena hal ini tidak mengalami perubahan sama sekali padahal jam pelajaran mengalami pengurangan yang
cukup signifikan.
Keempat, pembelajaran yang mendalam dapat dipahami sebagai proses seseorang agar mampu mengambil
manfaat dari apa yang telah dipelajari dalam suatu situasi dan mampu menerapkannya pada situasi baru
(pandemi, red) atau bisa dibilang sebagai bentuk pembelajaran transformasi.
Dan terakhir, kelima, diperlukan pengetahuan keterampilan (tool-knowledge) agar bisa secara mandiri,
mencari, dan memperoleh ilmu pengetahuan baru. Disini guru berperan sebagai pemateri dan motivator bagi
siswa guna meningkatkan kualitas pembentukan sikap dan karakter pribadi siswa. Penguasaan ini akan
mempermudah siswa untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru yang mendukung kemampuan belajar mandiri
siswa.
Konsep learning loss ini bukan hanya terfokus pada unsur teknologi informasi, melainkan juga membutuhkan
penataan ulang kurikulum yang selaras dengan kondisi pada saat ini. Sekolah juga seharusnya lebih membuat
siswa lebih siap menghadapi kebebasan dalam mencari ilmu pengetahuan alih-alih hanya mengejar target tugas
dan nilai.
Referensi:
1. https://www.kompas.com/edu/read/2021/01/31/204931471/pjj-berlangsung-10-bulan-siswa-
berpotensi-alami-learning-loss
2. https://www.idntimes.com/news/indonesia/margith-juita-damanik/pengamat-learning-loss-terjadi-di-
indonesia-jauh-sebelum-pandemik
Ditulis oleh:
Fauzan Fakhrizal Azmi
Mahasiswa S-1 Departemen Fisika
Angkatan 2020
Reporter ITS Online
https://www.kompasiana.com/sharfinaadelia/6191f8359dc4462ddf3e4a12/self-directed-learning-
pada-pembelajaran-di-masa-pandemi
Self Directed Learning pada Pembelajaran di Masa Pandemi
Perubahan Signifikan saat Pandemi telah mengubah pola dan kultur interaksi antar individu
menjadi virtual dan online. Pembelajaran online yang sudah dilakukan , relatif tidak membuat
kemampuan siswa-siswi terasah secara maksimal dan sulit untuk mencapai kompetensi dasar
yang harusnya dicapai oleh siswa. (Ard, 2020)
Potensi learning loss mungkin saja dialami beberapa siswa, tetapi tidak bisa digeneralisasi.
Learning loss pun terjadi hanya ketika siswa sama sekali tidak memiliki akses terhadap ilmu
pengetahuan. Siswa akan kehilangan minat pada sekolah, kemampuan akademik menurun,
hilangnya pengetahuan tentang pembelajaran dan keterampilan yang telah dipelajari. (Hanahime,
2021)
Self-Directed Learning dapat dipahami sebagai peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi dan
pengembangan individu yang diawali dengan inisiatif sendiri menggunakan perencanaan belajar
sendiri dan dilakukan sendiri, menyadari kebutuhan belajar sendiri dalam mencapai tujuan
belajar dengan cara membuat strategi belajar sendiri serta penilaian hasil belajar sendiri. (Hanik,
2020)
Tahap Self-directed learning. Gambar: Sulisworo, D., Winanrni, Astuti, A. Y., Hajar, S.,
Maryani, I., & Demitra.
