Anda di halaman 1dari 17

MANAJEMEN KONFLIK DALAM PENDIDIKAN

Pebi Mayori MPI 6B1, Eltia Sintara MPI 6B2

Mahasiswa Prodi Manajemen Pendidikan Islam


Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci

Pendahuluan
Pendidikan adalah merupakan satu hal yang sangat penting bagi manusia,
selama manusia masih hidup dalam kehidupan dunia ini maka pendidikan tidak akan
pernah bisa lepas dari dirinya. Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat
penting bagi warga Negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia yang seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang unggul, serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Lingkungan sekolah dapat dipandang sebagai keluarga yang keharmonisannya
akan tercipta jika tidak ada konflik di antara para anggotanya. Meskipun demikian,
konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan
sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik.
Perubahan atau inovasi baru, seprti implementasi manajemen berbasis kompetensi
(KBK), dan penilaian berbasis kelas (PBK) sangat rentan menimbulkan konflik,
apalagi jika tidak disertai pemahaman yang memadai terhadap ide-ide yang
berkembang.
Konflik sebenarnya sesuatu yang alamiah, yang dalam batas waktu tertentu
dapat bernilai positif terhadap perkembangan sekolah, tetapi harus dikelola dengan
baik dan hati-hati, sebab jika melewati batas dapat menimbulkan akibat yang fatal.

1
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah harus dapat mengelola konflik
dengan baik, sehingga memberikan manfaat yang positif dan terhindar dari akibat yang
negatif. Lingkungan suatu organisasi dapat dipandang sebagai suatu keluarga yang
keharmonisannya akan tercipta jika tidak ada konflik di antara para anggotanya.
Meskipun demikian, konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam
kehidupan, bahkan sepanjang kehidupan manusia berhadapan dan bergelud dengan
konflik. Suatu organisasi hampir dapat dipastikan akan menghadapi yang namanya
konflik, baik bersifat eksternal maupun internal, dan dapat bersifat positif maupun
negatif.
Masalahnya, bagaimana kepala sekolah dapat menciptakan suasana yang
harmonis, agar tidak terjadi konflik yang berdampak negatif pada tenaga kependidikan.
Lebih dari itu, bagaimana kepala sekolah bersama tenaga kependidikan dapat
mengendalikan konflik dan memanfaatkannya untuk kemajuan. Untuk itu penyusun
mengangkat karya ilmiah dengan judul “Manajemen Konflik dalam Pendidikan”.
sebagai tugas mata kuliah Manajemen Konflik.

Pembahasan
A. Pengertian manajemen konflik dalam pendidikan
Secara etimologi konflik berasal dari kata latin yaitu “con” berarti bersama-
sama dan “fliegere” yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi konflik dalam kehidupan
sosial adalah benturan dalam kepentingan, keinginan, pendapat dan lain-lain yang sulit
untuk dipahami oleh masing-masing individu. Robbins dalam organization behavior
menjelaskan bahwa, konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya
ketidak sesuaian antara dua pendapat sudut pandang yang berpengaruh atas pihak-
pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun negatif. Luthans mengemukakan
bahwa konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling
bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber dari keinginan manusia. Husaini,

2
konflik ialah pertentangan antara dua atau lebih terhadap satu hal atau lebih dengan
sesama anggota organisasi atau dengan organisasi lain.1
Dari ketiga pengertian di atas, maka definisi konflik yang dikemukakan oleh
Handoko, konflik adalah proses pengarahan ketidak sesuaian antara dua atau lebih
anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya
kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-
kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status,
tujuan, nilai atau persepsi.2
Manajemen konflik pendidikan dapat diartikan sebagai suatu langkah yang
diambil oleh kepala sekolah untuk mengelola konflik yang terjadi sehingga
tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal Konflik yang dialami individu di
sekolah dapat hadir dalam berbagai bentuk, bisa dalam bentuk individu dengan
individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Misalnya,
seorang guru berhadapan seorang guru, seorang guru berhadapan dengan sekelompok
guru, sekelompok guru tertentu berhadapan dengan sekelompok guru lainnya., dan
sejenisnya. Konflik yang terjadi di antara mereka bisa bersifat tertutup, terbuka atau
bahkan menjadi konfrontasi.3
Konflik pada awalnya dianggap sebagai suatu penyimpangan terhadap norma
dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat maupun aturan organisasi, namun dengan
meningkatya pengetahuan maka pandangan terhadap konflik mengalami
perubahan.Aldarg, R.J dan Stearns membagi transisi pemikiran tentang konflik
kedalam tiga fase yaitu: pandangan tradisional, pandangan hubungan manusia, dan
pandangan interaksionis/pluralis. Pandangan tradisional, konflik dipersepsikan sebagai
peristiwa yang negative dan identik dengan kekacauan, destruktif, dan dapat merugikan
kelangsungan organisasi, karena itu harus dicegah dan bila perlu ditiadakan.

