Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

STASE KEPERAWATAN GADAR DAN KRITIS

Oleh:
Nadilla Putriadi, S.Kep
NIM. 212311101032

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
DAFTAR ISI

BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................3


1.1 Pengertian Fraktur Femur........................................................................................................3
1.2 Anatomi Fisiologi Tulang Femur..............................................................................................3
1.3 Etiologi Dan Epidemiologi........................................................................................................4
1.4 Tanda dan Gejala......................................................................................................................5
1.5 Klasifikasi...................................................................................................................................5
1.6 Patofisiologi................................................................................................................................7
1.7 Komplikasi.................................................................................................................................7
1.8 Pemeriksaan Khusus dan Pemeriksaan Penunjang................................................................8
1.9 Penatalaksanaan........................................................................................................................8
1. 10 Pathway.................................................................................................................................11
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................................12
2.1 Identitas Klien..........................................................................................................................12
2.2 Pengkajian................................................................................................................................12
2.3 Daftar Diagnosis......................................................................................................................16
2.4 Rencana Keperawatan Pre-Op...............................................................................................17
2.5 Rencana Keperawatan Post-Op..................................................Error! Bookmark not defined.

2
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Fraktur Femur


Fraktur adalah putusnya kontinuitas jaringan tulang komplit maupun tidak komplit
yang diakibatkan oleh suatu trauma, namun beberapa fraktur dapat terjadi secara sekunder
akibat proses penyakit seperti osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis (Andri
dkk., 2020). Fraktur femur merupakan putusnya kontinuitas batang femur yang diakibatkan
oleh trauma langsung seperti kecelakaan, jatuh dari ketinggian dan biasanya lebih banyak
dialami oleh laki-laki dewasa (Widyastutsi, 2015 dalam Astuti dan Ilmi, 2019).

Fraktur femur merupakan salah satu trauma mayor karena tulang femur yang kuat
hanya bisa terpatah dengan adanya trauma yang besar. Fraktur femur juga merupakan
keadaan yang gawat dan harus segera ditangani terlebih ketika terjadi open fraktur. Tulang
femur yang besar dan kuat akan menyebabkan robekan yang luas pada kondisi open fraktur
dan dapat menyebabkan kehilangan darah sekitar 1000-1500 cc. Kehilangan darah yang
cukup banyak sangat berisiko fatal pada tubuh manusia apabila tidak ditangani secara
kompleks (Astuti dan Ilmi, 2019).

1.2 Anatomi Fisiologi Tulang Femur


Tulang femur atau tulang paha merupakan tulang terkuat dan terpanjang yang dimiliki
tubuh manusia. Tulang femur berbentuk pipa dan mempunyai batang dan dua ujung. Tulang
femur berartikulasi dengan acetabulum secara proksimal untuk membentuk sendi panggul
dan berartikulasi secara distal dengan tibia dan patella membentuk sendi lutut (Nugrahaeni,
2020).

Femur terdiri atas 3 bagian yaitu ujung atas, corpus dan ujung bawah. Ujung atas pada
femur terdiri dari caput, collum dan trochanter. Caput adalah masa bulat yang mengarah ke
dalam dan ke atas, permukaannya licin dan tertutupi ole tulang rawan kecuali pada bagian
fovea, ada cekungan kecil yang merupakan tempat melekatnya ligamentum yang
menghubungkan caput pada daerah kasar pada acetabulum os coxae. Collum merupakan
bagian yang menghubungkan caput dengan corpus yang mengarah ke bawah dan lateral.
Trochanter terdapat 2 bagian yaitu trochante major di sebelah lateral dan trochante minor di
sebelah medial (Gibson, 2003).

3
Corpus merupakan tulang panjang dengan ukuran bagian tengahnnya lebih kecil.
Permukaan corpus sebagian besar licin dan memiliki otot yang melekat. Bagian posterior
terdapat linea aspera yang merupakan rigi tulang ganda yang brejalan ke arah bawah dari
trochanter di atas dan melebar pada bagian bawah mengapit bagian yang licin (Gibson,
2003).