Ada beberapa Istilah yang berhubungan dengan Belajar mandiri, diantaranya Regulated learning,
Self regulated thinking, Self directed learning, Self efficacy, Selt-esteem ,dsb. Kemandirian
belajar adalah suatu proses pembelajaran dimana setiap individu mengambil inisiatif, dengan
atau tanpa bantuan orang lain dalam hal menentukan kegiatan belajarnya seperti merumuskan
tujuan belajar dan sumber belajar . (Enjelina Siagian, Nurliana Marpaung, dan Mariati Purnama
Simanjuntak, 2021)
Self Directed Learning ini bertujuan agar Peserta didik bertanggung jawab untuk merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi belajar mereka sendiri dan diharapkan untuk bekerja secara
mandiri atau dengan orang lain dalam rangka mencapai tujuan belajar (Sulisworo, D., Winarti,
Astuti, A.Y., Hajar, S., Maryani, I., & Demitra, 2020)
Ada beberapa penting dari kebijakan baru yang sudah di paparkan dengan jelas dalam Surat
Edaran nomor 4 Tahun 2020, hal yang mendasar dari keseluruhan point tersebut ialah mengubah
cara pembelajaran antara Pendidik dan peserta didik dengan melaksanakan kegiatan belajar
mengajar dari rumah.
Kebijakan belajar dari rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk
memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan
menuntaskan seluruh capaian kurikulum .
Adanya pergeseran arah pendidikan selain dalam hal teknologi, tentunya berkaitan dengan model
pembelajaran pada abad 21, pembelajaran bukan lagi teacher centered learning, akan tetapi
student centered learning.
Pembelajaran dengan model student centered learning, akan memberikan ruang yang lebih luas
dan bermakna bagi peserta didik dalam mencari pengalaman dan membangun pengalaman
menjadi suatu pengetahuan baru, dan peserta didik pun dapat secara mandiri mencari hal baru
serta memiliki kendali penuh dalam mengembangkan pembelajarannya sendiri sehingga
membentuk peserta didik yang lebih kreatif. (Hanik, 2020).
Peserta didik secara mandiri memiliki usaha yang keras dan rasa tanggung jawab membuat
keputusan yang terkait dengan pembelajaran
Peserta didik memikli kewenangan dalam melibatkan pemikiran, tindakan ataupun mengelola
aktivitas pembelajaran secara mandiri
Makna pembelajaran mandiri tidak selalu berarti belajar mandiri di mana pembelajaran
berlangsung terpisah dari orang lain; tetapi juga bisa melibatkan teman atau peserta didik yang
lain.
Mengharuskan peserta didik untuk memonitor sendiri proses pembelajaran yang akan terjadi,
adanya progress atau tidak dalam sebuah pembelajaran.
Kontrol aktivitas belajar secara bertahap bergeser dari pendidik ke peserta didik
Adanya peran penting motivasi dan kemauan peserta didik. Motivasi akan mendorong
keputusan peserta didik untuk berpartisipasi, dan kemauan untuk melaksanakan tugas sampai
tercapainya
Secara rinci terdapat empat langkah sebelum melaksanakan pembelajaran self directed learning;
Peserta didik secara khusus menuliskan tentang kebutuhan belajarnya secara terperinci agar jelas
untuk merencanakan kegiatan belajar.
Merencanakan kegiatan belajar. Peserta didik menjawab sendiri berdasarkan pertanyaan dasar
yang telah dirancang ,seperti Apa tujuan dari saya belajar? ,Dari mana literatur akan
tersedia? ,Berapa lama waktu yang akan dihabiskan dalam proses belajar? ,dsb.
Peserta didik memulai proses belajar mulai dari mengumpulkan materi belajar, mengerjakan
tugas sampai pada evaluasi akhir
Hasil dari proses pembelajaran, Berupa pengembangan keterampilan, tetapi yang utama adalah
kepuasan diri peserta didik selama proses belajar.
Evaluasi secara keseluruhan proses pembelajaran.
(Sulisworo, D., Winarti, Astuti, A.Y., Hajar, S., Maryani, I., & Demitra, 2020)
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa dikembangkannya belajar mandiri dapat meningkatkan
tanggung jawab peserta didik dalam proses pembelajaran. Tanggung jawab yang terbentuk dalam
diri peserta didik akan menumbuhkan motivasi . Dengan adanya motivasi pada diri peserta didik
akan membantu peserta didik dalam membuat pilihan informasi dan mengambil tanggung jawab
untuk memutuskan apa yang akan dilakukan selama proses belajar hingga tercapainya tujuan
pembelajaran yang diharapkan. (Hanik, 2020).
