Anda di halaman 1dari 12

Ilmu di balik pencarian untuk menentukan usia

memar tinjauan literatur bahasa Inggris Neil EI Langlois

Memar adalah cedera umum yang dapat memiliki aspek medikolegal yang jelas. Yang mana
ada yang tetap mempertahankan bahwa tidak mungkin untuk memperkirakan usia memar.
Namun, pengetahuan dari proses biologis yang berkaitan dengan resolusi memar
menunjukkan bahwa proses tersebut dapat memberikan informasi mengenai usia memar.
Metode potensial untuk menentukan usia memar : pengamatan visual, kolorimetri,
spektrofotometri dan histologi -ditinjau. Pengamatan warna kuning (bukan oranye atau
coklat) menunjukkan memar tidak baru, tetapi kemampuan pengamatan visual dibatasi oleh
fisiologi mata manusia. Analisis data spektrofotometri dapat memberikan informasi yang
lebih berguna dan objektif. Pemeriksaan histologis mungkin hanya sesuai dalam situasi
postmortem. Kurangnya informasi yang dipublikasikan membatasi hal tersebut sebagai alat
untuk memperkirakan usia memar. Tidak diketahui bagaimana berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi pembentukan dan resolusi memar dapat mempengaruhi perkiraan usia
memar.

Kata Kunci Memar. Kulit. Manusia. Faktor waktu. Persepsi warna. Kolorimetri.
Spektrofotometri. Histologi. Patologi. Tinjauan. Forensik.

Kata memar berasal dari kata Inggris kuno brysan, yang berarti
menghancurkan/meremukkan. Agar memar terjadi, harus ada tiga kriteria yang dipenuhi.
Pertama, kulit harus diregangkan atau mengalami penekanan yang cukup untuk menyebabkan
robeknya pembuluh darah di dalam kulit atau pada lapisan lemak di bawahnya tanpa
menyebabkan hilangnya integritas permukaan kulit. Agar hal tersebut dapat terjadi, kulit
harus dikenai oleh benda tumpul, jika tidak maka kulit akan terbelah/terpotong terlebih
dahulu sebelum robeknya pembuluh darah. Jika batas elastisitas kulit yang terkena benda
tumpul sudah terlampaui, maka laserasi akan terbentuk (kulit terbelah/kulit terpotong).
Sebaliknya, derajat trauma mungkin minimal dan tidak diperhatikan jika pembuluh darah
rapuh, misalnya pada orang tua. Kedua, setelah pembuluh darah di kulit rusak, harus ada
tekanan darah yang cukup untuk menyebabkan sel darah merah keluar dari pembuluh darah
ke jaringan sekitar. Ketiga, darah yang keluar harus cukup dekat dengan permukaan kulit
agar dapat terlihat. Hasil yang terlihat mungkin akan bervariasi berdasarkan sifat optik kulit.
Memar yang ditimbulkan selama hidup mungkin tidak terlihat karena opasitas kulit, [6-8],
tetapi akan terungkap saat keadaan postmortem dengan refleksi kulit. [9, 10]. Memar
mungkin bukan cedera yang sepele karena dapat menyebabkan kematian jika meluas [11, 12].
Awal munculnya memar tergantung pada dua faktor: keluarnya eritrosit yang berisi
hemoglobin dari pembuluh darah ke jaringan sekitar dan juga kedalaman perdarahan/darah?
dalam kulit [13-15]. Seiring berjalannya waktu, penampakan memar akan bergantung pada
difusi hemoglobin melalui jaringan sekitar dan penghapusan hemoglobin oleh proses respon
inflamasi [1].

Hemoglobin memiliki peran mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Yang
mana terdiri dari cincin porfirin di sekitar atom besi [16]. Spektrum hemoglobin deoksi
memiliki puncak tajam pada 430 nm dan puncak lebar sekitar 555 nm. Tampak sedikit lebih
gelap dari merah terang oxyhemoglobin, yang memiliki puncak sekitar 415 nm, 540 nm dan
575 nm [17-19]. Kehadiran hemoglobin dekat permukaan kulit akan tampak merah, tetapi
pelepasan darah lebih dalam ke jaringan dikatakan tampak biru, efek yang dikaitkan dengan
hamburan Rayleigh, koefisien penyerapan kulit dan interpretasi oleh sistem visual (cari
maksudnya gimana 3 ini ya) [13 , 15, 18, 20].

