Anda di halaman 1dari 98

regulasi dalam

PERANCANGAN BANGUNAN GEDUNG


Arief Sabaruddin
Peneliti Utama Bidang Aristektur Perumahan
Direktur Utama – BLU PPDPP
PUSAT PENGELOLAAN DANA PEMBIAYAAN PERUMAHAN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN
PERUMAHAN RAKYAT
BANGUNAN GEDUNG adalah [1] wujud fisik hasil
pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, [2] yang
berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,
budaya, maupun kegiatan khusus
Pengaturan Bangunan Gedung
UUD 45

UU BG No. 28 Tahun 2002

16 Tahun 2021
PP No. 36 Tahun 2005 ttg Peraturan
Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 ttg BG

Peraturan Presiden Peraturan Daerah ttg BG Kondisi Lokal


73 tahun 2011

Peraturan Menteri PU
1. Spesifikasi
SNI 2. Metoda uji
3. Tata cara
Pengendalian
Penyelenggaraan BG Gedung
Surat Tanah
IMB PBG
Pemeriksaan Dokumen
RTRW administrasi

RTBL lainnya
As Built drawing
Amdal
Pemeriksaan Dokumen
UPL UKL Pelaksanaan

Persetujuan
Instansi lain Pengujian persyaratan
teknis

Perencanaan Pelaksanaan Pemanfaatan Pelestarian Pembongkaran

IMB
SLF SLFn RTB
PBG
Pengaturan teknis Permen PU No. 29/PRT/M/2006
Permen PU No. 26/PRT/M/2008
pada setiap tahapan pembangunan Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017
pemrograman Permen PUPR No. 05/PRT/M/2016
Permen PU No. 22/PRT/M/2018 Permen PUPR No. 11/PRT/M/2018
Perpres 73 Tahun 2011

Permen PUPR No. 1/PRT/M/2015

Permen PU No. 6/PRT/M/2008


Permen PU No. 5/PRT/M/2014

Permen PU No. 24/PRT/M/2008


Permen PU No. 16/PRT/M/2010
SLF
Permen PU No. 25/PRT/M/2007
Persyaratan Bangunan
Persyaratan Adminitrasi Hak Atas Tanah SLFn

IMB PBG SLF RTB


Peruntukan
Persyaratan Teknis Tata Bangunan
Intensitas

Arsitektur Bgn

Amdal/UKL/UPL

Di atas/bawah SP

Keandalan Bgn Keselamatan Kesehatan

Kenyamanan Kemudahan
Laik Fungsi Bangunan GEDUNG

ADMINISTRASI:
1. Status Hak Atas Tanah
2. Status Kepemilikan BG
3. IMB PBG
Laik Fungsi
adalah keseuaian

&
kondisi wujud
fisik BG terhadap Tata Bangunan:
persyaratan 1. Peruntukan
dan Intensitas
Keandalan:
2. Arsitektur
1. Keselamatan
bangunan
2. Kesehatan
3. Pengendalian
3. Kenyamanan
dampak
4. Kemudahan
4. RTBL
5. Lokasi
bangunan
Peruntukan Lokasi dan Intensitas
Bangunan Gedung:
• menjamin bangunan gedung didirikan
berdasarkan ketentuan tata ruang
dan tata bangunan yang ditetapkan di
daerah yang bersangkutan;
• menjamin bangunan dimanfaatkan
sesuai dengan fungsinya;
• menjamin keselamatan pengguna,
masyarakat, dan lingkungan.
Arsitektur Bangunan Gedung:
• menjamin terwujudnya bangunan
gedung yang didirikan berdasarkan
karakteristik lingkungan, ketentuan
wujud bangunan, dan budaya
daerah, sehingga seimbang, serasi
dan selaras dengan lingkungannya;
• menjamin terwujudnya tata ruang
hijau yang dapat memberikan
keseimbangan dan keserasian
bangunan terhadap lingkungannya;
• menjamin bangunan gedung
dibangun dan dimanfaatkan
dengan tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap
lingkungan.
Pengendalian Dampak
Lingkungan
• menjamin terwujudnya tata
ruang hijau yang dapat
memberikan keseimbangan
dan keserasian bangunan
terhadap lingkungannya;
• menjamin keselamatan
pengguna, masyarakat, dan
lingkungan.
RENCANA TATA
BANGUNAN DAN
LINGKUNGAN

