Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

LINGKUNGAN SOSIAL, EKONOMI DAN POLITIK YANG


MEMPENGARUHI KEBIJAKAN, PELAYANAN DAN
MODEL ASUHAN
Dosen Pengajar : Cucu Sari Kartika, SST, M.Kes

Disusun Oleh :
Rohmah Nuraidah NIM. 210604253
Mianita Rahayu NIM. 210604239
Dini purwandani NIM. 210604213
Ismu Rohimah NIM. 210604212
Mimin Mintarsih NIM. 210604240
Rita Yulianti NIM. 210604251
Imas Rohah NIM. 210604359
Khalimatus Sa'adah NIM. 210604338
Afra Syadza NIM. 210604206
Siti Rohmayani NIM. 210604252
Emilia noviyanti NIM. 210604356
Martini Oktaviani NIM. 210604316

PROGRAM S1 KEBIDANAN ALIH JENJANG


STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Sholawat serta salam kita
junjungkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang kita nantikan syafa’atnya
kelak di yaumul akhir.

Kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Kami
atas nama kelompok 2 sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca khususnya dalam pembahasan Mata
Kuliah Manajemen Dan Kepemimpinan Dalam Praktik Profesionalisme Bidan.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 04 April 2022


Penyusun

Kelompok 2
Daftar isi

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
Daftar isi........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................4
2.1 Rumusan Masalah...........................................................................................5
3.1 Tujuan.............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................6
2.1 Pengaruh situasi sosial ekonomi terhadap pelayanan kebidanan....................6
2.2 Pengaruh Politik Dalam Layanan Kebidanan...............................................12
2.3 Pengaruh Kekuasaan terhadap pelayanan kebidanan...................................15
BAB III PENUTUP.....................................................................................................22
3.1 Kesimpulan...................................................................................................22
3.2 Saran.............................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sektor kesehatan merupakan bagian penting perekonomian di berbagai
negara. Sejumlah pendapat menyatakan bahwa sektor kesehatan sama seperti
spons menyerap banyak sumber daya nasional untuk membiayai banyak tenaga
kesehatan. Pendapat yang lain mengemukakan bahwa sektor kesehatan seperti
pembangkit perekonomian, melalui inovasi dan investasi dibidang technologi
bio−medis atau produksi dan penjualan obat−obatan, atau dengan menjamin
adanya populasi yang sehat yang produktif secara ekonomi.
Kesehatan juga dipengaruhi oleh sejumlah keputusan yang tidak ada
kaitannya dengan layanan kesehatan: kemiskinan mempengaruhi kesehatan
masyarakat, sama halnya dengan polusi, air kotor atau sanitasi yang buruk.
Kebijakan ekonomi, seperti pajak merokok, atau alkohol dapat pula
mempengaruhi perilaku masyarakat. Penyebab mutakhir meningkatnya obesitas
ditengah masyarakat mencakup kesediaan makanan cepat saji yang murah namun
tinggikalori, penjualan soft drinks disekolah, juga menurunnya kebiasaan berolah
raga.
Memahami hubungan antara kebijakan kesehatan dan kesehatan itu sendiri
menjadi sedemikian pentingnya sehingga memungkinkan untuk menyelesaikan
masalah kesehatan utama yang terjadi saat ini. Dalam memberikan pelayanannya
bidan harus selalu merujuk pada aturan dan kebijakanyang berlaku, jika tidak
maka niat baik bidan dalam memberikan pelayanan bisa-bisa membawa bidan
sendiri dalam dugaan kasus maloraktik atau wanprestasi. Kebijakan sendiri
sangat bergantung pada suasa politik dan ekonomi, sangat dinamis. Pada handout
ini kita akan sama-sama pelajari bagaimana pengaruh politik, situasi sosial dan
regulasi dapat mempengaruhi model asuhan kebidanan.
2.1 Rumusan Masalah
a. Bagaimana Pengaruh situasi sosial ekonomi terhadap pelayanan
kebidanan?
b. Bagaimana Pengaruh Politik Dalam Layanan Kebidanan?
c. Bagaimana Pengaruh Kekuasaan terhadap pelayanan kebidanan?