Pelepasan darah ke dalam jaringan akan menimbulkan reaksi inflamasi [22] dan respons ini
diperparah dengan kerusakan jaringan akibat trauma tumpul [23, 24]. Neutrofil adalah sel
pertama yang tiba, tetapi neutrofil mungkin tidak dapat mendegradasi hemoglobin [4, 25].
Makrofag dapat memfagosit eritrosit [26] dan mengandung heme oksigenase yang
memungkinkan langkah pertama pemecahan hemoglobin. Hemoglobin dipecah menjadi
biliverdin oleh heme oksigenase [27]. Reaksi ini bergantung pada energi, membutuhkan
oksigen dan menghasilkan pelepasan karbon monoksida dan atom besi. Biliverdin adalah
pigmen hijau dan dengan cepat diubah menjadi bilirubin, pigmen kuning, oleh enzim
biliverdin reduktase [28, 29]. Kemungkinan besi bebas terikat secara lokal pada feritin [27]
dan hemosiderin adalah polimer feritin [30, 31]. Tampaknya juga bilirubin dapat
terakumulasi membentuk kristal kuning lokal yang disebut sebagai hematoidin, [32] yang
dapat larut dalam pemrosesan jaringan [33].

Heme oksigenase telah diakui memiliki peran potensial dalam modulasi respon inflamasi
[25]. Dua isoform telah dikarakterisasi; heme oxy genase -1 yang dapat diinduksi dan heme
oksigenase -2 yang diekspresikan secara konstitutif, yang ditemukan di berbagai jaringan [27,
34]. Bentuk di dalam makrofag adalah heme oksigenase -1 dan biasanya ada pada tingkat
rendah [35]. Kadarnya meningkat setelah proses fagositosis eritrosit [25, 26, 33] atau paparan
terhadap hemoglobin [28] dan dapat dideteksi oleh imunohistokimia paling cepat 3 jam
setelah pelepasan darah ke jaringan pada manusia [36]. Heme oksigenase juga hadir dalam
bentuk yang diinduksi dalam fibroblas (ada di kulit) [37], tetapi peran fibroblas dalam
membersihkan hemoglobin pada memar belum ditetapkan [37].
Dengan demikian, munculnya memar awal adalah karena kemampuan untuk merasakan
darah yang telah dilepaskan di dalam kulit (untuk tujuan ini, reaksi paling awal terhadap
trauma--respon wheal dan flare [38, 39]--akan diabaikan). Memar dapat terbentuk paling
cepat 15-20 menit setelah cedera (dalam model babi, dipukul oleh paintball) [40]. Ada tertulis
bahwa warna awal tergantung pada kedalaman darah di dalam kulit [15, 18, 41]. Warna-
warna yang mungkin dilaporkan sebagai merah, biru, ungu, hitam atau hijau bukanlah
panduan untuk usia memar [42]. Mungkin beberapa dari warna-warna ini dianggap sebagai
hasil dari efek kontras pada sistem visual mata-otak manusia daripada karena kehadiran
mereka yang sebenarnya [18, 43]; ini bisa terjadi karena warna adalah persepsi, bukan milik
kulit [44]. Perubahan warna yang terlihat pada memar akan terjadi karena pergeseran posisi
darah secara relatif terhadap permukaan kulit ( maksudnya gimana ?)[1] dan dapat ditambah
dengan pelepasan hemoglobin yang berubah dari oksihemoglobin menjadi deoksihemoglobin
[45]. Selain itu, baru-baru ini disarankan bahwa produksi karbon monoksida selama
katabolisme hemoglobin [37] dapat memungkinkan pembentukan karboksihemoglobin lokal,
yang dapat membuat memar tampak merah cerah [46].
Produksi bilirubin dan hemosiderin di tempat memar membutuhkan beberapa waktu karena
pemanggilan makrofag, induksi heme oksigenase dan katabolisme hemoglobin [35].
Perkembangan warna kuning pada memar telah dikaitkan dengan produksi bilirubin lokal,
[28, 47] yang dapat dibenarkan, karena peningkatan kadar bilirubin serum secara kasar
berhubungan dengan tingkat kekuningan kulit pada jaundice neonatus[48]. Pengamatan
memar, baik secara langsung atau dari foto, telah menjadi metode tradisional untuk
memperkirakan usia memar. Banyak buku teks forensik lama [49-54] dan bahkan publikasi
yang lebih baru [55] menyertakan panduan untuk menentukan usia memar berdasarkan
warnanya. Namun, pertimbangan proses biologis yang terjadi pada memar mendukung
kesimpulan bahwa hanya munculnya warna kuning yang akan memberikan informasi
mengenai usia memar bila menggunakan pengamatan saja [42]. Jika memar dapat
diakses/dilihat secara langsung dapat disarankan bahwa faktor pencatatan seperti nyeri tekan
dan pembengkakan dapat membantu menentukan usia cedera [56], tetapi tidak ada bukti
bahwa hal ini akan terjadi.
