Anda di halaman 1dari 4

NAMA : HASRINDA RAMADHANI

NIM : 0610213044

PRODI : ILMU PERPUSTAKAAN (3)

TUGAS : RESPON PAPER KE-2

DOSEN : AULIA KAMAL,MA.

FILSAFAT ILMU (PENDEKATAN KAJIAN KEISLAMAN)

Dr. Abdul Chalik

Judul Buku : Filsafat Ilmu (Pendekatan Kajian Keislaman)

Editor : Moh. Badrus Sholeh

Penerbit : Arti Bumi Intaran

Design Cover : Intermata Design

ISBN : 978-602-7731-57-8

Dalam sebuah perdebatan ilmiah atau filsofis, istilah pengetahuan (knowlodge), ilmu
(science) dan filsafat (philosophy) selalu muncul bersamaan meskipun dalam sudut pandang
yang berbeda. Bagi masyarakat akademis, istilah tersebut dianggap hal yang remeh bahkan
sudah menjadi santapan sehari-hari yang selalu muncul disetiap obrolan dan tulisna. Sehingga
pembicaraan tentang tema pengetahuan, ilmu dan filsafat terkesan sepele, set-back, dan
terkesan ingusan karena semua orang dapat menjangkaunya.

Kuliah filsafat ilmu merupakan tahapan awal untuk memperoleh posisi keilmuwan
(displin) sarjana, perlu ada studi lanjutan untuk memperkaya dan memperdayakannya
sehingga keilmuwan yang dimiliki benar-benar dewasa.

Pemetaan pengetahuan, ilmu dan filsafat dan bagaimana cara kerjanya merupakan
salah satu langkah awal (awant garde) menuju pengenalan lebih lanjut filsafat ilmu. Tanpa
mengetahui atau menguasai pemetaan jangan berharap banyak bisa paham kuliah filsafat
ilmu.
Dari mana ilmu pengetahuan diperoleh, apakah (hanya) berasal dari hasil observasi
saja? Kata Descartes, pengetahuan berangkat dari keraguan. Keraguan apapun yang muncul
dalam fikiran seseorang akan melahirkan berbagai persoalan, dan dari persoalan tersebut
muncullah rasa ingin tahu untuk mencari jawaban. Itulah titik awal sumber pengetahuan.
Begitu pentingnya makna keraguan, sampai-sampai sastrawan seperti Shakespare
melantunkan sebuah puisi yang mengajak para pembacanya untuk meragukan segala hal:
Ragukan bahwa bintang-bintang itu api,
Ragukan bahwa matahari itu bergerak,
Ragukan bahwa kebenaran itu dusta,
Tapi ‘jangan ragukan cintaku’!
Berbeda dalam konteks keimanan, keraguan dalam sains justru menjadi penting dan
membawa berkah pengetahuan. Keraguan adalah sumber pengetahuan, ‘cogito ergu sum’,
kata Descartes. Keraguan ala Descartes seakan menjadi tabir penyingkap sikap skeptis yang
membelenggu fikiran kaum sophis selama berabad-abad. Dengan keraguan, fikiran akan
mempertanyakan semua persoalan yang dihadapi termasuk, kebenaran yang ‘Haq’.
Pengetahuan secara definitif sangatlah banyak, yang masing-masing memberi ukuran
kapasitas uji makna pengetahun itu sendiri. Dalam istilah Inggris pengetahuan adalah
knowledge, yang memiliki pengertian berbeda dengan ilmu-pengetahuan yang dikenal dengan
istilah science. Muhammad Hatta mendefinisikan pengetahuan sebagai sesuatu yang didapat
dari pengalaman. Max Scheller mendefinisikan pengetahun adalah bentuk partisipasi suatu
realitas ke realitas lain, tetapi tanpa modifikasi dalam kualitas lain. Ia membedakan
pengetahuan ke dalam tiga kategori
1. pengetahuan tentang penguasaan dan prestasi yang memberi kemungkinan kepada
subyek untuk mengetahui lingkungannya.
2. pengetahuan kultural yang memungkinkan untuk melakukan perubahan-perubahan
kolektif terhadap lingkungannya.
3. Pengetahuan yang membebaskan diri dari cengkraman dunia lahir..
Sedangkan pengetahuan menurut Pudjawijatna adalah hal-hal yang berlaku umum dan
pasti yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari, atau pengetahuan yang diperoleh secara
tidak sadar. Dari berbagai definisi di atas, maka pengetahuan dapat diartikan sebagai sesuatu
yang diperoleh berdasarkan pengalaman keseharian baik secara sadar atau tidak yang
menghubungan realitas subyek dan obyek. Dalam pengetahuan tidak diperlukan kriteria-
kriteria yang menggambarkan suatu obyek, pengetahuan adalah murni berdasarkan persepsi
akal yang tergambar melalui pengalaman keseharian. Contoh, seseorang yang jalan-jalan di
sebuah kebun dan menemukan sekian banyak hal-hal baru yang tidak pernah ditemui
sebelumnya, seperti jenis tanaman, bunga, aneka pepohonan liar, berbagai jenis ikan atau
hewan, maka seseorang tersebut telah memiliki pengetahuan baru di bidang itu. Atau seorang
mahasiswa yang sedang berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan dan menemukan sesuatu
yang tidak pernah terlihat sebelumnya, maka pengenalan empiris terhadap benda tersebut
disebut pengetahuan. Pengenalan terhadap suatu hal tidak disertai dengan kontrak akademis
antara subyek dan obyek, karena bersifat pengalaman sementara semata yang temporal dan
konstan. Pengetahuan terhadap suatu hal yang baru adalah wajar karena setiap orang
didorong oleh keinginan yang sangat kuat (kuriositas) yang melandasi setiap langkahnya.
Jadi, pengetahuan tidak memiliki kualifikasi standar yang memerlukan syarat-syarat ketat.
Namun posisi pengetahuan sangat penting karena dari sinilah (khususnya dalam tradisi
berfikir empirik-deduktif) premis-premis diperoleh, selanjutnya akan dilakukan generalisasi.
Dengan kata lain, pengetahuan hanya tumpukan fakta-fakta, kasus atau data yang terjadi di
lapangan kemudian diserap oleh indera tanpa melalui proses yang matang. Kata ‘matang’
menjadi kata kunci, karena tidak semua pengalaman empiris dapat ditangkap dengan baik
kemudian diurai secara mendalam dengan menggunakan seperangkat piranti akademik.