3.1 Tujuan
a. Untuk mengetahui Pengaruh situasi sosial ekonomi terhadap pelayanan
kebidanan
b. Untuk mengetahui Pengaruh Politik Dalam Layanan Kebidanan
c. Untuk mengetahui Pengaruh Kekuasaan terhadap pelayanan kebidanan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengaruh situasi sosial ekonomi terhadap pelayanan kebidanan


Kesetaraan berarti keadilan atau keadilan sosial, yaitu konsep etis yang
didasarkan pada prinsip keadilan distributif yang juga dihubungkan dengan hak
asasi manusia. Kesetaraan dalam kesehatan secara luas didefinisikan sebagai
ketiadaan kesenjangan sosial. Untuk keperluan operasionalisasi dan pengukuran,
kesetaraan dalam kesehatan dapat didefinisikan sebagai ketiadaan disparitas
sistematis dalam kesehatan (atau dalam determinan sosial kesehatan) antara
kelompok sosial yang memiliki tingkat keuntungan atau kerugian social
mendasar yang berbeda yaitu, berbeda posisi dalam hierarki sosial.
Ketidaksetaraan dalam kesehatan secara sistematis menempatkan kelompok-
kelompok orang yang secara sosial kurang beruntung (misalnya, karena menjadi
miskin, perempuan, dan/ atau anggota kelompok ras, etnis, atau agama yang
tercabut haknya) pada kerugian lebih lanjut berkenaan dengan kesehatan mereka;
kesehatan sangat penting untuk kesejahteraan dan untuk mengatasi efek lain dari
kerugian social (Braveman & Gruskin, 2003).
Teori yang akan digunakan sebagai baseline dalam penelitian ini yang
sekaligus akan diuji adalah teori akses. Sebagaimana diketahui, upaya untuk
mencapai ekuitas dapat dilakukan dengan pendekatan teori akses. Akses sebagai
alat ukur ekitas pelayanan kesehatan dapat dilihat melalui :
a) akses potensial indikator proses (potential access process indicators) yaitu
karakteristik populasi, akses potensial indikator struktural (potential access
structural indicators) yaitu karakteristik system layanan kesehatan,
b) akses nyata indikator objektif (realized access objective indicators) yaitu
utilisasi pelayanan kesehatan, dan
c) akses nyata indikator subjektif (realized access subjective indicators) yaitu
utilisasi kepuasan konsumen yang mana semua komponen ini dipengaruhi
oleh kebijakan kesehatan (Aday, Andersen, & Fleming, 1980; Whitehead,
1992).
Akses pelayanan kesehatan dikatakan mencapai ekuitas jika pelayanan
kesehatan terdistribusi menurut geografi, sosial ekonomi dan kebutuhan
masyarakat, sebaliknya jika pelayanan kesehatan belum terdistribusi dengan baik
menurut geografi, sosial ekonomi dan kebutuhan masyarakat, dapat disebut
sebagai akses pelayanan inekuitas. Upaya perbaikan dari sisi supply dan demand
perlu terus diupayakan agar masalah ekuitas terhadap akses pelayanan kesehatan
dapat teratasi. Akses ke pelayanan kesehatan merupakan pusat dari
penyelenggaraan sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Hal ini penting
karena pengukuran kegunaan dan akses dalam pemberian pelayanan merupakan
bagian dari sistem kebijakan kesehatan yang ada. Meskipun demikian, akses
masih dianggap gagasan yang kompleks dimana ada beragam interpretasi dari
banyak ahli. Dalam pelayanan kesehatan, akses biasanya didefinisikan sebagai
akses ke pelayanan, provider dan institusi. Menurut beberapa ahli akses lebih
daripada pelengkap dari pelayanan kesehatan karena pelayanan dapat dijangkau
apabila tersedia akses pelayanan yang baik. Sementara umumnya para ahli
menyadari bahwa karakteristik pengguna mempengaruhi karakteristik provider
dalam memberikan pelayanan. Atau dengan kata lain, akses ke pelayanan
terbentuk dari hubungan antara pengguna dan sumber daya pelayanan kesehatan.
Akses bisa dilihat dari sumber daya dan karakteristik pengguna. Namun,
dalam rangka meningkatkan pelayanan jangka pendek, sumber daya yang
memegang peranan penting. Pada umumnya, permasalahan harga, waktu
transportasi dan waktu tunggu lebih direspon secara spesifik daripada
permasalahan karakteristik sosial ekonomi masyarakat seperti pendapatan, sarana
transportasi dan waktu luang. Akses merupakan kesempatan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Akses bisa digunakan
untuk mengidentifikasi kebutuhan, mencari dan mendapatkan sumber daya dan
menawarkan pelayanan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Dari sisi provider, terdapat lima dimensi dari akses yaitu :
a. Kedekatan, pengguna mendapatkan pelayanan kesehatan yang bisa