Ujung bawah pada tulang femur terdiri dari condylus medialis dan lateralis yang
besar. Condylus memiliki permukaan sendi untuk tibia di bagian bawah dan patella di bagian
depan (Gibson, 2003).

1.3 Etiologi Dan Epidemiologi


Fraktur femur dapat disebabkan oleh kecelakaan baik kecelakaan lalu lintas maupun non-lalu
lintas. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 kecelakaan non-lalu lintas
yang dapat menyebabkan fraktur diantaranya peristiwa terjatuh (3,8%) dan peristiwa tertusuk
benda tajam atau tumpul (1,7%). Peristiwa kecelakaan ini dapat terjadi saat melakukan
aktivitas rumah tangga, kecelakaan kerja dan kecelakaan olahrga. Selain itu kecelakaan lalu
lintas juga menjadi penyebab 8,5 %. Pada penelitian lain persentase fraktur tulang panjang
yang diakibatkan oleh kecelakaan non-lalu lintas 62,5% dan yang disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas sebesar 37,5%.5 Menurut Depkes RI tahun 2011, dari sekian banyak

4
kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki
prevalensi yang paling tinggi di antara fraktur lainnya (46,2%) (Ramadhani dkk., 2019).

1.4 Tanda dan Gejala


Tanda gejala pada fraktur femur menurut Smeltzer & Bare, 2012 dalam Suriya dan
Zuriati, 2019. Diantaranya adalah :

1. Nyeri yang sifatnya terus menerus setelah terjadi trauma dan terjadi spasme otot.

2. Terjadi pergerakan tidak selaras/ tidak terkontrol pada ekstremitas yang mengalami fraktur.

3. Deformitas akibat pergeseran fragmen pada tulang.

4. Terjadi pemendekan tulang.

5. Pembengkakan dan perubahan warna pada daerah yang mengalami fraktur.

6. Teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus atau krepitasi yang teraba akibat
gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

1.5 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur didasarkan pada berbagai hal, menurut Suriya dan Zuriati, 2019
dalam bukunya menuliskan beberapa klasifikasi fraktur yaitu:

a. Berdasarkan komplit atau tidak komplit

1. Fraktur komplit : garis patahan melalui seluruh penampang tulang atau melalui
keuda korteks tulang.

2. Fraktur tidak komplit : garis patah tidak melalui sleuruh garis penampang tulang.

b. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :

1. Fraktur komunitif : ketika garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

2. Fraktur Segmental : garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

3. Fraktur Multiple : garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.

c. Berdasarkan posisi fragmen :

5
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

2. Fraktur Displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen.

d. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1. Fraktur tertutup (Closed)

Fraktur tertutup adalah kondisi saat tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih tanpa komplikasi. Klasifikasi fraktur
tertutup berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a) tingkat 0: frakur dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak di sekitarnya.

b) tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

c) tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.

d) tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartement.

2.Fraktur terbuka (Open/Compound)

Fraktur terbuka adalah kondisi ketika terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

a) Grade I: luka bersih kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak minimal. Biasanya
merupakan hasil dari fraktur simpletransverse dan fraktur obliq pendek.

b) Grade II: luka lebih dari 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan
ada kontaminasi.

c) Grade III: luka sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif pada otot, kulit dan struktur neurovascular. Grade III dibagi menjadi 3 kelas
lagi berdasarkan keparahan luka yang ditimbulkan.

Grade III A: tidak membutuhkan kulit untuk penutup lukanya.

6
Grade III B: jaringan lunak hilang dan tampak jaringan tulah sehingga
membutuhkan kulit untu penutup (skin graft).

Grade III C: terdapat kerusakan arteri yang harus segera diperbaiki dan
berisiko untuk dilakukannya amputasi.