Jadi, persepsi warna apapun seperti 'biru', 'hijau', 'ungu', 'hitam', 'oranye', 'coklat' atau 'merah'
tidak menunjukkan apa-apa tentang usia memar. Pernyataan-pernyataan seperti 'memar yang
berwarna biru baru terjadi' tidak dapat dibuktikan--bisa jadi sama-sama sudah tua. Demikian
pula, 'memar baru akan berwarna merah' tidak dapat dibenarkan, karena memar lama
mungkin berwarna merah: [42, 57, 58] pertimbangkan 'purpura pikun/ senile purpura', yang
cenderung mempertahankan warna merahnya. Beberapa orang menyatakan bahwa adanya
warna hijau pada memar mencerminkan adanya biliverdin; memang, biliverdin mungkin
hadir dalam beberapa bentuk penyakit kuning, di mana ia akan memberikan semburat hijau
pada kulit [59]. Namun, tidak ada bukti yang mendukung bahwa biliverdin akan terakumulasi
pada memar manusia [60-62], tetapi dapat berkembang pada beberapa hewan [60, 63, 64].
Pemodelan matematika dari sifat-sifat optik dari darah dalam menunjukkan bahwa itu
mungkin muncul sebagai warna biru atau pirus [18]. Hijau dapat dilihat dari campuran [65]
darah bagian dalam dengan kuning dari pigmentasi kulit (lihat di bawah).
Jika terlihat kuning pada memar, maka memar tersebut tidak baru [66] (asalkan tidak terjadi
pada lokasi cedera lama yang sudah ada sebelumnya yang sudah menunjukkan warna
kuning). Ada beberapa poin penting dari pernyataan ini.
'Kuning' berarti kuning cerah, bukan 'oranye atau 'coklat'--untuk melihat contoh warna
kuning asli gunakan program pengolah gambar atau pengecatan dengan nilai warna merah
240, hijau 240, biru 0. Penulis telah melihat warna oranye dan coklat pada memar yang
sangat awal, terutama pada bayi. Namun, oranye dan coklat dapat dirasakan karena adanya
methemoglobin. Methemoglobin memiliki warna coklat [67]. Yang mana terbentuk ketika
molekul besi dalam hemoglobin dioksidasi dari 2 + (keadaan normalnya) menjadi 3 +.
Oksihemoglobin akan teroksidasi menjadi methemoglobin dengan kecepatan hingga
3% per hari, [68] tetapi proses ini dapat dipercepat dalam kondisi ketika tekanan oksigen
rendah [69] (yang diekspektasikan dalam keadaan memar) dan neutrofil (yang mungkin ada
di awal memar) dapat mengoksidasi hemoglobin untuk memproduksi methemoglobin tanpa
memfagosit eritrosit [70]. Biasanya, methemoglobin didaur ulang kembali menjadi
hemoglobin, tetapi reaksinya bergantung pada energi [69, 71]. Bayi rentan terhadap produksi
methemoglobin [72]. Methemoglobin dapat dideteksi pada memar, [45] yang dapat
menjelaskan pengamatan warna oranye atau coklat pada memar awal. Namun, ini
membutuhkan verifikasi eksperimental.
Pengamat harus mampu melihat warna kuning. Tes telah menunjukkan variasi yang
luas dalam ambang persepsi warna kuning pada populasi dan sensitivitas untuk melihat warna
kuning menurun seiring dengan usia [73, 74]. Lainnya juga menunjukkan bahwa ada
perbedaan individu dalam persepsi warna dan pelaporannya [75, 76]. Selain ketidakmampuan
fisiologis untuk menerima warna kuning, pengamat mungkin tidak melihat kuning pada
memar karena ditutupi oleh dominasi warna oleh darah di dalam memar atau karena
pigmentasi kulit [77]. Karena ada pigmen kuning di kulit [78], terutama melanin [79-81] dan
karoten [13, 75, 82, 83], warna kuning pada memar dapat menjadi tertutup [84].