diidentifikasi dalam bentuk keberadaan pelayanan, bisa dijangkau dan
berdampak pada kesehatan pengguna.
b. Kemampuan menerima, berhubungan dengan faktor sosial budaya yang
memungkinkan masyarakat menerima pelayanan yang ditawarkan.
c. Ketersediaan, mengacu pada pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau
kapanpun dan dimanapun. Ketersediaan tidak hanya secara fisik, namun
secara sumber daya mampu memberikan pelayanan sesuai kemampuan.
d. Kesangguapan pengguna, mengacu pada kemampuan dari pengguna untuk
menggunakan fasilitas kesehatan secara ekonomi maupun sosial,
e. Kesesuaian, mengacu pada kesesuaian antara pelayanan yang diberikan dan
kebutuhan dari pengguna.
Selain itu, akses ke pelayanan kesehatan juga dipengaruhi oleh kemampuan
pengguna diantaranya:
a) Kemampuan menerima (kepercayaan dan harapan)
b) Kemampuan mencari (nilai sosial, budaya dan gender)
c) Kemampuan menjangkau (lingkungan tempat tinggal, transportasi dan
dukungan sosial)
d) Kemampuan membayar (pendapatan, asset dan asuransi)
e) Kemampuan ikut serta (ketaatan, support)
Seluruh kemampuan itu saling berhubungan baik dari provider maupun
pengguna, sehingga bisa dikatakan akses merupakan keterkaitan dari faktor-faktor
tersebut. Provider sebagai penyedia layanan harus mempertimbangkan
karakteristik dari calon pengguna misalnya pendapatan, kemampuan membayar,
lokasi tempat tinggal dan lain-lain. Karakteristik pengguna dipengaruhi oleh hal
yang lebih luas misalnya nilai-nilai dalam keluarga, nilai-nilai dalam organisasi,
nilai-nilai budaya dan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Meskipun
pengguna memiliki pengetahuan yang benar tentang pelayanan kesehatan, tidak
dipungkiri nilai-nilai tersebut juga memberikan sedikit dampak kepada pengguna
dalam mengambil keputusan menggunakan pelayanan kesehatan. Nilai-nilai
tersebut bisa berasal dari rumah tangga dan lingkungan tempat tinggal. Pelayanan
kesehatan yang dinikmati oleh masyarakat sebenarnya merupakan cerminan
karakteristik demografi, sosial dan ekonomi maupun karakteristik sistem
kesehatan dan lingkungan dimana mereka tinggal.
Keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang masih
rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah
penduduk kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang
kurang menunjang dan lain sebagainya.
Tingkat pendidikan terutama pada wanita dewasa yang masih rendah,
mempunyai pengaruh besar terhadap masih tingginya angka kematian bayi.
Berdasarkan survei rumah tangganya tingkat buta huruf pada wanita dewasa,
rendahnya tingkat pendidikan dan buta huruf pada wanita menyebabkan ibu-ibu
tidak mengetahui tentang perawatan semasa hamil, kelahiran, perawatan bayi dan
semasa nifas, tidak mengetahui kapan ia harus datang ke pelayanan kesehatan,
kontrol ulang, dan sebagainya. Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan perilaku
masyarakat sering kali merupakan penghalang atau penghambat terciptanya pola
hidup sehat di masyarakat. perilaku, kebiasaan,dan adat istiadat yang merugikan
seperti misalnya:
1. Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit
melahirkan
2. Ibu menyusui dilarang makan makanan yang asin, misalnya ikan asin, telur
asin karena bisa membuat ASI jadi asin
3. Ibu habis melahirkan dilarang tidur siang
4. Bayi berusia 1 minggu sudah boleh diberikan nasi atau pisang agar
mekoniumnya cepat keluar
5. Ibu post partum harus tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk karena
takut darah kotor naik ke mata,
6. Ibu yang mengalami kesulitan dalam melahirkan, rambutnya harus diuraikan
dan persalinanyang dilakukan di lantai, diharapkan ibu dapat dengan mudah
melahirkan.
7. Bayi baru lahir yang sedang tidur harus ditemani dengan benda-benda tajam.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa
wilayah masihrendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik
dukun tersebut yangsedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan
meminta tolong kepada ibu dukun. Didaerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil
masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya
dilakukan di rumah. Data Survei kesehatan rumah rangga tahun rnenunjukkan
bahwa 75= persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang
pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek
persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu.

Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan
masyarakat,mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan
status kesehatan masyarakat,khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah
kerjanya.Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat
khususnya, berkaitandengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru
lahir, anak remaja dan usia lanjut.Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi
yang cukup berkaitan dengan tugas, peran sertatanggung jawabnya.Dalam rangka
peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan diperlukan pendekatan-
pendekatan khususnya sosial budaya, untuk itu sebagai tenaga kesehatan
khususnyacalon bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan berbagai upaya
untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat sadar pentingnya
kesehatan.

Menurut Departemen Kesehatan, fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah


sebagai berikut :
1. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah,
mengenai persalinan, pelayanan keluarga berencana, dan pengayoman medis
kontrasepsi.
2. Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan,
denganmelakukan penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan permasalahan
kesehatan setempat.
3. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi.
4. Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan.
5. Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral, dan lembaga swadaya
masyarakat.
6. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke fasilitas kesehatan
lainnya.
7. Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi
serta adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi sesuai dengan
kemampuannya.
Salah satu kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan
bidan yang pertama kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah
mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakatsetempat. Kemudian seorang
bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yangmeliputi tingkat
pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaansehari-hari,
pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang
berkaitandengan wilayah tersebut.Bidan dapat menunjukan otonominya dan
akuntabilitas profesi melalui pendekatan socialdan budaya yang akurat.

Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang di anugerahi pikiran, perasaan dan
kemauan secara naluriah memerlukan prantara budaya untuk menyatakan
rasaseninya, baik secara aktif dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam
kegiatan apresiatif. Dalam kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan pendekatan terhadap
kesenian atau kebudayaan seolah kita memasuki suatu alam rasa yang kasat mata.
Maka itu dalam mengadakan pendekatanterhadap kesenian kita tidak cukup hanya
bersimpati terhadap kesenian itu, tetapi lebih dari ituyaitu secara empati. Melalui
kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif untuk
melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan
kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut.

