Disusun oleh :
Nama : M. Ilham Fadli
NIM : 161420062
Kelas : III B
Program Studi : Teknik Pengolahan Migas
CEPU
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis Panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat
serta Hidayah-nya sehingga dapat menyelesaikan makalah kesehatan, keselamatan
kerja dan lingkungan e yang berjudul :
“Analisa Kasus Gas Exploison of Jubail Petrochemical Plant, Saudi Arabia”
Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan, saran serta kritikan
dari berbagai pihak. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua Orang tua penulis yang telah mendoakan kelancaran penulis.
2. Bapak Farid Alfalaki Hamid, M.T selaku Dosen Matakuliah K3L.
3. Para Dosen Pengajar PEM Akamigas.
4. Serta Teman-teman PEM Akamigas yang telah membantu penulis dalam
penyusunan makalah ini.
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang. Kritik dan saran dari
pembaca sangat diharapkan oleh penulis demi peningkatan penyusunan laporan
ditahun berikutnya.
M. Ilham Fadli
NIM. 161420062
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar belakang....................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan..............................................................................................2
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................20
4.1 Tinjauan Permasalahan......................................................................................20
4.2 Konsep Pemadaman...........................................................................................22
4.3 Media Pemadaman Kebakaran..........................................................................23
4.4 Tindakan Perusahaan.........................................................................................26
4.5 Usaha-usaha Penangulangan umum bahaya kebakaran.....................................27
iii
BAB V PENUTUP.................................................................................................27
5.1 Simpulan............................................................................................................27
5.2 Saran..................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
mempelajari fenomena kecelakaan, faktor penyebab, serta cara efektif untuk
mencegahnya. Upaya pencegahan kecelakaan kerja di Indonesia masih menghadapi
berbagai kendala, salah satu diantaranya adalah pola pikir yang masih tradisional
yang menganggap kecelakaan adalah sebagai musibah, sehingga masyarakat bersifat
pasrah terhadap kecelakaan kerja yang menimpa mereka (Ramli, 2010).
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
2. Process Safety Information (PSI)
Organisasi / Pengusaha harus mengumpulkan dan mencatat Proses Safety
Information (PSI) sebelum melakukan analisis bahaya.
Tujuan dari informasi tersebut adalah sebagai langkah awal melakukan identifikasi
bahaya dan resiko yang terkait dengan aktifitas proses tersebut. Informasi tersebut
meliputi bahan kimia yang digunakan / diproduksi, teknologi, serta peralatan yang
dipergunakan. Secara khusus apabila mempergunakan bahan kimia berbahaya,
informasi meliputi toksisitas, Nilai Ambang batas, sifat fisika & kimia, reaktifitas,
corrosifitas, serta bahaya yang akan timbul saat bereaksi.
MSDS dan P&ID’s (diagram alir perpipaan dan instrumentasi) harus dibuat.
Critical Parameter seperti batasan maksimum dan minimum penyimpanan bahan
kimia harus dipersiapkan. Informasi lain terkait sistim keselamatan seperti
temperatur, tekanan minimum dan maksimum, sistem ventilasi dan kode standarisasi
harus diperhitungkan dalam desain.
3. Process Hazards Analysis (PHA)
PHA (Process Hazards Analysis) didefinisikan oleh OSHA sebagai pendekatan,
menyeluruh, teratur, sistematis untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan
mengendalikan bahaya dari proses yang melibatkan bahan kimia berbahaya.
PHA adalah kunci untuk upaya K3 karena memberikan informasi untuk membantu
manajemen dan pekerja meningkatkan keselamatan dan membuat keputusan yang
tepat untuk menurunkan resiko. Beberapa metode yang digunakan adalah :
Checklist
What-if/checklist
Hazards Operability Study(HAZOP)
Failure Modes and Effect ANalysis(FMEA)
Fault Tree Analysis
4
Penekankan analisis tersebut adalah bahwa PHA harus dilakukan olem team
yang mengetahui tentang proses dan teknik analisis bahaya.
Dalam PHA harus dijelaskan jangka waktu untuk melaksanakan rekomendasi tindak
lanjut, dan di analisis ulang apabila ada perubahan.
PHA disarankan dievaluasi ulang tiap 5 tahun sekali.
4. Operating Procedure / Prosedur Operasi
Prosedur Operasi menggambarkan pekerjaan yang harus dilaksanakan, data-data
harus dicatat (kondisi operasi normal, maksimum dan minimum paramater).