Hal tersebut belum ditetapkan secara ketat ketika warna kuning muncul dalam
keadaan memar. Studi yang dipublikasikan menyatakan bahwa kuning tidak terlihat pada
memar yang terjadi kurang dari 18 jam, dan itu tetap berlaku untuk penulis ini [42]. Warna
kuning yang terlihat pada memar-memar di awal merupakan pengamatan yang mengejutkan
pada saat itu. Namun, ini adalah pengamatan minoritas, dengan sebagian besar memar
membutuhkan waktu setidaknya 24 dan lebih dekat 48-72 jam untuk menunjukkan warna
kuning. Hal ini konsisten dengan temuan oleh peneliti lain [45]. Pengamatan yang
dipublikasikan tidak boleh ditafsirkan sebagai harapan untuk melihat kuning pada memar
yang terjadi dalam 18 jam, karena sebagian besar tidak akan menampakkan warna kuning.
Juga, beberapa memar tidak akan pernah menunjukkan warna kuning. Di masa lampau,
penelitian ini kurang teliti karena hanya didasarkan pada pengamatan penulis, tanpa
pengujian formal variasi antarpengamat atau intrapengamat. Meskipun demikian, pengamat
'dibutakan' dengan durasi memar sebenarnya ketika pengamatan dilakukan. Setidaknya
peneliti lain telah mencatat pengamatan serupa [4, 57]. Warna kuning pada memar
bergantung pada produksi lokal produk pemecahan hemoglobin (bilirubin dan hemosiderin).
Ketika kehadiran zat-zat ini dirasakan, persepsi semacam itu mungkin lebih bergantung pada
kualitas sistem visual manusia daripada yang sebenarnya. Analisis citra digital telah
digunakan untuk mempelajari luka bakar dan bekas luka untuk memberikan objektivitas
pengukuran warna [85-87]. Penelitian ini melakukan penilaian ulang terhadap foto graf asli
[42] menggunakan sistem analisis citra digital untuk meningkatkan objektivitas penelitian.
Namun, banyak foto tidak dapat dianalisis karena pencahayaan yang tidak merata. Meskipun
secara keseluruhan hasilnya sesuai dengan penelitian asli, ada titik data yang tidak cukup
untuk menjadi konklusif. Ini menekankan perlunya kontrol pencahayaan dan kondisi yang
ketat saat memotret memar [85]. Warna pada gambar akhir akan dipengaruhi oleh cahaya
yang silau [19] dan iluminasi [88] serta faktor lain, seperti film dan pemrosesan. Penelitian
ini merekomendasikan untuk menyertakan skala warna standar di semua foto untuk mencoba
meminimalkan distorsi warna yang dapat memengaruhi interpretasi memar. Penulis lain telah
berusaha untuk meningkatkan objektivitas pengamatan memar menggunakan kolorimetri,
yang akan dibahas di bawah.
Penelitian yang diterbitkan untuk memperkirakan usia memar didasarkan pada
pengamatan pada orang dewasa, dengan hanya 7 subjek yang berusia di bawah 16 tahun. Ada
perbedaan yang signifikan dalam rata-rata waktu munculnya warna kuning pertama kali
antara subjek berusia dibawah 65 tahun dan mereka yang berusia 65 tahun ke atas [42]. Telah
dilaporkan bahwa memar pada hewan yang lebih muda sembuh lebih cepat [89] dan fungsi
makrofag terganggu pada orang tua [90, 91]. Akibatnya, mungkin ada perbedaan dalam
resolusi memar antara manusia dewasa dan anak-anak. Kurangnya literatur mengenai
perkiraan usia memar pada bayi dan anak-anak telah dicatat [92] dan telah disarankan bahwa
penelitian dilakukan secara khusus pada anak-anak [56, 92, 93]. Namun, mungkin pola
memar dan korelasinya dengan riwayat, lebih penting daripada usia atau durasi memar dalam
membedakan cedera yang tidak disengaja dari penganiayaan [92, 94-98].
Sebagai poin penelitian lebih lanjut, ketika meneliti tentang memar, penting untuk
memastikan usia atau durasi memar dari saat cedera. Subjek mungkin menyatakan bahwa
memarnya berumur satu hari, tetapi dengan menanyakan bagaimana memar itu terjadi,
seringkali menjadi jelas bahwa memar itu diketahui sehari yang lalu, tetapi waktu sebenarnya
dari cedera tidak diketahui. Dari pengalaman, fenomena ini biasa terjadi. Kurangnya
kepastian penyebab memar dapat membatasi interpretasi temuan [58].
