Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

KESEHATAN, KESELAMATAN KERJA DAN LINGKUNGAN

ANALISA KASUS GAS EXPLOISON OF JUBAIL


PETROCHEMICAL PLANT, SAUDI ARABIA

Disusun oleh :
Nama : M. Ilham Fadli
NIM : 161420062
Kelas : III B
Program Studi : Teknik Pengolahan Migas

POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL (PEM) AKAMIGAS

CEPU
2019

i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis Panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat
serta Hidayah-nya sehingga dapat menyelesaikan makalah kesehatan, keselamatan
kerja dan lingkungan e yang berjudul :
“Analisa Kasus Gas Exploison of Jubail Petrochemical Plant, Saudi Arabia”
Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan, saran serta kritikan
dari berbagai pihak. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua Orang tua penulis yang telah mendoakan kelancaran penulis.
2. Bapak Farid Alfalaki Hamid, M.T selaku Dosen Matakuliah K3L.
3. Para Dosen Pengajar PEM Akamigas.
4. Serta Teman-teman PEM Akamigas yang telah membantu penulis dalam
penyusunan makalah ini.
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang. Kritik dan saran dari
pembaca sangat diharapkan oleh penulis demi peningkatan penyusunan laporan
ditahun berikutnya.

Cepu, Maret 2019


Penulis

M. Ilham Fadli
NIM. 161420062

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar belakang....................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan..............................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI................................................................................3


2.1 Pengertian Process Safety Management............................................................3
2.2 Elemen Process Safety Management.................................................................3
2.3 Pilar HSE Vision................................................................................................9

BAB III METODELOGI ANALISA...................................................................13


3.1 Profil Perusahaan...............................................................................................13
3.2 Geografis Perusahaan........................................................................................15
3.3 Permasalahan.....................................................................................................17

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................20
4.1 Tinjauan Permasalahan......................................................................................20
4.2 Konsep Pemadaman...........................................................................................22
4.3 Media Pemadaman Kebakaran..........................................................................23
4.4 Tindakan Perusahaan.........................................................................................26
4.5 Usaha-usaha Penangulangan umum bahaya kebakaran.....................................27

iii
BAB V PENUTUP.................................................................................................27
5.1 Simpulan............................................................................................................27
5.2 Saran..................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Jubail Petrochemical Plant..............................................................13


Gambar 3.2 Peta Lokasi Perusahaan...................................................................15
Gambar 3.3 Ledakan di Jubail Petrochemical Plant...........................................18
Gambar 4.1 Pemadaman Jenis Tepung...............................................................24
Gambar 4.2 Pemadaman Jenis Air......................................................................25
Gambar 4.3 Pemadaman Jenis Busa...................................................................26

v
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jenis-jenis industri di kota Jubail......................................................16

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri minyak dan gas serta petrokimia merupakan salah satu sektor yang
mendukung perekonomia suatu negara dalam hal pemenuhan kebutuhan energi dan
bahan baku industri di dalam negeri maupun sebagai penghasil devisa negara
sehingga pengelolaanya dapat dilakukan secara optimal. Dalam upaya menciptakan
kegiatan usaha migas dan petrokimia yang mandiri, kokoh, handal, tranparan,
berdaya saing tinggi dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong
perkembangan potensi dan peranan nasional sehingga mampu mendukung
kesinambungan pembangunan nasional guna mewujudkan peningkatan kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat, telah ditetapkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi.
Industri Migas dan Petrokimia merupakan industri yang berisiko tinggi.
Pelanggaran yang disebabkan akibat kelalaian dan ketidakpedulian yang kecil
sekalipun terhadap persyaratan K3LH dapat berakibat fatal sehingga menimbulkan
bencana yang berdampak sangat serius.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi
pekerja, perusahaan, lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat
kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi
oleh perusahaan juga instansi pemerintahan. Sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja bertujuan menciptakan sistem keselamatan dan kesehatan kerja di
tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif (Azmi, 2008).
Penerapan K3 adalah untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang
mengakibatkan cidera atau kerugian materi. Karena itu, para ahli K3 berupaya

1
mempelajari fenomena kecelakaan, faktor penyebab, serta cara efektif untuk
mencegahnya. Upaya pencegahan kecelakaan kerja di Indonesia masih menghadapi
berbagai kendala, salah satu diantaranya adalah pola pikir yang masih tradisional
yang menganggap kecelakaan adalah sebagai musibah, sehingga masyarakat bersifat
pasrah terhadap kecelakaan kerja yang menimpa mereka (Ramli, 2010).

1.2 Perumusan Masalah


Pada penulisan makalah ini, penulis memilih studi kasus Gas Explosion Jubail
Petrochemical Plant, Saudi Arabia dan analisa yang akan dibahas.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapaun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Menambah Pengetahuan Mengenai K3L (Kesehatan, Keselamatan kerja dan
Lingkungan) di industri Migas dan Petrokimia.
2. Mampu Menganalisis penyebab terjadinya kecelakaan kerja yang terjadi.
3. Dapat memberikan solusi atas studi kasus mengenai Gas Explosion Jubail
Petrochemical Plant, Saudi Arabia.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Process Safety Management