Prosedur juga harus mengidentifikasi tindakan pencegahan Kecelakaan dan Penyakit
Akibat Kerja. Prosedur Operasi harus jelas singkat dan konsisten dengan PSI (Process
Safety Information) yang mengacu kepada PHA (Process Hazards Analysis).
Prosedur Operasi harus dievaluasi secara berkala dan diupadate apabila ada
perubahan parameter, konsisten dengan proses yang ada.
Pelatihan untuk pelaksanaan prosedur operasi juga harus menjelaskan apa yang harus
dilakukan pada kondisi darurat.
5. Training / Pelatihan
Pelatihan merupakan elemen yang cukup penting dalam penerapan PSM. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan training adalah sebagai berikut:
pelaksanaan pelatihan harus dipastikan bahwa peserta dapat memahami resiko
pekerjaan terkait proses ataupun bahayanya bekerja dengan bahan kimia
berbahaya, termasuk mengerahui apa yang harus dilakukan dalam kondisi
darurat.
Pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan
Secara periodik dievaluasi keefektifan dari pelaksanaan teraining tersebut.
6. Contractor’s Obligation / Kewajiban kontraktor
Banyak perusahaan yang mempekerjakan kontraktor dalam pekerjannya.
Meruypakan tanggungjawab perusahaan untuk memastikan bahwa kontraktor yang
bekerja di area kerjanya telah memiliki cukup pengetahuan dan keahlian dalam
5
melaksanaan pekerjaan sesuai dengan persyaratan K3 khususnya yang kontak dengan
bahan kimia berbahaya. Kontraktor bertanggungjawab untuk melaksanakan prosedur
kerja keselamatan yang ditetapkan oleh perusahaan.
Pihak perusahaan harus melakukan evaluasi terhadap kinerja kontraktor dalam
melaksanakan prosedur kerja selamat.
7. Pre-Startup Safety Review
Banyak kecelakaan terjadi masa transisi ke fase operasi stabil, seperti pada saat
start up atau commisioning pada peralatan baru, khususnya apabila ada perubahan
/modifikasi peralatan. Pre startup sangat perlu dilakukam dan ditulis dalam prosedur
operasi. Semua parameter telah ditulis dalam P&ID dan prosedur emergency
shutdown telah dikomunikasikan.
8. Mechanical Integrity
Dalam pengoperasian peralatan, hal yang sangat penting adalah perawatan dari
peralatan tersebut. Harus dipastikan bahwa peralatan tersebut dapat dioperasikan
dengan baik. PSM mempersyaratkan terdapat prosedur perawatan tertulis untuk
peralatan sebagai berikut :
Bejana Tekan dan tangki penyimpan
Sistim perpipaan (termasuk komponennya seperti valve)
Sistim Relief dan venting
Sistim emergency shutdown
Sistim kontrol (sensor, alarm, interlock)
Pompa
Prosedur tersebut mencakup inspeksi dan testing
9. Hot Work Permit / Ijin Pekerjaan Panas
Pekerjaan perbaikan ataupun modfikasi yang sifatnya tidak rutin, khusunya hot
work seperti aktifitas pengelasan berpotensi terhadap kebakaran dan peledakan.
Organisasi harus mempunyai prosedur ijin pekerjaan panas untuk memastikan
pekerjaan tersebut telah di analisa resikonya, terdapat upaya menurunkan resikonya
6
(mitigasi) dan personil yang terlibat dalam pekerjaan tersebut telah mengetahui
bahaya yang timbul akibat pekerjaan tersebut.
10. Management of Change / Manajemen Perubahan
Sistim yang digunakan dalam operasi seperti mesin, design, prosedur, bahan
baku ataupun personil yang terlibat seringkali terdapat perubahan yang kadang-
kadang bisa meningkatkan resiko. Untuk itu, perubahan tersebut harus dievaluasi
untuk memastikan resiko dari segi K3-nya dapat dikontrol.
Analisis perubahan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
Data Teknik perubahan
Pengaruh perubahan terhadap pekerja ditinjua dari K3
Modifikasi prosedur operasi
Waktu yang dibutuhkan untuk perubahan
Otorisasi persyaratan dari perubahan yang diusulkan
Organisasi tidak seharusnya berasumsi sedikit perubahan tidak berpengaruh kepada
K3. Banyak kecelakaan yang berakibat dari perubahan kecil yang dianggap tidak
berpengaruh terhadap K3.