Mata normal memiliki tiga reseptor warna (kerucut) yang merespon daerah spektrum
tampak yang disebut merah (558 nm), hijau (530 nm) dan biru (426 nm). Namun, respons
spektral kerucut mata tidak terlalu spesifik dan sensitivitasnya tumpang tindih. Meskipun
demikian, untuk orang dengan penglihatan warna normal (trikromatik), warna apa pun dapat
direproduksi oleh cahaya dari tiga warna primer (merah, hijau dan biru) dalam rasio yang
sesuai [44, 99]-- yang merupakan dasar di balik televisi berwarna. [100]. Warna kuning
dirasakan ketika kerucut merah dan hijau dirangsang secara merata dan tidak ada stimulus
biru, dengan pemrosesan sinyal dilakukan di korteks optik [101]. Ambang untuk persepsi
kuning bervariasi antara pengamat [74]; itu tergantung pada faktor-faktor termasuk insident
light [102], opacity dari lensa mata dan respon spektral dari kerucut [103-106]. Kolorimetri
dapat memberikan cara yang objektif untuk penilaian warna pada memar, menghindari
variasi individu dalam interpretasi warna [44, 75, 107, 108].
Kolorimeter menggunakan sumber cahaya (putih) dan tiga reseptor yang disetel ke
daerah spektrum merah, hijau dan biru. Output dari reseptor dapat diproses (menggunakan
elektronik di dalam perangkat) menjadi data warna [4, 78]. Ini dapat disajikan sebagai merah,
hijau dan biru (RGB), tetapi warna yang terlihat dapat diwakili oleh set 3 variabel independen
yang diubah secara tepat, yang merupakan dasar di balik sistem warna lain seperti hue,
saturation and intensitas (HSI) dan L*a*b* [81]. Model warna L*a*b* dirancang pada tahun
1976 oleh Commission Internationale d'Eclairage (CIE) untuk secara dekat mewakili rentang
persepsi penglihatan manusia normal dan untuk memungkinkan pengukuran perbedaan warna
[100, 102]. Nilai L* sesuai dengan luminositas (kecerahan), a* adalah sumbu hijau-merah
dan b* adalah sumbu biru-kuning (dengan kuning memiliki nilai positif) [109, 110].
Diharapkan bahwa model warna ini akan bermanfaat untuk studi penilaian warna pada
memar, khususnya untuk pengukuran kuning (walaupun pengukuran lain khusus untuk
kuning ada [111]). Penggunaan kolorimetri memungkinkan analisis objektif data warna dan
dapat digunakan untuk mengukur warna kulit [20, 41, 100, 110, 112]. Namun, pengujian
menggunakan serangkaian besar kasus memar yang diketahui usianya (sebuah penelitian
yang berbasis di departemen ini terhadap 233 kasus memar dari 149 subjek) mengungkapkan
bahwa warna latar belakang kulit merupakan variabel pengganggu yang signifikan saat
menggunakan kolorimetri untuk memperkirakan usia memar. Temuan ini mungkin
merupakan hasil dari keterbatasan sistem CIEL*a*b* [19] dan penggunaan model warna lain
mungkin memberikan hasil yang lebih baik [111, 113]. Namun, ada kemungkinan bahwa
setiap sistem yang mempelajari warna pada memar perlu menggunakan lebih dari tiga titik
data warna [114], bahkan ketika dilengkapi dengan pengukuran pada dua momen terpisah
[108].
Spektrofotometri menyediakan kemampuan untuk mengukur banyak titik dalam
spektrum visual [81] dan intensitasnya dapat diukur pada interval 1 nm pada seluruh rentang
tampak merah (700 nm) hingga biru (400 nm) [19, 80, 115] . Informasi yang mungkin
berguna dalam menentukan usia memar dapat diekstraksi dari data spektrofotometri [116,
117]. Misalnya, proporsi hemoglobin teroksigenasi di dalam kulit dapat diperkirakan dengan
pengukuran metrik spektrofoto [45, 118]. Darah yang dilepaskan ke memar pada awalnya
didominasi oksihemoglobin, tetapi dengan cepat menjadi deoksihemoglobin, berpotensi
memberikan informasi mengenai usia awal memar [45]. Perhitungan turunan pertama
merupakan transformasi matematis yang lebih maju yang dapat dilakukan pada data
spektrofotometri. Turunan pertama memberikan nilai untuk laju perubahan penyerapan
sebagai perubahan panjang gelombang. Ini dapat digunakan untuk mengukur kadar bilirubin
dalam campuran dengan hemoglobin [119, 120]. Selama rentang 470-510 nm spektrum
penyerapan hemoglobin hampir fiat, tetapi penyerapan bilirubin menurun dari puncaknya
sekitar 460 nm [17, 119] dan hemosiderin memiliki kurva penyerapan yang lebih miring
[121]. Oleh karena itu, nilai turunan pertama sekitar 480-490 nm sesuai dengan keberadaan
produk degradasi akhir hemoglobin. Nilai ini mungkin berguna dalam memperkirakan usia
memar [122]. Berbeda dengan pengukuran warna kuning, tidak dibiaskan oleh pigmentasi
kulit dalam penelitian yang dilakukan di departemen ini menggunakan spektrofotometri
untuk memperkirakan usia memar (walaupun tidak ada subjek negroid). Eksperimen awal
menggunakan spektrofotometri dengan pemodelan matematika tingkat lanjut telah
menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk menentukan usia memar [123].