Secara umum Process Safety Management (PSM)/ Manajemen Keselamatan
Proses (MKP) mengacu kepada prinsip dan sistem manajemen kepada identifikasi,
pengertian dan pengontrolan pada bahaya akibat kegiatan proses produksi sebagai
upaya perlindungan pada area kerja. PSM/MKP berfokus kepada:
 Pencegahan
 Persiapan
 Mitigasi
 Respons
 Pemulihan
Proses yang dimaksud dalam PSM tersebut adalah untuk perusahaan yang
menyimpan, memproduksi dan menggunakan bahan kimia berbahaya ataupun
kombinasi dari aktifitas tersebut.
2.2 Elemen Process Safety Management
Standar PSM sesuai OSHA 29 CFR 1910.119 terdapat 14 elemen sebagai berikut:
1. Employee Participation
Organisasi harus merencanakan upaya PSM, dan rencana harus mencakup ruang
lingkup upaya, peran dan tanggung jawab, persyaratan pelaporan, pendekatan analisis
bahaya, proses pengendalian dokumen, dan strategi pengendalian bahaya.
Sebagai bagian dari upaya PSM, pengusaha harus berkonsultasi dengan pekerja dan
perwakilan mereka untuk memastikan bahwa semua pihak memahami bahaya dan
risiko dalam proses. Secara khusus, pekerja harus memiliki akses ke analisis bahaya
proses dan informasi yang digunakan untuk mendukung analisis tersebut. Tanpa
partisipasi pekerja risiko mungkin tidak sepenuhnya dipahami atau tepat
dikomunikasikan.

3
2. Process Safety Information (PSI)
Organisasi / Pengusaha harus mengumpulkan dan mencatat Proses Safety
Information (PSI) sebelum melakukan analisis bahaya.
Tujuan dari informasi tersebut adalah sebagai langkah awal melakukan identifikasi
bahaya dan resiko yang terkait dengan aktifitas proses tersebut. Informasi tersebut
meliputi bahan kimia yang digunakan / diproduksi, teknologi, serta peralatan yang
dipergunakan. Secara khusus apabila mempergunakan bahan kimia berbahaya,
informasi meliputi toksisitas, Nilai Ambang batas, sifat fisika & kimia, reaktifitas,
corrosifitas, serta bahaya yang akan timbul saat bereaksi.
MSDS dan P&ID’s (diagram alir perpipaan dan instrumentasi) harus dibuat.
Critical Parameter seperti batasan maksimum dan minimum penyimpanan bahan
kimia harus dipersiapkan. Informasi lain terkait sistim keselamatan seperti
temperatur, tekanan minimum dan maksimum, sistem ventilasi dan kode standarisasi
harus diperhitungkan dalam desain.
3. Process Hazards Analysis (PHA)
PHA (Process Hazards Analysis) didefinisikan oleh OSHA sebagai pendekatan,
menyeluruh, teratur, sistematis untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan
mengendalikan bahaya dari proses yang melibatkan bahan kimia berbahaya.
PHA adalah kunci untuk upaya K3 karena memberikan informasi untuk membantu
manajemen dan pekerja meningkatkan keselamatan dan membuat keputusan yang
tepat untuk menurunkan resiko. Beberapa metode yang digunakan adalah :
 Checklist
 What-if/checklist
 Hazards Operability Study(HAZOP)
 Failure Modes and Effect ANalysis(FMEA)
 Fault Tree Analysis

4
Penekankan analisis tersebut adalah bahwa PHA harus dilakukan olem team
yang mengetahui tentang proses dan teknik analisis bahaya.
Dalam PHA harus dijelaskan jangka waktu untuk melaksanakan rekomendasi tindak
lanjut, dan di analisis ulang apabila ada perubahan.
PHA disarankan dievaluasi ulang tiap 5 tahun sekali.
4. Operating Procedure / Prosedur Operasi
Prosedur Operasi menggambarkan pekerjaan yang harus dilaksanakan, data-data
harus dicatat (kondisi operasi normal, maksimum dan minimum paramater).
Prosedur juga harus mengidentifikasi tindakan pencegahan Kecelakaan dan Penyakit
Akibat Kerja. Prosedur Operasi harus jelas singkat dan konsisten dengan PSI (Process
Safety Information) yang mengacu kepada PHA (Process Hazards Analysis).
Prosedur Operasi harus dievaluasi secara berkala dan diupadate apabila ada
perubahan parameter, konsisten dengan proses yang ada.
Pelatihan untuk pelaksanaan prosedur operasi juga harus menjelaskan apa yang harus
dilakukan pada kondisi darurat.
5. Training / Pelatihan
Pelatihan merupakan elemen yang cukup penting dalam penerapan PSM. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan training adalah sebagai berikut:
 pelaksanaan pelatihan harus dipastikan bahwa peserta dapat memahami resiko
pekerjaan terkait proses ataupun bahayanya bekerja dengan bahan kimia
berbahaya, termasuk mengerahui apa yang harus dilakukan dalam kondisi
darurat.
 Pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan
 Secara periodik dievaluasi keefektifan dari pelaksanaan teraining tersebut.
6. Contractor’s Obligation / Kewajiban kontraktor
Banyak perusahaan yang mempekerjakan kontraktor dalam pekerjannya.
Meruypakan tanggungjawab perusahaan untuk memastikan bahwa kontraktor yang
bekerja di area kerjanya telah memiliki cukup pengetahuan dan keahlian dalam

