Anda di halaman 1dari 6

Soal UAS Intervensi Trauma 2018

Pilihlah salah satu dari kedua kasus ini, dan analislah menggunakan lembar
jawab yang sudah disediakan!
Kirimkan jawaban Anda ke:

monika+intervensitrauma@unika.ac.id
paling lambat 13 Juli 2018 jam 16.00.

Kasus 1
Mawar, 29 tahun berasal dari Solo. Ia dilahirkan di keluarga yang mempunyai keturunan bangsawan.
Ia merupakan anak sulung yang mempunyai dua orang anak laki-laki. Kedua orang tuanya mempunyai
latar belakang ekonomi yang baik. Mereka mempunyai usaha di bidang mebel yang dijalankan oleh ayah
dan ibunya. Sejak kecil, Mawar selalu dididik untuk mempunyai sikap yang baik dan selalu disiplin.
Ibunya mengajarkan bahwa karena ia anak perempuan dari kalangan atas, maka ia harus bisa
mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan sangat baik, termasuk harus berbahasa secara halus. Jika ia
salah berbahasa atau bersikap, maka ia akan dimarahi oleh orangtuanya.
Sejak kecil, ayah Mawar sering bersikap kasar pada ibunya, juga Mawar dan adik-adiknya.
Sepulang kerja, ayahnya sering meminta anggota keluarga untuk melakukan tugas-tugas rumah dengan
baik. Jika ada satu kesalahan yang dilakukan, maka ayahnya akan marah dan memukulnya. Ia juga pernah
dikurung di kamar mandi bersama adik bungsunya karena melakukan kesalahan. Mereka dihukum selepas
mereka menunaikan shalat maghrib bersama, dan baru dikeluarkan di tengah malam. Ayah Mawar juga
selalu meminta Mawar untuk menunaikan ibadah tempat waktu. Jika ia terlambat bangun untuk sholat
subuh, ayahnya akan menyiramnya dengan air sambil membentaknya.
Saat masih kelas 1-2 SD, Mawar masih sering merasa ketakutan dengan apa yang dilakukan oleh
ayahnya. Namun, ibunya mengajarinya untuk dapat melakukan tugas-tugas dengan baik agar ayahnya
tidak memarahinya. Ia juga berkata bahwa sikap kasar ayahnya merupakan aib keluarga. Sehingga Mawar
diminta untuk tidak menceritakan kepada seorang pun mengenai sikap kasar ayahnya. Mawar pun
berhasil beradaptasi dan dapat mengerjakan tugas-tugasnya dengan sangat baik. Saat ia beranjak remaja,
ia tidak pernah lagi dihukum ayahnya karena ia benar-benar bisa mengerjakan tugasnya dengan baik.
Setelah Mawar lulus kuliah, ibunya meninggal. Ayah Mawar meminta Mawar untuk segera
menikah. Mawar saat itu sedang suka pada seorang lelaki, tetapi ayahnya mengatakan bahwa lelaki
tersebut tidak sesuai dengan bibit, bobot, bebet keluarga mereka. Ayah Mawar pun mengenalkan Mawar
dengan anak dari seorang kenalan ayahnya, sebut saja namanya Kumbang. Kumbang tidak berasal dari
keluarga bangsawan tetapi keluarganya merupakan pengusaha. Kumbang berusia 10 tahun lebih tua dari
Mawar dan sedang menyelesaikan pendidikan S2 di luar negeri. Mawar menurut dengan penjodohan
yang dilakukan ayahnya. Ia berkenalan dengan Kumbang hanya selama 1 tahun dan mempersiapkan
menikah. Namun, selama 6 bulan pertama mereka berkenalan, Mawar berada di Inggris, dan hanya
berkomunikasi dengan Mawar lewat chat dan telepon saja.
Setelah menikah, Mawar dan Kumbang tinggal bersama di Semarang. Kumbang mendapat pekerjaan
sebagai pegawai di salah satu bank, namun masih menjalani tahap awal sebagai pegawai baru. Oleh
karena itu, mereka masih belum mempunyai rumah dan mengontrak di suatu area di pinggir kota
Semarang. Mawar yang merupakan lulusan S1 sebenarnya ingin bekerja, tetapi suaminya melarangnya
karena ingin Mawar berkonsentrasi di rumah. Kumbang juga meminta agar mereka tidak mempunyai
anak dulu karena pekerjaan Kumbang masih tergolong baru, sehingga ia baru ingin mempunyai anak
setelah selesai masa training, yaitu satu tahun lagi.
Karena ia belum merasa benar-benar kenal dengan suaminya, saat awal, Mawar merasa hubungan
mereka masih canggung. Namun ia berharap hubungan mereka akan mencair seiring berjalannya waktu.