11. Investigasi Kecelakaan
Problem atau masalah yang diketahui tidak seharusnya untuk dibiarkan.
Kegagalan untuk investigasi serta memperbaiki dari akar permasahan (root cause)
dapat berakibat kecelakaan akan terulang bahkan dapat berakibat lebih besar.
Organisasi harus fokus terhadap pencegahan kecelakaan tidak hanya melaporkan
problem dan ini membutuhkan analsis akar permasalahan. Organisasi harus memiliki
program yang aktif untuk mengidentifikasi problem yang ada sehingga kecelakaan
tidak terjadi. Nearmiss yang dapat berakibat kepada bencana industri harus segera di
tindak lanjuti. Belajar dari bencana industri yang telah terjadi sebagai upaya
pencegahan keelakaan sangatlah penting.
7
12. Rencana Tanggap Darurat
PSM sebagai upaya yang sangat penting sebagai pencegahan kecelakaan, tetapi
bagus apapaun organisasi berupaya membangun sistim K3, desain bisa gagal,
personil dapat berbuat kesalahan sehingga terjadi insiden diluar kendali perusahaan.
Oleh karena itu, organisasi harus merencanakan untuk keadaan darurat dan siap untuk
merespon. Minimal, pengusaha harus mengembangkan rencana tanggap darurat yang
meliputi tempat evakuasi dan pelatihan dalam penggunaan alat pelindung diri.
Karyawan harus dilatih untuk rencana ini agar bisa efektif, dan sistem alarm harus
diterapkan.
13. Compliance Audit
Audit adalah sarana untuk memastikan bahwa prosedur dan pelaksanaan PSM
dilaksanakan dan memadai. Persyaratan PSM, audit harus dilakukan setidaknya setiap
tiga tahun. Audit harus dilakukan oleh individu atau tim yang terlatih, dan audit harus
direncanakan untuk memastikan keberhasilan pelaksanannya.
14. Trade Secret / Rahasia Dagang
Organisasi harus membuat informasi keselamatan penting tersedia bagi semua
personil yang terlibat, mengembangkan analisis bahaya, membuat prosedur operasi,
menyediakan perencanaan dan tanggap darurat, serta melakukan audit.
Organisasi harus membuat informasi ini tersedia bahkan jika rahasia dagang
disertakan. Namun, organisasi dapat membuat kesepakatan bahwa rahasia dagang
tidak disebar luaskan.
8
3.3 PILAR HSE VISION
Tujuan utama adalah tidak terjadinya kerugian pada manusia, asset atau
perusahaan
Parameter yang ditinjau diantaranya :
a. N.O.I (Number Of Incident)
Adalah jumlah terjadinya insiden yang merugikan baik manusia, asset maupun
lingkungan. Parameter utama yang difokuskan adalah manusia (pekerja). Dengan
batasan NOI yang mengakibatkan kerugian adalah “nol” atau tidak boleh adanya
insiden didalam lingkup perusahaan. Berikut gambaran segitiga insiden :
Kejadian yang menyebabkan korban meninggal
dunia
Kejadian dimana korban tidak dapat kembali bekerja
Kejadian dimana dalam 24 jam bisa bekerja (kerja
ringan)
Kejadian yang dibutuhkan tindakan medis namun
dalam 24 jam kembali
Kejadian yang cukup mendapatkan bantuan P3K
b. Proper (Program peringkat Kinerja Perusahaan)
Proper merupakan salah satu upaya kementrian lingkungan hidup untuk
mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui
instrumen informasi yang dilakukan melalui berbagai kegiatan umum :
Mendorong perusahaan untuk mentaati peraturan perundang-undangan
melalui insentip dan disinsentip reputasi.
Mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya untuk
menerapkan produksi bersih (clean production)
Peringkat reputasi proses dibagi menjadi 5, yaitu :
9
o EMAS : secara konsisten menunjukan keunggulan lingkungan, melaksanakan
bisnis perusahaan yang beretika dan bertanggungjawab terhadap
masyarakat.
o HIJAU : melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang disyaratkan
dalam peraturan UU.
o BIRU : melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan yang disyaratkan
dalam peraturan UU.
o MERAH : melakukan pengelolaan lingkungan belum sesuai dengan yang
disyaratkan dalam peraturan UU.