menjamin bangunan
gedung didirikan
berdasarkan ketentuan
tata ruang dan tata
bangunan yang ditetapkan
di daerah yang
bersangkutan.
Pembangunan Bangunan Gedung di Atas
dan/atau di Bawah Tanah, Air dan/atau
Prasarana/Sarana Umum
• sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah dan/atau rencana teknik ruang
kabupaten/kota, dan/atau RTBL;
• tidak mengganggu fungsi sarana dan
prasarana yang berada di sekitarnya;
• mempertimbangkan faktor keselamatan,
kenyamanan, kesehatan, dan
kemudahan bagi pengguna bangunan;
FUNGSI BANGUNAN GEDUNG
meliputi fungsi [1] hunian, [2]
keagamaan, [3] usaha, [4] sosial
dan [5] budaya dan [6] fungsi
khusus
FUNGSI BANGUNAN GEDUNG DIKLASIFIKASIKAN
BERDASARKAN:
1. Klasifikasi berdasarkan tingkat kompleksitas meliputi: bangunan
gedung sederhana, bangunan gedung tidak sederhana, dan
bangunan gedung khusus.
2. Klasifikasi berdasarkan tingkat permanensi meliputi: bangunan
gedung permanen, bangunan gedung semi permanen, dan bangunan
gedung darurat atau sementara.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat risiko kebakaran meliputi: bangunan
gedung tingkat risiko kebakaran tinggi, tingkat risiko kebakaran
sedang, dan tingkat risiko kebakaran rendah.
4. Klasifikasi berdasarkan zonasi gempa meliputi: tingkat zonasi gempa
yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
5. Klasifikasi berdasarkan lokasi meliputi: bangunan gedung di lokasi
padat, bangunan gedung di lokasi sedang, dan bangunan gedung di
lokasi renggang.
6. Klasifikasi berdasarkan ketinggian meliputi: bangunan gedung
bertingkat tinggi, bangunan gedung bertingkat sedang, dan
bangunan gedung bertingkat rendah.
7. Klasifikasi berdasarkan kepemilikan meliputi: bangunan gedung milik
negara, bangunan gedung milik badan usaha, dan bangunan gedung
milik perorangan.
Hunian Keagamaan Usaha Sosial Budaya Khusus Campuran
1. Tunggal 1. bangunan masjid 1. Perkantoran Pedidikan 1. Kerahasiaan khusus
2. Jamak termasuk mushola; 2. Perindustrian Kesehatan 2. Resiko khusus
3. Campuran 2. bangunan gereja 3. Perdagangan Kebudayaan
4. Sementara termasuk kapel; 4. Perhotelan Laboratorium
3. bangunan pura; 5. Wisata Layanan umum
bangunan vihara; 6. Terminal
dan 7. Pergudangan
4. bangunan
kelenteng
Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung
• Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan
• Peruntukan Lokasi dan Intensitas Bangunan
• Arsitektur Bangunan Gedung
• Pengendalian Dampak Lingkungan
• Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
• Pembangunan Gedung di atas/bawah Air dan atau sarana prasarana
umum

• Persyaratan keandalan Bangunan


• Keselamatan
• Kesehatan
• Kenyamanan
• Kemudahan
Lokasi
Peruntukan Lokasi
• Bangunan harus serasi dengan dengan
peruntukan lokasi sesuai dengan ketentuan tata
ruang dan tata bangunan dari lokasi, meliputi;
RTRW, RRTR, dan RTBL

Bila Belum ada RTRW, RRTR dan RTBL


• Persetujuan membangun bersifat sementara
sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan tata ruang yang lebih makro
• Daerah harus segera menyusun dan
menetapkan RRTR, peraturan bangunan
setempat dan RTBL
• Bila kemudian hari tata bangunan yang
ditetapkan tidak sesuai dengan tata bangunan
yang ditetapkan maka perlu dilakukan
penyesuaian dengan resiko ditanggung oleh
pemohon/pemilik
Intensitas Bangunan
Gedung
1. Kepadatan dan ketinggian
2. Jarak bebas bangunan
KLB
KDB
JLB KBG
GSB