5
melaksanaan pekerjaan sesuai dengan persyaratan K3 khususnya yang kontak dengan
bahan kimia berbahaya. Kontraktor bertanggungjawab untuk melaksanakan prosedur
kerja keselamatan yang ditetapkan oleh perusahaan.
Pihak perusahaan harus melakukan evaluasi terhadap kinerja kontraktor dalam
melaksanakan prosedur kerja selamat.
7. Pre-Startup Safety Review
Banyak kecelakaan terjadi masa transisi ke fase operasi stabil, seperti pada saat
start up atau commisioning pada peralatan baru, khususnya apabila ada perubahan
/modifikasi peralatan. Pre startup sangat perlu dilakukam dan ditulis dalam prosedur
operasi. Semua parameter telah ditulis dalam P&ID dan prosedur emergency
shutdown telah dikomunikasikan.
8. Mechanical Integrity
Dalam pengoperasian peralatan, hal yang sangat penting adalah perawatan dari
peralatan tersebut. Harus dipastikan bahwa peralatan tersebut dapat dioperasikan
dengan baik. PSM mempersyaratkan terdapat prosedur perawatan tertulis untuk
peralatan sebagai berikut :
 Bejana Tekan dan tangki penyimpan
 Sistim perpipaan (termasuk komponennya seperti valve)
 Sistim Relief dan venting
 Sistim emergency shutdown
 Sistim kontrol (sensor, alarm, interlock)
 Pompa
Prosedur tersebut mencakup inspeksi dan testing
9. Hot Work Permit / Ijin Pekerjaan Panas
Pekerjaan perbaikan ataupun modfikasi yang sifatnya tidak rutin, khusunya hot
work seperti aktifitas pengelasan berpotensi terhadap kebakaran dan peledakan.
Organisasi harus mempunyai prosedur ijin pekerjaan panas untuk memastikan
pekerjaan tersebut telah di analisa resikonya, terdapat upaya menurunkan resikonya

6
(mitigasi) dan personil yang terlibat dalam pekerjaan tersebut telah mengetahui
bahaya yang timbul akibat pekerjaan tersebut.
10. Management of Change / Manajemen Perubahan
Sistim yang digunakan dalam operasi seperti mesin, design, prosedur, bahan
baku ataupun personil yang terlibat seringkali terdapat perubahan yang kadang-
kadang bisa meningkatkan resiko. Untuk itu, perubahan tersebut harus dievaluasi
untuk memastikan resiko dari segi K3-nya dapat dikontrol.
Analisis perubahan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
 Data Teknik perubahan
 Pengaruh perubahan terhadap pekerja ditinjua dari K3
 Modifikasi prosedur operasi
 Waktu yang dibutuhkan untuk perubahan
 Otorisasi persyaratan dari perubahan yang diusulkan
Organisasi tidak seharusnya berasumsi sedikit perubahan tidak berpengaruh kepada
K3. Banyak kecelakaan yang berakibat dari perubahan kecil yang dianggap tidak
berpengaruh terhadap K3.
11. Investigasi Kecelakaan
Problem atau masalah yang diketahui tidak seharusnya untuk dibiarkan.
Kegagalan untuk investigasi serta memperbaiki dari akar permasahan (root cause)
dapat berakibat kecelakaan akan terulang bahkan dapat berakibat lebih besar.
Organisasi harus fokus terhadap pencegahan kecelakaan tidak hanya melaporkan
problem dan ini membutuhkan analsis akar permasalahan. Organisasi harus memiliki
program yang aktif untuk mengidentifikasi problem yang ada sehingga kecelakaan
tidak terjadi. Nearmiss yang dapat berakibat kepada bencana industri harus segera di
tindak lanjuti. Belajar dari bencana industri yang telah terjadi sebagai upaya
pencegahan keelakaan sangatlah penting.

7
12. Rencana Tanggap Darurat
PSM sebagai upaya yang sangat penting sebagai pencegahan kecelakaan, tetapi
bagus apapaun organisasi berupaya membangun sistim K3, desain bisa gagal,
personil dapat berbuat kesalahan sehingga terjadi insiden diluar kendali perusahaan.
Oleh karena itu, organisasi harus merencanakan untuk keadaan darurat dan siap untuk
merespon. Minimal, pengusaha harus mengembangkan rencana tanggap darurat yang
meliputi tempat evakuasi dan pelatihan dalam penggunaan alat pelindung diri.
Karyawan harus dilatih untuk rencana ini agar bisa efektif, dan sistem alarm harus
diterapkan.
13. Compliance Audit
Audit adalah sarana untuk memastikan bahwa prosedur dan pelaksanaan PSM
dilaksanakan dan memadai. Persyaratan PSM, audit harus dilakukan setidaknya setiap
tiga tahun. Audit harus dilakukan oleh individu atau tim yang terlatih, dan audit harus
direncanakan untuk memastikan keberhasilan pelaksanannya.
14. Trade Secret / Rahasia Dagang
Organisasi harus membuat informasi keselamatan penting tersedia bagi semua
personil yang terlibat, mengembangkan analisis bahaya, membuat prosedur operasi,
menyediakan perencanaan dan tanggap darurat, serta melakukan audit.
Organisasi harus membuat informasi ini tersedia bahkan jika rahasia dagang
disertakan. Namun, organisasi dapat membuat kesepakatan bahwa rahasia dagang
tidak disebar luaskan.