1.6 Patofisiologi
Trauma pada femur yang menyebabkan patah tulang baik komplit maupun tidak
komplit berakibat pada kerusakan di jaringan korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan
jaringan lunak. Masalah lain yang timbul yaitu terjadinya perdarahan dan kerusakan jaringan
di sekitarnya. Kondisi ini memicu hematom pada kanal medul antara tepi tulang bawah
periostrium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur (Suriya dan Zuriati, 2019).

Hematom merupakan salah satu dari respon inflami akibat adanya sirkulasi jaringan
nekrotik yang memicu vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Respon ini merupakan
tanggapan alamiah tubuh untuk melakukan proses penyembuhan pada daerah cedera dengan
peningkatan suplai darah. Hematom yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah dapat
meningkatkan tekanan kapiler pada otot sehingga menstimulasi histamin pada otot yang
iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya edema dan menekan ujung syaraf, dan apabila berlangsung lama
dapat berakibat pada terjadinya syndrom kompartement (Suriya dan Zuriati, 2019).

1.7 Komplikasi
a. Komplikasi awal :

Komplikasi awal yang mungkin terjadi setelah terjadinya fraktur yaitu syok terutama pada
open fraktur yang dapat menyebabkan perdarahan yang masif. Kondisi syok dapat
mengancam jiwa apabila tidak segera mendapatkan penangan yang tepat (Suriya dan Zuriati,
2019). Infeksi dan sepsis juga dapat menjadi ancaman pada fraktur terbuka dan merupakan
komplikasi tersering yang terjadi. Kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada open fraktur
grade 1 sekitar 0-2% sedangkan pada open fraktur grade 3 sekitar 10-50% (Hidayati dkk.,
2017).

b. Komplikasi lambat :

7
Komplikasi lambat yang dapat terjadi pada fraktur adalah penyatuan tulang yang terlambat
atau bahkan tidak ada penyatuan. Kondisi ini terjadi ketika penyembuhan tulang tidak terjadi
pada waktu normal berdasarkan jenis dan fraktur tertentu. Penyatuan tulang yang terlambat
atau lebih lama dari perkiraan berhubungan dengan adanya proses infeksi sistemik dan
tarikan jauh pada fragmen tulang. Sedangkan tidak terjadinya penyatuan diakibatkan karena
kegagalan penyatuan pada ujung-ujung tulang yang mengalami patahan (Suriya dan Zuriati,
2019). Osteomyelitis kronis juga dapat diakibatkan dari kelanjutan infeksi akut yang terjadi
pada open fraktur, kemungkinan terjadinya sekitar 5%. Komplikasi lain yang dapat terjadi
pada open fraktur adalah nonunion yang dapat terjadi pada 48% dari kasus patah tulang
terbuka (Hidayati dkk., 2017).

1.8 Pemeriksaan Khusus dan Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Khusus

1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : digunakan untuk menentukan lokasi


dan luasnya fraktur.

2. Scan tulang : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan


jaringan lunak (Suriya dan Zuriati, 2019).

b. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah lengkap

2. Arteriografi : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.

3. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliens ginjal (Suriya
dan Zuriati, 2019).

1.9 Penatalaksanaan
a. Triage

Triage merupakan sistem pemilahan pasien berdasarkan tingkat kegawatan


kondisinya. Sistem triage yang dapat menjadi acuan perawat adalah Simple Triage and Rapid
Treatment (START). Prinsip dari START sendiri adalah membedakan pasien berdasarkan 4
label warna. Warna hijau untuk pasien sadar, dapat berjalan, walking wounded, dan pasien
histeris. Warna kuning untuk pasien dengan ancaman kecacatan namun tidak mengancam

8
nyawa, TTV stabil, warna kuning merupakan pasien prioritas nomor 2 untuk diselamatkan.
Warna merah digunakan untuk pasien dengan TTV tidak stabil, ada gangguan airway,
breathing, circulation, dan merupakan pasien prioritas nomor 1 untuk diselamatkan. Warna
hitam digunakan pasien meninggal (Amri dkk., 2019).