2.2 Pengaruh Politik Dalam Layanan Kebidanan


1. Politik dan Kebijakan Kesehatan
Telah terjadi arus perubahan sistem politik kepemerintahan sebagai
sebuah transisi menuju demokrasi di negara-negarabaru, yang seringkali juga
disebut sebagai gelombang ketiga demokrasi. Sebuah gelombang biasanya
mencakup liberalisasi atauupaya demokratisasi dari sistem-sistem politik yang
tidak atau belum sepenuhnya demokratis. Liberalisasi di bidang politik akan
berkorelasi dengan arah kebijakan pembangunan di suatu pemerintahan
utamanya di sektor ekonomi. Salah satu ciri dari prosesliberalisasi dibidang
ekonomi adalah keputusan pemerintah baik pusat dan daerah untuk
melakukan privatisasi aset-asetpelayanan publik, termasuk di sektor
kesehatan, tak terkecualikan, hal ini terjadi pula di Indonesia.
Era reformasi membawa dinamika politik yang sangat deras, antara
lain terepresentasi dalam pergantian pengelolaan kekuasaan dengan tak
kurang darienam kepala negara dimiliki Indonesia. Pada rentang waktu itu
pula, terjadi perubahan signifikan dalam bidang kesehatan yangpaling terlihat
adalah kebijakan pembiayaan kesehatan.
Khusus di sektor perumah sakitan, pemerintah telah beberapa
kalimengganti status rumah sakit berturut- turut mulai dari pengguna PNBP,
Perusahaan Jawatan (Perjan) bagi 13 Rumah SakitUmum Pemerintah (RSUP),
berubah dalam pilihan menjadi Perum atau Persero dengan lahirnya Undang-
Undang (UU) No. 19/2003tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Berikutnya keluar Peraturan Pemerintah (PP) No. 8/2003 yang paralel dengan
BUMNdan mempengaruhi status Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
menjadi bentuk Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan UUNo. 1/2004
tentang Perbendaharaan Negara, bahkan di ibukota tiga RSUD telah
ditetapkan sebagai Perseroan Terbatas (PT) melalui tiga buah Peraturan
Daerah (Perda) yaitu: Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta
No.13,14,15/2004 tentang PerubahanBentuk Badan Hukum menjadi PT dan
Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada PT. Rumah Sakit
Haji, PasarRebo dan Cengkareng bersamaan dengan disahkannya UU No.
32/2004 tentang Otonomi Daerah. Belum lagi kebijakan mengenaiasuransi
kesehatan dimulai dari Jampersal hingga saat ini adalah JKN(Jaminan
Kesehatan Nasional).
Perubahan kebijakan pembiayan kesehatan berdampak pada layanan
yang diberikan bidan. Jika kita berbicara pengaruh antara kondisi politik
dengan perubahan arah pembangunan pemerintah, alternatif jawaban atas
pertanyaan adakah politik mempengaruhi arah pembangunan pemerintah bisa
diperoleh bila mengacu pada pandangan Bjorn Hettne tentang Development
Theories in the Three Worlds yang menyebutkan setidaknya ada empat model
pembangunanyang pernah diterapkan di seluruh dunia dan kesemuanya
menyandarkan pada konteks dominasi politik yang berkembang,
masingmasing:teori modernisasi, teori liberal, teori ketergantungan, dan teori
alternatif.
a. Teori modernisasi melihat masyarakat Eropa sebagai role model bagi
pembangunan negara- negara berkembang di Asiadan Afrika.
b. Teori kedua, yaitu teori liberal menggunakan logika liberalisme yang
dirintis Adam Smith sebagai acuan utama untuk melihat pembangunan.
c. Teori ketergantungan terutama dilatarbelakangi pemikiran Marxis yang
melihat perekonomian global sebagai eksploitatif terhadap negara-negara
berkembang dan menyarankan agar negara-negara tersebut berusaha
memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga mengurangi ketergantungan
pada ekonomi global.
d. Teori terakhir merupakan perkembangan lebih lanjut dari pemikiran-
pemikiran pembangunan yang lain dan berpandangan bahwa
pembangunan seharusnya lebih melibatkan kelompok-kelompok yang
termarjinalisasi yaitu kelompok minoritas dan termasuk juga kaum
perempuan.
Pembangunan Indonesia berkisar di antara kedua teori pembangunan
pertama dan keduanya pernah digunakan dalamperjalanan pembangunan
pemerintah. Teori modernisasi digunakan pada masa orde baru, sementara itu
pada masa dan pasca reformasi pemerintah cenderung menggunakan teori atau
model liberalisasi. Pandangan tersebut dapat diterima setidaknya jika kita
menelaah lebih dalam pengertian tentang kedua model tersebut. Model
pembangunan pertama sering disebut pula sebagai “Teori Pembangunan yang
Eropasentris”, karena memandang negara-negara di Eropa adalah gambaran
ideal masyarakat yang ingin maju. Asumsi teori ini adalah dualitas antara
Masyarakat Barat dan Masyarakat Timur yang terkategori sebagai masyarakat
maju (bagi barat) dan terbelakang yang semestinya diadabkan (untuk timur).
Oleh karenanya, teori ini memberikan ruang bagi bantuan luar negeri
terutama untuk negara-negara berkembang. Teori ini memang tidak bisa lepas
dari pengaruh pemikiran Keynes yang menitik beratkan peran pemerintah
dalam menggerakkan perekonomian. Logika liberal agar pemerintah tidak ikut
campur dalam kehidupan perekonomian warganya harus dilanggar.3 Teori ini
mengizinkan pengeluaran besar-besaran dalam anggaran pemerintah negara
berkembang untuk pembangunan negara, maka fenomena BUMN adalah
sesuatu yang lazim. Di lain pihak, model pembangunan liberal relatif ”tidak
ramah” terhadap peran pemerintah.
Berbeda dengan logika teori modernisasi yang bersifat progresif, teori
liberal cenderung melihat pentingnya logika keseimbangan yang
melepaskannya pada keseimbangan neraca antara sektor permintaan dan
penawaran. Teori liberal tidak memiliki role model dalam tujuan
pembangunan yang hendak dicapainya,namun teori ini melihat bahwa kondisi
perekonomian terbaik hanya dapat tercapai saat negara membiarkan
masyarakat berikut individu- individu di dalamnya menggunakan sumber
daya (faktor produksi) sebebas mungkin. Pemerintah tidak boleh ikut campur
karena akan merusak mekanisme pasar yang dikatakan dikendalikan oleh
invisible hand.