Pencitraan hiperspektral (juga disebut pencitraan kimia) memiliki potensi untuk
memberikan informasi spektrofotometri untuk area tubuh yang luas untuk mencakup seluruh
memar pada tubuh [124]. Perangkat pencitraan hiperspektral dapat dianggap sebagai era
kamera dengan spektrofotometer sebagai perangkat pencitraan [125, 126]. Satu desain
menggunakan filter yang dapat disetel antara lensa dan pelat pencitraan elektronik (mirip
dengan jenis yang digunakan pada kamera digital) untuk menangkap spektrum penuh untuk
setiap piksel (elemen) gambar. Lokasi dan luasnya perdarahan [127] serta adanya bilirubin
pada memar dapat diukur dengan menggunakan pencitraan hiperspektral, yang memiliki
keuntungan karena dapat memilih area yang diinginkan untuk dianalisis dari dalam area yang
dicitrakan [128].
Informasi lebih lanjut dapat diperoleh dengan menggunakan sistem spektrofotometri
inframerah, karena inframerah memiliki penetrasi yang lebih besar ke dalam kulit [129-131].
Dimungkinkan untuk mendapatkan informasi mengenai kadar air [132] untuk menilai edema
dan mengukur hemoglobin [133, 134].
Di ujung lain spektrum, memar telah diperiksa menggunakan sinar ultraviolet
(termasuk Lampu Wood). Meskipun hal ini dapat menyebabkan beberapa cedera [135-137],
tidak mungkin hal itu akan membantu menentukan usia memar [138].
Penetrasi cahaya pada kulit dibatasi oleh pancaran dan penyerapan, dengan cahaya
biru menembus sekitar 100 ~ tm dan cahaya merah menembus 500-750 lam [19, 130],
membatasi penggunaan observasi dan teknik reflektif. Transiluminasi kulit dengan
diaphanoscopy [139, 140] mungkin memungkinkan analisis memar yang terdapat jauh di
dalam kulit, tetapi pengambilan sampel area memar kulit dengan biopsi eksisi diharapkan
menghasilkan lebih banyak informasi untuk memperkirakan usia memar. Sayangnya, ada
kekurangan studi histologis yang dipublikasikan tentang memar yang diketahui usianya.
Mungkin salah satu yang terbaik dilakukan adalah memar yang terjadi pada domba.
Menggunakan analisis Bayesian dari gambaran histologis disimpulkan bahwa memar hanya
dapat berumur 0-20 jam atau 24-72 jam dengan akurasi apapun [141]. Penelitian lain pada
domba dan anak sapi menunjukkan bahwa neutrofil banyak dideteksi pada durasi memar 8
jam dengan darah dan fibrin; makrofag dan neutrofil hadir dalam jumlah yang kira-kira sama
dalam 24 jam dan makrofag mendominasi pada 48 jam [142]. Namun, data dari hewan
percobaan mungkin tidak berlaku untuk manusia [33]. Neutrofil tidak ada pada kulit normal,
sehingga temuan apapun akan dianggap signifikan [143]. Emigrasi neutrofil dalam beberapa
menit telah dilaporkan pada luka kulit yang mengalami trauma tumpul pada manusia [144].