b. Primary Survey

Pertama kali yang perlu dilakukan saat menolong korban adalah 3A (Aman diri, aman
lingkungan, aman pasien) selanjutnya cek respon klien dengan memanggil korban dengan
sebutan umum, apabila tidak ada respon cek dengan melakukan rangsang nyeri dibagian
sternum serta antara ibu jari dan jari telunjuk. Kondisi fraktur femur terutama fraktur femur
terbuka survei primer yang perlu dilakukan adalah evaluasi mengenai ABCDE (Airway,
Breathing, Circulation, Disability, Exposure) (Hidayati dkk., 2017).

1. Airway: Cek kepatenan jalan nafas, ciri-ciri adanya gangguan jalan nafas ketika suara
nafas terdengar

a. Gurgling : lakukan finger swap, atau dapat dengan suctioning.

b. Snoring: lakukan pembebasan jalan nafas dengan teknik Head, Till, Chinlift, dan
jaw thrust. Pembebasan jalan nafas menggunakan alat dapat dilakukan dengan
oropharingeal dan nasopharingeal.

c. Crowing/stridor: Intubasi RSI.

2. Breathing: Hitung RR pasien dan saturasi oksigen (>30x/menit = keadaan parah).


Berikan bantuan terapi oksigen sesuai saturasi oksigen. Beberapa sumber mengatakan
pasien dengan fraktur ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow
oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask dengan reservoir bag.

3. Circulation: Lakukan pengecekan CRT (normal<3 detik), apabila CRT tidak normal
ada kemungkinan terjadinya syok. Lakukan bebat bidai pada fraktur dan hentikan
perdarahan semaksimal mungkin. Berikan terapi cairan kristaloid 20-40 cc/kg dan
tranfusi darah apabila perlu.

4. Disability: Menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat terhadap
keadaan neurologis. Penilaian yang dilakukan adalah penilaian tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal apabila diperlukan.

9
5. Exposure: Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien apakah terdapat luka lain. Irigasi luka
untuk membersihkan kotoran yang menempel pada luka penting untuk dilakukan.

c. Secondary Survery

Secondary survey merupakan pemeriksaan lanjutan dari kepala sampai kaki yang
dilakukan pada pasien dengan hemodinamik yang stabil. Pasien dengan trauma yang
mengancam nyawa dilakukan secondary survey setelah surgical resuscitation. Anamnesis
pada secondary survey meliputi riwayat Mode of Injury (MOI) dan AMPLE. MOI merupakan
anamnesa terhadap penyebab trauma seperti trauma tajam, tumpul, trauma thermal baik
karena suhu dingin maupun panas, dan bahan berbahaya seperti bahan kimia, toksin atau
radiasi. AMPLE meliputi alergy, medication, past illnes, last meal, event/environment.
Pemeriksaan fisik pada secondary survey dapat dijabarkan berdasarkan regio maupun sistem
organ (B1-B6) (Hidayati dkk., 2017).

d. Prinsip tatalaksana fraktur femur

Prinsip penatalaksanaan fraktur meliputi (Nurarif, 2015 dalam Suriya dan Zuriati, 2019) :

a. Reduksi

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat-alat yang digunakan
biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pen, kawat, sekrup, plat dan paku.

b. Imobilisasi

Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna. Mempertahankan dan
mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri,
perabaan dan gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang
yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.

10
c. Cara Pembedahan yaitu pemasangan screw dan plate atau dikenal dengan pen merupakan
salah satu bentuk reduksi dan imobilisasi yang dikenal dengan Open Reduction and Internal
Fixation (ORIF).