KTB
KDH
KDB : Koefisien Dasar Bangunan GSB : Garis Sempadan Bangunan
KLB : Koefisien Lantai Bangunan Jarak Bangunan dengan Batas Persil
KBG : Ketinggian Bangunan Gedung Jarak Antara Bangunan Gedung
KDH : Koefisien Daerah Hijau
KTB : Koefisien Tapak Basement
Dimungkinkan adanya
kompensasi berupa
penambahan
besarnya KDB. JLB/KLB
bagi perpetakan tanah
yang memberikan
sebagian luas
tanahnya untuk
kepentingan umum.
Keterangan :
1. Dawasja, daerah pengawasan
jalan,
2. Damija, daerah milik jalan
3. Damaja, daerah manfaat jalan
Garis Sempadan (Muka)
Bangunan Gedung

• Penetapan GSB didasarkan pada


pertimbangan kemanan, kesehatan,
kenyamanan, dan keserasian dengan
lingkungan serta ketinggian bangunan
• Daerah memiliki garis sempadan pagar,
garis sempadan muka bangunan, garis
sempadan loteng, garis sempadan
podium, garis sempadan menara, garis
sempadan sungai, pantai, danau,
jaringan umum dan lapangan umum
• Pada kawasan campuran, masing-masing
bangunan dapat ditetapkan garis
sempadan berdasarkan masing-masing
klas bangunan
Garis Sempadan (Belakang & Samping)
Kepala Daerah dengan pertimbangan keselamatan, kesehatan,
dan kenyamanan, juga menetapkan garis sempadan samping
kiri dan kanan, serta belakang bangunan terhadap batas persil,
yang diatur di dalam rencana tata ruang, rencana tata
bangunan dan lingkungan, dan peraturan bangunan setempat

Sepanjang tidak ada jarak bebas samping maupun belakang


bangunan yang ditetapkan, maka Kepala Daerah menetapkan
besarnya garis sempadan tersebut dengan setelah
mempertimbangkan keamanan, kesehatan dan kenyamanan,
yang ditetapkan pada setiap permohonan perizinan mendirikan
bangunan

Untuk bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan


bahan-bahan/benda-benda yang mudah terbakar dan/atau
bahan berbahaya, maka Kepala Daerah dapat menetapkan
syarat-syarat lebih lanjut mengenai jarak-jarak yang harus
dipatuhi,
Dalam hal garis sempadan
pagar dan muka bangunan
berimpit (GSB = 0), maka
bagian muka bangunan
harus ditempatkan pada
garis tersebut
• Untuk bangunan yang digunakan sebagai tempat
penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar
atau bahan berbahaya, harus dibuat ketentuan
khusus

• Jarak bebas antara dua bangunan dalam satu tapak


• Memiliki bukaan yang saling berhadapan, maka
jarak antara dinding minimal dua kali jarak
bebas yang ditetapkan
• Satu sisi bukaan berhadapan dengan dinding
masif, maka jarak minmal jarak bangunan
adalah satu kali jarak bebas yang disayaratkan
• Bila kedua bidang bangunan yang berhadapan
tertutup maka jarak minimal adalah setengah
jarak bebas yang diyaratkan
Pada intensitas kawasan padat,
harus memenuhi persyaratan ;
• Bidang dinding terluar tidak
boleh melampaui batas
pekarangan
• Struktur dan pondasi bangunan
terluar harus berjarak sekurang-
kurangnya 10 cm kearah dalam
dari batas pekarangan
• Pada bangunan rumah tinggal
rapat tidak terdapat jarak bebas
samping, jarak bebas belakang
ditentukan minimal setengah
dari besarnya garis sempadan
muka bangunan
Pada intensitas bangunan
rendah
• Jarak bebas samping dan
belakang minimal 4 meter pada
lantai dasar
• Pada setiap penambahan lantai
/tingkat ditambah 0,50 meter dari
jarak bebas lantai dibawahnya
sampai mencapai jarak bebas
terjauh 12,5 meter
• Pada dinding batas pekarangan
tidak boleh diberi bukaan dalam
bentuk apapun
• Batas perhitungan luas ruang
bawah tanah (basement)
ditetapkan oleh PERDA, dengan
pertimbangan keselamatan,
kesehatan, keamanan,
• Untuk bangunan yang berskala
kawasan (superblok),
perhitungan KDB dan KLB adalah
dihitung terhadap seluruh total
lantai dasar bangunan, dan total
keseluruhan luas lantai dasar
kawasan tersebut terhadap luas
total kawasan
Pemisahan disepanjang halaman depan depan/
samping / belakang bangunan