Pembelajaran fisika berbasis daring dapat dijadikan sebuah alternatif untuk menerapkan sebuah
keterampilan Self-Directed Learning pada siswa dalam kondisi yang memiliki sedikit interaksi
langsung antara siswa dan guru. Namun, memiliki keterbatasan dalam hal waktu penerapan
untuk bisa digunakan menganalisis perubahan sikap siswa dalam belajar secara akurat. (Silvia
Ayu Permatasari, Mita Anggaryani, 2021)
DAFTAR PUSTAKA
Ard. (2020, juli 13). Menyiasati Pembelajaran Fisika di Masa Pandemi. Dipetik 10 31, 2021, dari
NEWS UAD: news.uad.ac.id
Silvia Ayu Permatasari, Mita Anggaryani. (2021). Penerapan Self-Directed Learning (SDL)
dalam Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Daring Pada Pokok Bahasan Hukum Newton.
PENDIPA Journal of Science Education, 403-411.
Sulisworo, D., Winarti, Astuti, A.Y., Hajar, S., Maryani, I., & Demitra. (2020). Model
lingkungan pembelajaran era new normal. Yogyakarta: Pascasarjana UAD Press.
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2021/12/dorong-pemulihan-pembelajaran-di-masa-
pandemi-kurikulum-nasional-siapkan-tiga-opsi
Pemulihan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 penting dilakukan untuk mengurangi dampak
kehilangan pembelajaran (learning loss) pada peserta didik. Salah satu indikasi (learning loss) yang
tampak adalah berkurangnya kemajuan belajar dari kelas 1 ke kelas 2 SD setelah satu tahun pandemi.
Hasil riset Kemendikbudristek menunjukkan, sebelum pandemi, kemajuan belajar selama satu tahun
(kelas 1 SD) adalah sebesar 129 poin untuk literasi dan 78 poin untuk numerasi. Setelah pandemi,
kemajuan belajar selama kelas 1 berkurang secara signifikan (learning loss). Untuk literasi, (learning loss)
ini setara dengan 6 bulan belajar, sedangkan untuk numerasi, (learning loss) tersebut setara dengan 5
bulan belajar. Data tersebut merupakan hasil riset Kemendikbudristek yang diambil dari sampel 3.391
siswa SD dari 7 kabupaten/kota di 4 provinsi, pada bulan Januari 2020 dan April 2021.
Sejak tahun 2020, sebagai bagian dari mitigasi (learning loss), sekolah diberikan dua opsi, yaitu
menggunakan Kurikulum 2013 secara penuh, atau menggunakan Kurikulum Darurat, yakni Kurikulum
2013 yang disederhanakan. Kurikulum Darurat diberlakukan agar pembelajaran di masa pandemi dapat
berfokus pada penguatan karakter dan kompetensi mendasar. Ternyata selama kurun waktu 2020—
2021, siswa pengguna Kurikulum Darurat mendapat capaian belajar yang lebih baik daripada pengguna
Kurikulum 2013 secara penuh, terlepas dari latar belakang sosio-ekonominya.
Kemudian pada tahun 2021, Kemendikbudristek memperkenalkan Kurikulum Prototipe sebagai opsi
tambahan bagi satuan pendidikan untuk melakukan pemulihan pembelajaran. Kurikulum Prototipe ini
mulai diterapkan di Sekolah Penggerak dan SMK Pusat Keunggulan (SMK PK). Ke depannya, untuk
mendorong pemulihan pembelajaran, mulai tahun 2022 hingga 2024 semua satuan pendidikan diberikan
tiga opsi dalam kurikulum nasional, yaitu Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Prototipe.