11
1. 10 Pathway
Trauma
Tumpul maupun tajam

Fraktur femur

Diskontinuitas tulang Pergesaran fragmen


femur tulang

Perubahan jaringan
Deformitas Nyeri Akut
sekitar

Gangguan fungsi
Laserasi kulit Risiko Infeksi
muskuloskeletal

Putusnya pembuluh
Kerusakan integritas kulit Hambatan mobilitas fisik
darah vena/arteri

Penurunan
Syok Hipovolemik Perdarahan Gangguan pertukaran gas
oksihemoglobin

12
Perfusi jaringan perifer
Spasme otot Edema tidak efektif
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER


ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
(INSTALASI GAWAT DARURAT)

2.1 Identitas Klien


Identitas klien berisi nama, tanggal lahir, umur, alasan masuk rumah sakit, dan
diagnosa medis.

2.2 Pengkajian
a. Primary Survey

1. Respon

Pengkajian mengenai respon pasien terhadap panggilan, rangsang nyeri, dan


apakah pasien dapat diajak berkomunikasi atau tidak. Pasien dalam keadaan sadar dan
dapat diajak berkomunikasi menunjukan kemungkinan bahwa tidak ada cedera otak,
sedangkan pasien dalam keadaan sadar namun sulit diajak berkomunikasi baik
disorientasi, apatis, maupun meracau tidak jelas menunjukkan kemungkinan adanya
cedera otak atau gagar otak. Pasien dalam keadaan pingsan dapat coba dibangunkan
dengan menggunakan rangsang nyeri, apabila pasien tetap tidak terbangun maka
lakukan pengkajian dan pertolongan selanjutnya dengan segera.

2. Airway

Masalah airway dapat dilihat dengan memeriksa suara napas dengan metode
look, listen, and feel. Masalah yang mungkin timbul pada airway adalah:

– Obstruksi jalan napas karena benda asing, cairan, ataupun fraktur maksilofasial.

– Fraktur servikal harus selalu dicurigai terutama pada kondisi kesadaran menurun,
adanya jejas di atas clavicula, dan nyeri leher.

3. Breathing

Pengkajian pada breathing yang dapat dilakukan adalah dengan menghitung frekuensi
napas/Respiratory rate (RR), melihat gerakan dada simetris atau tidak, melakukan
perskusi dada apabila kondisi memungkinkan, mendengar napas apakah vesikuler,

13
meningkat atau menurun. Distres napas yang dapat terjadi antara lain dapat
disebabkan oleh pneumotoraks, flail chest dengan contusio pulmonum, hematotoraks,
atau fraktur costa.

4. Circulation with hemorrage control

Hal–hal yang dapat dilihat untuk mengidentifikasi masalah circulation secara cepat
adalah tingkat kesadaran, warna kulit dan CRT (normal<3 detik), nadi lemah atau
kuat, frekuensi nadi (normal 60-100x/menit). Perlu diperhatikan mengenai sumber
perdarahan baik internal bleeding yang paling banyak disebabkan oleh perdarahan
intraabdomen, hematotorakss masif, dan fraktur pelvis maupun eksternal bleeding
terutama pada ekstremitas.

5. Disability

Disabilty dalam pengkajian ini merupakan masalah yang disebabkan oleh


kesadaran yang menurun dan disebabkan oleh perdarahan intrakranial atau edem otak.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi masalah disability adalah: –
Memeriksa skala kesadaran antara lain dengan metode AVPU (Alert, Verbal, Pain,
Unresponsive) atau GCS (Glasgow Coma Scale). – Memeriksa adakah lateralisasi
dengan melihat ukuran pupil dan reflek cahaya.

6. Exposure

Evaluasi kondisi pasien dengan membuka semua pakaian pasien untuk


memeriksa apakah ada cedera lain atau tidak, namun tubuh pasien harus tetap dijaga
agar tidak terjadi hipotermi.

b. Secondary survey

1. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang pada pasien dengan fraktur femur dapat dikaji
mengenai bagaimana fraktur terjadi dan penyebabnya apakah trauma tajam ataupun
trauma tumpul.

2. Riwayat kesehatan terdahulu

Riwayat kesehatan terdahulu dapat berupa penyakit yang pernah dialami,


alergi obat dan makanan, serta obat-obat yang digunakan.