8
3.3 PILAR HSE VISION
 Tujuan utama adalah tidak terjadinya kerugian pada manusia, asset atau
perusahaan
 Parameter yang ditinjau diantaranya :
a. N.O.I (Number Of Incident)
Adalah jumlah terjadinya insiden yang merugikan baik manusia, asset maupun
lingkungan. Parameter utama yang difokuskan adalah manusia (pekerja). Dengan
batasan NOI yang mengakibatkan kerugian adalah “nol” atau tidak boleh adanya
insiden didalam lingkup perusahaan. Berikut gambaran segitiga insiden :
 Kejadian yang menyebabkan korban meninggal
dunia
 Kejadian dimana korban tidak dapat kembali bekerja
 Kejadian dimana dalam 24 jam bisa bekerja (kerja
ringan)
 Kejadian yang dibutuhkan tindakan medis namun
dalam 24 jam kembali
 Kejadian yang cukup mendapatkan bantuan P3K
b. Proper (Program peringkat Kinerja Perusahaan)
Proper merupakan salah satu upaya kementrian lingkungan hidup untuk
mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui
instrumen informasi yang dilakukan melalui berbagai kegiatan umum :
 Mendorong perusahaan untuk mentaati peraturan perundang-undangan
melalui insentip dan disinsentip reputasi.
 Mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya untuk
menerapkan produksi bersih (clean production)
Peringkat reputasi proses dibagi menjadi 5, yaitu :

9
o EMAS : secara konsisten menunjukan keunggulan lingkungan, melaksanakan
bisnis perusahaan yang beretika dan bertanggungjawab terhadap
masyarakat.
o HIJAU : melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang disyaratkan
dalam peraturan UU.
o BIRU : melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan yang disyaratkan
dalam peraturan UU.
o MERAH : melakukan pengelolaan lingkungan belum sesuai dengan yang
disyaratkan dalam peraturan UU.
o HITAM : melakukan perbuatan atau melakukan kelalaian yang mengakibatkan
pencemaran lingkungan dan atau kerusakan lingkungan serta
pelanggaran terhadap peraturan UU.
c. TRIR (Total Recordable Incident Rate)
Merupakan indikator untuk seberapa seringnya kecelakaan atau keparahan
kecelakaan yang terjadi. Serta sebagai alat ukur khususnya kinerja keselamatan
dan kesehatan kerja perusahaan. Formula perhitungan TRIR yang diterbitkan
lembaga OSHA (Occupational Safety and Health Administration)

TRIR = Jumlah kecelakaan (recordable) x 200.000


Jumlah jam kerja kerugian

 TIGA PILAR HSE


1. PILAR I : Reliability and Integrity Equipment
Adalah kegiatan penopan visi HSE yang menitik besarkan pada kehandalan dan
integritas suatu peralatan. Elemen yang dipakai diantaranya :
 Readiness Fire Protection Equipment
 Accelerate Preventive Response
 Reliability Initiative Management
2. PILAR II : HSE Management System

10
Adalah tatalaksana pengaturan program HSE agar berjalan dengan lancar
dalam rangka penyelenggraan HSE, elemen yang dipakai diantaranya :
 Process Safety Management (PSM)
 Sistem Manajemen Lingkungan
 Risk Survey Audit Management
3. PILAR III : Process Technology
Adalah pemanfaatan teknologi terkini untuk menunjang HSE serta memasukkan
fungsi HSE kedalam tekonologi tersebut.
Elemen teknologi sebagai penunjang HSE :
 Initiative HSE Improvement, contohnya : Chemical Environment Management
System (CEMI), Pengelolaan limbah B3 dengan basis teknologi.
 Mechanical Integrity, contohnya memasang teknologi deteksi dini kegagalan
proses
Adapun elemen pemasukan fungsi HSE kedalam teknologi yaitu :
 Hazard Operability Study (HAZOPS)
 Mechanical Safety Data Sheet (MSDS)
 Pre Safety Start Up Review (PSSR)
 Tiga pilar HSE tersebut ditunjang dengan pondasi sustainability untuk
mempertahankan tujuan HSE yaitu :
1. Leadership
Fungsional sebagai pengantar kegiatan HSE dengan cara pengamatan langsung
melalui elemen – elemen :
 S.W.A.T (Safety Walk adn Trough) : dimana tim manajemen yang ditunjuk
langsung mendatangi tempat kerja untuk melihat sejauh aman implementasi HSE
dilapangan serta bisa melakukan intervensi apabila ada situasi yang tidak aman
 Safety Comitte Meeting : Media penghubung sebelum melaksakan pekerjaan,
dimana pengawas memberitahukan kepada bawahannya tentang aspek – aspek
HSE yang harus dilaksanakan dalam pekerjaan tersebut.

11
2. Organization Capability
Untuk menjaga kapabilitas HSE mana yang perlu dilakukan beberapa hal,
diantaranya:
 Training dan Upskilling HSE untuk pekerja
 Melakukan Drill (simuasi) aspek HSE Emergency Drill Operational,
Emergency Response Simulation
 Membentuk tim bantuan keadaan darurat (TBKD) untuk mem-back up operasi.
3. HSE Culture
Menjadikan HSE sebagai budaya kerja dengan melakukan :
 Safety Integrity dan Implementation (SIIP)
 APD Compliance
 Monitoring SIKA (surat zin kerja aman)
 Frontline Motivation (motivasi kerja langsung yang behadapan bahaya dengan
mengharapkan awarness atau reward)
 PEKA (pengarahan Kerja Aman)
 Penerapan OHSAS 18001 : sebagai acuan sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja serta penerapan ISO 14001 sebagai acuan dalam
pengimplementasian sistem manajemen lingkungan

12
BAB III
METODELOGI ANALISA

3.1 Profil Perusahaan

Gambar 3.1 Jubail Petrochemical Plant

Perusahaan Al-Jubail Petrochemical merupakan salah satu perusahaan


patungan antara Industri dasar arab saudi (Sabic) yang dimiliki oleh pemerintah
Arab Saudi dan ExxonMobile. Pabrik ini didirikan pada tahun 1979 dan mulai
beroperasi di tahun 1985.
Pada November 2008, Sabic dan ExxonMobile Chemical menandatangani
perjanjian studi kelayakan untuk membangun pabrik elastomer baru di Kemyan.
Pabrik Syintetic Rubber memiliki kapasitas produksi sebesar 400.000 ton/tahun
dengan biaya investasi sebesar $5 miliar. Proyek pembangunan ini dikerjakan
oleh Jacobs Engineering dan Mitsui Engineering dan Shipbuilding. Adapun