• Dalam hal pemisah dalam bentuk pagar, maka tinggi


pagar pada GSJ dan antara GSJ dengan GSB adalah
maksimal 2 meter untuk bangunan umum 1,5 untuk
rumah tinggal dan harus tembus pandang maksimal
1 meter diatas tanah
• Penggunaan kawat berduri disepanjang jalan-jalan
umum tidak diperbolehkan
• Tinggi batas pagar samping dan belakang maksimal 3
meter
• Antara halaman belakang dan jaringan umum kota
harus dipagar dan tidak diperbolehkan membuat
pintu-pintu masuk, kecuali kalau fungsi jalur riol kota
juga sebagai jalur jalan belakang
Intensitas Bangunan

• Kepadatan bangunan meliputi


ketentuan Koefisien Dasar
Bangunan (KDB)
• Ketinggian bangunan meliputi
ketentuan tentang Jumlah
Lantai Bangunan
(JLB)/Ketinggian Bangunan
Gedung (KBG) dan Koefisien
Lantai Bangunan (KLB)
Perhitungan KDB

• Perhitungan luas lantai bangunan


adalah jumlah luas lantai yang
diperhitungkan sampai dengan
batas dinding luar
• Luas lantai beratap yang sisi-sisinya
dibatasi dinding dengan ketinggian
lebih dari 1,20 meter di atas lantai
ruang tersebut dihitung penuh
100%
• Luas lantai beratap yang bersifat
terbuka atau sisi-sisinya dibatasi
oleh dinding tidak lebih dari 1,20
meter di atas lantai ruang dihitung
50%, selama tidak melebihi 10%
dari luas denah yang diperhitungkan
sesuai dengan KDB
• Overstek atap yang melebihi lebar 1,50
meter maka luas mendatar
kelebihannya tersebut dianggap
sebagai luas lantai denah
Overstek atap yang
melebihi lebar 1,50
meter maka luas
mendatar
kelebihannya
tersebut dianggap
sebagai luas lantai
denah
Teras tidak
beratap yang
mempunyai tinggi
dinding tidak lebih
dari 1,20 meter di
atas lantai teras
tidak
diperhitungkan
sebagai luas lantai
Luas lantai bangunan yang
diperhitungkan untuk
parkir tidak diperhitungkan
dalam perhitungan KLB,
asal tidak lebih 50% dari
KLB yang ditetapkan,
selebihnya diperhitungkan
50% terhadap KLB
Perhitungan KLB
Ram dan tangga terbuka
dihitung 50%, selama tidak
melebihi 10% dari luas lantai
dasar yang diperkenankan
Dalam perhitungan ketinggian bangunan, apabila
jarak vertikal dari lantai penuh ke lantai berikut lebih
dari 5 meter, maka ketinggian bangunan tersebut
diperhitungkan sebagai bangunan 2 lantai
Setiap penggunaan
ruang rongga atap
yang luasnya tidak
lebih dari 50% dari
luas lantai di
bawahnya, tidak
dianggap sebagai
penambahan tingkat
bangunan
Ruang terbuka Hijau Pekarangan (RTHP)

• Ruang terbuka hijau yang berhubungan


langsung dengan bangunan gedung dan
terletak pada persil yang sama disebut Ruang
Terbuka Hijau Pekarangan (RTHP)
• RTHP dipertimbangkan berdasarkan ketetapan
GSB, KDB, KDH, KLB, dan ketetapan lainnya
• KDH minimal 10 % pada daerah sangat
padat/padat
• Daerah Hijau Bangunan (DHB) dapat berupa
taman atap (roof garden). Luas DHB
diperhitungkan sebagai luas RTHP namun tidak
lebih dari 25% luas RTHP
Persyaratan Basement terhadap
lingkungan