o HITAM : melakukan perbuatan atau melakukan kelalaian yang mengakibatkan
pencemaran lingkungan dan atau kerusakan lingkungan serta
pelanggaran terhadap peraturan UU.
c. TRIR (Total Recordable Incident Rate)
Merupakan indikator untuk seberapa seringnya kecelakaan atau keparahan
kecelakaan yang terjadi. Serta sebagai alat ukur khususnya kinerja keselamatan
dan kesehatan kerja perusahaan. Formula perhitungan TRIR yang diterbitkan
lembaga OSHA (Occupational Safety and Health Administration)
10
Adalah tatalaksana pengaturan program HSE agar berjalan dengan lancar
dalam rangka penyelenggraan HSE, elemen yang dipakai diantaranya :
Process Safety Management (PSM)
Sistem Manajemen Lingkungan
Risk Survey Audit Management
3. PILAR III : Process Technology
Adalah pemanfaatan teknologi terkini untuk menunjang HSE serta memasukkan
fungsi HSE kedalam tekonologi tersebut.
Elemen teknologi sebagai penunjang HSE :
Initiative HSE Improvement, contohnya : Chemical Environment Management
System (CEMI), Pengelolaan limbah B3 dengan basis teknologi.
Mechanical Integrity, contohnya memasang teknologi deteksi dini kegagalan
proses
Adapun elemen pemasukan fungsi HSE kedalam teknologi yaitu :
Hazard Operability Study (HAZOPS)
Mechanical Safety Data Sheet (MSDS)
Pre Safety Start Up Review (PSSR)
Tiga pilar HSE tersebut ditunjang dengan pondasi sustainability untuk
mempertahankan tujuan HSE yaitu :
1. Leadership
Fungsional sebagai pengantar kegiatan HSE dengan cara pengamatan langsung
melalui elemen – elemen :
S.W.A.T (Safety Walk adn Trough) : dimana tim manajemen yang ditunjuk
langsung mendatangi tempat kerja untuk melihat sejauh aman implementasi HSE
dilapangan serta bisa melakukan intervensi apabila ada situasi yang tidak aman
Safety Comitte Meeting : Media penghubung sebelum melaksakan pekerjaan,
dimana pengawas memberitahukan kepada bawahannya tentang aspek – aspek
HSE yang harus dilaksanakan dalam pekerjaan tersebut.
11
2. Organization Capability
Untuk menjaga kapabilitas HSE mana yang perlu dilakukan beberapa hal,
diantaranya:
Training dan Upskilling HSE untuk pekerja
Melakukan Drill (simuasi) aspek HSE Emergency Drill Operational,
Emergency Response Simulation
Membentuk tim bantuan keadaan darurat (TBKD) untuk mem-back up operasi.
3. HSE Culture
Menjadikan HSE sebagai budaya kerja dengan melakukan :
Safety Integrity dan Implementation (SIIP)
APD Compliance
Monitoring SIKA (surat zin kerja aman)
Frontline Motivation (motivasi kerja langsung yang behadapan bahaya dengan
mengharapkan awarness atau reward)
PEKA (pengarahan Kerja Aman)
Penerapan OHSAS 18001 : sebagai acuan sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja serta penerapan ISO 14001 sebagai acuan dalam
pengimplementasian sistem manajemen lingkungan
12
BAB III
METODELOGI ANALISA
13
kontrak ini dilakukan dalam penyediaan teknologi Syintetic Rubber dan
Polybutadien.
Pada mulanya project pembangunan kilang etilen dan polietilen dimulai pada
kuartal keempat tahun 1998 dengan biaya pinjaman dari 16 bank sebesar $720
juta dengan jangka waktu pelunasaan selama 8,5 tahun.
Perluasan kilang meliputi dari pembangunan kilang polyethylene dengan
kapasitas 218.000 ton/tahun Low-density dan kilang olefin cracker menghasilkan
700.000 ton/tahun ethylene dan 200.000 ton/tahun propylene. Pabrik ini
menggunakan teknologi modern dari ExxonMobil pada unit LDPE high pressure.
Kilang ini juga bertujuan dalam penghilangan bottleneck dari LDPE dan
peningkatan kapasitas kilang sebesar 40% dari 615.000 ton/tahun menjadi
850.000 ton/tahun terselesaikan pada november 1999. Kilang Olefin III
beroperasi pada tahun 2001, dengan kapasitas bahan baku: 800.000 ton
ethylene /tahun, 160.000 ton propylene /tahun dan 25.000 ton benzene /tahun
sehingga biaya pembangunan kilang baru sekitar $1 miliar yang dirancang oleh
Tecnimont Arabia and Tecnimont.