14
3. Pengkajian Head to toe

Keadaan umum

Keadaan umum pasien apakah komposmentis, apatis, somnolen, atau tidak


sadar.

Tanda vital dan nyeri

Pada pasien dengan fraktur femur terutama open fraktur biasanya frekuensi
nadi cepat diatas normal >100x/menit dikarenakan adanya periode kompensasi tubuh
terhadap kehilangan darah yang masif. Nyeri pada fraktur femur dapat mencapai
tingkat 10 karena biasanya dapat membuat pasien gelisah, berteriak hingga menangis
karena nyeri yang dirasakan.

Tanda vital Tekanan Darah : Normal (90/60 -100/120) mmHg

Nadi : Normal (60-100) X/mnt

RR : Normal (16-24) X/mnt

Suhu : Normal (36,5-37,5) 0C

a. Kepala

Periksa persebaran rambut, periksa adanya luka, benjolan dan nyeri tekan.
b. Leher
Periksa apakah ada luka di leher, dan kemungkinan adanya cedera leher.
Perhatikan warna kulit area leher, apakah ada indikasi terjadinya perdarahan.
c. Dada

1) Jantung

Periksa bunyi pada jantung, bunyi jantung normal yaitu S1 dan S2 yang teratur
60-100x.

2) Paru-Paru

Inspeksi : Lihat ada tidaknya pernapasan cuping hidung dan retraksi dinding
dada.

15
Palpasi : Lihat apakah terdapat nyeri tekan dan krepitasi.

Perkusi : Suara sonor (normal)


Auskultasi : Bunyi nafas normal (vesikuler), tidak terdengar bunyi nafas
tambahan ronchi, wheezing.

d. Abdomen

I: Lihat apakah terdapat disetensi abdomen atau tidak, lihat apakah ada jejas atau
hematom yang mengindikasikan adanya perdarahan.
P: lakukan palpasi pada abdomen apakah ada benjolan atau masa, dan nyeri tekan.
P: bunyi normal abdomen adalah timpani.
A: bising usus normal 5-30x/menit.

e. Urogenital

Periksa adanya tanda-tanda ruptur uretra apabila ditemui adanya luka pada
daerah alat genitalia.

f. Ekstremitas

Pada fraktur femur tanda-tanda fraktur ditegakkan dengan adanya nyeri,


krepitasi, atau gerakan abnormal serta ditunjang dengan pemeriksaan lanjutan.
Pemantauan nilai pulsasi perifer dan sindrom kompartemen juga penting untuk
dilakukan.

g. Punggung

Periksa apakah ada tanda-tanda internal bleeding dan fraktur vertebra.

h. Keadaan lokal

Keadaan lokal pada daerah cedera yaitu fraktur femur, apakah terdapat
perderahan yang masif, sindrom kompartemen dan tanda-tanda terjadinya syok
hemoragik.

i. Tindakan prehospital

Tindakan prehospital pada kasus fraktur femur yang perlu dilakukan adalah
memfiksasi atau mengimobilisasi bagian fraktur dengan bidai minimal melewati 2
sendi. Pada kasus open fraktur penekanan pada daerah luka dengan menggunakan
kain ataupun mitela jika ada penting dilakukan untuk meminimalisir hilangnya darah,

16
yang tentunya tetap dengan memperhatikan bagian tulang yang keluar untuk tetap
dilindungi.

j. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : digunakan untuk menentukan lokasi


dan luasnya fraktur.

2. Pemeriksaan darah lengkap

3. Arteriografi : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.

4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliens ginjal.

5. Scan tulang : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan


jaringan lunak.