1
M Murni, 2016, “manajemen konflik dalam pendidikan”, Jurnal ar-raniry vol 4, no 1, hal 142
2
Murni, ibid, hal 143
3
A khairul, 2018, “urgensi penerapan manajemen konflik dalam organisasi sekolah” Jurnal Studi dan
Penelitian Pendidikan Islam Vol 1 No 2, hal 36

3
Pandangan tradisional konsisten terhadap sikap-sikap dominan mengenai perilaku
kelompok sehingga konflik mempunyai konotasi negatif, sebagai dampak komunikasi
yang buruk, kurangya kepercayaan antara anggota, dan pimpinan tidak tanggap
terhadap aspirasi dan kebutuhan para anggota kerja.4
Berdasarkan manfaatnya, konflik dapat dikelompokkan ke dalam konflik
fungsional dan disfungsional. Menurut Gibson, konflik fungsional adalah suatu
konfrontasi di antara kelompok yang menambah keuntungan kinerja. Pertentangan
antar kelompok yang fungsional dapat memberikan manfaat bagi peningkatan
efektivitas dan prestasi organisasi. Konflik ini tidak hanya membantu tetapi juga
merupakan suatu kelompok yang anggotanya heterogen menimbulkan adanya suatu
perbedaan pendapat yang menghasilkan solusi lebih baik dan kreatif. Konflik
fungsional dapat mengarah pada penemuan cara yang lebih efektif untuk menyesuaikan
diri dengan tuntutan perubahan lingkungan sehingga organisasi dapat hidup terus dan
berkembang. Adapun konflik disfungsional adalah konfrontasi atau pertentangan antar
kelompok yang merusak, merugikan, dan menghalangi pencapaian tujuan organisasi.
Sehubungan dengan itu, setiap organisasi harus mampu menangani dan mengelola,
serta mengurangi konflik agar memberikan dampak positif, dan meningkatkan prestasi,
karena konflik yang tidak dikelola dengan baik dapat menurunkan prestasi dan kinerja
organisasi.5
Konflik akan berkembang di sekolah jika tidak cepat ditanggulangi, serta
mendorong para tenaga kependidikan untuk menentukan sikap dan tindakan apabila
konflik benar-benar muncul ke permukaan secara terbuka, dan jika tidak dapat
ditanggulangi maka akan menjadi kenyataan, yang diwujudkan dalam pernyataan,
tingkah laku, dan reaksi di antara pihak yang bertentangan. Mengetahui adanya konflik
sedini mungkin dapat dilakukan dengan memperhatikan hubungan-hubungan yang
ada, karena pada umumnya hubungan yang tidak normal merupakan gejala konflik,

4
Murni, ibid
5
Murni, ibid, hal 144

4
misalnya ketegangan, kekakuan, ketakutan, kekalutan, dan saling fitnah. Meskipun
demikian, tidak semua konflik dapat diketahui gejala-gejalanya, untuk mengetahuinya
pimpinan harus aktif melakukan berbagai tindakan. Tindakan yang dapat dilakukan
kepala sekolah untuk mengetahui adanya konflik dini adalah menciptakan komunikasi
timbal balik, menggunakan jasa ketiga, dan menggunakan jasa pengawas informal.
1. Menciptakan komunikasi timbal balik. Komunikasi timbal balik akan
mendorong tenaga kependidikan aktif mengemukakan pendapat, sehingga
dapat diperoleh kemungkinan petunjuk adanya konflik.

2. Menggunakan jasa pihak ketiga. Pada umumnya pihak yang sedang terlibat
konflik akan terbuka kepada pihak ketiga yang netral, sehingga untuk
mengetahui adanya konflik sedini mungkin perlu bantuan pihak yang netral.

