imbasnya. Di Indonesia, penyebaran Covid-19 ke berbagai provinsi dalam waktu relatif pendek
telah memaksa para pemangku kepentingan pendidikan mengambil keputusan untuk mewajibkan
siswa/mahasiswa belajar di rumah secara daring.
Format kelas tradisional tatap muka serta merta berubah menjadi moda pembelajaran daring total
dengan menggunakan berbagai perangkat manajemen sistem pembelajaran seperti WhatsApp,
Instagram, Google Classroom, Zoom, Jitsi, Google Meet, dan lain-lain.
Sebelum ini, banyak guru/dosen yang sudah nyaman dengan moda pembelajaran tradisional tatap
muka di dalam kelas. Hanya segelintir pendidik yang secara terus menerus meningkatkan ilmu
dan keterampilannya yang dianggap siap menerima perubahan moda pembelajaran.
Pada kenyataannya, jumlah guru/dosen yang siap dengan moda pembelajaran daring total belum
banyak. Apalagi, jika dilihat dari fasilitas untuk menjalankan moda pembelajaran daring total
yang belum tentu memadai.
Tidak meratanya fasilitas koneksi internet terutama di daerah-daerah terpencil dan perangkat
pendukung pembelajaran seperti spesifikasi telepon genggam dan laptop atau PC jika
pembelajaran dilakukan secara daring penuh, membuat hal ini menjadi sebuah ironi.
Tak perlu menyalahkan siapa yang paling bertanggung jawab atas situasi seperti saat ini.
Sekarang, bagaimana semua pihak pemangku kepentingan pendidikan saling bantu dan bekerja
sama menyebar informasi tentang bagaimana melakukan pembelajaran moda daring di dalam
kelas-kelas mereka.
Akhirnya, guru yang bisa, mengajari yang tidak bisa. Guru yang paham memahamkan yang tidak
paham. Kesenjangan dan kekurangan di sana sini tentu harus dimaklumi karena memang belum
ada persiapan terstruktur yang direncanakan untuk mengatasi masalah yang muncul tak terduga
seperti pandemi Covid-19 ini.
Perlu dicatat, bahwa sejak teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat, belum pernah
terjadi pembelajaran daring secara besar-besaran yang diterapkan di hampir seluruh wilayah di
Indonesia seperti saat ini.
Jika ada bencana lokal atau regional, pembelajaran sekolah bukan dialihkan menjadi daring,
melainkan hanya diliburkan selama beberapa minggu saja.
Pandemi ini telah nyata-nyata memaksa kita untuk mengubah moda interaksi dan komunikasi,
bukan saja di di Indonesia saja tetapi di seluruh dunia.
Tantangan guru/dosen saat ini adalah bagaimana tetap melaksanakan proses pembelajaran
dengan tetap mengedepankan pencapaian tujuan pembelajaran melalui media pembelajaran
daring yang ada dan dapat diakses oleh kedua belah pihak (guru dan siswa).
Meski banyak alternatif media pembelajaran daring, tidak semua dapat menggunakannya karena
berbagai alasan seperti kurangnya pengetahuan, keterampilan, tidak memadainya fasilitas,
ketersediaan koneksi internet, dan lain-lain.
Bagi guru/dosen yang telah terbiasa dengan menggunakan teknologi dalam mengajar, tentu
perubahan ini bukan sesuatu yang sulit. Namun, bagi yang belum terbiasa bahkan belum pernah
melakukannya, hal ini bisa memberi dampak yang luar biasa signifikan bahkan bisa membuat
guru/dosen stress dan sangat terbebani.
Perubahan pembelajaran dari tradisional menjadi daring total bukanlah hal mudah seperti
layaknya orang pindah moda komunikasi pesan pendek (SMS) ke Whatsapp.
Banyak hal yang perlu dipelajari lagi, dicermati lagi, dan tentu saja semua membutuhkan
ketrampilan menyerap informasi, navigasi, adaptasi, dan pemecahan masalah.
Terampil dalam melaksanakan pembelajaran daring tentu saja butuh waktu. Dengan kondisi
serba mendadak, tentu saja ketahanan, ketelatenan, dan kemampuan belajar dalam waktu singkat
sangat diperlukan. Seseorang yang lamban dalam penyerapan aplikasi teknologi tentu saja akan
sangat kepayahan dan bisa saja menyerah sebelum mencoba.