2.3 Daftar Diagnosis


1. Gangguan mobilitas fisik

2. Nyeri Akut

3. Kerusakan integritas kulit

4. Perfusi perifer tidak efektif

5. Risiko Syok

6. Gangguan pertukaran gas

7. Risiko Infeksi

17
2.4 Rencana Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1. Gangguan Mobilitas Fisik Kriteria 1 2 3 4 5 Pembidaian (1.05180)
Observasi
hasil
1. Identifikasi kebutuhan dilakukan
Nyeri V pembidaian.
2. Monitor adanya perdarahan pada area
Kecemasan V cedera.
Terapeutik
Gerakan V
3. Tutup luka terbuka dengan balutan.
tidak 4. Atasi perdarahan sebelum bida terpasang.
5. Minimalkan pergerakan terutama pada
terkoordinasi
bagian yang cedera.
Mobilitas Fisik (L.05042) 6. Berikan bantalan pada bidai.
7. Imobilisasi sendi di atas dan di bawah
area cedera.
8. topang kaki menggunakan penyangga
kaki (footboard) jika ada.
9. Tempatkan ekstremitas dalam posisi
fungsional, jika memungkinkan.
KETERANGAN: 10. Gunakan kedua tangan untuk menopang
area cedera.
1= Meningkat 11. Gunakan kain gendongan (sling) secara
tepat.
2= Cukup Meningkat Edukasi
12. Jelaskan tanda dan gejala sindrom
3= Sedang kompartemen (5P: pulseless, parastesia,
paln, paralysis, palor)
4= Cukup Menurun

5= Menurun

18
2 Nyeri Akut Tingkat Nyeri (L.08066) Pemberian Analgesik (1.08243)
Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri.
Kriteria 1 2 3 4 5 2. Identifikasi riwayat alergi obat.
hasil 3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
(misal narkotika, non-narkotik, atau
Keluhan V NSAID)
Nyeri Terapeutik
4. Tetapkan target efektifitas analgesik
Meringis V untuk mengoptimalkan respons pasien.
Edukasi
Berfokus V
5. jelaskan efek terapi dan efek samping
pada diri obat.
Kolaborasi
sendiri
6. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
Sikap V analgesik.
protektif

KETERANGAN:
1= Meningkat
2= Cukup Meningkat
3= Sedang

19
4= Cukup Menurun
5= Menurun
3. Kerusakan Integritas Penyembuhan Luka (L.14130) Perawatan Luka (1.14565)
Kulit Kriteria 1 2 3 4 5 Observasi
1. Monitor kondisi luka
hasil Terapeutik
Penyatuan V 2. Gunakan teknik aseptik selama merawat
luka
tepi luka 3. Bersihkan luka dengan cairan steril (NaCl
Jaringan V 0.9%)
Edukasi
granulasi 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian anti biotik
KETERANGAN:
1= Menurun
2= Cukup menurun
3= Sedang
4= Cukup meningkat
5= Meningkat

4. Perfusi perifer tidak Perfusi Perifer (L. 02011) Perawatan Neurovaskuler (1.06204)
efektif Observasi
1. Monitor perubahan warna kulit abnormal
(misal pucat, kebiruan, keunguan,
kehitaman)
2. Monitor perubahan sesnsasi ekstremitas
(misal penuh, parsial)
3. Monitor adanya pembengkakan
4. Monitor CRT
5. Monitor tanda-tana vital
6. Monitor adanya tanda-tand sindrom

20
KETERANGAN: kompartemen.
Kriteria 1 2 3 4 5 Terapeutik
7. Elevasikan ektremitas (tidak melebihi
hasil level jantung)
Warna 8. Pertahankan kesejajaran anatomis
Kriteriakulit V 5
1 2 3 4 ekstremitas.
pucat Edukasi
hasil
Edema V 9. Anjurkan melapor jika menemukan
Pengisian V perubahan abnormal pada pemantauan
perifer neurovaskular.
kapiler
Parastesia

1= Meningkat
2= Cukup Meningkat
3= Sedang
4= Cukup Menurun
5= Menurun

Perfusi Perifer (L. 02011)