13
kontrak ini dilakukan dalam penyediaan teknologi Syintetic Rubber dan
Polybutadien.
Pada mulanya project pembangunan kilang etilen dan polietilen dimulai pada
kuartal keempat tahun 1998 dengan biaya pinjaman dari 16 bank sebesar $720
juta dengan jangka waktu pelunasaan selama 8,5 tahun.
Perluasan kilang meliputi dari pembangunan kilang polyethylene dengan
kapasitas 218.000 ton/tahun Low-density dan kilang olefin cracker menghasilkan
700.000 ton/tahun ethylene dan 200.000 ton/tahun propylene. Pabrik ini
menggunakan teknologi modern dari ExxonMobil pada unit LDPE high pressure.
Kilang ini juga bertujuan dalam penghilangan bottleneck dari LDPE dan
peningkatan kapasitas kilang sebesar 40% dari 615.000 ton/tahun menjadi
850.000 ton/tahun terselesaikan pada november 1999. Kilang Olefin III
beroperasi pada tahun 2001, dengan kapasitas bahan baku: 800.000 ton
ethylene /tahun, 160.000 ton propylene /tahun dan 25.000 ton benzene /tahun
sehingga biaya pembangunan kilang baru sekitar $1 miliar yang dirancang oleh
Tecnimont Arabia and Tecnimont.
Pada januari 2001, Petrokemya memberikan kontrak baru untuk
pembangunan kilang baru dengan penambahan kapasitas HDPE dan LLDPE
sebesar 800.000 metric ton/pertahun. Proyek ini dikerjakan oleh Toyo
Engineeering Corporation of japan. Petrokemya saat ini memproduksi 2,5 metric
ton/tahun berbagai macam produk petrokimia dan polimer seperti etilena,
benzena, propilena, butadiena, butena-1 dan polistiren.

14
3.2 Geografis Perusahaan

Gambar 3.2 Peta Lokasi Perusahaan


Perusahaan Al-Jubail Petrochemical terletak di provinsi timur arab saudi yang
terdiri dari 540.000 km2 dengan garis pantai sepanjang 1200 km. Populasi
penduduk di provinsi ini sekitar 4 juta jiwa. Kota ini adalah ibu kota Provinsi
Timur dan memiliki dua kawasan industri utama yang terletak di bagian Timur
Arab Saudi, terletak dalam koordinat geografis 27 ° 5 '0 "Lintang N dan 49 ° 40'
0" Bujur E (Gambar) , dan meliputi area seluas 1016 km2, di mana sekitar 130
km2 dikhususkan untuk industri dan populasi area tersebut adalah sekitar 300.000
orang (Al Hagery, 1998).
Dalam istilah yang jelas, kota industri Jubail mengandung sekitar 42,5
petrokimia, masing-masing sekitar 17,7 minyak kilang dan sekitar 9,4 juta Besi
juta ton per tahun (Kerajaan Arab Saudi - Departemen Statistik Pusat, 2012).

15
Industri lama dengan
Industrial Industri yang Industri yang baru Industri baru
Total pembesaraan
Park Beroperasi dibangun (tahap Design)
kapasitas
Primary 19 2 7 28 8
Secondary 21 1 6 28 2
Support 136 28 32 196 7
Total Industries 176 31 45 252 17
Tabel 3.1 Jenis-jenis industri di kota Jubail

Keterangan :
1. Industri Primer: Pengilangan, petrokimia dasar, pupuk, dan pabrik baja.
2. Industri Sekunder: Terutama petrokimia dan plastik khusus. Bahan baku terutama dari industri primer.
3. Dukungan & Industri Ringan: Fabrikasi dan manufaktur ringan untuk mendukung industri primer dan sekunder dan
masyarakat. 

16
3.3 Permasalahan
Bahaya berpotensi berarti peluang terjadinya risiko yang dapat memengaruhi
lingkungan, kesehatan, dan keselamatan, properti dan bisnis dan menciptakan
alasan signifikan untuk masalah.
Dalam konteks ini, bahaya petrokimia telah dipertimbangkan dalam lingkup
bahaya teknologi. Risiko yang berpotensi timbul dari kegiatan eksplorasi dan
produksi minyak dalam industri minyak dan gas di Arab Saudi telah dirujuk
sebagai bahaya petrokimia dalam penelitian ini. Arab Saudi adalah salah satu
negara penghasil minyak dan gas utama terkemuka di dunia, oleh karena itu,
masuk akal untuk mengeksplorasi dampak bahaya petrokimia di dalam negeri
lingkungan, kesehatan dan keselamatan dan tingkat kesiapan untuk manajemen
mereka.
Risiko bencana yang dapat timbul dari bahaya teknologi mungkin termasuk
pelepasan zat (bahan kimia, nuklir, biologis), kegagalan struktural, ledakan,
kebakaran, gangguan lingkungan, antara lain. Bahaya petrokimia, aktivitas
seismik, dan perubahan iklim adalah risiko di Kerajaan Arab Saudi dan miliki
berpengaruh pada frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem yang
mempengaruhi lingkungan. Sebagai contoh, banjir di Arab Saudi dan Yaman
antara 2008 dan 2009 menelan biaya total kerusakan ekonomi yang diperkirakan
sekitar 1,3 milyar USD (IRDR, 2013).