2.3 Pengaruh Kekuasaan terhadap pelayanan kebidanan


Berbicara politi tidak bisa dipisahkan dengan kekuasaan. Kekuasaan pada
umumnya dipahami sebagai kemampuan untuk mencapai hasil yang diharapkan
untuk “melakukan” sesuatu. Dalam penyusunan kebijakan, konsep
kekuasaansecara khusus dipertimbangkan dalam suatu pemikiran hubungan
“memiliki kekuasaan” atas orang lain Kekuasaandilaksanakan pada saat A
meminta B melakukan sesuatu yang tidak akan dilakukan B sebelumnya. Si A
dapatmeraih tujuan akhir atas B ini melalui beberapa cara yang dikategorikan
menjadi tiga dimensi kekuasaan:kekuasaan dalam pengambilan keputusan,
kekuasaan untuk tidak membuat keputusan; dan kekuasaan sebagaipengendalian
pikiran.Kekuasaan dalam pengambilan keputusan menekankan pada tindakan
individu atau kelompok yang mempengaruhipemutusan kebijakan.
Penelitian Rober Dahl, Who Governs (Siapa yang berkuasa), melihat kepada
siapa yang membuat keputusan penting atas isu−isu yang terjadi di New Haven,
Connecticut, Amerika (Dahl, 1961). Ia menyimpulkan tentang siapayang berkuasa
dengan mengkaji preferensi (keinginan) kelompok − kelompok berkepentingan
dan membandingkannya dengan hasil kebijakan. Ia menemukan bahwa ada
perbedaan sumber daya yang memberi kekuasaan kepada warga masyarakat dan
kelompok berkepentingan dan sumber daya ini tidak didistribusikan dengan
merata: meski sejumlah individu memiliki kekayaansumber daya politik, mereka
menjadi miskin dalam aspek lainnya. Ada penemuan bahwa individudan
kelompok yang berbeda mampu untuk memberikan pengaruh pada isu kebijakan
yang berbeda. Atas penemuan−penemuan tersebut, Dahl menyimpulkan bahwa
kelompok−kelompok masyarakat yang berbeda, termasuk kelompok yang lemah,
dapat “menekan.” ke dalam sistem politik dan menguasai para pembuat keputusan
sesuai dengan preferensi (keinginan) mereka. Meski hanya sedikit orang yang
berkuasa langsung atas keputusan−keputusan kunci, yang diartikan sebagai
keberhasilan atau memveto usulan kebijakan, kebanyakan orang memiliki
kekuasaan tidak langsung melaluikekuatan suara (vote).
Model sistem penyusunan kebijakan yang ditunjukkan oleh David Easton
(1965) merupakan suatu pendekatan untuk menyederhanakan pengambilan
keputusan politik dan memahami komponen pokok yang universal. Suatu sistem
merupakan kesatuan yang kompleks yang terdiri dari sejumlah bagian yang
salingberhubungan dan terkait. Bagian−bagian sistem dapat mengalami
perubahan pada saat saling berinteraksi dalam lingkungan yang lebih luas. Meski
perubahan dan proses interaksi ini menghasilkan perubahan konstandalam sistem,
perubahan dan proses interaksi tersebut harus tetap berada dalam keseimbangan
jika mengharapkan sistem tersebut tetap bertahan. Sistem politik berkaitan dengan
keputusan−keputusan mengenai barang apa, jasa apa, kebebasan, hak dan
keistimewaan apa yang hendak diberikan (atau tidak) dan kepada siapa akan
diberikan (atau tidak).
Lingkungan mempengaruhi sistem politik karena lingkungan menyediakan
kesempatan, sumber−daya, tantangan dan hambatan terhadap keputusan politik.
Sebagai contoh: terjadi kekurangan tenaga perawat. Kekurangan ini dapat
menyebabkan suatu tindakan (keputusan kebijakan) dari sistem politik untuk
mengatasi kekurangan tersebut. Diantara pilihan−pilihan kebijakan, sistem politik
mungkin akan meningkatkan jumlah mahasiswa perguruan tinggi, memberikan
insentif finansial seperti pinjaman untuk mendorong mahasiswa mengikuti
pendidikan perawat, merekrut perawat dari negara lain, meningkatkan
keterampilan dari stafparamedis untuk melaksanakan sejumlah fungsi perawat,
atau malah tidak melakukan apa pun.
Lima kelompok sistem politik berhasil dibedakan:
a. Rezim demokrasi liberal. Kategori ini ditandai dengan pemerintahan yang
berkuasa dengan institusi politik yang relatif stabil dengan kesempatan untuk
berpartisipasi luas melalui sejumlah mekanisme dan kelompok: pemilihan
umum, partai politik, kelompok kepentingan, dan kebebasan media Kategori
ini mencakup negara−negara di Amerika Utara, Eropa Barat dan
negara−negara di India dan Israel.Negara−negara ini cenderung tidak terlalu
inegalitarian (kecuali Amerika) ataupun tidak terlalu egalitarian. Kebijakan
kesehatan berbeda−beda dari yang berorientasi pada pasar di Amerika hingga