Keterangan:
1= Memburuk
2= Cukup memburuk
3= Sedang
4= Cukup membaik
5= Membaik

5 Risiko Syok Tingkat Perdarahan (L.02017) Manajemen Perdarahan (1.02040)

21
Observasi
1. Identifikasi penyebab perdarahan.
Kriteria 1 2 3 4 5 2. Monitor tekanan darah dan parameter
hasil hemodinamik (tekanan vena sentral dan
tekanan baji kapiler atau arteri pulmonal)
Hemoglobin V 3. Monitor intake dan output cairan.
Hematokrit V 4. Monitor deliveri oksigen jaringan (misal
SaO2)
Tekanan V Terapeutik
5. Istirahatkan area yang mengalami
darah
perdarahan.
Denyut nadi V 6. Lakukan penekanan atau balut tekan
8. Pertahankan akses IV.
apikal Edukasi
Suhu tubuh V 9. Anjurkan membatasi aktivitas
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian cairan
11. Kolaborasi pemberian tranfusi darah
Keterangan:
1= Memburuk
2= Cukup memburuk
3= Sedang
4= Cukup membaik
5= Membaik

6. Gangguan pertukaran gas Pertukaran Gas (L.01003) Terapi oksigen (1.01026)


Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor aliran oksigen secara periodik
dan pastikan fraksi yang diberikan cukup.
Teraperutik
3. Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Siapkan dan atur peralatan pemberian

22
oksigen
5. Berikan ksigen tambahan
Kriteria 1 2 3 4 5 6. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
hasil dengan tingkat mobilitas pasien.
Kolaborasi
Dispnea V 7. Kolaborasi penentuan dosis oksigen.
Bunyi napas V
tambahan
Pusing V
Napas V
cuping
hidung

KETERANGAN:
1= Meningkat
2= Cukup Meningkat
3= Sedang
4= Cukup Menurun
5= Menurun

7. Risiko Infeksi Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (1.14539)


Observasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
dan sistemik.
Teraperutik
2. Berikan perawatan kulit pada area edema.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak

23
KETERANGAN: dengan pasien dan lingkungan pasien.
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
Kriteria hasil 1 2 3 4 5 berisiko tinggi.
Demam V Edukasi
5. Jelaskan tandan dan gejala infeksi.
Kemerahan V 6. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi.
Nyeri V
Bengkak V
Drainase purulen V

1= Meningkat
2= Cukup Meningkat
3= Sedang
4= Cukup Menurun
5= Menurun

24
DAFTAR PUSTAKA

Amri, A., M. Manjas, dan H. Hardisman. 2019. Analisis implementasi triage, ketepatan
diagnosa awal dengan lama waktu rawatan pasien di rsud prof. dr. ma hanafiah sm
batusangkar. Jurnal Kesehatan Andalas. 8(3):484.

Andri, J., H. Febriawati, Padila, Harsismanto, dan R. Susmita. 2020. Nyeri pada pasien post
op fraktur ekstremitas bawah dengan pelaksanaan mobilisasi dan ambulasi dini. Journal
of Telenursing (JOTING). 2(1):61–70.

Astuti, N. dan B. Ilmi. 2019. Pengelolaan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer pada
pasien post orif hari ke-3 atas indikasi fraktur femur dextra 1/3 distal di rsud ungaran.
Indonesian Journal of Nursing Research (IJNR). 3(1):42–51.

Hidayati, A. N., M. I. Akbar, A. N. Rosyid, A. Machin, dan A. A. Wardhana. 2017. Gawat


Darurat Medis Dan Bedah. Surabaya: Airlangga University Press.

Ramadhani, R. P., N. Romadhona, M. A. Djojosugito, E. H. Dyana, dan D. Rukanta. 2019.


Hubungan jenis kecelakaan dengan tipe fraktur pada fraktur tulang panjang ekstremitas
bawah. Jurnal IntegrasiKesehatan & Sains. 1(22):32–35.

Suriya, M. dan Zuriati. 2019. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi Nanda NIC & NOC. Padang: Tim Kreatif
Penerbit.

25

Anda mungkin juga menyukai