17
Gambar 3.3 Ledakan di Jubail Petrochemical Plant
Pada tahun 2012 Pukul 10:30 Pagi, telah terjadi insiden kecelakaan yang
menewaskan 6 pekerja asing di Al-Jubail Petrcohemical plant, Saudi Arabia.
Berdasarkan informasi dari juru bicara media untuk direktorat Pertahanan Sipil di
Provinsi Timur, Kolonel Ali Al-Qahtani mengatakan kebakaran terjadi di salah
satu reservoir perusahaan pengembangan lingkungan.
Ledakan itu terjadi ketika staf pemeliharaan melakukan pekerjaan pengelasan
pada tangki yang mengandung bensin diesel campuran. Ledakan dan kebakaran
ini menyebabkan kematian enam pekerja dan cedera lainnya.
Ledakan dan kebakaran di Al-Jubail Petrochemical plant dapat dipadamkan
dalam waktu 2,5 jam. Dari kejadian tersebut banyak dampak yang ditimbulkan
seperti: menimbulkan korban jiwa di dalam dan di lingkungan kerja, potensi
bahaya lingkungan seperti polusi udara, dan kerusakaan ekosistem serta kerugian
finansial yang diderita oleh perusahaan.

18
Pada makalah ini, penulis akan menjelaskan analisa penyebab dan solusi yang
ditawarkan agar peristiwa kebakaran dan ledakan di Al-Jubail Petrochemical
Plant tidak terjadi lagi.

19
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Tinjauan Permasalahan


Berdasarkan hasil uraian diatas bahwa penyebab kebakaran dan ledakan di
saluran pipa bahan bakar gasoline dan diesel, disebabkan beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor manusia yang dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap.
2. Faktor material yang memiliki sifat dapat memunculkan kesehatan atau
keselamatan kerja.
3. Faktor sumber bahaya yaitu:
Perbuatan berbahaya, hal ini terjadi misalnya karena metode kerja yang salah,
keletihan/kecapekan, sikap kerja yang tidak sesuai dan sebagiannya;
Kondisi/keadaan bahaya, yaitu keadaan yang tidak aman dari keberadaan
mesin atau peralatan, lingkungan proses, sifat pekerjaan.
4. Faktor yang dihadapi, misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan
mesin/peralatan sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna.

Penulis akan menjelaskan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kecelekaan


ledakan gas di Al-Jubail Petrochemical plant, Saudi Arabia :
1. Mengintruksikan kepada semua pegawai untuk mencari lokasi aman/
assembly point.
2. Mengklasifikasikan kebakaran
Klasifikasi kebakaran adalah pengelompokan jenis-jenis kebakaran
berdasarkan jenis-jenis bahan yang terbakar. Tujuannya adalah untuk
menentukan cara dan media yang tepat dalam memadamkan kebakaran
tersebut. Kebakaran dibagi menjadi beberapa jenis atau kelas berdasarkan dari
jenis bahan bakarnya yang terbakar yaitu (Farha, 2010):

20
a) Kebakaran kelas A
Kebakaran kelas A adalah kebakaran bahan biasa atau padat kecuali
logam yang mudah terbakar seperti kertas, kayu, pakaian, karet, plastik
dan lain-lain. Jika terjadi kebakaran kelas A maka dapat digunakan
metode pemadaman dengan cara pendinginan dengan air. Pemadaman
dengan air atau busa kelas A.
b) Kebakaran kelas B
Kebakaran kelas B adalah kebakaran bahan cairan dan gas yang
mudah terbakar seperti minyak, bensin, solar, gas LPG, LNG dan lain-
lain. Jika terjadi kebakaran kelas B maka metode pemadaman yang dapat
digunakan adalah:
1. Penutupan atau pelapisan atau penyelimutan
2. Pemindahan bahan bakar
3. Penurunan temperature
c) Kebakaran kelas C
Kebakaran kelas C adalah kebakaran yang diakibatkan dari kebocoran
listrik, konsleting termasuk perlatan bertenaga listrik. Jika terjadi
kebakaran kelas C metode pemadaman yang dapat digunakan adalah:
1. Pemadaman menggunakan bahan yang non konduksi listrik
2. Putuskan arus listrik dan padamkan seperti pemadaman kebakaran
kelas A atau kelas B
d) Kebakaran kelas D
Kebakaran kelas D merupakan kebakaran yang sangat jarang terjadi
dan
biasanya terjadi pada logam seperti seng, magnesium, serbuk alumunium
dan lainlain.Jika terjadi maka metode pemadamannya adalah pelapisan
atau penyelimutan dengan bahan pemadam khusus terutama bubuk kering
tertentu.