3. Menggunakan jasa pengawas informal. Pengawas informal merupakan orang


yang ditempatkan secara arahasia dan bertugas sebagai intel yang harus Konflik
akan berkembang di sekolah jika tidak cepat ditanggulangi, serta mendorong
para tenaga kependidikan untuk menentukan sikap dan tindakan apabila konflik
benar-benar muncul ke permukaan secara terbuka, dan jika tidak dapat
ditanggulangi maka akan menjadi kenyataan, yang diwujudkan dalam
pernyataan, tingkah laku, dan reaksi di antara pihak yang bertentangan.6

Konflik dapat terjadi karena setiap pihak atau salah satu pihak merasa dirugikan,
baik secara material maupun nonmaterial. Untuk mencegahnya, harus dipelajari
penyebabnya, antara lain sebagai berikut:
1. Perbedaan pendapat. Konflik dapat terjadi karenba perbedaan dan masing-
masing merasa paling benar. Jika perbedaan pendapat ini meruncing dan
mencuat kepermukaan, maka dapat menimbulkan ketegangan.

6
Murni, ibid, hal 145

5
2. Salah paham. Konflik dapat terjadi karena salah paham (misunderstanding),
misalnya tindakan seseorang mungkin tujuannya baik, tetapi dianggap
merugikan oleh pihak lain. Kesalahpahaman ini akan menimbulkan rasa kurang
nyaman, kurang simpati, dan kebencian.

3. Salah satu atau kedua pihak merasa dirugikan. Konflik dapat terjadi karena
tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-
masing pihak merasa dirugikan. Pihak yang dirugikan merasa kesal, kurang
nyaman, kurang simpati atau benci. Perasaan-perasaan ini dapat menimbulkan
konflik yang mengakibatkan kerugian baik secara materi, moral, maupun
sosial.

4. Terlalu sensitif. Konflik dapat terjadi karena terlalu sensitif, mungkin tindakan
seseorang adalah wajar, tetapi karena pihak lain terlalu sensitif makla dianggap
merugikan, dan menimbulkan konflik, walaupun secara etika tindakan ini tidak
termasuk perbuatan yang salah.7

Di sekolah, konflik dapat terjadi dalam semua tingkatan, baik intrapersonal,


interpersonal, intragroup, intergroup, intraorganisasi, maupun inteorganisasi.
1. Konflik intrapersonal, yaitu konflik internal yang terjadi dalam diri seseorang.
Konflik interpersonal yang akan terjadi ketika individu harus memilih dua atau
lebih tujuan yang Saling bertentangan, dan bimbang mana yang harus dipilih
untuk dilakukan. Misalnya, konflik antara tugas sekolah dengan acara pribadi.
Konflik ini bisa diibaratkan seperti makan buah simalakama, dimakan salah
tidak juga salah, dan keduapilihan yang ada memiliki akibat yang seimbang.
Konflik intrapersonal bisa disebabkan oleh tuntutan tugas yang melebihi
kemampuan.

7
Murni, ibid, hal 146

6
2. Konflik interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antara individu. Konflik
interpersonal terjadi ketika adanya di mana hasil bersama sangat menentukan.
Misalnya konflik antar tenaga kependidikan dalam memilih mata pelajaran
unggulan daerah.

3. Konflik interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antar individu. Konflik


interpersonal terjadi ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan
tujuan di mana hasil bersama sangat menentukan. Misalnya konflik antara
tenaga kependidikan dalam memilih mata pelajaran unggulan daerah.

4. Konflik intragroup, yaitu konflik antar anggota dalam satu kelompok. Setiap
kelompok dapat mengalami konflik substantive atau efektif. Konflik intergroup
terjadi karena adanya saling ketergantungan, perbedaan persepsi, perbedaan
tujuan, dan meningkatnya tuntutan akan keahlian. Misalnya konflik antara
kelompok guru kesenian memandang bahwa untuk membelajarklan lagu
tertentu dan melatih pernapasan perlu disuarakan dengan ketas, sementara
kelompok guru matematika merasa terganggu, karena para peserta didinya
tidak konsentrasi belajar.