“Tetapi untuk Kurikulum Prototipe ini satuan pendidikan diberikan otoritas, dalam hal ini guru, sehingga
sekolah memiliki keleluasaan. Karena yang dituntut adalah capaian pembelajaran di tiap fase. Dalam
Kurikulum Prototipe, ada fase A, B, C, D, dan E. Fase-fase ini memberikan keleluasaan pada guru
bagaimana mencapai capaian pembelajaran di masing-masing fase,” ujar Supriyatno pada kegiatan
Sosialisasi Buku dan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran, di Kantor Lembaga Penjaminan
Mutu Pendidikan (LPMP), di Kabupaten Aceh Besar, Selasa (21/12/2021).
Dengan begitu, lanjut Supriyatno, operasional pada Kurikulum Prototipe bisa dikembangkan di satuan
pendidikan. Sekolah diberikan keleluasaan untuk memilih atau memodifikasi perangkat ajar dan contoh
kurikulum operasional yang sudah disediakan pemerintah untuk menyesuaikan dengan karakteristik
peserta didik, atau menyusun sendiri perangkat ajar sesuai dengan karakteristik peserta didik. “Namun
pusat (Kemendikbudristek) tetap menyediakan perangkat ajar seperti buku teks pelajaran, contoh modul
ajar mata pelajaran, atau contoh panduan proyek Profil Pelajar Pancasila,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi X DPR RI, Illiza Sa’aduddin Djamal menuturkan, pada
tahun 2021 Kurikulum Prototipe memang hanya diterapkan di Sekolah Penggerak dan SMK PK. Namun
mulai tahun 2022, tidak hanya Sekolah Penggerak dan SMK PK yang bisa menerapkan Kurikulum
Prototipe, melainkan semua satuan pendidikan diberikan opsi untuk menggunakan Kurikulum Prototipe
sebagai upaya pemulihan pembelajaran. Kurikulum prototipe memiliki beberapa karakteristik utama yang
mendukung pemulihan pembelajaran, antara lain pengembangan soft skills dan karakter, fokus pada
materi esensial, dan fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan
kemampuan murid (teach at the right level).
Kepala LPMP Aceh, Muslihuddin, mengatakan satuan pendidikan dapat memilih untuk menerapkan
Kurikulum Prototipe dengan jalur mandiri. Satuan pendidikan dapat menentukan pilihan berdasarkan
Angket Kesiapan Implementasi Kurikulum Prototipe yang mengukur kesiapan guru, tenaga kependidikan
dan satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulum. Tidak ada pilihan yang paling benar dalam
angket tersebut. Pilihan terbaik adalah pilihan yang paling sesuai dengan kesiapan satuan pendidikan
berdasarkan kompleksitasnya.
“Setiap sekolah memiliki karakteristik yang berbeda. Kompleksitas sedang dan sederhana itu yang lebih
tahu kan dinas pendidikan, kaitannya dengan kesiapan sekolah dan guru. Jadi tergantung kesiapan
sekolah, karakteristik sekolah, dan stakeholders di lingkungan satuan pendidikan,” ujar Muslihuddin.