Namun, yang terjadi adalah Mawar merasa sikap suaminya semakin keras. Sesekali ia menegur dan
membentak Mawar ketika Mawar melakukan kesalahan dalam mengerjakan tugas rumah. Selain itu,
ternyata pada bulan ketiga pernikahan mereka, Mawar mengetahui bahwa dirinya mengandung. Suaminya
sempat memarahinya karena ia tidak ingin punya anak. Mawar merasa bersalah karena mengandung. Ia
merasa bahwa ini adalah kesalahannya.
Suaminya sempat marah besar dan mengatakan untuk menggugurkan bayi tersebut karena masih
berusia kurang dari 1 bulan. Namun Mawar bersikeras mempertahankan kandungannya. Akhirnya,
suaminya membolehkan ia bekerja untuk mencari uang untuk biaya persalinan. Mawar pun mencari uang
tambahan dengan berjualan secara online. Ia pun sempat merasa senang karena usahanya ini berhasil.
Namun, saat kandungannya berusia 8 bulan, Mawar terpaksa harus mengambil bahan jualannya di
suatu daerah yang jauh dari tempat tinggalnya. Ia berangkat menggunakan angkot, dan ternyata saat turun
dari angkot ia terjatuh. Ia mengalami perdarahan dan harus dibawa ke rumah sakit, dokter mengatakan
bahwa kandungannya aman. Sebulan kemudian, ia melahirkan. Pada awalnya suaminya sempat terlihat
bahagia dengan kelahiran anaknya. Namun sayangnya, saat bayi tersebut berusia 5 bulan, ia diketahui
mempunyai kelainan jantung. Mereka sempat membawanya berobat hingga 1 bulan, namun kemudian
bayi tersebut meninggal.
Setelah meninggalnya bayi tersebut, Kumbang makin sering marah-marah pada Mawar. Ia kerapkali
menyalahkan Mawar karena kematian anaknya. Kumbang merasa penyakit anaknya tersebut terjadi
karena Mawar tidak berhati-hati saat naik angkot. Setiap hari Kumbang sering marah dan bahkan
memukuli Mawar. Mawar pun merasa dirinya bersalah, dan menerima saja pukulan KUmbang. Ia merasa
Kumbang sedang bersedih juga. Namun setelah 6 bulan kematian anaknya berlalu, Kumbang justru makin
sering marah dan memukulnya. Sampai suatu hari, ketika Mawar sedang memasak, suaminya
memanggilnya dari ruang tamu. Ia berteriak mengucapkan sesuatu, namun Mawar tidak mendengar
dengan jelas. Mawar pun mendatangi suaminya di ruang tamu dan menanyakan apa yang dikatakan oleh
Kumbang. Kumbang hanya diam saja dan marah-marah dan merasa bahwa Mawar tidak mengerjakan
pekerjaan rumah dengan baik. Mawar hanya menerima saja dan kembali menyelesaikan masakannya.
Tidak berapa lama, setelah kembali ke dapur, Kumbang mendatanginya dan berteriak padanya.
Mawar terdiam, menangis dan merasa bersalah karena pekerjaannya masih saja salah. Kumbang pun
mengambil panci di atas kompor yang berisi sop yang sedang dimasak oleh Mawar, dan menyiramkannya
ke kepala Mawar. Mawar berteriak kesakitan dan menangis meraung-raung, lalu berlari ke luar rumah.
Tetangganya melihatnya dan segera melarikannya ke rumah sakit. Mawar dirawat di rumah sakit selama
beberapa minggu dan Kumbang akhirnya mengunjunginya di minggu kedua. Tapi, bukannya merawat,
Kumbang justru memarahi Mawar dan mengganti perban Mawar dengan sangat kasar.
Saat Kumbang tidak ada, seorang perawat yang sepertinya memahami kondisi Mawar, akhirnya
memberi tahu Mawar mengenai salah satu Lembaga Perlindungan Perempuan yang menghadapi
kekerasan. Mawar menolak untuk melapor karena ia merasa bahwa apa yang dilakukan Kumbang adalah
konsekuensi dari kesalahannya. Ia pada awalnya juga tidak mengaku bahwa Kumbanglah yang menyiram
air panas padanya. Namun, perawat akhirnya berhasil membujuknya dan membawa Mawar ke suatu
rumah perlindungan milik suatu lembaga perlindungan perempuan.
Selama di rumah perlindungan, setiap malam Mawar menangis dan gelisah apakah ia harus
menghubungi Kumbang atau tidak. Tapi setiap diajak untuk bercerita mengenai KUmbang, ia terlihat
bergetar, napasnya terlihat sangat cepat. Ia juga tidak mau makan jika menu yang tersedia adalah sop.