jauh sebelum kelahiran ilmu pengetahuan modern yang menjadi peletak dasar
scientific knowledge, agama sekian dalam abad lamanya sudah tumbuh dan berkembang
sekaligus menjadi pedoman masyarakat dalam mengatur urusan keduniaan sekaligus sumber
informasi mengenai kehidupan setelah mati kelak. Agama-agama besar (yang dianut oleh
sebagian besar penduduk dunia) seperti Yahudi, Nasrani dan Islam lahir sebelum ilmu-
ilmu modern yang menjadi cikal-bakal kelahiran era modern. Berabad-abad lamanya
masyarakat dunia tidak menggunakan piranti sosiologi untuk memahami struktur dan
dinamika masyarakat, tidak menggunakan antropologi untuk sekedar berinteraksi dengan
budaya masyarakat lain yang berbeda atau tidak menggunakan kecaanggihan teknologi dalam
mengatur rumah tangga, adiministrasi kantor dan urusan publik lainnya. Akan tetapi mereka
mempedomani suatu keyakinan keagamaan yang semuanya serba abstrak dan absolut, dan
menjadikannya sebagai falsafah dalam urusan apapun termasuk dalam mengatur urusan
dunia. Bahkan jauh sebelum agama-agama besar lahir, masyarakat Yunani Kuno pra-Socrates
meyakini adanya kekuatan di luar kekuatan manusia (gaib) yang menjadi dasar dalam
membangun tata kehidupan sehari-hari. Keyakinan akan adanya kekuatan adi kodrati tersebut
(agama) secara alamiah terjadi pada tiap manusia dari generasi ke generasi, dengan berbagai
suku, bangsa dan negara.
Respon Paper 2
BAB II

 Buku ini ditulis dengan sangat baik, topiknya mudah dipahami. Buku ini juga
cocok dijadikan bahan tugas untuk mahasiswa/mahasiswi. Namun bahasanya
informal terdapat kata “ingusan” sehingga sedikit terlihat aneh ketika
membacanya.
 Dengan topic disetiap sub bab-nya begitu menarik, penulis berhasil membuat
buku ini menjadi buku bacaan yang cocok dibaca. Namun, karena pengguna
bahasa yang “Tinggi” dan istilah ilmiah yang terlalu banyak.
 Untuk cover bukunya terihat sangat sederhana sehingga tidak begitu menarik
tampak dari luar.
 Seharusnya isi bukunya disetiap menampilkan bab baru jangan ada paper kosong
karena dikira pembaca isinya tersebut sudah selesai.
 Untuk dihalaman 19 pada sub bab 2 terlihat ada sebuah puisi, sehingga begitu
sangat menarik agar para pembaca tidak bosan membaca dari setiap isi buku
tersebut

Respon Paper 2

BAB IV

 Pada bagian bab IV ini juga begitu bermakna karena ilmu filsafat dikaitkan
dengan ilmu islam sehingga untuk para pembaca juga agar mengetahui segala
sesuatu harus dilandasi dengan ilmu.
 Dengan tiap isi pada bab IV ini begitu menarik, karena dibagian isinya sangat
begitu dijelaskan dengan adanya membuat struktur peta konsep sehingga para
pembaca sangat bisa memahami bagaimana isi dalam bab IV tersebut.
 Seharusnya isi bukunya disetiap menampilkan bab baru jangan ada paper kosong
karena dikira pembaca isinya tersebut sudah selesai.

Anda mungkin juga menyukai