Kegiatan Sosialisasi Buku dan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran di Kantor LPMP Aceh
dihadiri sekitar 50 peserta yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan pendidikan di Kota Banda
Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Peserta antara lain terdiri dari perwakilan dinas pendidikan
provinsi/kabupaten/kota, guru, kepala sekolah, pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),
dan perwakilan organisasi profesi guru, yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Ikatan Guru
Indonesia (IGI). Seusai mendengarkan sosialisasi dan penjelasan dari narasumber Kemendikbudristek
dan Komisi X DPR RI, para peserta mengikuti diskusi kelompok terpumpun untuk membahas mengenai
implementasi kurikulum yang mendukung pemulihan pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/2284-learning-loss
Sabtu 23 Oktober 2021, 05:00 WIB Learning Loss Abdul Kohar Dewan Redaksi Media
Group | Editorial MI/Ebet Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group. ADA satu frasa
bahasa Inggris yang terus-menerus membuat para pendidik, termasuk menterinya
pendidikan, risau sejak pandemi covid-19 melanda. Frasa itu ialah learning loss. Pandemi
korona, kata Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim, bisa hilang. Namun, learning loss atau
kehilangan kesempatan belajar bisa bersifat permanen. Kata Nadiem, "Kita semua akan
pulih dari covid-19. Tapi, anak-anak kita banyak yang sulit pulih dari learning loss, juga sulit
pulih secara psikologis dengan dampak yang luar biasa. Karena itu, satuan pendidikan
yang eligible harus segera menjalankan PTM (pembelajaran tatap muka)." Dalam
pandangan Mas Menteri, kalau angka kasus covid-19 terus melandai, sebaiknya anak-anak
tidak perlu dikorbankan lagi dalam hal pendidikan. PJJ (pembelajaran jarak jauh), tandas
Nadiem, dampaknya bisa lebih permanen daripada covid-19. Kendati PJJ merupakan
upaya untuk memastikan hak pendidikan anak-anak di Indonesia tetap terpenuhi, siapa
sangka, pemberlakuan PJJ dalam jangka panjang justru membawa ancaman baru.
Berdasarkan riset terbaru dari World Bank menunjukkan terlalu lama pembelajaran jarak
jauh dan lamanya sekolah ditutup menjadi salah satu penyebab penting terjadinya learning
loss. Dalam riset itu dinyatakan jika efektivitas pembelajaran jarak jauh berkurang 40%,
akan ada learning loss hingga 6,9 tahun. Jika efektivitas pembelajaran berkurang 20%,
learning loss akan mencapai 6,7 tahun. Jika efektivitas pembelajaran berkurang 10%,
learning loss yang didapat akan menjadi 6,6 tahun. Lantas, apa sebetulnya learning loss
itu? Apa pula dampaknya ke generasi muda? Saya mengutip laman The Glossary of
Education Reform yang menyebut bahwa learning loss mengacu pada kehilangan
pengetahuan dan keterampilan khusus atau umum, atau kemunduran dalam hal akademik.
Masalah ini paling sering terjadi karena kesenjangan yang berkepanjangan atau
diskontinuitas dalam pendidikan bagi siswa. Laman tersebut menjelaskan beberapa faktor
yang menyebabkan learning loss terjadi, di antaranya liburan musim panas, pendidikan
formal yang tertutup, kembali putus sekolah, ketidakhadiran sekolah (bisa karena
permasalahan kesehatan) dalam jangka panjang, pengajaran yang tidak efektif, dan
perancangan jadwal pelajaran yang tidak terkoordinasi dengan baik. Intinya karena ada
hambatan akses untuk meraih sumber-sumber pengetahuan. Pandemi covid-19 membuat
sistem pendidikan menjadi tidak seperti dulu. Studi lainnya yang dilakukan McKinsey
menilai bahwa komputer tidak akan bisa menggantikan suasana kelas. McKinsey meminta
guru di delapan negara menilai efektivitas pembelajaran jarak jauh sejak pandemi dimulai.