Pada januari 2001, Petrokemya memberikan kontrak baru untuk
pembangunan kilang baru dengan penambahan kapasitas HDPE dan LLDPE
sebesar 800.000 metric ton/pertahun. Proyek ini dikerjakan oleh Toyo
Engineeering Corporation of japan. Petrokemya saat ini memproduksi 2,5 metric
ton/tahun berbagai macam produk petrokimia dan polimer seperti etilena,
benzena, propilena, butadiena, butena-1 dan polistiren.
14
3.2 Geografis Perusahaan
15
Industri lama dengan
Industrial Industri yang Industri yang baru Industri baru
Total pembesaraan
Park Beroperasi dibangun (tahap Design)
kapasitas
Primary 19 2 7 28 8
Secondary 21 1 6 28 2
Support 136 28 32 196 7
Total Industries 176 31 45 252 17
Tabel 3.1 Jenis-jenis industri di kota Jubail
Keterangan :
1. Industri Primer: Pengilangan, petrokimia dasar, pupuk, dan pabrik baja.
2. Industri Sekunder: Terutama petrokimia dan plastik khusus. Bahan baku terutama dari industri primer.
3. Dukungan & Industri Ringan: Fabrikasi dan manufaktur ringan untuk mendukung industri primer dan sekunder dan
masyarakat.
16
3.3 Permasalahan
Bahaya berpotensi berarti peluang terjadinya risiko yang dapat memengaruhi
lingkungan, kesehatan, dan keselamatan, properti dan bisnis dan menciptakan
alasan signifikan untuk masalah.
Dalam konteks ini, bahaya petrokimia telah dipertimbangkan dalam lingkup
bahaya teknologi. Risiko yang berpotensi timbul dari kegiatan eksplorasi dan
produksi minyak dalam industri minyak dan gas di Arab Saudi telah dirujuk
sebagai bahaya petrokimia dalam penelitian ini. Arab Saudi adalah salah satu
negara penghasil minyak dan gas utama terkemuka di dunia, oleh karena itu,
masuk akal untuk mengeksplorasi dampak bahaya petrokimia di dalam negeri
lingkungan, kesehatan dan keselamatan dan tingkat kesiapan untuk manajemen
mereka.
Risiko bencana yang dapat timbul dari bahaya teknologi mungkin termasuk
pelepasan zat (bahan kimia, nuklir, biologis), kegagalan struktural, ledakan,
kebakaran, gangguan lingkungan, antara lain. Bahaya petrokimia, aktivitas
seismik, dan perubahan iklim adalah risiko di Kerajaan Arab Saudi dan miliki
berpengaruh pada frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem yang
mempengaruhi lingkungan. Sebagai contoh, banjir di Arab Saudi dan Yaman
antara 2008 dan 2009 menelan biaya total kerusakan ekonomi yang diperkirakan
sekitar 1,3 milyar USD (IRDR, 2013).
17
Gambar 3.3 Ledakan di Jubail Petrochemical Plant
Pada tahun 2012 Pukul 10:30 Pagi, telah terjadi insiden kecelakaan yang
menewaskan 6 pekerja asing di Al-Jubail Petrcohemical plant, Saudi Arabia.
Berdasarkan informasi dari juru bicara media untuk direktorat Pertahanan Sipil di
Provinsi Timur, Kolonel Ali Al-Qahtani mengatakan kebakaran terjadi di salah
satu reservoir perusahaan pengembangan lingkungan.
Ledakan itu terjadi ketika staf pemeliharaan melakukan pekerjaan pengelasan
pada tangki yang mengandung bensin diesel campuran. Ledakan dan kebakaran
ini menyebabkan kematian enam pekerja dan cedera lainnya.
Ledakan dan kebakaran di Al-Jubail Petrochemical plant dapat dipadamkan
dalam waktu 2,5 jam. Dari kejadian tersebut banyak dampak yang ditimbulkan
seperti: menimbulkan korban jiwa di dalam dan di lingkungan kerja, potensi
bahaya lingkungan seperti polusi udara, dan kerusakaan ekosistem serta kerugian
finansial yang diderita oleh perusahaan.
18
Pada makalah ini, penulis akan menjelaskan analisa penyebab dan solusi yang
ditawarkan agar peristiwa kebakaran dan ledakan di Al-Jubail Petrochemical
Plant tidak terjadi lagi.