Pada laserasi dan luka sayatan pada kulit, neutrofil (minimal 10 di luar area perdarahan) telah
dilaporkan pada 20-30 menit pada manusia [145]. Infiltrat neutrofil telah tercatat pada waktu
5 menit [146] dan 10 menit dalam studi cedera kepala tertutup pada manusia [147]. Secara
imunohistokimia, neutrofil ditemukan di daerah perivaskular setelah 20-30 menit dan di
dalam jaringan stroma pada 30-40 menit pada luka di kulit manusia [148]. Meskipun
demikian, secara konvensional, neutrofil tidak diharapkan menjadi banyak sampai beberapa
jam telah berlalu dari waktu cedera [149, 150]. Makrofag hadir pada kulit normal [143]
sehingga lebih sulit untuk menentukan kapan infiltrasi telah dimulai. Makrofag meningkat
dari sekitar 12 jam pada lesi traumatis pada otak manusia [146, 151]. Pada luka kulit
manusia, makrofag telah dilaporkan pada 3 [145] atau 7 [152] jam, dengan puncak sekitar 1-2
hari, [152] jumlah neutrofil tampak terjadi pada waktu 20 jam [145]. Eritrofagositosis muncul
dari 12 jam pada cedera otak [146, 152] hingga 3 hari pada luka di kulit [145]. Variasi yang
mencolok dari infiltrat inflamasi pada luka bakar pada usia yang sama terjadi antara subjek
[143] dan hal yang sama dapat terjadi pada memar--terutama jika terjadi devitalisasi jaringan.
Kehadiran hemosiderin dapat ditunjukkan dengan menggunakan pewarnaan Perls [153] pada
3 hari di luka kulit manusia, [145, 154] tetapi sebelumnya pada tikus [32] dan hewan lain
[142]. Hemosiderin tidak terlihat sebelum 48 jam pada cedera otak [155] dan dibutuhkan
setidaknya 4 hari untuk membentuk hemosiderin yang dapat diwarnai [146, 156, 157].
Berapa lama hemosiderin dapat bertahan di kulit belum dapat dijelaskan. Hal itu telah
ditemukan selama berbulan-bulan di retina monyet setelah perdarahan retina [158] dan telah
ditemukan dalam biopsi yang diambil 12 hari setelah episode perdarahan paru pada seorang
gadis berusia 13 minggu [159]. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa hemosiderin yang
terlihat pada memar dapat berhubungan dengan peristiwa traumatis sebelumnya.
Studi imunohistokimia protein yang merupakan bagian dari proses penyembuhan luka
[160-168] mungkin memberikan informasi mengenai usia memar. Hal ini dapat didukung
dengan penggunaan teknik molekuler [148, 169, 170]. Namun, perhatian harus dilakukan
sehubungan dengan pemilihan bahan kontrol [165, 171]; artefak dapat terjadi [166, 172] dan
temuan harus diverifikasi pada jaringan postmortem [173].

Tantangan yang dihadapi metode apapun yang dapat digunakan untuk memperkirakan
usia memar adalah berbagai variabel yang mempengaruhi pembentukan memar dan
perbedaan biologis antara subjek memar. Proses resolusi memar juga dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor.
Munculnya memar akan tergantung pada kekuatan yang digunakan. Telah ditemukan
bahwa massa yang bergerak lambat tetapi berat kurang efektif menyebabkan memar
dibandingkan benda yang bergerak cepat [89], dengan massa yang berat menyebabkan
memar dalam, bukan memar yang tampak pada kulit [39, 40]. Benda yang terkena benturan
dengan tepi persegi lebih baik dalam membentuk memar di kulit daripada benda dengan
permukaan bulat [39]. Memar lebih mungkin terjadi di area yang ditopang oleh tulang, tetapi
kelemahan jaringan juga penting: akibatnya lebih sulit untuk memar kulit perut, yang tidak
ditopang, atau telapak tangan, yang berkolagen, daripada wajah, yang didukung oleh tulang,
daeraah yang lentur, dan pembuluh darah - faktor lebih lanjut penting dalam asal-usul
terjadinya memar [2, 4, 8]. Sering dikatakan bahwa beberapa orang lebih 'mudah memar'. Hal
ini dapat dijelaskan oleh faktor-faktor seperti kerapuhan kulit, kelainan pembekuan darah
[174, 175], keadaan defisiensi seperti penyakit kudis [176] dan obat-obatan termasuk
isoretinin [177] atau steroid [178]. Dalam beberapa mungkin ada peran prostasiklin [179].
Dalam kasus lain, penyebabnya bisa terlihat, tetapi tidak jelas [180]. Namun, wanita usia
subur dapat menjadi factor resiko tanpa penjelasan yang jelas [181]. Pendinginan lokal dapat
mengurangi jumlah memar [182]. Resolusi memar dapat diubah dengan pengobatan di area
memar [183, 184] dan memar berulang di tempat yang sama sembuh lebih cepat [63]. Secara
anekdot, memar sembuh lebih cepat jika area tersebut dipijat atau digosok. Paparan sinar
matahari mungkin mempercepat penghapusan bilirubin dengan mengubahnya menjadi
lumirubin dan isomer lain yang lebih larut dalam air [127, 185, 186]. Apakah variabel-
variabel ini akan mempengaruhi perkiraan usia memar tidak diketahui.
