KELAS BALITA
Dosen Pembimbing
Tarsikah, S. SiT., M. Keb
Disusun Oleh :
Mardiah (P17312215165)
Nurlaili Habiba (P17312215168)
Hesty Oktaviana (P17312215171)
Rina Andriani (P17312215174)
Wahyuning Nanik M. P (P17312215177)
I. IDENTITAS SAP
Topik : Pendidikan Kesehatan Pada Ibu
Sub Pokok Bahasan : 1. Pembuatan dan Pemberian MP-ASI
2. Kudapan Sehat untuk Anak
3. Stimulasi Tumbuh Kembang
4. Imunisasi
Sasaran : Ibu Balita
Hari/Tanggal : Jumat/25 Maret 2022
Waktu : 08.00 WIB
Tempat : PAUD AL UMMAH
Penyuluh : 1. Hesty Oktaviana
2. Mardiah
3. Nurlaili Habiba
4. Rina Andriani
5. Wahyuning Nanik M. P
IX. EVALUASI
a. Kriteria Evaluasi Proses
1. Penyuluhan diharapkan berjalan dengan lancar
2. Peserta penyuluhan datang tepat waktu
3. Peserta penyuluhan antusias terhadap materi dan aktif bertanya
4. Peserta penyuluhan tidak meninggalkan acara penyuluhan sebelum
penyuluhan selesai
5. Penyuluhan dapat berlangsung sesuai dengan kontrak waktu
6. Struktur organisasi dapat melaksanakan tugas sesuai peran dengan baik
b. Kriteria Evaluasi Hasil
1. Penyaji mengajukan pertanyaan secara langsung kepada peserta penyuluhan
tentang materi penyuluhan sebelum penyuluhan dilaksanakan.
2. Penyaji mengajukan pertanyaan secara langsung kepada peserta penyuluhan
setelah penyampaian materi penyuluhan.
3. Peserta menanggapi materi yang telah disampaikan penyaji.
X. PENGORGANISASIAN
a. Moderator
Membuka acara, memperkenalakan diri dan tim penyuluh, mengatur proses
penyuluhan, tanya jawab, serta menutup acara.
b. Penyaji
Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan mudah dipahami peserta
penyuluhan.
c. Fasilitator
Mengevaluasi penyuluh, moderator, peserta, dan jalannya proses penyuluhan
d. Observer
Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan rencana kegiatan penyuluhan
e. Notulen
Mencatat pertanyaan yang diajukan auidien/peserta penyuluhan, dan masukan
dari fasilitator
f. Peserta
Mendengarkan, memperhatikan, serta mengajukan pertanyaan
Keterangan :
: Penyaji
: Moderator
: Observer
: Fasilitator
Adriana. D. 2013. Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak.Jakarta: Selemba
Medika.
Subagyo, Widyo, Mukhadiono, Dyah Wahyuningsih, 2015.Peran Kader Dalam
Memotivasi Ibu Balita Berkunjung Ke Posyandu, Semarang, Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal Of Nursing)
Soetjiningsih. 2014. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Nursalam. 2012. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Buku Ajar Imunisasi. Jakarta: Pusat Pendidikan
Pelatihan Tenaga Kesehatan.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2014). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika
M. Parbi, Holil, S.K.M., M.Kes. Wiyono, Sugeng S.K.M., M.Kes. Harjatmo, Titus
Priyo B.Sc., S.K.M., M.Kes. BAHAN AZAR GIZI “PENILAIAN STATUS
GIZI”. Pusat Pendidikan sumber daya manusia Kesehatan badan
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia Kesehatan edisi 2017.
https://standarpangan.pom.go.id/dokumen/pedoman/
Buku_Pedoman_PJAS_untuk_Pencapaian_Gizi_Seimbang__Pengawas_dan-
atau_Penyuluh_.pdf
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/GIZI-
DALAM-DAUR-KEHIDUPAN-FINAL-SC.pdf
LAMPIRAN MATERI
1. Pembuatan dan Pemberian MP-ASI
a Definisi MP-ASI
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan tambahan yang
diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan.