21
4.2 Konsep Pemadaman
Adapun konsep pemadaman kebakaran yang dapat dilakukan seperti:
4.2.1 Pemadaman dengan Pendingin
Teknik pendinginan (cooling) adalah teknik memadamkan kebakaran
dengan cara mendinginkan atau menurunkan temperatur uap atau gas yang
terbakar sampai kebawah temperature nyalanya. Cara ini banyak dilakukan
oleh petugas pemadam kebakaran dengan menggunakan semprotan air ke
lokasi atau titik kebakaran sehingga api secara perlahan dapat berkurang dan
mati. Semprotan air yang disiramkan ke tengah api akan mengakibatkan udara
sekitar api mendingin. Sebagian panas akan diserap oleh air yang kemudian
berubah bentuk menjadi uap air yang akan mendinginkan api (Ramli, 2010).
4.2.2 Pembatasan Oksigen
Untuk proses pembakaran, suatu bahan bakar membutuhkan oksigen
yang cukup misalnya kayu akan mulai menyala pada permukaan bila kadar
oksigen ,acetylene memerlukan oksigen dibawah 5%, sedangkan gas dan uap
hidrokarbon biasanya tidak akan terbakar bila kadar oksigen di bawah 15%.
Sesuai dengan teori segitiga api, kebakaran dapat dihentikan dengan
menghilangkan atau mengurangi suplai oksigen, dengan membatasi atau
mengurangi oksigen dalam proses pembakaran api dapat padam, teknik ini
dikenal dengan smothering.
4.2.3 Penghilangan Bahan Bakar
Api secara alamiah akan mati dengan sendirinya jika bahan yang dapat
terbakar sudah habis. Atas dasar ini, api dapat dikurangi dengan
menghilangkan jumlah bahan yang terbakar. Teknik ini disebut starvation,
teknik starvation juga dapat dilakukan misalnya dengan menyemprotkan
bahan yang terbakar dengan busa sehingga suplai bahan bakar untuk
kelangsungan pembakaran terhenti atau berkurang sehingga api akan mati.

22
Api juga dapat dipadamkan dengan menjauhkan bahan yang terbakar ke
tempat yang aman (Ramli, 2010).

4.3.4 Memutuskan Reaksi Berantai


Cara yang terakhir untuk memadamkan api adalah dengan mencegah
terjadinya reaksi rantai di dalam proses pembakaran. Para ahli menemukan
bahwa reaksi rantai bisa menhasilkan nyala api. Pada beberapa zat kimia
mempunyai sifat memecah sehingga terjadi reaksi rantai oleh atom-atom yang
dibutuhkan oleh nyala untuk tetap terbakar (Ramli, 2010).
CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O + E
Dengan tidak terjadinya reaksi atom ini, maka nyala api akan padam.

4.3 Media Pemadaman Kebakaran


Ketepatan memilih media pemadaman merupakan salah satu faktor yang
sangat menentukan keberhasilan dalam melakukan pemadaman kebakaran.
Dengan ketepatan pemilihan media pemadam yang sesuai terhadap kelas
kebakaran tertentu, maka akan dapat dicapai pemadaman kebakaran yang
efektif dan efisien. Berikut penjelasan dari Modul Pencegahan dan
Pemadaman Kebakaran, DikNas, 2003.
Dapat menggunakan 2 jenis media pemadaman, yaitu:
1) Tepung Kimia
Cara kerja secara fisik yaitu dengan mengadakan pemisahan atau
penyelimutan bahan bakar. Sehingga tidak terjadi pencampuran oksigen
dengan uap bahan bakar. Cara kerja secara kimiawi yaitu dengan memutus
rantai reaksi pembakaran dimana partikel-partikel tepung kimia tersebut akan
menyerap radikal hidroksil dari api. Menurut kelas kebakaran, tepung kimia
dibagi sebagai berikut:
 Tepung kimia biasa (regular)

23
Kebakaran yang dipadamkan adalah kebakaran cairan, gas, dan listrik

 Tepung kimia serbaguna (multipurpose)


Tepung ini sangat efektif untuk memadamkan kebakaran kelas A, B, C.
bahan baku tepung kimia multipurpose adalah tepung Amonium
Phoshatedan kalium sulfat.
 Tepung kimia kering (khusus)
Tepung kimia kering atau dry powder untuk memadamkan kebakaran
logam.

Gambar 4.1 Pemadaman jenis tepung


2) Media Pemadaman Jenis Cair
 Air
Dalam pemadaman kebakaran, air adalah media pemadam yang paling
banyak dipergunakan, hal ini dikarenakan air mempunyai beberapa
keuntungan antara lain mudah didapat dalam jumlah banyak, mudah
disimpan, dialirkan, dan mempunyai daya mengembang yang besar dan
daya untuk penguapan yang tinggi.Air mempunyai daya penyerap panas

24
yang cukup tinggi, dalam hal ini berfungsi sebagai pendingin. Panas yang
dapat diserap air dari 15oC sampai menjadi uap 100°C adalah 622
kcal/kg. Air yang terkena panas berubah menjadi uap dan uap tersebutlah
yang menyelimuti bahan bakar yang terbakar. Dalam penyelimutan ini
cukup efektif, karena dari 1 liter air akan berubah menjadi uap sebanyak
1670 liter uap air.

Gambar 4.2 Pemadaman Jenis Air


 Busa
 Berdasarkan kelas kebakaran, maka busa dibagi menjadi beberapa
bagian, antara lain:
Busa regular, yaitu busa yang hanya mampu memadamkan
bahanbahan yang berasal dari Hydrocarbon atau bahan-bahan cair
bukan pelarut (solvent). Busa serbaguna (all purpose foam), busa ini
dapat memadamkan kebakaran yang berasal dari cairan pelarut seperti
alkohol, eter, dll.