5. Konflik intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadiantar bagian dalam suatu


organisasi. Misalnya konflik antara bidang kurikulum dengan bidang
kesiswaan. Konflik intra organisasi meliputi empat subjenis.

a. Konflik vertikal, yang terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak
sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesauikan sesuatu. Misalnya
antar karyawan atau departemen yang memiliki hierarkhi yang sama dalam
organisasi. Misalnya konflik antartenaga kependidikan.

b. Konflik horizontal, yang tertjadi antar karyawan atau departemen yang


memiliki hierearkhi yang sama dalam organisasi. Misalnya konflik
antartenaga kependidikan.

7
c. Konflik lini-staf, yang sering terjadi karena adanya perbedaan pendapat
persepsi tentang keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan oleh
manajer lini. Misalnya konflik antara kepala sekolah dengan tenaga
administrasi.

d. Konflik peran, yang terjadi karena seseorang memiliki lebih dari satu peran.
Misalnya kepala sekolah menjabat sebagai ketua dewan pendidikan.

6. Konflik interorganisasi, yanbg terjadi antarorganisasi. Konflik interorganisasi


terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain, konflik
terjadi bergantung pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak
negatif terhadap organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi antara sekolah
dengan salah satu organisasi masyarakat.8

Konflik di sekolah dapat menimbulkan dampak positif dan negatif, serta dapat
mendorong inovasi, kreativitas dan adaptasi. Sekolah yang tidak berkembang bisa jadi
disebabkan oleh kepala sekolah yang terlalu mudah merasa puas dengan prestasi yang
telah dicapai, sehingga kurang peka terhadap perubahan maupun gagasan baru.
Meskipun konflik sering bermanfaat bagi kemajuan sekolah, tetapi dapat menurunkan
ketegangan, dan stress.
Di sekolah pun, konflik dapat berdampak positif dan negatif. Positifnya antara lain:
1. Memungkinkan ketidakpuasan yang tersembunyi muncul ke permukaan,
sehingga sekolah sebagai suatu organisasi dapat melakukan penyesuaian.

2. Mendinamiskan suatu organisasi sekolah, sehingga tidak berjalan rutin dan


statis.

Sedangkan negatifnya antara lain:

8
Murni, ibid

8
1. Menciptakan suasana tidak nyaman dan tidak kondusif sehingga menghambat
komunikasi dan bahkan menimbulkan ketegangan.

2. Menimbulkan perpecahan dalam sekolah yang dapat menganggu perhatian


guru dan tenaga kependidikan terhadap program sekolah. Mengingat konflik
tidak dapat dihindari, maka pendekatan yang baik untuk diterapkan kepala
sekolah adalah mencoba memanfaatkan konflik sedemikian rupa, sehingga
dapat dengan tepat dan efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kepala
sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah harus mampu mengelola konflik
dengan baik sehingga memberikan manfaat positif dan terhindar dari akibat
yang negatif. Kepala seharusnya tidak mengelak terhadap adanya konflik, tetapi
mengelolanya agar dapat mendorong sekolah menjadi dinamis dan konflik
tidak menghambat program sekolah.9

B. Peran komunikasi dalam manajemen konflik


Menurut Naim, komunikasi pendidikan digunakan untuk memecahkan berbagai
persoalan yang berkaitan de- ngan masalah-masalah dalam dunia pendidikan, Menurut
Rochaety, dkk, untuk menciptakan hubungan yang harmonis di antara anggota
lembaga pendidikan perlu mengubah pola pendekatan dari pende- katan kontrol ke
pendekatan komitmen. Kedua, untuk menciptakan hubungan yang harmonis dalam
sebuah lembaga pendidikan antara lain dapat dilakukan dengan menciptakan
komunikasidua arah. Hubungan yang harmonis akan tercermin dari kualitas proses
komunikasi di dalam dan antar lembaga pendidikan.10
Komunikasi merupakan proses penyampaian atau penerimaan pesan dari satu
orang kepada orang lain baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung,
secara tertulis, lisan, maupun bahasa nonverbal. Komunikasi bagi organisasi
merupakan unsur yang memiliki peranan krusial, pentingnya komunikasi berperan

9
Murni, ibid, hal 149
10
Isparwato, 2012, “ komunikasi dalam penyelesaian konflik di sekolah dasar” , jurnal pendidikan dan
pengajaran, vol 45, no 3, hal 173