• Kebutuhan basement dan besaran


koefisien tapak basemen (KTB)
• Atap lantai basemen (B-1) tidak
dibenarkan keluar dari tapak bangunan
(di atas tanah)
• Atap lantai basement kedua (B-2) yang
diluar tapak bangunan harus
berkedalaman sekurang-kurangnya 2
(dua) meter dari permukaan tanah
tempat penanaman
Bangunan di atas prasarana
dan atau sarana umum
harus;
• Tidak menggangu fungsi sarana
dan prasarana yang berada
dibawah/atasnya dan atau
sekitarnya
• Bangunan tersebut tidak untuk
fungsi hunian atau tempat tinggal
• Memiliki sarana khusus untuk
kepentingan kemanan dan
keselamatan bagi pengguna
bangunan
Bangunan gedung di atas atau
di bawah air, harus;
• Tidak menggangu keseimbangan
lingkungan dan fungsi lindung kawasan
• Tidak menimbulkan perubahan arus air
yang dapat merusak lingkungan
• Tidak menimbulkan pencemaran
• Telah mempertimbangkan faktor
keselamatan, kenyamanan, kesahatan,
dan kemudahan bagi pengguna
bangunan
Pembangunan gedung pada
daerah hantaran udara
(SUTET, BTS, menara Air),
harus;

• Mempertimbangkan faktor
keselamatan, kenyamanan,
kesehatan dan kemudahan
bagi pengguna bangunan
• Khusus untuk kawasan
SUTET
Keandalan
Bangunan
4K
•Keselamatan
•Kesehatan
•Kenyamanan
•Kemudahan
•Aktif desain

Pasif disain
Keselamatan Bangunan

• Persyaratan Struktur
• Kemampuan bangunan
gedung terhadap bahaya
kebakaran
• Kemampuan bangunan
gedung terhadap bahaya petir
(1)Persyaratan keselamatan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi
persyaratan kemampuan bangunan gedung
untuk mendukung beban muatan, serta
kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya
petir.
(2) Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung
beban muatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kemampuan struktur bangunan
gedung yang stabil dan kukuh dalam
mendukung beban muatan.
SNI 03-1726-1989,
“Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa
Untuk Rumah dan Gedung”,

Kantor Menteri Negara


Pekerjaan Umum,
Dit.Bintek,
Ditjen Cipta Karya, 1997

Standar terkini
yang berlaku
adalah SNI
1726:2012
UBC 1997 IBC 2009 ASCE 7-10 ASCE 7-16
Soft Storey effect
Struktur
• SNI 03-1727-1989, tata cara pembebanan untuk rumah dan
gedung
• SNI 03-1728-1989, tata cara pelaksanaan mendirikan
bangunan gedung
• SNI 03-2397-1991, tata cara perencanaan rumah sederhana
tahan angin
• SNI 03-1729-2002, tata cara perencanaan struktur baja
untuk bangunan gedung
• SNI 03-1734-1989, tata cara perencanaan beton bertulang
dan struktur dinding bertulang untuk rumah dan gedung
• SNI 03-2847-1992, tata cara perhitungan beton untuk
bangunan gedung
• SNI 03-1726-2002, tata cara perencanaan ketahanan gempa
untuk bangunan dan gedung
• RSNI T-02-2003, tata cara perencanaan konstruksi kayu
Indonesia
• Pt-T-31-2000-C, tata cara perbaikan struktur beton
bertulang akibat kerusakan atau keropos dengan beton
agregat prepa
• Dsb.
• Disediakan ruang pusat pengendali kebakaran
pada bangunan gedung yang tinggi efektifnya
lebih dari 50 meter dan merupakan ruang
terpisah dari bangunan utama
• Dilengkapi dengan sarana alat pengendali,
panel kontrol, telepon, peralatan
kebakaran
• Pintu keluar harus membuka kearah luar,
ditempatkan tidak menghalangi atau
menutupi jalan masuk ke ruang pengendali
• Mempunyai luas lantai tidak kurang dari 10
m2, dan salah satu panjang dari sisi bagian
dalam tidak kurang dari 2,5 meter
• Harus memiliki ventilasi dan kebutuhan
cahaya minimum 400 lux
• Tingkat suara (ambient) dalam ruangan
yang diukur pada semua peralatan
kebakaran beroprasi tidak lebih dari 65
dbA
• Bangunan memiliki jalan keluar dan aksesibilitas
untuk pemadam kebakaran
• Memiliki pencahayaan darurat, tanda arah
panah keluar/exit, dan sistem peringatan
bahaya
B i d an g k er j a ,
M obi l P em ad am
K e ba k a r an