19
BAB IV
PEMBAHASAN
20
a) Kebakaran kelas A
Kebakaran kelas A adalah kebakaran bahan biasa atau padat kecuali
logam yang mudah terbakar seperti kertas, kayu, pakaian, karet, plastik
dan lain-lain. Jika terjadi kebakaran kelas A maka dapat digunakan
metode pemadaman dengan cara pendinginan dengan air. Pemadaman
dengan air atau busa kelas A.
b) Kebakaran kelas B
Kebakaran kelas B adalah kebakaran bahan cairan dan gas yang
mudah terbakar seperti minyak, bensin, solar, gas LPG, LNG dan lain-
lain. Jika terjadi kebakaran kelas B maka metode pemadaman yang dapat
digunakan adalah:
1. Penutupan atau pelapisan atau penyelimutan
2. Pemindahan bahan bakar
3. Penurunan temperature
c) Kebakaran kelas C
Kebakaran kelas C adalah kebakaran yang diakibatkan dari kebocoran
listrik, konsleting termasuk perlatan bertenaga listrik. Jika terjadi
kebakaran kelas C metode pemadaman yang dapat digunakan adalah:
1. Pemadaman menggunakan bahan yang non konduksi listrik
2. Putuskan arus listrik dan padamkan seperti pemadaman kebakaran
kelas A atau kelas B
d) Kebakaran kelas D
Kebakaran kelas D merupakan kebakaran yang sangat jarang terjadi
dan
biasanya terjadi pada logam seperti seng, magnesium, serbuk alumunium
dan lainlain.Jika terjadi maka metode pemadamannya adalah pelapisan
atau penyelimutan dengan bahan pemadam khusus terutama bubuk kering
tertentu.
21
4.2 Konsep Pemadaman
Adapun konsep pemadaman kebakaran yang dapat dilakukan seperti:
4.2.1 Pemadaman dengan Pendingin
Teknik pendinginan (cooling) adalah teknik memadamkan kebakaran
dengan cara mendinginkan atau menurunkan temperatur uap atau gas yang
terbakar sampai kebawah temperature nyalanya. Cara ini banyak dilakukan
oleh petugas pemadam kebakaran dengan menggunakan semprotan air ke
lokasi atau titik kebakaran sehingga api secara perlahan dapat berkurang dan
mati. Semprotan air yang disiramkan ke tengah api akan mengakibatkan udara
sekitar api mendingin. Sebagian panas akan diserap oleh air yang kemudian
berubah bentuk menjadi uap air yang akan mendinginkan api (Ramli, 2010).
4.2.2 Pembatasan Oksigen
Untuk proses pembakaran, suatu bahan bakar membutuhkan oksigen
yang cukup misalnya kayu akan mulai menyala pada permukaan bila kadar
oksigen ,acetylene memerlukan oksigen dibawah 5%, sedangkan gas dan uap
hidrokarbon biasanya tidak akan terbakar bila kadar oksigen di bawah 15%.
Sesuai dengan teori segitiga api, kebakaran dapat dihentikan dengan
menghilangkan atau mengurangi suplai oksigen, dengan membatasi atau
mengurangi oksigen dalam proses pembakaran api dapat padam, teknik ini
dikenal dengan smothering.
4.2.3 Penghilangan Bahan Bakar
Api secara alamiah akan mati dengan sendirinya jika bahan yang dapat
terbakar sudah habis. Atas dasar ini, api dapat dikurangi dengan
menghilangkan jumlah bahan yang terbakar. Teknik ini disebut starvation,
teknik starvation juga dapat dilakukan misalnya dengan menyemprotkan
bahan yang terbakar dengan busa sehingga suplai bahan bakar untuk
kelangsungan pembakaran terhenti atau berkurang sehingga api akan mati.
22
Api juga dapat dipadamkan dengan menjauhkan bahan yang terbakar ke
tempat yang aman (Ramli, 2010).
23
Kebakaran yang dipadamkan adalah kebakaran cairan, gas, dan listrik
24
yang cukup tinggi, dalam hal ini berfungsi sebagai pendingin. Panas yang
dapat diserap air dari 15oC sampai menjadi uap 100°C adalah 622
kcal/kg. Air yang terkena panas berubah menjadi uap dan uap tersebutlah
yang menyelimuti bahan bakar yang terbakar. Dalam penyelimutan ini
cukup efektif, karena dari 1 liter air akan berubah menjadi uap sebanyak
1670 liter uap air.