Mereka diminta memberikan skor rata-rata 5 dari 10. Nilai sangat buruk diberikan Jepang
dan Amerika Serikat ketika hampir 60% menilai efektivitas pembelajaran jarak jauh hanya
berada di nilai 3 dari 10. Itu Jepang dan Amerika, negara yang sangat maju. Bagaimana
Indonesia? Boleh jadi problemnya berlipat ganda. Selain efektivitas yang rendah,
ketersediaan sarana belajar daring juga tidak sepenuhnya bisa diatasi. Belum lagi
keterbatasan ekonomi sehingga tidak bisa membelu kuota pulsa. Jadi, fenomena learning
loss paling mungkin terjadi pada anak-anak dari golongan ekonomi menengah ke bawah,
yang memang tidak punya kemampuan untuk menggunakan dan mengakses gawai, juga
internet, untuk belajar. Di Jakarta, misalnya, ada satu keluarga dengan anak tiga harus
berebut gawai saat hendak belajar dari rumah. Boro-boro pakai laptop, gawai sederhana
saja cuma ada dua. Itu pun yang satu dipakai orangtua mereka mencari nafkah menjadi
pengojek online. Tinggal satu gawai lagi harus dipakai bertiga. Padahal, tingkat pendidikan
mereka berbeda: anak pertama SMA, nomor dua SMP, dan si bungsu SD. Bisa kita
bayangkan bagaimana pengetahuan bisa mereka dapat bila sarana dan prasarana dasar
saja mereka tidak mampu. Saya mafhum semafhum-mafhumnya bila Mendikbud-Ristek
terus mendesak agar pembelajaran tatap muka segera dimulai. Syaratnya, bertahap dan
disiplin menjalankan protokol kesehatan. Bukan perkara mudah, bukan pula simsalabim
langsung sanggup memutus mata rantai kehilangan pengetahuan, tapi setidaknya bisa
mencegah tingkat keparahan learning loss. Tidak ada salahnya memulai saat kasus positif
harian covid-19 mulai melandai di bawah 1.000 kasus dengan angka kematian di bawah
100 bahkan di bawah 50. Itu karena tidak ada bencana paling mengerikan bagi sebuah
bangsa selain hilangnya generasi (lost generation) akibat hilangnya ilmu pengetahuan alias
learning loss.
Sumber: https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/2284-learning-loss
https://www.zenius.net/blog/learning-loss#:~:text=Learning%20loss%20adalah%20hilangnya
%20pengetahuan,yang%20berlangsung%20secara%20tidak%20baik.
Learning Loss, Kemunduran dalam Proses Belajar Siswa – Zenius untuk Guru
Posted Byby Zenius Untuk Guru
December 17, 2021
0
Sudah dua tahun pandemi COVID-19 mewabah dan learning loss menjadi salah satu dampak
sosial negatif yang muncul. Bapak dan Ibu Guru sendiri merasakan tutupnya sekolah akibat
pandemi menyebabkan proses belajar mengajar harus dilakukan secara daring.
Apakah Bapak dan Ibu Guru masih ingat, perubahan apa saja yang terjadi dalam pendidikan
selama pandemi?
Sejak awal pandemi menyebar di Indonesia, tepatnya di bulan Maret 2020, pemerintah
menerapkan Belajar dari Rumah atau yang lebih kita kenal dengan Pembelajaran Jarak Jauh
(PJJ). Tak sampai di situ, untuk menekan penyebaran COVID-19, Ujian Nasional pun
ditiadakan. Perlahan, Pembelajaran Tatap Muka (PTM) mulai dilakukan bagi wilayah berzona
hijau atau kuning, dengan mengikuti berbagai persyaratan.
Kebijakan pemerintah Indonesia untuk pendidikan di masa pandemi COVID-19. (Sumber:
Keputusan Bersama Empat Menteri, Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi
COVID-19)
Penutupan sekolah selama pandemi tidak hanya berdampak pada kesehatan, tapi juga pendidikan
dan perkembangan siswa secara keseluruhan.
Secara bertahap, saat ini sekolah-sekolah di Indonesia sudah melaksanakan pembelajaran secara
langsung. Hal ini dilakukan sebagai solusi untuk mencegah dampak sosial negatif
berkepanjangan yang muncul pada siswa, salah satunya adalah learning loss.
Bapak dan Ibu Guru pasti sering mendengar istilah learning loss selama pandemi. Apakah Bapak
dan Ibu Guru tahu apa sebenarnya maksud dari learning loss tersebut? Di artikel ini, mari kita
bahas bersama-sama tentang learning loss tersebut.
Daftar Isi
Pengertian Learning Loss
Bagaimana Learning Loss Bisa Terjadi di Masa Pandemi?