yang bertanggung jawab atas kesejahteraan negara di Eropa Barat.
b. Egalitarian−autoritarian. Ketegori ini memiliki elit pemimpin yang tertutup,
birokrasi autoritarian dan partisipasi yang diatur oleh negara (i.e. rezim
partisipasi dan kurangnya kesempatan demokrasi dalam pengendalian sosial).
Hubungan yang dekat sering timbul antara satu partai politik dan negara serta
birokrasi. Pada tahun 1970−an, Uni Soviet, China, Vietnam, Angola,
Mozambique dan Cuba masuk didalam kategori ini. Negara−negara ini
memang egalitarian meskipun lingkup dan sifat kesetaraan sering
dipertanyakan. Negara− negara ini telah mengembangkan sistem jaminan
sosial yang baik dan layanan kesehatan dibiayai dan disediakan hampir
semuanya oleh pemerintah (praktek swasta dilarang dalambeberapa hal) dan
diperlakukan sebagai hak asasi yang fundamental. Hanya sedikit negara−
negara yangegalitarian−autoritarian saat ini.
c. Traditional−inegalitarian. Sistem ini memerintah dengan tradisi monarki yang
hanya menyediaka npartisipasi yang terbatas. Saudi Arabia merupakan salah
satu contoh dari sistem yang semakin langka ini. Kebijakan kesehatan sangat
tergantung pada sektor swasta dimana para elit menggunakan fasilitas dari
negara−negara maju pada saat kebutuhannya meningkat.
d. Populis. Sistem ini berdasar pada satu partai politik yang dominan,
nasionalisme yang tinggi dan kepemimpinan cenderung menjadi personal.
Partisipasi sangat diatur melalui gerakan massa yang dikendalikan oleh
pemerintah atau partai politik. Para elit mungkin memiliki pengaruh dalam
pemerintah karena ada hubungan dengan pemimpin atau menjadi anggota
partai politik sepanjang para elit ini mendukung gerakan nasionalis dan
populis. Banyak negara yang baru merdeka di Afrika dan Amerika Selatan
memulai pemerintahan dengan sistem politik populis. Meski layanan
kesehatan kolonial hanya tersedia untuk para elit yang memerintah, populis
berusaha untuk menyediakan kesehatan bagi semua warga sebagai hak dasar.
e. Authoritarian−inegalitarian. Sistem politik ini seringkali muncul untuk
menghadapi rezim populis dan liberal−demokrasi. Sistem ini sering dikaitkan
dengan pemerintahan militer dan menggunakan kekerasaan. Pada pertengahan
1980−an, lebih dari separuh pemerintahan di Sub−Sahara Afrika merupakan
pemerintahan militer dan banyak yang ditandai dengan penguasa autokratik.
Kebijakan kesehatan mencerminkan kepentingan dari kaum elit yang terbatas:
layanan dibiayai oleh negara untuk militer, sedangkan yang lain sangat
tergantung pada sektor swasta.
Sejalan dengan pergolakan politik pada akhir 1980, penggolongan sistem
politik diatas seperti sudah kuno tanpa adanya perubahan. Francis Fukuyama,
seorang ilmuwan politik Amerika, berpendapat bahwajatuhnya komunisme dan
gelombang demokrasi pada akhir th 1980−an menandai pengakuan demokrasi
liberal sebagai yang terbaik dan merupakan “bentuk akhir dari pemerintahan
manusia”. Meskipun benar bahwa sejumlah bentuk dari demokrasi merupakan
bentuk yang paling umum dari sistem politik, pengkajian yang dilakukan
Fukuyama berpusat pada Barat, didasarkan pada nilai−nilai individualisme,
hak−hak dan pilihan; disamping itu pengkajiannya ini tidak dapat menjelaskan
kehadiran bentuk−bentuk baru sistem politik yang cenderung semakin kompleks
dan bervariasi. Heywood (2002) menunjukkan suatu penggolongan yang
mencerminkan dunia politik saat ini:
a. Poliarki Barat. Serupa dengan demokrasi liberal. Nama yang dipakai berubah
karena dua alasan, salah satunya adalah pengakuan bahwa banyak negara
tidak dapat melaksanakan idealism demokrasi.
b. Demokrasi Baru. Gelombang demokrasi mulai pada tahun 1974 dengan
tumbangnya pemerintahan autoritarian di Yunani, Portugal dan Spanyol.
Banyak bekas negara Republik Soviet termasuk kelompok ini pada tahun
1989−91. Negara-negara ini melaksanakan pemilihan umum multi partai dan
reformasi radikal yang berorientasi pasar. Dari sudut pandang politik,
perbedaan antara sistem politik ini dan poliarki barat terletak pada konsolidasi
demokrasi yang tidak utuh, dan hadirnya kembali bentuk−bentuk
autoritarianisme tertentu yang membatasi partisipasi rakyat. Reformasi sektor
sosial telah merusak jaringan pengaman sosial, tenaga medis yang berlebihan