25
4.3 Pemadaman Jenis Busa
Berdasarkan cara terjadinya, maka busa dibagi menjadi:
Busa kimia, busa ini terjadi karena adanya proses kimia, yaitu
pencampuran bahan-bahan kimia.
Busa mekanik, busa ini terjadi karena proses mekanis yaitu berupa
campuran dari bahan pembuat busa dengan air sehingga membentuk
larutan busa.
4.4 Tindakan Perusahaan
Adapun upaya yang harus dilakukan perusahaan untuk mengantisipasi
kecelakaan yang terjadi, seperti:
1) Menginformasikan SOP (Standard Operation Procedure) yang ada
diperusahaan kepada karyawan tetap maupun kontraktor.
2) Melaksanakan Studi Engineering pada setiap Operasional meliputi
perbaikan, pergantian dan perawatan peralatan kilang.
3) Menekankan budaya K3 di perusahaan kepada karyawan tetap
maupun karyawan kontraktor.
4) Memastikan kegiatan perbaikan harus diketahui oleh karyawan yang
berada disekitar. Hal itu bertujuan untuk mengantisipasi bahaya yang
akan muncul.
26
5) Melakukan inspeksi secara berkala disetiap peralatan kilang
terutama saat hendak perbaikan.
6) Menyediakan sarana proteksi kebakaran aktif disetiap kilang seperti
alarm kebakaran, detektor kebakaran, detektor asap serta APAR.
4.5 Usaha-Usaha Penangulangan umum bahaya kebakaran
4.5.1 Tindakan Preventif
Usaha pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya kebakaran
dengan maksud menekan atau mengurangi faktor-faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya kebakaran antara lain:
1. Mengadakan penyuluhan-penyuluhan
2. Pengawasan terhadap bahan-bahan bangunan
3. Pengawasan terhadap penyimpanan dan penggunaan barang-barang
4. Pengawasan terhadap peralatan yang dapat menimbulkan api
5. Pengadaan sarana pemadaman kebakaran dan sarana penyelamat jiwa
6. Pengadaan sarana pengindera kebakaran
7. Penegakan peraturan dan ketentuan
8. Mengadakan latihan secara berkala
4.5.2 Tindakan Represif
Usaha-usaha yang dilakukan pada saat terjadi kebakaran dengan
maksud untuk memperkecil kerugian yang timbul sebagai akibat
kebakaran seperti:
a. Pengamanan daerah kebakaran dan bahaya kebakaran
b. Pelaksanaan evakuasi
d. Usaha-usaha pencarian :
Mencari sumber api untuk dipadamkan
27
Mencari orang-orang untuk diselamatkan bila dalam keadaan
terjebak
Mencari harta benda atau dokumen penting untuk diamankan
4.5.2 Tindakan Rehabilitatif
Upaya-upaya yang dilakukan setelah terjadi kebakaran dengan
maksud evaluasi dan menganalisa peristiwa kebakaran untuk
mengambil langkah-langkah selanjutnya, antara lain :
28
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Adapun Simpulan yang dapat penulis uraikan pada bagian ini, yaitu:
1. Kesehatan dan Keselamatan kerja merupakan aspek yang penting pada
perusahaan Minyak dan Gas serta Petrokimia.
2. Penggunaan alat pelindung diri dapat berguna dalam melindungi individu
dari potensi bahaya/kecelakaan kerja, dan mengurangu resiko penyakit
akibat kecelakaan.
3. SOP (Standard Operation Procedure) yang ada disetiap perusahaan wajib
dipatuhi dan taati demi keselamatan diri sendiri maupun orang lain.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan pada bahasaan kali ini, yaitu:
1. Program K3 harus lebih diperhatikan dan ditingkatkan lagi supaya para
pekerja merasa aman dan nyaman.
2. Perusahaan dan pemerintah harus lebih lagi mensosialisasi- kan program
K3 untuk meningkatkan dukungan pekerja terhadap program K3 yang
nantinya juga meningkatkan komitmen pekerja terhadap perusahaan
29
DAFTAR PUSTAKA
30
National Fire Protection Association (NFPA) 13, Installation of Sprinkler
Systems. USA, 1999.
National Fire Protection Association (NFPA) 72, National Fire Alarm Code.
USA, 2002.
31
32