9
penting dalam menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya.
Efektivitas dan efisiensi ketercapaian tujuan organisasi dapat dipengaruhi oleh
seberapa efektif komunikasi dilakukan. Hal ini berkaitan dengan penggerakan
kegiatan orang-orang yang ada di dalam organisasi kearah ketercapaian tujuan
organisasi.11
Dalam mendorong visi, misi dan melakukan inovasi di sekolah, kepala sekolah
akan dihadapkan pada berbagai masalah termasuk konflik yang timbul sebagai akibat
dari ba- nyaknya permasalahan dan perubahan di sekolah. Semakin maju dan
berkembang suatu sekolah, semakin banyak masalah yang harus dipecahkan. Begitu
juga dalam kehidupan di sekolah, seluruh warga sekolah senantiasa dihadapkan pada
konflik. Menurut Mulyasa, perubahan atau inovasi baru sangat rentan menimbulkan
konflik, apalagi jika tidak disertai pemahaman yang memadai terhadap ide-ide yang
berkembang, Konflik organisasi, warga sekolah senantiasa dihadapkan pada konflik.
Perubahan atau inovasi baru sangat rentan menimbulkan konflik, apalagi jika tidak
disertai pemahaman yang memadai terhadap ide-ide yang berkembang.12
Kepala sekolah sebagai komunikator menguasai informasi yang dikirim, saluran
yang digunakan, dan situasi kondisi guru sebagai komunikan. Kepala Sekolah dalam
penyampaian informasi sistematis menggunakan intonasi yang jelas dan tegas dan
bahasa tubuh yang meyakinkan. Menurut Effendi, ada faktor penting pada diri
komunikator bila ingin melancarkan komunikasi, yaitu:
1. daya tarik sumber, yaitu seorang sumber akanberhasil dalam berkomunikasi,
akan mampu mengubah sikap, opini dan perilaku komunikan melalui
mekanisme daya Tarik.
2. kredibilitas sumber, yaitu komunikasi bisa berhasil bila komunikan percaya
terhadap komunikator, kepercayaan ini banyak bersangkutan dengan profesi
dan keahlian yang dimiliki oleh seorang komu- nicator.

11
S Fauzan Ahmad, U Lailatul, 2021, “ peranan komunikasi organisasi dalam manajemen konflik”, Jurnal
Idarah: Pendidikan dan Kependidikan Vol. 5 No.2, hal 164
12
Isparwato, loc cit

10
3. komunikator harus bersikap empati ketika berkomunikasi dengan komunikan
yang sedang sibuk, marah, bingung, sedih, sakit, kecewa dan sebagainya.13
Schramm menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang
disampaikan oleh komuni- kator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference and
meanings), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of reference) yang
pernah diperoleh komunikan. Jika bidang pengalaman komunikator dan komunikan
sama, maka komunikasi berlangsung lancar. Pada umumnya, semakin tepat penafsiran
penerima terhadap pesan yang dimaksud oleh pengirim, semakin efektif komunikasi
yang terjadi.14
kepala sekolah dapat menciptakan iklim komunikasi yang harmonis dan kondusif
di sekolah. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya pemberian kesempatan kepada guru
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan bersama yang menyangkut
pemecahan masalah/konflik yang terjadi di sekolah dalam penyusunan program kerja
dan kebijakan sekolah, maupun dalam mengawal proses dan hasil keputusan Bersama
Efektivitas komunikasi, komunikasi yang baik, dipengaruhi oleh iklim di dalam
sekolah. Kepala sekolah harus menciptakan iklim sekolah yang hangat (terbuka).
Dikatakan terbuka, sebab setiap orang diberi kesempatan cukup longgar untuk
menemui siapa saja, kapan saja, untuk membicarakan apa saja, kecuali hal-hal yang
memang dirahasiakan. Iklim yang terbuka memungkinkan terjadinya komunikasi
secara inten- sif tanpa adanya sebuah hambatan. Kepala sekolah atau pemimpin
lembaga pendidikan seyog- yanya membangun iklim dan metode komunikasi yang
tepat sehingga memungkinkan bagi tumbuhnya kesadaran bersama untuk membangun
kemajuan organisasi sekolah. Dalam iklim yang terbuka, para guru dan karyawan,
termasuk siswa memiliki keberanian untuk menyampaikan ide dan beragam pemikiran
mereka. Berbagai persoalan yang ada pun lebih terbuka kemungkinannya untuk
diselesaikan karena terciptanya komunikasi yang efektif dalam manajemen pen-