Dalam pengamatan postmortem, masalahnya mungkin bukan usia memar yang
sebenarnya, tetapi apakah jika terjadi sebelum atau setelah kematian. Ada potensi memar
untuk berkembang setelah kematian [187-189], terutama jika ada tekanan pasif yang bekerja
pada darah [190-192], misalnya jika area cedera bergantung [193, 194]. Sebaliknya, jika
tekanan dipertahankan pada suatu area sampai, dan bahkan setelah kematian terjadi, maka
memar mungkin tidak berkembang [195]. Pembedaan memar postmortem dari memar
antemortem mungkin tidak mudah dibuat karena darah dapat ekstravasasi postmortem untuk
bersarang di jaringan dan tidak hilang, menyerupai memar antemortem [190, 196-198].
Agaknya, pembentukan memar setelah kematian akan lebih mungkin tejadii jika darah dalam
keadaan cair [199-201]. Dapat dibayangkan bahwa memar dapat ditutupi oleh hipostasis
postmortem, terutama di punggung ketika hipostasis berkembang dengan baik [4] dan
kemudian terungkap ketika darah telah dilepaskan dari jaringan [38]. Dalam tubuh yang
membusuk, memar dapat menjadi tidak terdeteksi karena perubahan warna kulit [202].
Memar akan tampak jika pada area tersebut terjadi perubahan warna kulit atau difusi
hemoglobin melalui dinding pembuluh darah [203]. Telah dinyatakan bahwa demonstrasi
imunohistokimia glikoforin A (protein dalam membran eritrosit yang tahan terhadap
dekomposisi) di interstitium merupakan indikasi ekstravasasi darah telah terjadi, [203, 204]
tetapi ini tidak menunjukkan bahwa cedera telah terjadi pada antemortem. Pengamatan
perubahan serat elastis juga tidak diskriminatif [205] dan perubahan serat kolagen dapat
terjadi karena trauma postmortem [206]. Selanjutnya, hemokoagulasi dan pembentukan fibrin
telah dijelaskan postmortem [207, 208]. Meskipun demikian, temuan reaksi vital lokal
mungkin satu-satunya tanda bahwa memar terjadi antemortem [149, 209-211]. Sebuah
infiltrat neutrofil diharapkan menyiratkan bahwa memar terjadi selama manusia tersebut
masih hidup, karena neutrofil tidak ada pada kulit normal [143]; namun, telah diamati bahwa
emigrasi neutrofil dapat terjadi setelah kematian sebagai respons terhadap sitokin ]212]--
setidaknya pada tikus [213]. Juga, perawatan harus dilakukan untuk menyingkirkan sel-sel
inflamasi yang hadir karena 'serapan' pasif [145]. Metode histokimia [149, 207, 209, 211,
214, 215] dan imunohistokimia [165, 166, 168, 216] mungkin terbukti membantu dalam
membedakan luka antemortem dari luka postmortem. Infiltrasi makrofag akan menjadi bukti
bahwa cedera terjadi selama hidup. Kurangnya reaksi vital tidak berarti bahwa cedera terjadi
postmortem [ 197].
Di masa depan, teknologi canggih seperti proteomik [217] atau magnetic resonance
imaging (MRI) [218, 219] dapat membantu dalam menentukan usia memar. Saat ini, hal
terbaik yang dapat dicapai dari pemeriksaan visual adalah dengan menyatakan bahwa memar
yang berwarna kuning bukanlah memar yang baru terjadi. Jika pemeriksaan histologis dapat
dilakukan, hemosiderin yang dapat diwarnai menunjukkan bahwa usianya setidaknya
beberapa hari. Namun, setiap pernyataan harus dibuat dengan hati-hati, karena ada
ketidakpastian (lihat di atas). Daripada mencoba menetapkan usia untuk memar, mungkin
lebih praktis untuk menanyakan kapan diperkirakan memar itu terjadi dan kemudian
menyampaikan apakah tampilannya konsisten atau tidak [220]. Mungkin ada kasus ketika
satu-satunya jawaban yang benar adalah usia memar tidak dapat ditentukan. Penelitian ini
setuju dengan mereka yang percaya bahwa tidak mungkin untuk secara tepat menentukan
usia memar [221.222]. Namun, penelitian daripada nihilisme diperlukan untuk secara objektif
menentukan batas-batas kepercayaan yang dapat dicapai sehubungan dengan memperkirakan
usia memar sehingga peradilan dapat diinformasikan dengan benar.

Anda mungkin juga menyukai