Kualitas Pendidikan yang Menurun
Langkah Indonesia dalam Mengatasi Learning Loss
Pengertian Learning Loss
Learning loss adalah hilangnya pengetahuan dan kemampuan siswa, baik secara spesifik atau
umum, yang dipengaruhi berbagai faktor. Istilah ini sering diartikan sebagai kemunduran secara
akademis yang berkaitan dengan kesenjangan yang berkepanjangan atau proses pendidikan yang
berlangsung secara tidak baik.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, selama pandemi banyak perubahan yang terjadi
dalam pendidikan Indonesia, bahkan seluruh dunia. Proses perubahan pembelajaran dari tatap
muka biasa ke pembelajaran daring memunculkan beragam tantangan bagi siswa, orang tua, dan
guru. Seluruh elemen pendidikan diharuskan untuk beradaptasi dengan situasi yang baru, mulai
dari metode pembelajaran, teknologi yang digunakan, sampai rancangan belajar yang
disesuaikan dengan kondisi pandemi.
Sayangnya, tidak semua orang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan pendidikan di masa
pandemi. Dengan tingkat kemiskinan yang meningkat, banyak siswa yang berasal dari keluarga
kurang mampu serta tinggal di daerah pedalaman dan terpencil terpaksa putus sekolah, karena
tekanan ekonomi yang sangat besar. Tak sedikit dari mereka harus bekerja untuk membantu
perekonomian keluarga di tengah krisis COVID-19. Mereka memilih untuk berhenti sekolah
karena merasa terbebani ketika harus sekolah secara daring, di mana banyak kebutuhan yang
harus dilengkapi seperti ponsel pintar dan kuota internet.
PJJ yang dilakukan selama pandemi juga berpotensi untuk menimbulkan kekerasan pada anak.
Tanpa sekolah, banyak anak yang terjebak dalam kekerasan yang dilakukan di rumah. Karena
proses pendampingan sekolah tidak berjalan secara langsung, kekerasan pada anak pun tidak bisa
dideteksi. Selain itu, muncul juga risiko eksternal yang menyebabkan anak tidak lagi bisa datang
untuk belajar seperti pernikahan dini atau eksploitasi anak.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia terus berusaha untuk meningkatkan hasil belajar
siswa. Namun selama pandemi, berbagai perubahan dalam pendidikan justru mengakibatkan
turunnya capaian belajar siswa. Di masa-masa sulit ini, tujuan utama pendidikan bukan hanya
ketuntasan kurikulum, tapi juga menjaga kesehatan dan keselamatan seluruh elemen pendidikan.
Pandemi COVID-19 menimbulkan berbagai dampak negatif yang mengarah pada learning loss.
Siswa kehilangan kesempatan belajar sebagaimana mestinya, dan dalam hal ini hak mereka
untuk mendapatkan pembelajaran tidak bisa terpenuhi secara maksimal.
Menurut data Lembaga Survei Indonesia di awal bulan September 2021, kebanyakan siswa
dinilai sudah mulai bosan menjalani PJJ, dilihat dari semangat mereka dalam mengikuti
pembelajaran. Bahkan, 23,8% guru menilai siswa tidak memiliki motivasi belajar. Data ini
menjadi salah satu bukti turunnya kualitas pendidikan, di mana siswa tidak memiliki ketertarikan
untuk belajar, termasuk mengikuti pembelajaran dan memahami materi.
Hasil survei nasional terhadap kondisi siswa selama PJJ. (Sumber: Lembaga Survei Nasional
yang diambil dari unicef.org)
Menurut data, 39% sekolah mulai dibuka kembali dengan mengikuti panduan dari pemerintah.
Diberlakukannya PTM ini menjadi salah satu langkah pemerintah Indonesia untuk mengatasi dan
atau mencegah munculnya learning loss pada siswa. UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) pun mendukung berlangsungnya PTM di seluruh sekolah Indonesia.