Jadi selain Makanan Pendamping ASI, ASI-pun harus tetap diberikan kepada
bayi, paling tidak sampai usia 24 bulan, peranan makanan pendamping ASI
sama sekali bukan untuk menggantikan ASI melainkan hanya untuk melengkapi
ASI jadi dalam hal ini makanan pendamping ASI berbeda dengan makanan
sapihan diberikan ketika bayi tidak lagi mengkonsumsi ASI (Diah Krisnatuti,
2008).
b Tujuan pemberian MP- ASI adalah :
1) Melengkapi zat gizi ASI yang sudah mulai berkurang.
2) Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam
makanan dengan berbagai rasa dan bentuk.
3) Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.
4) Mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energy lebih
tinggi.
c Syarat pemberian MP – ASI
1) Diberikan tanpa menghentikan ASI
2) Bayi umur lebih dari 6 bulan
3) Kandungan gizi harus cukup
4) Diberikan secara bertahap jumlah dan jenisnya sesuai usia bayi.
d Jenis MP ASI diantaranya :
1) Buah-buahan yang dihaluskan/ dalam bentuk sari buah. Misalnya pisang
Ambon, pepaya , jeruk, tomat.
2) Makanan lunak dan lembek. Misal bubur susu, nasi tim.
3) Makanan bayi yang dikemas dalam kaleng/ karton/ sachet.
1) Vaksin BCG
a) Deskripsi: Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang
mengandung Mycrobacterium bovis hidup yang dilemahkan
(Bacillus Calmette Guerin), Strain paris.
b) Indikasi: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis
c) Cara pemberian dan dosis: Dosis pemberian: 0,05 ml, sebanayak 1
kali, disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas
(insertio musculus deltoideus) dengan menggunakan ADS 0,05 ml.
d) Efek samping: 2-6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas
suntikan timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan
dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2-4 bulan, kemudian menyembuh
perlahan dengan menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2-10
mm.
e) Penanganan efek samping: Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu
dikompres dengan cairan antiseptik dan apabila cairan bertambah
banyak atau koreng semakin membesar anjurkan orang tua
membawa bayi ke tenaga kesehatan.
2) Vaksin DPT-HB-Hib
a) Deskripsi: Vaksin DPT-HB-Hib digunakan untuk mencegha
terhadap difteri, tetanus, petusis (batuk rejan), hepatitis B, dan
infeksi Haemophilus influenzae tipes) secara simultan.
b) Kontra Indikasi: Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru
lahir atau kelainan saraf serius.
c) Cara pemberian dan dosis: Vaksin harus disuntikkan secara
intramuskular pada anterolateral paha atas dan satu dosisi anak
adalah 0,5 ml.
d) Efek samping: Reaksi lokal sementara, bengkak, nyeri, dan
kemerahan pada lokasi suntikan, disertai demam dapat timbul dalam
sejumlah besar kasus. Kadang-kadang reaksi berat, seperti demam
tinggi, irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat
terjadi dalam 24 jam setelah pemberian.
e) Penanganan efek samping: Orang tua dianjurkan untuk memberikan
minum lebih bnayak (ASI atau sari buah), jika demam kenakan
pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres
dengan air dingin, jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB
setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam), bayi boleh mandi
atau cukup diseka dengan air hangat, dan jika reaksi memberat dan
menetap bawa bayi ke dokter.
3) Vaksin Hepatitis B
a) Deskripsi: Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan
bersifat non-infecious, berasal dari HbsAg.
b) Kontra Indikasi: Penderita infeksi berat yang disertai kejang.
c) Cara pemberian dan dosis: Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID,
secara intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral, kemudian
pemberian sebanyak 3 dosis, dan dosis yang pertama usia 0-7 hari,
dosis berikutnya interval minimum 4 minggu (1 bulan).
d) Efek samping: Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan, dan
pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan dan reaksi yang terjadi
bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
e) Penanganan efek samping: Orang tua dianjurkan untuk memberikan
minum lebih banyak (ASI), jika demam kenakan pakaian yang tipis,
bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres dengan air dingin, jika
demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3-4 jam (maksimal
6 kali dalam 24 jam), dan bayi boleh mandi atau cukup diseka
dengan air hangat.
4) Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine) / (OPV)
a) Deskripsi: Vaksin Polio Trivalet yang terdiri dari suspensi virus
poliomyelitis 1, 2, dan 3 (starain Sabin) yang sudah dilemahkan.
b) Indikasi: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomielitis.
c) Kontra Indikasi: Pada individu yang menderita immune deficiency
tidak ada efek berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada
anak yang sedang sakit.
d) Cara pemberian dan dosis: Seacara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua
tetes) sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis
minimal 4 minggu.
e) Efek samping: Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio
oral. Setelah mendapat vaksin polio oral bayi boleh makan minum
seperti biasa. Apabila muntah dalam 30 menit segera diberi dosis
ulang
f) Penanganan efek samping: Orang tua tidak perlu melakukan apa
pun.
5) Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV)
a) Deskripsi: Bentuk suspensi injeksi
b) Indikasi: Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak
immunocompromised, kontak di lingkungan keluarga dan pada
individu di mana vaksin polio oral menjadi kontra indikasi.
c) Kontra Indikasi: Sedang menderita demam, penyakit akut atau
penyakit kronis progresif, hipersensitif pada saat pemberian vaksin
ini sebelumnya, penyakit demam akibat infeksi akut tunggu sampai
sembuh, dan alergi terhadap Streptomicin.
d) Cara pemberian dan dosis: Disuntikkan secara intra muskular atau
subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml, kemudian dari usia
2 bulan 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus diberikan pada interval
satu atau dua bulan, IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan
14 sesuai dengan rekomendasi dari WHO, dan bagi orang dewasa
yang belum diimunisasi diberikan 2 suntikan berturut-turut dengan
interval satu atau dua bulan.
e) Efek samping: Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri,
kemerahan, indurasi, dan bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam
setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama satu atau dua hari.
f) Penanganan efek samping: Orangtua dianjurkan untuk memberikan
minum lebih banyak (ASI), jika demam kenakan pakaian tipis, bekas
suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam berikan
paracetamol 15 mg/kg BB setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam 24
jam), dan bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
6) Vaksin Campak
a) Deskripsi: Vaksin virus hidup yang dilemahkan.
b) Indikasi: Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
c) Kontra indikasi: Individu yang mengidap penyakit immune
deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon
imun karena leukemia dan limfoma.
d) Cara pemberian dan dosis: 0,5 ml disuntikkan secara subkutan
pada lengan kiri atau atau anterolateral paha, pada usia 9-11
bulan.
e) Efek samping: Hingga 15% pasien dapat mengalami demam
ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari
setelah vaksinasi.
f) Penanganan efek samping: Orangtua dianjurkan untuk
memberikan minum lebih banyak (ASI atau sari buah), jika
demam kenakan pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri
dapat dikompres air dingin, jika demam berikan paracetamol 15
mg/kgBB setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam), bayi
boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat, dan jika reaksi
tersebut berat dan menetap bawa bayi ke dokter.
a. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi menurut Mulyani (2013), yaitu:
1) Bagi keluarga: dapat menghilangkan kecemasan dan memperkuar
psikologi pengobatan bila anak jatuh sakit. Mendukung pembentukan
keluarga bila orang tua yakin bahwa anaknya akan menghadapi dan
menjalani anak-anaknya di masa kanak-kanak dengan tenang.
2) Bagi anak : dapat mencegah penderitaan atau kesakitan yang ditimbulkan
oleh penyakit yang kemungkinan akan menyebabkan kecacatan atau
kematian.
3) Bagi keluarga : dapat memperbaiki tingkat kesehatan dan mampu
menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan
pembangunan Negara.
b. Tujuan Pelaksanaan Imunisasi
Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit dan
kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul.
Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksaan program imunisasi sebagai
cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/anak-anak
pra sekolah (Depkes RI, 2001 dalam Maryanti, 2011).
Untuk tercapaikan program tersebut perlu adanya pemantauan yang
dilakukan oleh semua petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas
imunisasi vaksinasi. Tujuan pemantauan menurut Azwar (2003) adalah untuk
mengetahui sampai dimana keberhasilan kerja, mengetahui permasalahan yang
ada. Hal ini perlu dilakukan untuk memperbaiki program.