13
Isprwati, op cit, hal 277
14
Isparwato, op cit, hal 278

11
didikan. Kepala Sekolah bersedia mendengarkan saran, laporan dan masalah yang
dikemukakan guru yang disampaikan secara berkesinambu- ngan dan terbuka.15
Berbicara mengenai komunikasi organisasi maka tak bisa lepas dari peranan dan
status yang dimiliki setiap orang di dalam organisasi, berdasarkan peranan dan status
itu pula akan menentukan bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain.
Jika pada masyarakat kita mengenali seseorang dengan peran dan status yang beragam,
maka dalam organisasi keragaman tersebut dapat dilihat dari pembagian tugas,
wewenang, tanggung jawab berdasarkan potensi dan kompetensi masing-masing orang
yang ada di dalam organisasi tersebut. Ketika jenis dan pembagian pekerjaan begitu
banyak, beragam dan berbeda-beda, maka dibutuhkan suatu hubungan komunikasi
yang terjalin dengan baik.16
Menurut Littlejohn & Foss, setiap organisasi baik itu yang berorientasi komersial
ataupun sosial, senantiasa melibatkan komunikasi yang memiliki empat fungsi sebagai
berikut
1. Fungsi Informatif: Organisasi sering dianggap sebagai suatu sistem pemrosesan
informasi. Artinya, setiap anggota organisasi mempunyai kebutuhan untuk
mendapatkan informasi yang banyak, informasi yang berkualitas dan akses
informasi yang cepat. Informasi-informasi yang diterima membuat anggota
organisasi mampu melaksanakan tugas-tugasnya dengan kepastian, informasi
dibutuhkan oleh orang-orang yang mempunyai kedudukan yang berbeda dalam
organisasi. Orang-orang yang terlibat dalam manajemen memerlukan informasi
dalam membuat kebijakan organisasi dan untuk mengatasi konflik organisasi
yang terjadi. Sedangkan orang yang berada dilini bawah dalam struktur
organisasi memerlukan informasi terkait jaminan keamanan, sosial dan
kesehatan dan lain-lain.

15
Isparwato, ibid
16
Fauzan, op cit, hal 170

12
2. Fungsi Regulatif: Fungsi ini terkait dengan aturan-aturan yang ada di dalam
organisasi. Terdapat dua hal yang dapat mempengaruhi fungsi regulatif ini,
pertama, pemimpin atau orang-orang yang memiliki kewenangan dalam
mengarahkan informasi yang akan disampaikan dan pesan regulatif berorientasi
pada proses kerja;
3. Fungsi Persuasif: Pengelolaan organisasi dengan mengutamakan penggunaan
wewenang ternyata tidak selalu efektif dalam usaha pencapaian tujuan.
Berdasarkan fakta ini, maka seharusnya para pemimpin perlu
mempertimbangkan fungsi persuasi ini dalam upaya mengarahkan
bawahannya. Dengan fungsi persuasi tentunya dapat menimbulkan keikhlasan
bawahan dalam melaksanakan tugas-tugasnya dengan optimal;
4. Fungsi Integratif; Organisasi seharusnya memfasilitasi saluran yang dapat
membantu sumber daya manusia dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan
dengan baik. Terdapat dua saluran komunikasi yang perlu diperhatikan, yakni
saluran komunikasi formal dan saluran komunikasi informal. Saluran
komunikasi formal berupa laporan kinerja, bulletin maupun majalah organisasi
dan lainnya. Sedangkan saluran komunikasi informal berupa percakapan yang
terjadi diluar jam kerja, kegiatan tour bersama dan lainnya (Tourish, 2010;
Zahara, 2018).17
Berdasarkan peran-peran di atas maka menurut Siregar, komunikasi memiliki peran
informatif sebagai sumber informasi-informasi yang dapat meredakan konfrontasi
yang terjadi. Komunikasi berperan regulatif dalam menciptakan aturan-aturan yang
disepakati bersama. Komunikasi juga memiliki peran persuasif dengan pesan-pesan
yang bersifat membujuk orang-orang yang terlibat dalam konfrontasi agar mau
berdamai. Komunikasi berperan integratif dengan menyatukan lagi kesalahfahaman
yang terjadi sehingga dapat meredakan konflik yang terjadi di dalam organisasi.