Peran Anda
Anda menjadi seorang sarjana psikologi yang bekerja pada lembaga perlindungan perempuan
tersebut. Anda diminta untuk memberikan pendampingan psikologis kepada Mawar selama ia berada di
lembaga perlindungan.

Kasus 2
Ibu Anggrek adalah seorang guru les bahasa Inggris berusia 30 tahun, yang mengajar di suatu
SD di pinggir kota Semarang. Ia merupakan guru yang sangat telaten dalam mendampingi siswa-
siswanya. Karena para siswa tinggal di daerah pada penduduk, dan berasal dari kalangan menengah ke
bawah, Bu Anggrek berniat untuk membantu mereka belajar, tidak hanya di sekolah tapi juga di rumah.
Bu Anggrek sering mengunjungi rumah-rumah para siswa tersebut.
Ketika melihat daerah tempat tinggal siswa-siswanya, Bu Anggrek menjadi tahu kondisinya.
Kebanyakan orang tua siswa tersebut bekerja sebagai buruh atau cleaning service. Rumah tinggal mereka
sangatlah sempit dan rumah mereka menempel dengan tetangga. Terkadang, hanya ada 1-2 ruang di
dalam ruang, sehingga anak-anak tidur bersama orang tua mereka. Orang tua bekerja setiap hari Senin-
Sabtu dari pagi sampai sore. Setelah pulang, biasanya para bapak-bapak berkumpul di pos ronda. Saat
pulang, beberapa mabuk dan berjudi. Saat akhir pekan, beberapa di antara mereka tetap berada di pos
ronda hingga pagi hari dan terkadang terjadi perkelahian. Terkadang, anak-anak ikut melihat perkelahian
tersebut karena mereka masih keluar sampai malam. Kebanyakan orang tua anak-anak tersebut tidak
mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi. Sebagian besar lulus SMA/SMK, namun sebagian lain
hanya lulusan SMP dan SD.
Setelah beberapa kali mengajar anak-anak tersebut, Ibu Anggrek makin dekat dengan seorang
anak perempuan kelas 5 SD, yaitu, Melati. Melati pada awalnya tidak begitu antusias ketika ada di kelas,
namun setelah melihat bu Anggrek sering ke rumahnya, ia menjadi dekat. Melati pun makin banyak
bercerita dengan bu Anggrek. Melati bercerita bahwa ia adalah anak ke-3 dari 6 bersaudara. Kakak
sulungnya merantau ke Jakarta, sedangkan ia dan keempat saudaranya yang lain tinggal bersama kedua
orangtuanya di rumah mereka yang hanya terdiri dari dua ruangan. Saat malam, mereka sekeluarga tidur
bersama.
Suatu hari, Melati mendekati bu Anggrek dan menceritakan bahwa ada rahasia yang ingin ia
ceritakan. Ia bercerita bahwa ia mempunyai seorang guru yang sangat dekat dengannya, yaitu pak Joko.
Pak Joko adalah guru seni di SD tersebut. Pak Joko adalah orang yang sangat baik, ia sering melucu dan
banyak mengobrol dengan siswa-siswa, terutama dengan Melati. Pak Joko terkadang juga dengan
asyiknya mengajak siswa bernyanyi sambil menari, serta mengajak siswa tos. Beberapa siswa yang baik,
juga dipeluk dan dicium keningnya oleh pak Joko.
Melati juga bercerita bahwa menangis sendirian di belakang sekolah yang sepi. Melati sering
menangis karena ia tahu ayah dan ibunya tidak bisa membelikan barang-barang keperluan sekolahnya,
seperti tempat pensil, sepatu, atau kaos kaki baru. Jika Melati melihat temannya membeli sepatu baru,
saat istirahat, ia akan pergi menangis di belakang sekolah. Ia pernah sesekali meminta dibelikan kepada