dan pergeseran kepada pembiayaan swasta.
c. Rezim Asia Timur. Meskipun sebagian besar Negara-negara dipantai barat
Samudera Pasifik menganut sistem poliarki, perbedaan dari paham Barat
adalah pada dasar perbedaan budayayang telah dibentuk oleh idealisme
Confucian dan nilai-nilai yang berlawanan dengan individualisme liberal.
Budaya ini menyebabkan, Rezim Asia Timur diwarnai oleh pemerintahan
yang kuat, partai-partai pemerintah yang berkuasa, menghormati
kepemimpinan, penekananpada masyarakat kohesi sosial. Pajak rendah dan
pengeluaran sektor umum yang rendah berakibat pada terbatasnya fasilitas
kesehatan.
d. Rezim Islam. Rezim ini ditemukan di Negara-negara Afrika Utara, Timur
Tengah dan sebagian Asia. Tujuan dari sistem Islam adalah untuk
mengembangkan suatu teokrasi dimana lembagadan proses politik
mencerminkan prinsip−prinsip dan kepercayaan agama yang tinggi. Rezim
Islam fundamental berkaitan dengan Iran, Afghanistan dibawah Taliban,
dikendalikan sekutu danSaudi Arabia. Malaysia merupakan contoh dari
negara Islam pluralis. Negara−negara ini membentuk kelompok−kelompok
yang heterogen, dan akibatnya sulit untuk menentukan sifat mereka. Dalam
hal kebijakan kesehatan, agama memberi pengaruh pada layanan kesehatan
seksual dan reproduksi.
Jelas bahwa terdapat perbedaan yang signifikan diantara sistem politik
kelompok-kelompokdiatas. Satu hal yang penting adalah sejauh mana system-
sistem tersebut mendorong atau membatasi partisipasi. Pada akhirnya nanti hal ini
akan berimbas pada bagaimana kebijakan kesehatan disusun dan kepentingan
kebijakan kesehatan mana yang terpenuhi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sektor kesehatan merupakan bagian penting perekonomian di berbagai
negara. Sejumlah pendapat menyatakan bahwa sektor kesehatan sama seperti
spons menyerap banyak sumber daya nasional untuk membiayai banyak tenaga
kesehatan. Dalam memberikan pelayanannya bidan harus selalu merujuk pada
aturan dan kebijakan yang berlaku, jika tidak maka niat baik bidan dalam
memberikan pelayanan bisa-bisa membawa bidan sendiri dalam dugaan kasus
malpraktik atau wanprestasi. Kebijakan sendiri sangat bergantung pada suasa
politik dan ekonomi, sangat dinamis. Telah di jelaskan di atas bagaimana
pengaruh politik, situasi sosial dan regulasi dapat mempengaruhi model asuhan
kebidanan yang kita berikan.
Kesetaraan berarti keadilan atau keadilan sosial, yaitu konsep etis yang
didasarkan pada prinsip keadilan distributive yang juga dihubungkan dengan hak
asasi manusia.
Kesetaraan dalam kesehatan secara luas didefinisikan sebagai ketiadaan
kesenjangan sosial. Untuk keperluan operasionalisasi dan pengukuran, kesetaraan
dalam kesehatan dapat didefinisikan sebagai ketiadaan disparitas sistematis dalam
kesehatan (atau dalam determinan sosial kesehatan) antara kelompok sosial yang
memiliki tingkat keuntungan atau kerugian social mendasar yang berbeda yaitu,
berbeda posisi dalam hierarki sosial.
Ketidaksetaraan dalam kesehatan secara sistematis menempatkan kelompok-
kelompok orang yang secara sosial kurang beruntung (misalnya, karena menjadi
miskin, perempuan, dan/ atau anggota kelompok ras, etnis, atau agama yang
tercabut haknya) pada kerugian lebih lanjut berkenaan dengan kesehatan mereka ,
kesehatan sangat penting untuk kesejahteraan dan untuk mengatasi efek lain dari
kerugian social.
Era reformasi membawa dinamika politik yang sangat deras, antara lain
terepresentasi dalam pergantian pengelolaan kekuasaan dengan tak kurang
darienam kepala negara dimiliki Indonesia. Pada rentang waktu itu pula, terjadi
perubahan signifikan dalam bidang kesehatan yangpaling terlihat adalah
kebijakan pembiayaan kesehatan.
Kekuasaan pada umumnya dipahami sebagai kemampuan untuk mencapai
hasil yang diharapkan untuk “melakukan” sesuatu. Dalam penyusunan kebijakan,
konsep kekuasaansecara khusus dipertimbangkan dalam suatu pemikiran
hubungan “memiliki kekuasaan” atas orang lain

3.2 Saran
Dengan dasar pengetahuanHasil Penelitian Tentang Lingkungan Sosial,
Ekonomi Dan Politik Yang Mempengaruhi Kebijakan, pelayanan dan model
asuhan di harapkan semua bidan dapat memberikan pelayanan sesuai dengan
tupoksi.

Anda mungkin juga menyukai