17
Fauzan, ibid, hal 70

13
Komunikasi juga berperan dalam membangun loyalitastenaga pendidik dan menjamin
mutu Lembaga pendidikan.18

C. Teknik-teknik penyelesaian konflik


Menurut Stevenin dalam Handoko, terdapat lima Langkah meraih kedamaian
dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima Langkah berikut ini bersifat
mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1. Pengenalan. Kesenjangan antara keadaan yang ada atau yang teridentifikasi
dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi
perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah
atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
2. Diagnosis.Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji
mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan
sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal
sepele.
3. Menyepakati suatu solusi.Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang
memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya.Saringlah
penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali
menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan.Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Namun
hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan
arah pada kelompok tertentu.
5. Evaluasi. Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah
baru.Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, embalilah ke langkah -
langkah sebelumnya dan cobalah lagi.19

18
Fauzan, ibid, hal 71
19
M Muspawi, 2014, “ manajemen konflik (upaya penyelesaian konflik dalam organisasi)”,Vol 16, No
2, hal 46

14
Sementara itu Mangkunegara, mengatakan para manajer dan karyawan memiliki
beberapa strategi dalam menangani dan menyelesaikan konflik. Strategi tersebut antara
lain adalah:
1. Menghindar. Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang
memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak
seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan
strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk
menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat
menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu
untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”
2. Mengakomodasi. Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi
pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain.
Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada
mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik
dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak
lain di tempat yang pertama.
3. Kompetisi.Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih
banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika
anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda.Metode ini mungkin bisa
memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-
alasan keamanan.
4. Kompromi atau Negosiasi.Masing-masing memberikan dan menawarkan
sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta
meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua
pihak.
5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi. Pemecahan sama-samamenang dimana
individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu
komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling
memperhatikan satu sama lainnya. KESsama-sama menang dimana individu

15
yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen
dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling
memperhatikan satu sama lainnya.20
Penutup
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Manajemen konflik
dalam pendidikan adalah sebagai suatu langkah yang diambil oleh kepala sekolah
untuk mengelola konflik yang terjadi sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud
secara optimal Konflik yang dialami individu di sekolah dapat hadir dalam berbagai
bentuk, bisa dalam bentuk individu dengan individu, individu dengan kelompok atau
kelompok dengan kelompok. Misalnya, seorang guru berhadapan seorang guru,
seorang guru berhadapan dengan sekelompok guru, sekelompok guru tertentu
berhadapan dengan sekelompok guru lainnya., dan sejenisnya. Konflik yang terjadi di
antara mereka bisa bersifat tertutup, terbuka atau bahkan menjadi konfrontasi.
Peran komunikasi dalam manajemen konflik yaitu komunikasi memiliki peran
informatif sebagai sumber informasi-informasi yang dapat meredakan konfrontasi
yang terjadi. Komunikasi berperan regulatif dalam menciptakan aturan-aturan yang
disepakati bersama. Komunikasi juga memiliki peran persuasif dengan pesan-pesan
yang bersifat membujuk orang-orang yang terlibat dalam konfrontasi agar mau
berdamai. Komunikasi berperan integratif dengan menyatukan lagi kesalahfahaman
yang terjadi sehingga dapat meredakan konflik yang terjadi di dalam organisasi.
Komunikasi juga berperan dalam membangun loyalitastenaga pendidik dan menjamin
mutu Lembaga pendidikan
Strategi tersebut antara lain adalah Menghindar, mengakomodasi, kompetisi,
kompromi, memecahkan masalah atau kolaborasi.

Daftar Kepustakaan

20
M Muspawi, ibid, hal 47

16
S Fauzan Ahmad, U Lailatul, 2021, “ peranan komunikasi organisasi dalam
manajemen konflik”, Jurnal Idarah: Pendidikan dan Kependidikan Vol. 5 No.2
M Muspawi, 2014, “ manajemen konflik (upaya penyelesaian konflik dalam
organisasi)”,Vol 16, No 2, Hal. 41-46
A khairul, 2018, “urgensi penerapan manajemen konflik dalam organisasi sekolah”
Jurnal Studi dan Penelitian Pendidikan Islam Vol 1 No 2,
Isparwato, 2012, “ komunikasi dalam penyelesaian konflik di sekolah dasar”, jurnal
pendidikan dan pengajaran, vol 45, no 3
M Murni, 2016, “manajemen konflik dalam pendidikan”, Jurnal ar-raniry, vol 4, no 1

17

Anda mungkin juga menyukai