orangtuanya. Namun saat diminta, orangtuanya hanya menjawab singkat “Raduwe duit, Wuk. Goleka
wong tuwo liyane nek pengin duwe sepatu anyar.” Ayahnya tidak pernah mengajak berbicara cukup
banyak. Sepulang kerja, ayahnya hanya nongkrong di pos ronda saja dan tidak mau banyak berbicara
dengan Melati.
Suatu hari pak Joko melihat Melati menangis. Pak Joko pun mendekati dan mengajak Melati
bercerita. Melati pun menceritakan mengenai permasalahannya. Pak Joko yang lembut di mata Melati
menghibur Melati dengan berbagai candaan. Setelah Melati tertawa, Pak Joko memeluknya, lalu
mencium keningnya, dan mengatakan pada Melati bahwa ia boleh bercerita pada Melati jika merasa
sedih. Pak Joko juga mengatakan bahwa ia sayang pada Melati seperti seorang Ayah pada anaknya.
Keesokan harinya, saat istirahat, Melati kembali berada di tempat sama. Pak Joko mendatanginya,
menghiburnya, mencium keningnya, lalu memeluk Melati sangat erat, dan membaringkannya seperti
guling. Melati menyadari bahwa Pak Joko seperti menggesek-gesekkan sesuatu. Hal itu terjadi beberapa
kali selama sebulan ini.
Melati bercerita pada bu Anggrek mengenai hal tersebut, namun tidak ada ekspresi ketakutan di
mata Melati. Ia mengatakan pada bu Anggrek bahwa pak Joko adalah orang yang sangat baik dan mau
untuk menghibur. Ia merasa senang dan dekat dengan Pak Joko. Baginya, pak Joko adalah guru yang baik
dan menggantikan ayahnya. Ia bercerita pada bu Anggrek dengan tersenyum dan tersipu-sipu, ia
kemudian mengatakan pada bu Anggrek bahwa ini rahasia, namun ia tertawa saat mengatakan hal
tersebut. SElain itu, Melati juga tahu bahwa pak Joko juga “sayang” dengan beberapa siswa lainnya. Ia
pernah melihat Pak Joko memeluk siswi lain sambil berbaring. Melati justru makin merasa bahwa Pak
Joko adalah guru yang baik dan pengertian pada siswi-siswinya.
Sebagai seorang guru yang dekat dengan siswa, bu Anggrek pun tidak memarahi Melati. Bu
Anggrek berkomunikasi dengan kepala sekolah dan beberapa lembaga bantuan hukum. Setelah
menemukan bukti-bukti yang valid, kepala sekolah pun memberikan surat pemberhentian sementara bagi
pak Joko, serta melaporkan kasus tersebut kepada kepolisian. Kepala sekolah memanggil para orangtua
dan melaporkan kasus ini ke pihak yang berwajib. Pak Joko pun tidak lagi mengajar di SD tersebut.
Orang tua Melati, yang kemudian menyadari bahwa Melati menjadi korban, memberi tahu
Melati bahwa apa yang dilakukan Pak Joko adalah salah dan bahwa pak Joko sudah diberhentikan dari
sekolah. Mengetahui hal itu, Melati justru sedih dan menangis. Ia marah pada orang tuanya, ia juga marah
pada bu Anggrek. Ia tidak mau lagi berangkat ke sekolah, dan hanya berada di rumah. Ia setiap hari hanya
duduk di rumah, tanpa mau berkomunikasi dengan orang lain. Jika diajak bicara, apalagi menyangkut pak
Joko, ia justru akan menangis meraung-raung. Pihak sekolah kemudian meminta bantuan psikologis pada
pelayanan konseling psikologis di pemerintahan.
Peran Anda
Anda adalah seorang sarjana psikologi yang ditugaskan untuk mendampingi Melati agar ia mau kembali

lagi masuk sekolah.

Anda mungkin juga menyukai