Hal-hal yang perlu dilakukan pemantauan (dimonitor) sebagaimana
disebutkan oleh (Prawirohardjo, 1998 dalam Maryanti 2011) adalah sebagai
berikut:
1) Pemantauan ringan adalah memantau hal-hal sebagai berikut apakah
pelaksanaan pemantauan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan,
apakah vaksin cukup tersedia, pengecekan lemari es normal, hasil
imunisasi dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan, peralatan
yang cukup untuk penyuntikkan yang aman dan steril, apakah diantara 6
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di jumpai dalam seminggu.
2) Cara memantau cakupan imunisasi dapat dilakukan melalui cakupan dari
bulan ke bulan dibandingkan dengan garis target, dapat digambarkan
masing-masing desa. Untuk mengetahui keberhasilan program dapat
dengan melihat seperti, bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat antara
75-100% dari target, berarti program sangat berhasil. Bila garis pencapaian
dalam 1 tahun terlihat antara 50-75% dari target, berarti program cukup
berhasil dan bila garis pencapaian dalam 1 tahun di bawah 50% dari target
berarti program belum berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1 tahun
terlihat di bawah 25% dari target berarti program sama sekali tidak
berhasil. Untuk tingkat kabupaten dan provinsi, maka penilaian diarahkan
pada penduduk tiap kecamatan dan kabupaten. Di samping itu, pada kedua
tingkat ini perlu mempertimbangkan pula memonitoring evaluasi
pemakaian vaksin (Notoatmodjo, 2003 dalam Maryanti, 2011).
a. Jadwal Pemberian Imunisasi
1) Vaksinasi BCG
Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan
intrakutan dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil
apabial terjadi tuberkulin konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya
tuberkulin konversi tergantung pada potensi vaksin dan dosis yang tepat
serta cara penyuntikkan yang benar. Kelebihan dosis dan suntikan yang
terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya abses di tempat suntikan. Untuk
menjaga potensinya, vaksin BCG harus disimpan pada suhu 20C (Depkes
RI, 2005 dalam Maryanti 2011).
2) Vaksinasi DPT
Kekebalan tehadap penyakit difteri, pertusis, dan tetanus adalah dengan
pemberian vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang
telah dimurnikan ditambah dengan bakteri bortella pertusis yang telah
dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5ml diberikan secara subkutan atau
intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan
interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah penyuntikkan tidak
ada. Gejala biasanya demam ringan dan rekasi lokal tempat penyuntikkan.
Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi, kejang,
kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam,
hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT (Depkes RI, 2005
dalam Maryanti, 2011).
3) Vaksinasi Polio
Untuk kekebalan terhadap polio diberikan 2 tetes vaksin polio oral yang
mengandung virus polio yang mengandung virus polio tipe 1, 2, dan 3 dari
Sabin. Vaksin yang diberikan melalui mulut pada bayi umur 2-12 bulan
sebanyak 4 kali dengan jarak waktu pemberian 4 minggu.
4) Vaksinasi Campak
Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah dilemahkan dan
dalam bentuk bubuk kering atau freezeried yang harus dilarutkan dengan
bahan pelarut yang telah tersedia sebelum digunakan. Suntikan ini diberikan
secara subkutan dengan dosis 0,5 ml pada anak umur 9-12 bulan. Di negara
berkembang imunisasi campak dianjurkan diberikan lebih awal dengan
maksud memberikan kekebalan sedini mungkin, sebelum terkena infeksi
virus campak secara alami. Pemberian imunisasi lebih awal rupanya
terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang berasal dari ibu (maternal
antibodi), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal campak dalam
tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih diberikan 4-6 bulan
kemudian. Maka untuk Indonesia vaksin campik diberikan mulai anak
berumur 9 bulan (Depkes RI, 2005 dalam Maryanti, 2011).
a. Jenis Vaksin
1) Vaksin inactivited selalu membutuhkan dosis ganda. Pada umumnya pada
dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif tetapi hanya memacu
atau menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru timbul setelah
dosis kedua atau ketiga. Kontras dengan vaksin hidup yang menimbulkan
respons imun mirip atau sama dengan onfeksi alami, pada vaksin inactivated
respons imun yang terjadi sebagian besar menimbulkan imunitas humoral,
hanya sedikit atau tidak menimbulkan imunitas seluler. Kadar titer antibodi
terhadap antigen inacticated membutuhkan dosis suplemen (tambahan)
secara periodik.
Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap
penyakit masih memerlukan vaksin seluruh sel (whole cell), namun vaksin
bakterial seluruh sel bersifat reaktogenik dan menyebabkan paling banyak
terjadi rekasi ikutan atau efek samping. Ini disebabkan respons terhadap
komponen-komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan untuk
perlindungan (contoh antigen pertusis dalam vaksin DPT). Vaksin
inactivited yang tersedia saat ini berasal dari:
a) Seluruh sel virus inactivited, contohnya influenza, polio, rabies, hepatitis
A.
b) Seluruh bakteri inactivated, contohnya pertusis, tifoid, kolera.
c) Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contohnya hepatitis B, influenza,
pertusis a-seluler, tifoid VI dan Lyme disease.
d) Toksoid, contohnya difteria, tetanus, dan botulinum.
e) Polisakarida murni, contohnya pneumokokus, meningokokus dan
haemoplhilus influenzae tipe b.
f) Gabungan polisakarida (haemophilus influenza tipe b dan
pneumokokus).
2) Vaksin polisakarida
a) Vaksin poliskarida adalah vaksin sub-unit inactivated dengan bentuk
yang unik terdiri dari rantai panjang molekul-molekul gula yang
membentuk permukaan kapsul bakteri tertentu. Vaksin polisakarida
murni tersedia untuk 3 macam penyakit yaitu pneumokokus,
meningokokus, dan haemophilus influenza tipe b.
b) Respons imun terhadap vaksin poliskarida murni adalah sel T
independent khusus yang berarti bahwa vaksin ini mampu memberi
stimuli sel B tanpa bantuan sel T helper. Antigen sel T independet
termasuk vaksin polisakarida, tidak selalu imunogenik pada anak umur <
2 tahun. Anak kecil tidak memberi respons terhadap antigen polisakarida
yang sebabnya tidak diketahui. Mungkin ada hubungannnya dengan
keadaan sistem imun yang masih imatur.
c) Dosis vaksin poliskarida yang diulang tidak menyebabkan respons
peningkatan (booster response). Dosis ulangan pada vaksin protein
inactivated menyebabkan titer antibodi menjadi lebih tinggi secara
progresif atau meningkat. Tidak dijumpai pada antigen polisakarida.
Antibodi yang dibangkitkan oleh vaksin. Polisakarida mempunyai
aktifitas fungsional kurang apabila dibandingkan dengan antigen protein.
Hal ini karena antibodi yang dihasilkan dalam respons terhadap vaksin
polisakarida hanya didominasi IgM dan hanya sedikit IgG yang
diproduksi.
3) Vaksin rekombinan
a) Antigen vaksin dapat pula dihasilkan dengan cara teknik rekayasa
genetik. Produk ini disebut vaksin rekombinan. Terdapat 3 jenis vaksin
yang dihasilkan dengan rekayasa genetik yang saat tersedia di Amerika
Serikat.
b) Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan cara memasukkan suatu segmen
gen virus hepatitis B ke dalam gen sel ragi. Sel ragi yang telah
menghasilkan antigen permukaan hepatitis B murni.
c) Vaksin tifoid (ty 21a) adalah bakteria salmonella typhi yang secara
genetic diubah sehingga tidak menyebabkan sakit. Tiga dari 4 virus yang
berada di dalam vaksin rotavirus hidup adalah rotavirus manusia apabila
mereka mengalami replikasi.
DAFTAR PUSTAKA
M. Parbi, Holil, S.K.M., M.Kes. Wiyono, Sugeng S.K.M., M.Kes. Harjatmo, Titus
Priyo B.Sc., S.K.M., M.Kes. BAHAN AZAR GIZI “PENILAIAN STATUS
GIZI”. Pusat Pendidikan sumber daya manusia Kesehatan badan
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia Kesehatan edisi
2017.
https://standarpangan.pom.go.id/dokumen/pedoman/
Buku_Pedoman_PJAS_untuk_Pencapaian_Gizi_Seimbang__Pengawas_dan-
atau_Penyuluh_.pdf
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/GIZI-DALAM-
DAUR-KEHIDUPAN-FINAL-SC.pdf