Pel
aksanaan PTM sebagai solusi untuk mengatasi learning loss. (Foto dari kiriman guru di
komunitas ZenRu)
Jika siswa terus-terusan berada di luar sekolah, mereka tidak akan bisa mendapatkan dukungan
ke akses pendidikan. Bagi siswa, sekolah bukan hanya tempat untuk belajar tapi juga lingkungan
yang mendukung mereka untuk meningkatkan berbagai kemampuan, mendapatkan kesempatan
untuk berkembang, dan bersosialisasi. Karena itulah, sekolah kembali dibuka agar siswa tidak
mengalami kemunduran dalam proses belajar (learning loss).
Mengingat pandemi COVID-19 yang belum usai, pemerintah berusaha agar siswa tetap bisa
bersekolah dengan kondisi yang aman dan nyaman. Dengan menerapkan protokol kesehatan
yang ketat, sekolah diharapkan bisa memberikan lingkungan belajar yang lebih aman bagi siswa.
PTM dilakukan secara bertahap dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. (Sumber:
Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19).
Sebagai solusi dalam mengatasi learning loss, setiap elemen pendidikan harus saling memastikan
bahwa siswa mendapatkan hak belajarnya dengan aman dan sehat selama PTM. Dalam hal ini,
diperlukan program atau kegiatan yang berfokus untuk memenuhi hak belajar, kesehatan,
kesejahteraan, dan kebutuhan lain dari siswa. Selain itu, sekolah juga harus membantu siswa
dalam mengejar ketertinggalan pembelajaran selama PJJ. Di lain sisi, pemerintah dan seluruh
elemen terkait juga harus mendukung guru agar dapat mengatasi learning loss yang dialami
siswa.
Mengatasi learning loss yang muncul selama PJJ bukan hanya tugas guru, orang tua, atau
pemerintah. Kita semua yang terlibat di dalamnya berperan untuk mengembalikan kesempatan
dan semangat belajar siswa. Zenius untuk Guru pun akan terus mendampingi Bapak dan Ibu
Guru dalam proses belajar mengajar. Mari bersama-sama kita berikan pembelajaran yang
bermakna bagi siswa!
https://www.nciea.org/blog/school-disruption/contextualizing-covid-19-learning-loss-and-
learning-recovery
Mengkontekstualisasikan COVID-19
“Kehilangan Pembelajaran” dan
“Pemulihan Pembelajaran”
Reformasi Pendidikan Selalu Tentang Memulihkan Kerugian dalam Pembelajaran.
Will Lorie9 Juni 2020
Dalam survei akhir April oleh EdWeek , 320 administrator distrik diminta untuk
menunjukkan kebutuhan paling mendesak yang dapat dibantu oleh vendor penilaian
setelah COVID-19. Puncak daftar: “Penilaian untuk musim gugur 2020 untuk mengukur
hilangnya pembelajaran siswa selama penutupan.” “Pemulihan pembelajaran” (atau
“pemulihan instruksional” atau “pendidikan kompensasi”) telah menjadi prioritas yang
mendesak; berbagai organisasi pendukung pendidikan seperti Zearn , ANet ,
dan Council of Chief State School Officers telah bekerja untuk memenuhi kebutuhan ini.
Dengan sebagian besar kampus sekolah ditutup dan pembelajaran jarak jauh
diterapkan dengan tergesa-gesa untuk bagian terakhir tahun ajaran 2019-2020, banyak
yang khawatir bahwa setelah “dibuka kembali” (bagaimanapun kelihatannya), sekolah
akan menyambut kembali siswa yang kehilangan tempat relatif terhadap tahun-tahun
sebelumnya. Selain itu, kerugian mungkin lebih signifikan bagi siswa berpenghasilan
rendah, mengingat apa yang kita ketahui tentang perbedaan dalam akses teknologi,
kehadiran, dan pengajaran langsung selama pembelajaran jarak jauh awal musim semi
2020.