25
4.3 Pemadaman Jenis Busa
 Berdasarkan cara terjadinya, maka busa dibagi menjadi:
Busa kimia, busa ini terjadi karena adanya proses kimia, yaitu
pencampuran bahan-bahan kimia.
Busa mekanik, busa ini terjadi karena proses mekanis yaitu berupa
campuran dari bahan pembuat busa dengan air sehingga membentuk
larutan busa.
4.4 Tindakan Perusahaan
Adapun upaya yang harus dilakukan perusahaan untuk mengantisipasi
kecelakaan yang terjadi, seperti:
1) Menginformasikan SOP (Standard Operation Procedure) yang ada
diperusahaan kepada karyawan tetap maupun kontraktor.
2) Melaksanakan Studi Engineering pada setiap Operasional meliputi
perbaikan, pergantian dan perawatan peralatan kilang.
3) Menekankan budaya K3 di perusahaan kepada karyawan tetap
maupun karyawan kontraktor.
4) Memastikan kegiatan perbaikan harus diketahui oleh karyawan yang
berada disekitar. Hal itu bertujuan untuk mengantisipasi bahaya yang
akan muncul.

26
5) Melakukan inspeksi secara berkala disetiap peralatan kilang
terutama saat hendak perbaikan.
6) Menyediakan sarana proteksi kebakaran aktif disetiap kilang seperti
alarm kebakaran, detektor kebakaran, detektor asap serta APAR.
4.5 Usaha-Usaha Penangulangan umum bahaya kebakaran
4.5.1 Tindakan Preventif
Usaha pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya kebakaran
dengan maksud menekan atau mengurangi faktor-faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya kebakaran antara lain:
1. Mengadakan penyuluhan-penyuluhan
2. Pengawasan terhadap bahan-bahan bangunan
3. Pengawasan terhadap penyimpanan dan penggunaan barang-barang
4. Pengawasan terhadap peralatan yang dapat menimbulkan api
5. Pengadaan sarana pemadaman kebakaran dan sarana penyelamat jiwa
6. Pengadaan sarana pengindera kebakaran
7. Penegakan peraturan dan ketentuan
8. Mengadakan latihan secara berkala
4.5.2 Tindakan Represif
Usaha-usaha yang dilakukan pada saat terjadi kebakaran dengan
maksud untuk memperkecil kerugian yang timbul sebagai akibat
kebakaran seperti:
a. Pengamanan daerah kebakaran dan bahaya kebakaran

b. Pelaksanaan evakuasi

c. Mempersiapkan tempat berkumpul dan daerah aman

d. Usaha-usaha pencarian :
 Mencari sumber api untuk dipadamkan

27
 Mencari orang-orang untuk diselamatkan bila dalam keadaan
terjebak
 Mencari harta benda atau dokumen penting untuk diamankan
4.5.2 Tindakan Rehabilitatif
Upaya-upaya yang dilakukan setelah terjadi kebakaran dengan
maksud evaluasi dan menganalisa peristiwa kebakaran untuk
mengambil langkah-langkah selanjutnya, antara lain :

1. Menganalisa tindakan-tindakan yang telah dilakukan


2. Membuat pendataan menyelidiki faktor-faktor penyebab kebakaran

28
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Adapun Simpulan yang dapat penulis uraikan pada bagian ini, yaitu:
1. Kesehatan dan Keselamatan kerja merupakan aspek yang penting pada
perusahaan Minyak dan Gas serta Petrokimia.
2. Penggunaan alat pelindung diri dapat berguna dalam melindungi individu
dari potensi bahaya/kecelakaan kerja, dan mengurangu resiko penyakit
akibat kecelakaan.
3. SOP (Standard Operation Procedure) yang ada disetiap perusahaan wajib
dipatuhi dan taati demi keselamatan diri sendiri maupun orang lain.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan pada bahasaan kali ini, yaitu:
1. Program K3 harus lebih diperhatikan dan ditingkatkan lagi supaya para
pekerja merasa aman dan nyaman.
2. Perusahaan dan pemerintah harus lebih lagi mensosialisasi- kan program
K3 untuk meningkatkan dukungan pekerja terhadap program K3 yang
nantinya juga meningkatkan komitmen pekerja terhadap perusahaan

29
DAFTAR PUSTAKA

Anwar Prabu Mangkunegara, (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia,


PT.
Azmi, R. 2008. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Oleh P2K3 Untuk Meminimalkan Kecelakan Kerja Di PT Wijaya
Karya Beton Tahun 2008. Skripsi FKM USU. Medan.
Centre Tahun 2011 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
Per.08/Men/VII/2010 tentang pelindung diri.
Depnaker – UNDP –ILO INS/84/012. Bahan Training Keselamatan Kerja
Penanggulangan Kebakaran. Jakarta, 1987.
Fatmawati, R. 2009. Audit Keselamatan Kebakaran di Gedung PT. X Jakarta
Tahun 2009. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Hasibuan,Malayu S.P, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi,
Bumi Aksksara, Jakarta
Heinrich, H.W. 1931. Industrial Accident Prevention. Mc Graw Hill Book
company: New York.
Husni Lalu. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi
Revisi.Jakarta: Rajawali Pers.
Iswara, Ifan. Analisis Risiko Kebakaran di Rumah Sakit Metropolitan
Medical. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 10/KPTS/2000, Ketentuan
Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Gedung dan
Lingkungan, Jakarta.
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Pustaka Binaman
Manusia Menghadapi Abad ke-21. Jakarta: Erlangga.
Mathis, dan Jackson, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi
pertama, Cetakan Pertama, Yogyakarta : Salemba Empat Pressindo
National Fire Protection Association (NFPA) 10, Standard for Portable Fire
Extinguishers. USA, 1998.

30
National Fire Protection Association (NFPA) 13, Installation of Sprinkler
Systems. USA, 1999.
National Fire Protection Association (NFPA) 72, National Fire Alarm Code.
USA, 2002.

31
32

Anda mungkin juga menyukai