Alih-alih dapat melaksanakan pembelajaran dengan efektif, yang terjadi adalah justru pemberian
tugas berlimpah ruah tanpa ada ruang bagi siswa untuk melalui proses input informasi,
internalisasi, dan olah hasil, bahkan tanpa umpan balik.
Di sinilah proses belajar mengalami reduksi. Meski dapat dimaklumi, kondisi seperti ini tidak
boleh dibiarkan terlalu lama. Artinya, harus ada langkah-langkah mitigasi yang terstruktur jika
suatu saat diperlukan pembelajaran daring total lagi di masa mendatang.
Kompleksitas masalah yang dihadapi guru/dosen dalam melaksanakan pembelajaran daring total
memang ditengarai menimbulkan banyak masalah. Namun, situasi seperti ini juga dapat dilihat
sebagai sebuah titik balik yang krusial bagi dunia pendidikan Indonesia ke depan.
Transformasi proses pembelajaran tradisional menjadi daring total karena Covid-19 ini tak
menyisakan banyak pilihan bagi para guru/dosen kecuali terus melaksanakan proses
pembelajaran.
Tuntutan kinerja dan kualitas pendidikan tetap harus dikawal meski banyak penyesuaian di sana
sini. Dengan berbagai keterbatasan, para guru/dosen dituntut untuk dapat beradaptasi sebaik
mungkin dengan kondisi seperti saat ini.
Mereka dituntut untuk belajar lagi, membuka wawasan, meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan serta mempertahankan kinerja mengajar dengan baik.
Bertransformasi. Inilah yang saat ini sedang terjadi dan dilakukan oleh para guru/dosen dalam
bidang pendidikan. Bertransformasi dari pembelajaran tradisional menjadi daring total, media
pembelajaran kertas dan bolpen menjadi layar dan keyboards, transportasi menjadi aplikasi dan
kuota data.
Proses transformasi pengetahuan, ketrampilan, dan kinerja tengah berlangsung. Berhasil tidaknya
belum terukur. Yang terpenting adalah terjaganya semangat belajar para siswa dan proses belajar
yang terus menerus dilakukan baik oleh siswa maupun guru/dosen.
Semangat pembelajaran seumur hidup (lifelong learning) telah dimulai secara luas. Media
pembelajaran bermacam-macam telah mewarnai kelas-kelas daring di Indonesia di semua tingkat
pendidikan.
Orang tua pun tak lepas dari proses transformasi ini. Telepon genggam yang semula hanya
menjadi alat bermain (game), kini berubah menjadi alat untuk belajar.
Orang tua pun dipaksa untuk mengalah karena telepon genggam mereka dipakai untuk kelas
daring anak-anak mereka. Belum lagi waktu yang didedikasikan oleh para orang tua untuk
mendampingi anak-anak mereka belajar di rumah.
Banyak hikmah pembelajaran dari pandemik ini. Bahwa belajar itu bisa sukarela tetapi juga
dipaksa, bisa dalam senang tetapi juga dalam susah. Bahwa mengajar dan belajar pun bisa
dilakukan tanpa pengalaman. Jika hasil tidak memuaskan, tentu saja akan banyak pembenaran.
Untuk para guru/dosen, menjadi pembelajar sepanjang hayat bukanlah sebuah pilihan tetapi
sebuah kewajiban. Mari bersama-sama bertransformasi dalam hal pengetahuan, ketrampilan, dan
kinerja kita.
Tantangan ke depan tak akan pernah menjadi lebih mudah. Perubahan yang telah terjadi saat ini
adalah investasi pengetahuan dan pengalaman untuk masa depan.
Kegagalan saat ini adalah keuntungan berharga untuk perbaikan masa depan pendidikan negara
kita. Transformasi adalah sebuah proses panjang yang tak pernah berujung.
Pendidikan adalah proses yang tanpa akhir (education is the proses without end),
dan pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang
fundamental baik menyangkut daya pikir daya intelektual maupun emosional
perasaan yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya. Oleh
karena itu, proses belajar menjadi kunci untuk keberhasilan pendidikan agar
proses belajar menjadi berkualitas membutuhkan tata layanan yang berkualitas
(Sagala, Syaiful. 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Sagala, Syaiful. 2013. Etika dan Moralitas Pendidikan Peluang dan Tantangan.
Jakarta : Kencana.