D
6m

C Keterangan :
E A. Entrace
B. Jalan Masuk
C. Bidang Kerja
D. Akses Tangga
B Darurat
D E. Bangunan 6
m
A
4m Ketinggian
lantailayak huni<10
meter, tidak
dipersyaratan
adanya bidang kerja
Jalur Pemadam Kebakaran

15.
00
m
Saf Kebakaran
Bukaan Pintu
No.
Jalur AKSES
Volume Bangunan Keterangan
1. < 7.100 m3 Minimal 1/6 keliling halaman
2. > 7.100 m3 Minimal 1/6 keliling bangunan
3. > 28.000 m3 Minimal ¼ keliling bangunan
4. > 56.800 m3 Minimal ½ keliling bangunan
5. > 85.200 m3 Minimal ¾ keliling bangunan
6. > 113.600 m3 Harus sekeliling bangunan
Jarak 2 PINTU EKSIT
Jumlah minimum sarana jalan ke luar
dari setiap lantai atau bagian dari
padanya selain untuk bangunan gedung
yang sudah ada seperti diizinkan untuk
seluruh klasifikasi bangunan gedung,
harus sebagai berikut : beban hunian
lebih dari 500 tetapi tidak lebih dari
1000, sekurangkurangnya 3. (2) beban
hunian lebih dari 1000, sekurang-
kurangnya 4.
AKSES EXIT
harus disusun sehingga tidak ada ujung buntu dalam koridor
X

1 2 X

3
Ketentuan TANGGA
SNI 03-1746-2000

2.30

2.00
2.00
2.30

2.00

Lebar tangga 1.10


Mak. Ketinggian anak tangga 18
Min. ketinggian anak tangga 10
Min. kadalaman anak tangga 28
Tinggi ruang minimum 2.00
Ketinggian mak. Antar bordes 3.70
bordes 1.10
> 80 cm

Pintu dan Dinding


TANGGA DARURAT
Selasar
1. Selasar harus memiliki lebar
efektif yang cukup untuk
dilewati oleh pengguna kursi
roda atau 2 orang berpapasan
paling sedikit 140 cm.
2. Selasar yang digunakan sebagai
jalur evakuasi harus bebas dari
segala macam penghalang yang
mengganggu pergerakan
Pengguna Bangunan Gedung
dan Pengunjung Bangunan
Gedung.
3. Selasar tidak diperbolehkan
menggunakan material
penutup lantai yang licin.
Prinsip perencanaan jalur pedestrian

Sudut kemiringan maksimal ram pada jalur


pedestrian
Prinsip perencanaan
jalur pemandu
1. Jembatan penghubung
antarruang/antarbangunan harus
Jembatan dapat dilewati oleh pengguna kursi
roda atau 2 orang berpapasan dengan
Penghubung lebar paling sedikit 120 cm.
2. Jika terdapat perbedaan ketinggian
Antarruang/Ant lantai/bangunan, maka jembatan
penghubung
arbangunan antarruang/antarbangunan harus
memiliki kelandaian paling besar 6o
atau perbandingan 1:10 dan pada
setiap jarak paling jauh 900 cm
terdapat bagian mendatar dengan
panjang paling sedikit 120 cm.
Tangga
Jika disediakan lebih dari 1 tangga
umum, maka jarak antartangga
diperhitungkan sesuai dengan
jumlah Pengguna Bangunan
Gedung dan Pengunjung Bangunan
Gedung paling jauh 40 m
• Tinggi anak tangga (optride/riser)
tidak lebih dari 18 cm dan tidak
kurang dari 15 cm.
• Lebar anak tangga (antride/tread)
paling sedikit 30 cm.
• Kemiringan tangga umum tidak
boleh melebihi sudut 35o.
• Tangga dengan lebar lebih dari 220
cm harus dilengkapi dengan
pegangan rambat tambahan di
bagian tengah tangga.
RAM
Ram untuk Pengguna Bangunan
Gedung dan Pengunjung
Bangunan Gedung di dalam
Bangunan Gedung paling besar
harus memiliki kelandaian 60,
atau perbandingan antara
tinggi dan kemiringan 1:10
sedangkan ram di luar
Bangunan Gedung harus paling
besar memiliki kelandaian 50
atau perbandingan antara
tinggi dan kemiringan 1:12.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai