Anda di halaman 1dari 220

KONSEP DAN DASAR HUKUM

PERLINDUNGAN,
PENGAMANAN
HUTAN
SAMBUTAN
KEPALA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEHUTANAN
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Ganguan keamanan hutan pada Kawasan Hutan
Negara diProvinsi Nusa Nenggara Barat, antara lain
meliputiKawasan Hutan Produksi, Lindung dan
Konservasi,yang cukup marakpenebangan liar illegal loging,
prambahan hutan, penambangan tanpa ijin, penggunaan
kawasan hutan tanpa prosedur, peredaran dan perdagangan
illegal tumbuhan dan satwa liar.
Tugas perlindungan pengamanan hutan dan penegakan
hukum di bidang kehutanan sebagai garda terdepan, berada
di pundak Polisi Kehutanan (POLHUT), dituntut untuk
memiliki kemampuan dan keterampilan yang professional
baik dalam melakukan pengamanan ganguan keamanan
hutan maupun upaya preventif melalui pendekatan
dan pemberdayaan masyarakatsesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu upaya dalam meningkatkan kemampuan,
pemahaman dan keterampilan bagi Polisi Kehutanan,
dengan adanya ModulPerlindungan Pengamanan
Hutansebagai acua kerja dan upaya peningkatan kapasitas
Sumber Daya Manusia (SDM) Polisi Kehutanan dan

KONSEP DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN,


PENGAMANAN HUTAN | iii
atau tenaga pengamanan hutanlainnya, sehingga dalam
pelaksanaan tugas dilapangan sesuai dengan prosedur dan
ketentuan peraturan perundang-undanganyang berlaku.
Selaku kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi Nusa Tenggara Barat,saya mengucapkan terima
kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Tim
Penyusun perlindungan dan pengamanan hutan bagi
Polisi Kehutanan NTB Tahun 2017, yang bersumber
dari peraturan Perundang-undangan khususya dibidang
kehutanan dan peraturan lain yang terkait,disusun dari
literatur yang berasal dari Pusdiklat Kehutanan-Bogor, Balai
Diklat Kehutanan-Kupang, Pusdik Reserse Kriminal Polri-
Megamendung dan sumber lain yang terkait. Semoga ini
bermanfaat bagi Praktisi khususnya bagi Polisi Kehutanan,
Tenaga Pengamanan Hutan, masyarakat Pemerhati dan
penegak hukum.
Akhir kata, semoga ini menjadi amal baik bagi kita
semua dan mendapatkan Berkah serta Ridho-Nya, Amin.

iv | Modul | 1~206 | POLISI HUTAN


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T., atas


limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan
Modul Perlindungan dan Pengamanan Hutan dapat
diselesaikan dengan baik.

Tulisan pada modul bagi Polisi Kehutanan, pada


dasarnya secara utuh bersumber dari peraturan perundang-
undangan terkait bidang kehutanan dan literatur berasal
dari Pusdiklat Kehutanan-Bogor, Balai Diklat Kehutanan-
Kupang, Pusdik Reserse Kriminal Polri-Megamendung dan
sumber lainnya, berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan
Perlindungan dan Pengamanan Hutan. Dengan harapan
modul ini akan dapat memberikan sumbangan pemahaman
dan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Polisi Kehutanan dan atau Tenaga Pengamanan Hutan,
serta masyarakat pemerhati lingkungan dan kehutanan.
Modul Polisi Kehutanan 2017, terkait dengan Konsep
Perlindungan dan Pengamanan Hutan dan pelaksanaan
Kegiatan Perlindungan dan Pengamanan Hutan. Modul
ini dimaksudkan menjadi referensi untuk mengaplikasikan
pelaksanaan tugas pokok fungsi dan kewenangan dalam
pelaksanaan tugas Perlindungan dan Pengamanan Hutan
secara proporsional dan profesional.

KONSEP DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN,


PENGAMANAN HUTAN | v
Akhirnya kata, kami menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu baik dalam penyediaan data, informasi dan
penyusunan Modul Polisi Kehutanan, Tahun 2017.


MATARAM, AGUSTUS 2017
TIM Penyusun,

B U R H A N, SP., MM.

ASTAN WIRYA., SH., MH.

vi | Modul | 1~206 | POLISI HUTAN


DAFTAR ISI

SAMBUTAN KEPALA DINAS LINGKUNGAN


HIDUP DAN KEHUTANAN PROVINSI NUSA
TENGGARA BARAT........................................... iii
KATA PENGANTAR.......................................... v
KODE ETIK POLISI KEHUTANAN.................. xi
SIKAP POLISI KEHUTANAN “ Catur Bratha “.... xiii

Bagian 1 :
KONSEP PERLINDUNGAN DAN
­PENGAMANAN HUTAN...................................
A. Dasar Hukum........................................................ 1
B. Tugas Pokok, Fungsi Dan Wewenang Polisi
Kehutanan.............................................................. 2
C. Perlindungan Dan Pengamanan Hutan................. 10
D. Tindak Pidana Kehutanan..................................... 28

Bagian 2 :
PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN
A. Bentuk-bentuk penjagaan...................................... 49
B. Kewajiaban petugas penjagaan............................... 51
C. Serah Terima Penjagaan......................................... 53
D. Susunan pembagian regu tugas jaga....................... 55

Bagian 2 :
PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN
A. Pengertiandan Tujuan........................................59
B. Bentuk-bentuk Patroli........................................60
KONSEP DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN,
PENGAMANAN HUTAN | vii
C. Metode Patroli....................................................... 68
D. Prosedur pelaksanaan Patroli.................................. 70
E. Formasi Patroli....................................................... 72
F. Pelaporan Patroli.................................................... 74

Bagian 4 :
PENGUMPULAN BAHAN KE­TERANGAN
INTELIJEN
A. Pengertian.............................................................. 75
B. Pengertian pengintaian........................................... 76
C. Pengamatan........................................................... 80
D. Perencanaan dan Operasi Penyamaran/Intelijen.... 81

Bagian 5 :
PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN DAN
PENGAMANAN TERSANGKA
A. Pengertian Umum.................................................. 85
B. Jenis Taktik Pelumpuhan Dan Penyerbuan............ 85
C. Patroli Untuk Menemukan Pelaku Tindak Pidana
Kehutanan.............................................................. 87
D. Analisa Pelumpuhan.............................................. 89
E. Tindakan Pertama Di Tempat Kejadian Perkara ...
(TKP) Dan Penanganan Barang Bukti Tindak .....
Pidana Kehutanan.................................................. 90
E. Pelumpuhan Dan Penyisiran Tempat Kejadian......
Perkara (TKP)........................................................ 118
F. Pengerahan Operasi Penyerbuan............................ 120

viii |Modul | 1~206 | POLISI HUTAN


Bagian 6 :
OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA TINDAK
PIDANA KEHUTANAN DAN TEKNIK WAWAN-
CARA/ INTROGASI PELAKU/TERSANGKA DI
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
A. Pengertian.............................................................. 127
B. Pembagian Tugas Dalam Olah TKP...................... 128
C. Langkah-Langkah Dalam Olah TKP.................... 130
D. Kegiata Lain Dalam Olah TKP ............................ 132
E. Wawancara /Introgasi............................................ 134

Bagian 7 :
PENYERGAPAN DAN TITIK PEMERIKSAAN
KENDARAAN PENGANGKUTAN
PEREDARAN HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL
A. Pengertian.............................................................. 141
B. Penyergapan Tidak Terencana Dan Penyergapan
Terencana............................................................... 143
1. Penyergapan Tidak Terencana ............................. 143
2. Penyergapan Terencana........................................ 144
3. Perintah Akhir Di Titik Pertemua/RV................ 151
B. Penguasaan............................................................. 151
C. Formasi Penyergapan ............................................ 154
D. Penyergapan, Tangkap, Amankan Dan ..................
Penggeledahan....................................................... 154
1. Penyergapan ....................................................... 154
2. Tangkap Amankan Dan Geledah........................ 157
F. Pertimbangan Titik Lokasi Pemeriksaan
Ken­daraan.............................................................. 158

KONSEP DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN,


PENGAMANAN HUTAN | ix
G. Penggeladahan Kendaraan .................................... 160
H. Penggeledahan Penumpang.................................... 162
I. Alat Bantu Titik Pemeriksaan Kendaraan.............. 163

Bagian 8 :
PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA KE-
HUTANAN
A. Penerapan Pasal Tindak Pidana Kehutanan
dalam KUHAP ..................................................... 165
B. Penerapan Pasal Tindak Pidana Kehutanan ...........
(UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)........ 168
C. Penerapan Pasal Tindak Pidana Kehutanan (UU...
No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya).................. 180
D. Keterkaitan Tindak Pidana Kehutanan Dengan
Tindak Pidana Korupsi Dan Pencucian Uang....... 184

Bagian 9 :
PENDIDIKAN LATIHAN DAN
PERLENGKAPAN PERORANGAN BAGI
POLISI KEHUTANAN

A. Pendidikan Dan Pelatihan Polisi Kehutanan........... 201


B. Perlrngkapan Perorangan Polisi Kehutanan............ 202

x | Modul | 1~206 | POLISI HUTAN


KODE ETIK POLISI KEHUTANAN

Kode Etik Polisi Kehutanan adalah Budhi – Bhakti – Wirawana


( Ksatria rimba yang berdedikasi tinggi dan berakhlak mulia).
Budhi
Polisi Kehutanan adalah insan yang :
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengabdi demi keagungan nusa dan bangsa yang bersendikan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Menegakkan hukum bidang kehutanan dan menghormati kaidah-
kaidah yang hidup dalam masyarakat secara adil dan bijaksana.
Bhakti
Polisi Kehutanan adalah insan yang berbhakti untuk :
1. Mencegah dan mengatasi kerusakan hutan dan hasil hutan yang
disebabkan oleh perbuatan manusia dan ternak, kebakaran, hama
dan penyakit.
2. Memperhatikan dan menjaga hak-hak negara atas hutan dan hasil
hutan dengan mencegah dan memberantas tindak pidana yang
bersifat kejahatan maupun pelanggaran.
3. Menjaga dan melindungi kelestarian alam demi terwujudnya
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

KONSEP DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN,


PENGAMANAN HUTAN | xi
4. Memupuk rasa persatuan, kesatuan dan kebersamaan serta
kesetiakawanan dalam lingkungan tugasnya maupun lingkungan
masyarakat.
5. Memelihara dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya
memelihara keutuhan dan kelestarian alam.

Wirawana
Polisi Kehutanan adalah ksatria rimba yang:
1. Menampilkan dirinya sebagai warga negara berwibawa dan dicintai
oleh sesama warga negara.
2. Bersikap disiplin, percaya diri, tanggung jawab, penuh keiklasan
dalam tugas, kesungguhan serta selalu menyadari bahwa dirinya
adalah warga masyarakat di tengah-tengah masyarakat.
3. Selalu peka dan tanggap dalam tugas, mengembangkan kemampuan
dirinya, menilai tinggi mutu kerja, penuh keaktifan dan efisiensi serta
menempatkan kepentingan tugas secara wajar di atas kepentingan
pribadinya.
4. Tidak mengenal berhenti dalam menegakkan hukum dan kejahatan
bidang kehutanan dan mengutamakan cara-cara pencegahan
daripada penindakan secara hukum.
5. Menjauhkan diri dari sikap dan perbuatan tercela yang melanggar
hukum serta merugikan bangsa dan negara.
6. Selalu waspada, siap sedia dan sanggup menghadapi setiap
kemungkinan dalam tugasnya.
7. Mampu mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan penyalah­
gunaan wewenang.
8. Menjunjung tinggi nama dan kehormatan Korps Polisi Kehutanan.

xii | Modul | 1~206 | POLISI HUTAN


SIKAP POLISI KEHUTANAN “ Catur Bratha “
1. Ramah dan sopan terhadap masyarakat.
2. Menjaga kehormatan diri di muka umum.
3. Senantiasa menjadi teladan dalam sikap dan kesederhanaan.
4. Menjadi contoh dan pelopor dalam menjaga keutuhan dan
kelestarian alam.

KONSEP DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN,


PENGAMANAN HUTAN | xiii
BAGIAN
1
KONSEP PERLINDUNGAN DAN
PENGAMANAN HUTAN

A. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3838) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4412);
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5432);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4453) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 137, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5056);
4. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.75/Menhut-II/2014 Tentang Polisi
Kehutanan, Berita Negara Republik Indonesia No.1399,
2014
5. Peraturan Menteri Lingkungan Dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor P.45/Menlhk/Setjen/
Kum.1/7/2017 Tentang Seragam Dan Perlengkapan
Polisi Kehutanan Dan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi
Cepat | Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 1013
B. Tugas Pokok, Fungsi Dan Wewenang Polisi
Kehutanan
1. Tugas Pokok, Fungsi dan Wewenang

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


2 | Bagian | 1 | HUTAN
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri
Kehutanan dan Kepala Kepolisian RI Nomor 10/Kpts-
11/93-Skep/07/93, tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Jagawana (POLHUT), dijelaskan bahwa sebagai
berikut :
1. Tugas Pokok (Pasal 4)
a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan dan hasil
hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia,
ternak, kebakaran dan hama penyakit.
b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara atas
hutan dan hasil hutan.
2. Fungsi (Pasal 5)
a. Menjaga keutuhan batas kawasan hutan.
b. Melarang pendudukan dan pengerjaan lahan hutan
tanpa izin.
c. Melarang pengelolaan tanah hutan secara tidak
sah yang dapat menimbulkan kerusakan tanah dan
tegakan.
d. Melarang penebangan tegakan hutan tanpa izin.
e. Melarang pemungutan hasil hutan dan perburuan
satwa liar tanpa izin.
f. Mencegah dan memadamkan kebakaran hutan, serta
melarang pembakaran hutan tanpa kewenangan yang
sah.
g. Melarang pengangkutan hasil hutan dan satwa liar
tanpa izin.

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 3
h.
Melarang penggembalaan ternak, pengambilan
rumput dan makanan ternak lainnya, serta serasah
dari dalam hutan, kecuali di tempat-tempat yang
disediakan untuk keperluan tersebut.
i. Mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan dan
hasil hutan yang disebabkan oleh daya alam, hama
dan penyakit.
j. Melarang membawa alat-alat yang lazim digunakan
untuk memotong dan membelah pohon di dalam
kawasan hutan.
k. Mencegah terjadinya kerusakan sumber daya alam
hayati dan lingkungannya (ekoslstem).
l. Mencegah terjadinya kerusakan terhadap bangunan-
bangunan dalam rangka upaya konservasi tanah dan
air.
3. Wewenang (Pasal 6 dan 7)
Pasal 6
a. Mengadakan patroli di dalam kawasan hutan dan
wilayah sekitarnya. .
b. Memeriksa surat-surat/dokumen yang berkaitan
dengan pengangkutan hasil hutan di dalam
kawasan hutan atau wilayah sekitar hutan (kring)
dan daerah-daerah lain yang oleh Pemerintah
Daerah ditentukan sebagai wilayah kewenangan
Polhut tersebut untuk memeriksa hasil hutan.
c. Menerima laporan tentang terjadinya tindak
pidana yang terjadi di hutan, kawasan hutan dan

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


4 | Bagian | 1 | HUTAN
hasil hutan.
d. Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya
tindak pidana bidang kehutanan.
e. Dalam hal tangkap tangan, tersangka wajib
ditangkap untuk diserahkan kepada Penyidik
Kepolisian RI.
f. Membuat dan menandatangani laporan terjadinya
tindak pidana bidang kehutanan.

Pasal7
Dalam hal didapatkan suatu peristiwa yang
diduga merupakan tindak pidana, satuan Polhut,
sesuai dengan ketentuan Pasal6, dapat melakukan
pemeriksaan adanya tindak pidana, untuk selanjutnya
diserahkan kepada Penyidik PNS Kehutanan atau
Penyidik Polri untuk penyidikannya.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri
Kehutanan No.P.75/Menhut-11/2014, tentang Polisi
Kehutanan, tugas dan fungsi Polisi Kehutanan, antara
lain:
a. Melaksanakan perlindungan dan pengamanan hutan,
kawasan hutan, hasil hutan, tumbuhan, dan satwa liar;
dan
b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara,
masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan
hutan, hasil hutan, tumbuhan dan satwa liar,
investasi serta perangkat yang berhubungan dengan
pengelolaan hutan.

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 5
Sedangkan, pada Pasal 4 Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi No. 17 Tahun 2011, tentang Jabatan Fungsional
Polisi Kehutanan dan Angka Kreditnya, menyiapkan,
melaksanakan, mengembangkan, memantau,
mengevaluasi, dan melaporkan kegiatan perlindungan
dan pengamanan hutan, serta pengawasan peredaran
hasil hutan.
2. Bentuk Pelaksanaan Tugas Pokok Fungsi

Tupoksi Polhut dilaksanakan dalam bentuk sebagi


berikut, antara lain:
1. Pre-emtif
Kegiatan pre-emtif merupakan kegiatan yang ditujukan
untuk mencegah, menghilangkan, mengurangi,
dan menutup niat seseorang atau kelompok untuk
melakukan tindak pidana kehutanan. Hal ini
bertujuan untuk menciptakan kondisi yang kondusif
dengan menumbuhkan peran aktif masyarakat dalam
pengamanan kawasan hutan. Bentuk pelaksanaan
kegiatan pre-emtif, meliputi:
a. Pembinaan masyarakat, berupa sosialisasi dan
penyuluhan Peraturan Perundang-undangan di
bidang kehutanan, pembentukan kader konservasi,
bina cinta alam, dan lain-lain.
b. Pendekatan kesejahteraan masyarakat di daerah
penyangga dan di sekitar hutan.
c. Sosialisasi batas-batas kawasan hutan.

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


6 | Bagian | 1 | HUTAN
d.
Mengadakan temu wicara langsung dengan
masyarakat tentang konservasi hutan dan kehutanan.
e.
Menjalin hubungan dengan instansi terkait
guna mendukung program-program yang akan
dilaksanakan oleh Institusi Kehutanan.
2. Preventif
Kegiatan preventif merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk mencegah, menghilangkan, mengurangi, dan
menutup kesempatan seseorang atau kelompok yang
sudah memiliki niat untuk melakukan tindak pidana
kehutanan. Bentuk kegiatan preventif, antara lain:
a. Pengumpulan Bahan dan Keterangan Pengumpulan
bahan dan keterangan adalah kegiatan yang
dilaksanakan di lapangan dengan mengumpulkan
bahan keterangan atau informasi terbaru dalam
rangka pengecekan kebenaran atas Informasi yang
masuk tentang:
1) Jenis dan bentuk gangguan dan ancaman
terhadap kawasan hutan;
2) Situasi dan kondisi lapangan, serta modus
operandi pelanggaran atau kejahatan bidang
kehutanan yang terjadi;
3) Tokoh-tokoh penggerak, pemodal, atau aktor
Intelektual yang..>>>>>
4) Peluang dan tokoh masyarakat yang dapat
membantu pengamanan kawasan hutan dan
hasil hutan;
5) Perkiraan upaya pengamanan yang diperlukan,
ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-
MANAN HUTAN | 7
perkiraan tenaga, sarana dan prasarana, waktu
dan dana yang dibutuhkan.
6) Mengumpulkan database mengenai metode,
lokasi dan waktu-waktu yang rawan terhadap
terjadinya pelanggaran hukum di bidang
kehutanan.
7) Membuat peta kerawanan gangguan satwa liar
dan pelanggaran bidang kehutanan.
Kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan bersifat
rahasia (dengan personel yang terbatas dan dipercaya).
b. Pemeliharaan dan Pengamanan Batas Kawasan
Hutan
Dalam rangka menjaga dan mempertahankan
kepastian hukum atas kawasan hutan di lapangan,
secara terus menerus, batas hutan harus dipelihara dan
diamankan. Tujuan pemeliharaan dan pengamanan
batas hutan ialah untuk menjaga kondisi batas hutan di
lapangan tetap baik. Artinya, batas hutan yang berupa
jalur rintis atau lorong batas, pal batas, dan tanda-
tanda batas lainnya tetap terpelihara, sehingga mudah
dikenali. Letak posisi dan kondisi pal batas hutan
harus tetap dalam keadaan semula dan terhindar dari
kerusakan atau tidak hilang, serta tanda-tanda batas
lainnya dapat membantu keberadaan batas hutan.
c. Penjagaan Pengamanan Hutan
Kegiatan penjagaan dilakukan di pos-pos jaga yang
telah ditentukan, yang penempatannya dibuat
berdasarkan titik rawan terjadinya gangguan hutan

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


8 | Bagian | 1 | HUTAN
atau hasil hutan. Tujuan utama penjagaan ialah untuk
mengurangi ruang gerak terjadinya pelanggaran di
bidang kehutanan.
d. Patroli Pengamanan Hutan
Patroli adalah kegiatan pengawasan pengamanan
hutan yang dilakukan dengan cara bergerak dari
satu tempat ke tempat lain yang dilakukan oleh dua,
tiga orang atau lebih, di wilayah hutan yang menjadi
tanggung jawabnya atau daerah tertentu yang sering
terjadi pelanggaran atau kejahatan bidang kehutanan.
Patroli dilaksanakan secara teratur dan selektif,
atau tergantung pada situasi dan kondisi keamanan
hutan. Tujuan ialah untuk mencegah gangguan
terhadap hutan dan hasil hutan, mengetahui situasi
lapangan, serta melakukan tindakan terhadap pelaku
pelanggaran/kejahatan yang ditemukan pada saat
patroli.
3. Represif
Kegiatan represif merupakan upaya penegakan hukum
yang bersifat non-justisi, untuk mengurangi, menekan
atau menghentikan tindak pidana kehutanan yang
dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Kegiatan
Ini dilakukan apabila situasi dan gangguan keamanan
kawasan hutan telah terjadi dan cenderung berlangsung
terus-menerus atau bahkan meningkat, sehingga perlu
segera dilakukan penindakan terhadap pelakunya.
Berdasarkan bentuk tindakan yang dilakukan di lapangan,
kegiatan represif dibedakan menjadi dua, antara lain:

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 9
a. Operasi Taktis
Operasi taktis adalah kegiatan atau upaya untuk
menindak pelaku pelanggaran secara langsung di
lapangan melalui kegiatan operasi pengamanan,
pengamanan barang bukti, penangkapan tersangka
dalam hal tertangkap tangan, penyitaan barang
bukti, pengamanan tempat kejadian perkara (TKP),
penyelesaian administrasi lapangan, dan pelaporan.
b. Operasi Yustisi
Operasi yustisi ialah upaya penegakan hukum
yang bertujuan untuk membuat jera para pelaku
pelanggaran, yang dilakukan oleh Penyidik Polri atau
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dimulai
dari tindakan penyidikan sampai dengan putusan
pengadilan.
C. Perlindungan Dan Pengamanan Hutan
1. Pengertian dan Ruang Lingkup
Perlindungan hutan merupakan salah satu aspek
silvikultur yang berhubungan dengan usaha-usaha
perlindungan terhadap hutan dari berbagai macam
penyebab kerusakan. Sejalan dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi, perlindungan hutan
saat ini pun berkembang menjadi materi khusus yang
meliputi komponen-komponen perlindungan dari hama
hutan, penyakit hutan, kebakaran hutan, penggembalaan,
gangguan manusia dan gangguan-gangguan lainnya,
serta komponen pengamanan, yang meliputi upaya

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


10 | Bagian | 1 | HUTAN
pengamanan secara pre-emtif, preventif dan represif.
Perlindungan dan pengamanan hutan ditujukan
pada hutan-hutan alam, hutan tanaman, dan areal hutan
lainnya di Indonesia karena sumber daya alam hutan yang
berasal dari hutan alam semakin berkurang. Di lain pihak,
kebutuhan akan hasil hutan meningkat tajam. Selain
melindungi dan mengamankan hutan, juga diperlukan
adanya upaya jalan keluar terhadap permasalahan yang
terjadi, sehingga upaya yang dilakukan berhasil dengan
baik. Oleh karenanya, hutan dapat berfungsi dengan baik
secara alami, sehingga masyarakat Indonesia sejahtera.
Jadi, perlindungan dan pengamanan hutan
merupakan suatu kegiatan untuk menjaga, melindungi,
dan mempertahankan hutan, baik di dalam kawasan
maupun di luar kawasan, dari berbagai gangguan
perusakan sumber daya alam yang ada di dalamnya,
seperti flora dan fauna, biota laut, ekosistem, habitat, tata
air, dan lain-lain.
Ruang lingkup perlindungan hutan, antara lain:
a. Perlindungan terhadap Kawasan Hutan
Penggunaan kawasan hutan harus sesuai dengan fungsi
dan peruntukannya. Penggunaan kawasan hutan yang
menyimpang harus mendapatkan persetujuan dari
menteri. Dalam rangka memperoleh kepastian hukum
di lapangan, setiap areal yang telah ditunjuk sebagai
kawasan hutan perlu ditata batas. Dengan dilakukannya
penataan batas hutan, setiap orang dilarang memotong,
memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 11
kawasan hutan, tanpa adanya kewenangan yang sah.
b. Perlindungan terhadap Tanah Hutan
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang bertujuan untuk
mengambil bahan-bahan galian, yang dilakukan di dalam
kawasan hutan atau hutan cadangan, izinnya diberikan
oleh instansi yang berwenang, setelah mendapatkan
persetujuan dari menteri terkait. Dalam hal penetapan
areal pengelolaan kawasan hutan, dilakukan setelah
pemberian izin eksplorasi dan eksploitasi. Oleh karenanya,
pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi lebih
lanjut tersebut harus sesuai dengan petunjuk menteri.
Di dalam kawasan hutan dan hutan cadangan, setiap
orang tidak diperkenankan melakukan pemungutan hasil
hutan dengan menggunakan alat-alat yang tidak sesuai
dengan kondisi tanah dan lapangan, atau melakukan
perbuatan lain yang dapat menimbulkan kerusakan tanah
dan tegakan. Siapa pun tidak diperkenankan melakukan
penebangan pohon dalam radius/jarak tertentu dari
mata air, tepi jurang, waduk, sungai, dan anak sungai
yang terletak di dalam kawasan hutan, hutan cadangan,
dan hutan lainnya.
c. Perlindungan terhadap Kerusakan Hutan
Setiap orang tidak diperkenankan melakukan penebangan
pohon-pohon yang ada di dalam hutan, tanpa izin dari
pejabat yang berwenang dan selain dari petugas-petugas
kehutanan atau orang-orang yang karena tugasnya atau
kepentingannya dibenarkan berada di dalam kawasan
hutan, siapa pun tidak diperkenankan membawa alat-alat

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


12 | Bagian | 1 | HUTAN
yang lazim digunakan untuk memotong, menebang, dan
membelah pohon di dalam kawasan hutan. Setiap orang
tidak diperkenankan membakar hutan, kecuali dengan
kewenangan yang sah. Masyarakat di sekitar hutan
mempunyai kewajiban Ikut serta dalam usaha pencegahan
dan Pemadaman kebakaran hutan. Ketentuan-ketentuan
tentang usaha pencegahan dan pemadaman kebakaran
hutan di atur dengan peraturan Daerah tingkat I dengan
memperhatikan petunjuk menteri.
Penggembalaan ternak dalam hutan, pengambilan
rumput, dan makanan ternak lainnya, serta serasah dari
dalam hutan hanya dapat dilakukan di tempat-tempat
yang ditunjuk secara khusus untuk keperluan tersebut
oleh pejabat yang berwenang.
d. Perlindungan terhadap Hasil Hutan
Untuk melindungi hak-hak negara yang berkenaan
dengan hasil hutan, harus diadakan pengukuran dan
pengujian terhadap semua hasil hutan. Hasil pengukuran
dan pengujian terhadap hasil hutan merupakan dasar
perhitungan penetapan besarnya pungutan negara yang
dikenakan terhadapnya. Untuk membuktikan sahnya
hutan dan telah dipenuhinya kewajiban-kewajiban
pungutan negara yang dikenakan terhadapnya, sehingga
dapat digunakan atau diangkut, hasil hutan tersebut
harus disertai dengan surat keterangan yang sah.
2. Prinsip-prinsip Perlindungan Hutan

Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi


alam bertujuan untuk menjaga hutan, kawasan hutan, dan

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 13
Iingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan
fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari (Pasal 46
UU No. 41/1999). Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut,
ada dua prinsip utama yang dikembangkan (Pasal47 UU
No. 41/1999), yaitu:
1. mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan
hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan
manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta
penyakit; dan
2.
mempertahankan dan menjaga hak-hak negara,
masyarakat, dan perorangan atas hutan,· kawasan hutan,
hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan
dengan pengelolaan hutan.
Kedua prinsip tersebut dilaksanakan dalam bentuk
kegiatan pengamanan kawasan. Hal-hal yang berkaitan
dengan prinsip, yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
kegiatan pengamanan, antara lain:
1. Cepat, lugas, efektif, dan efisien;
2. Tegas, konsisten, konsekuen berdasarkan aturan yang
berlaku;
3. Proporsional dan profesional
4. Menerapkan prinsip HAM
5. Praduga tak bersalah
6. Pengamanan berdasarkan konservasi
7. Pengamanan tetap mengutamakan keselamatan petugas;
8. Tetap memperhatikan dan menghormati adat budaya
dan kondisi sosial masyarakat setempat.

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


14 | Bagian | 1 | HUTAN
3. Faktor Penyebab Gangguan Hutan

Secara umum, faktor penyebab gangguan hutan


dibedakan menjadi dua, yaitu gangguan terhadap kawasan
hutan dan gangguan terhadap hasil hutan. Perlindungan
dan pengamanan terhadap kawasan hutan merupakan upaya
untuk menjaga dan mempertahankan keberadaan kawasan
hutan, serta hak-hak negara atas kawasan, mencegah dan
membatasi kawasan hutan. Sementara itu, perlindungan dan
pengamanan terhadap hasil hutan merupakan upaya untuk
menjaga hasil hutan untuk dimanfaatkan secara teratur
sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku,
sehingga tidak menyebabkan terjadinya kerugian negara.

Gangguan terhadap kawasan hutan, antara lain:


1. Gangguan terhadap Tanda Batas Kawasan Hutan
Seluruh wilayah kawasan hutan di Indonesia sudah
mempunyai tata batas, tetapi belum seluruhnya
dilengkapi dengan pal batas sebagai tanda batas kawasan
hutan.
Jenis tanda batas, yaitu:
• Pal batas kayu
• Pal batas batu
• Pal batas gundukan
• Pal batas beton
Kegiatan pengamanan terhadap tanda batas, meliputi
pencegahan dan pemindahan orang yang merusak,
menghilangkan maupun memindahkan tanda batas

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 15
dengan berbagai macam motif, seperti ingin mencari
harta, perluasan area,.iseng, atau motif lainnya.
Upaya pencegahannya berupa pembuatan tanda batas
permanen yang terbuat dari beton, penyuluhan terhadap
masyarakat, pemasangan rambu-rambu, patroli, dan
penjagaan.
2. Menduduki Kawasan Hutan Tanpa Izin
Upaya pendudukan kawasan hutan tanpa Izin, terdiri
dari berbagai, kepentingan orang untuk menduduki
kawasan tanpa izin, seperti bermukim, berladang, atau
mengolah lahan. Upaya pencegahannya dapat dilakukan
melalui koordinasi dengan instansi terkait, penyuluhan
kepada masyarakat, penyediaan lapangan pekerjaan, dan
penyediaan kebutuhan kepada masyarakat.
3. Tumpang Tindih Penggunaan Lahan
Tumpang tindih penggunaan lahan di dalam kawasan
hutan sering terjadi karena adanya berbagai kepentingan
instansi. Tumpang tindih penggunaan lahan kawasan
hutan biasanya terjadi antara instansi Transmigrasi,
Pertambangan, Pertanian, Perkebunan, Pekerjaan umum,
HPH, dan lain-lain.
Upaya pencegahan dan tindakan yang dapat dilakukan
berupa pengawasan hutan secara rutin dan koordinasi
dengan instansi terkait.
4. Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan dapat mempengaruhi kondisi
populasi flora dan fauna di dalam kawasan hutan,

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


16 | Bagian | 1 | HUTAN
yang beberapa diantaranya dapat merusak habitat dan
menyebabkan penyakit, bahkan menimbulkan kematian.
Pencemaran Iingkungan di kawasan hutan dapat
berbentuk Iimbah pabrik/industri, Iimbah peralatan
mekanik, asap industri, atau kendaraan dan suara. Upaya
pencegahan yang dapat dilakukan, antara lain: penegasan
amdal, penyuluhan kepada masyarakat, patroli, dan
penjagaan.
Sementara itu, faktor-faktor yang menyebabkan
gangguan-gangguan terhadap hasil hutan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu; faktor fisik dan biologis. Faktor-faktor
fisik,· meliputi angin, air, kekeringan, petir, vulkanisme, dan
sebagainya, sedangkan faktor biologis, meliputi pengaruh
yang disebabkan oleh jasad-jasad hidup (manusia), binatang,
dan tumbuh- tumbuhan. Selain kedua faktor tersebut,
faktor manusia, ternak, api (kebakaran), air (banjir), dan hal
lain yang dipengaruhi oleh masyarakat, sering kali dibahas
tersendiri dan termasuk ke dalam faktor sosial. Berikut ini
penjelasan mengenai ketiga faktor tersebut.
1. Faktor Fisik
Kerusakan yang disebabkan oleh faktor fisik, dalam
Iiteratur disebut sebagai Physiological Diseases atau
Atmospheric Agencies. Nama lainnya yaitu Nonparasitic
Diseases dan Noninfectious Diseases. Noninfectious
Diseases merupakan penyakit tanaman yang tidak
disebabkan oleh patogen atau makhluk hidup, melainkan
faktor cuaca (temperatur, curah hUjan, angin, dan lain-
lain).

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 17
2. Faktor Biologis
Kerusakan yang disebabkan oleh faktor biologis, misalnya
adanya serangan hama dan penyakit. Hama adalah
semua binatang yang dapat menimbulkan kerusakan
pada pohon yang ada di hutan atau hasil hutan. Hama
ini disebut dengan hama hutan. Sementara itu, penyakit
merupakan kerusakan pada pohon atan tegakan hutan
dan hasil hutan yang disebabkan oleh adanya virus,
bakteri, cendawan, dan tanaman tingkat tinggi.
Pohon dikatakan berpenyakit apabila terjadi perubahan
proses fisiologis yang disebabkan oleh faktor-faktor
penyebab penyakit, sehingga ditunjukkan adanya gejala
(symptoms). Gejala (symtomps) merupakan kelainan atau
penyimpangan dari keadaan normal yang ditunjukkan
oleh pohon atau tanaman. Istilah gejala-gejala penyakit
yang sering digunakan pada penyakit pohon, antara lain:
1. pre-nectoria symptoms : proses jaringan yang akan
mati
2. cancer : bagian dari pohon (jaringan
sel) yang mati
3. damping of : gejala penyakit persemaian
yang menunjukkan kematian
pada jaringan sel pangkal
perakaran.
4. die back : kematian pada ujung batang
5. rot/decay : mati busuk atau lapuk
6. sun scald : kematian pada sel-sel
epidermis terutama pada bunga

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


18 | Bagian | 1 | HUTAN
7. shot hole : lubang-lubang pada daun
8. spo : noda-noda yang jelas terlihat
pada daun
9. pike top/staghead : sebagian dari tajuk pohon
yang mati.
3. Faktor Sosial
Manusia merupakan sumber utama kerusakan hutan.
Kerusakan hutan oleh manusia dapat terjadi baik secara
langsung, maupun tidak langsung, sebagai akibat adanya
kegiatan-kegiatan manusia. Manusia juga mempunyai
sumbangan yang amat besar dalam perkembangan
faktor-faktor perusak lainnya.
a. Pencurian Hasil Hutan/Kayu
Di negara maju, pencurian hasil hutan hampir tidak
terdengar lagi. Sebaliknya, bagi negara berkembang,
hal ini masih menjadi masalah besar yang harus
ditangani secara serius. Berikut ini latar belakang
terjadinya pencurian hasil hutan di Indonesia, antara
lain:
1) Sosial ekonomi, yaitu rendahnya penghasilan
masyarakat.
2) Terbatasnya lapangan pekerjaan, sehingga
sulit untuk mendapatkan pekerjaan pokok dan
penghasilan tambahan.
3) Kebutuhan masyarakat akan hasil hutan, yakni
ketidakmampuan membeli produk di pasaran,
sehingga hasil hutan dijadikan bahan konsumsi.
Hal ini mendorong terjadinya pencurian.

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 19
4) Penadah
Adanya penadah yang bersedia menampung
hasil curian dan penghasilan yang cukup
menggiurkan darinya membuat pencurian di
hutan di wilayah Indonesia semakin meningkat.
5) Petugas
Petugas bidang kehutanan masih lemah
jika dilihat dari segi mental, sosial ekonomi,
peralatan (sarana), dan tenaga. Upaya
pencegahan pencurian hasil hutan di Indonesia,
antara lain:
• menyediakan lapangan pekerjaan bagi
penduduk yang bertempat tinggal di daerah
sekitar hutan;
• menyediakan hasil hutan yang dibutuhkan
masyarakat dengan harga pantas;
• menyediakan pos-pos penjagaan, alat-alat,
dan tenaga yang cukup;
• menciptakan proses peradilan yang cepat
dengan sanksi hukuman yang setimpal;
• usaha-usaha khusus lain yang disesuaikan
dengan latar belakang pencurian.
b. Perladangan Berpindah
Perladangan berpindah merupakan suatu sistem
pertanian tradisional yang telah lama dipraktekkan di
daerah tropis. Lahan dipersiapkan dengan cara tebas
tebang dan bakar, untuk kemudian ditanam dengan

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


20 | Bagian | 1 | HUTAN
tanaman pertanian. Setelah dua atau tiga tahun
digarap, ketika tingkat kesuburan dari lahan sudah
mulai menurun, lahan ditinggalkan. Penggarap lahan
akan beralih ke tempat lain.
Mereka akan kembali dan menggarap tempat itu
dalam jangka waktu yang lama, serta diperkirakan
kesuburan tanah telah pulih. Sebab-sebab terjadinya
perladangan berpindah, antara lain:
1) Faktor Ekonomi
- Keterbatasan dana atau modal yang ter-
sedia
- keterbatasan sarana dan prasarana pro-
duksi
- kebutuhan pangan yang makin mende-
sak dan terus meningkat
2) Faktor Sosial Budaya
- Keterbatasan keterampilan peladang da-
lam bidang usaha tani
- rendahnya tingkat pengetahuan peladang
- kurangnya pembinaan dan penyuluhan
terhadap peladang tidak adanya sistem
hak penggarapan yang efektif, sehingga
menimbulkan pandangan bahwa tena-
ga kerja merupakan satu-satunya modal
yang perlu ditanamkan dalam usaha tani
- budaya lingkungan di samping adat yang
turun temurun dari generasi terdahulu
3) Faktor Kondisi Lahan
- kondisi lahan tempat peladang berada
relatif kurang subur
ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-
MANAN HUTAN | 21
- masih banyak hutan, areal HPH mau-
pun lainnya, yang bisa dijadikan ladang,
terutama pada kawasan hutan yang sulit
diawasi
Pengaruh negatif dari perladangan berpindah,
antara lain:
1) Terhadap Sosial Ekonomi
Pertumbuhan sosial ekonomi para pe-
ladang lambat karena pendapatannya kecil
akibat produktivitas sistem perladangan,
pada umumnya, rendah karena sulit dijang-
kau petugas.
2) Terhadap Kondisi Biologis
Bekas perladangan bisa ditumbuhi al-
ang-alang atau bahkan dibiarkan gundul.
Kerusakan hutan akibat perladangan ber-
pindah menyebabkan terganggunya habitat
satwa liar, sehingga mengancam kelestarian
plasma nutfah jenis tumbuhan dan hewan
tertentu.
3) Terhadap Kondisi Fisik
Tanah menjadi terbuka dan akhirnya
meningkatkan erosi permukaan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan,
antara lain:
• proyek transmigrasi
• memberikan bimbingan dan penge-
tahunan tentang cara- cara berladang
yang baik
• menyediakan lapangan kerja bagi pen-

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


22 | Bagian | 1 | HUTAN
duduk sekitar kawasan dengan mengi-
kut sertakan pada proyek reboisasi dan
program HTI, GN-RHL, dan proyek
lainnya.
c. Penggembalaan Liar
Kerugian yang ditimbulkan oleh adanya peng­
gembalaan liar, antara lain:
1) Terhadap tanah hutan
Bekas injakan kaki ternak akan merusak
tanah. Tanah akan padat akibat injakan he-
wan ternak. Bekas injakan kuku yang tajam,
jejak kambing, dan biri-biri lebih merusak
daripada jejak sapi karena jejaknya lebih ke-
cil, sehingga kemungkinan masuk ke dalam
tanah lebih besar. Akhirnya, tanah menjadi
padat, pori-pori tertutup, air hujan mengalir
kepermukaan lebih banyak, sehingga terjad-
ilah erosi tanah dan banjir.
2) Terhadap tanaman muda
- daun pucuk rusak, bahkan sampai gun-
dul
- batang bisa melengkung atau patah
- seluruh tanaman dapat tercabut
- kulit batang terkupas
- akar muncul dari tanah dan luka akibat
terinjak ternak.
3) Terhadap tanaman yang sudah melewati
masa muda
- akar pohon terangkat dan luka-Iuka aki-

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 23
bat injakan ternak
- kulit batang pohon terluka karena ke-
biasaan ternak
- menggosok-gosokkan badannya pada
batang pohon,
- sehingga pohon lebih mudah.terinfeksi
bibit penyakit.
Upaya pengendalian penggembalaan liar dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
1) Penyuluhan
Penyuluhan dapat diberikan dengan pem-
berian pengertian tentang pentingnya ke-
lestarian hutan dan manfaat langsung dan
tidak langsung dari keutuhan hutan, serta
akibat yang ditimbulkan dari penggemba-
laan liar di hutan.
2) Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat
Untuk meningkatkan kesadaran hukum
masyarakat, perlu diupayakan penyuluhan
mengenai peraturan perundang-undangan
perlindungan dan pengamanan hutan se-
cara terpadu, melalui penyebarluasan media
cetak, elektronik atau kerjasama dengan Pos
Pelayanan Hukum Terpadu (Poskumdu).
3) Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Penanaman pakan ternak pada kawasan
hutan merupakan salah satu pendekatan
penanggulangan penggembalaan liar untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat seki-
tar hutan.
4) Pengandangan Ternak
KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN
24 | Bagian | 1 | HUTAN
Apabila dikandangkan ternak akan lebih
segar daripada dilepis berkeliaran di hutan.
Pada saat berkeliaran dan pulang ke kan-
dang pada sore hari, ternak memerlukan
energi, sehingga bila dikandangkan, maka
penggunaan energi bisa diminimalisir. Jadi,
pengandangan ternak akan membuat ternak
tersebut lebih segar.
5) Penetapan Lokasi Penggembalaan
Penetapan lokasi penggembalaan ternak
merupakan upaya untuk mencegah dan
membatasi kerusakan hutan sebagaimana
tersebut dalam Pasal 15 Peraturan Pemer-
intah No. 45 tahun 2004 tentang perlind-
ungan hutan. Penetapan lokasi ini dilakukan
oleh Kepala Unit Pengelolaan Hutan. Loka-
si penggembalaan ternak ini sewaktu-waktu
dapat ditutup dengan pertimbangan untuk
kepentingan konservasi
serta rehabilitasi hutan, tanah dan air.
d. Peredaran Hasil Hutan
Perlindungan dan pengamanan hasil hutan dapat
dilakukan di tempat penampungan atau pada tempat
penjualan hasil hutan. Ada berbagai motif yang
muncul dengan terjadinya peredaran hasil hutan
ilegal, seperti:
• kurangnya pengetahuan pelaku
• adanya penadah hasil hutan yang menjajikan
hasil menggiurkan
• mental aparat yang kurang baik

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 25
• upaya pencegahan yang dapat dilakukan,
antara lain:
• penyuluhan kepada masyarakat
• kemudahan pengurusan dokumen
• persamaan persepsi
• pengawasan intensif
• sanksi hukum yang setimpal
• perbaikan mental aparat
4. Kriteria Petugas Pengamanan Hutan

Petugas yang secara langsung mengamankan kawasan


hutan ialah Polisi Kehutanan. Polisi kehutanan yang
merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil, hendaknya
memiliki:
1. Integritas moral: memiliki akhlak dan kekuatan moral
yang tinggi, jujur baik di Iingkungan kedinasan, maupun
keluarga.
2.
Profeslonal: memiliki kompetensi/kecakapan/
keterampilan di bidang tugasnya.
3. Leader Ship : memiliki jiwa kepemimpinan, mampu
memberikan motivasi kepada orang lain, memiliki
tujuan dan arah yang jelas dan mampu mengopitmalkan
sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan organisasi.
4. Team Work: mampu membagun/menjalin kerjasama tim
untuk mencapai tujuan bersama.
Polisi kehutanan merupakan seorang pejabat fungsional,
sehingga dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya ia

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


26 | Bagian | 1 | HUTAN
harus mementingkan beberapa hal berikut ini, antara lain:
1. Kesamaptaan yang sempurna
2. Kedisiplinan
3. Bekerja sesuai protap yang ditetapkan oleh pimpinan
4. Wawasan luas dan penguasaan tata ruang kawasan
sebagai wilayah kerjanya
5. Efektifitas dan efesien menggunakan senpi dan kapabel
melakukan perawatan senpi
6. Siap melaksanakan mobilitas setiap saat
7. Efesien dan efektif melaksanakan tugas-tugas utama
Polhut, misalnya: deteksi/intel, patroli, penjagaan,
penegakan hukum, dan pembinaan masyarakat.

Oleh karena itu, dalam pelaksanaan tugctsnya,


­seorang Polhut harus memerhatikan pesan berikut, antara
lain:
1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Masyarakat adalah sobat, bukan musuh.
3. Perhatikan batasan kewenangan.
4. Pelajari dan hayati jenis kegiatan yang dipercay-
akan.
S. Periksa segala keperluan dan perlengkapan sebe-
lum berangkat tugas.
6. Laksanakan tugas denganjujur, disiplin, berseman-
gat, bertanggungjawab, dan penuh pengabdian.
7. Tempatkan kepentingan umum di atas kepentin-
gan pribadi.
8. Hindarkan perbuatan tercela.

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 27
9. Periksa kembali dan bersihkan peralatan/per-
lengkapan diri sebelum disimpan.
10. Akhiri tugas dengan kebiasaan membuat laporan
kegiatan.
D. Tindak Pidana Kehutanan
1. Pengertian

Istilah tindak pidana berasal dari istilah strafbaar feit,


yang dikenal dengan hukum pidana Belanda. Walaupun
istilah ini terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (WvS)
Belanda, dengan demikian juga Wetboek van trafrecht (WvS)
Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi
tentang hal yang dimaksud dengan strafbaarfeit tersebut.
Oleh karena itu, para ahli hukum berusaha mengartikan
istilah tersebut. Sayangnya, sampai saat ini, belum ada
keseragaman pendapat para ahli.

Para pakar hukum pidana memberikan definisi sraftbaar


feit sebagai betrikut.
1. Vas menyatakan bahwa delik adalah feit yang dapat
dihukum berdasarkan undang-undang.
2. Van Hamel menyatakan bahwa delik adalah suatu
serangan atau ancaman terhadap hak-hak orang lain.
3. Simons menyatakan bahwa delik adalah suatu tindakan
melawan hukum yang telah dilakukan dengan sengaja
oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dan oleh undang- undang telah
dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dikenai
hukuman karena beberapa alasan, antara lain:
KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN
28 | Bagian | 1 | HUTAN
a. Syarat adanya delik ialah adanya suatu tindakan yang
dilarang ataupun diwajibkan oleh undang-undang, yang
telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat
dikenai hukuman atas larangan atau kewajiban tersebut.
b. Agar suatu tindakan itu dapat dikenai hukuman,
tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dalam
delik sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-
undang.
c. Pada hakikatnya, setiap delik sebagai pelanggaran
terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-
undang tersebut, merupakan suatu tindakan melawan
hukum.
d. Dalam ilmu Pidana, ada yang disebut dengan delik
formal dan delik materiel. Delik formal adalah delik
yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan
yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-
undang, sedangkan delik materiel adalah delik yang
perumusannya menitikberatkan pada akibat yang
dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-
undang.
Sampai saat ini masih ditemukan adanya perbedaan
pendapat mengenai ajaran sifat melawan hukum dalam
kajian hukum pidana, antara sifat melawan hukum formal
(formiele wederrechtelijkheid) dan melawan hukum materiel
(materiele wederrechtelijkheid).
1. Sifat Melawan Hukum Formal
Secara formal, suatu perbuatan dikatakan melawan
hukum apabila bertentangan dengan ketentuan undang-
ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-
MANAN HUTAN | 29
undang (hukum tertulis). Artinya, suatu perbuatan
bersifat melawan hukum ialah jika semua unsur yang
disebut di dalam rumusan delik telah terpenuhi.
D. Schaffmeister mengemukakan bahwa dalam arti
formal, sifat melawan hukum merupakan suatu perbuatan
telah memenuhi semua rumusan delik dari undang-
undang. Dengan kata lain, terdapat perbuatan melawan
hukum secara formal apabila semua bagian yang tertulis
dari rumusan suatu tindak pidana telah terpenuhi.
2. Sifat Melawan Hukum Materiel
Perbuatan melawan hukum secara materiel tidak
hanya sekadar bertentangan dengan ketentuan hukum
tertulis saja, tetapi juga memenuhi syarat-syarat formal
(memenuhi semua unsur yang disebut dalam rumusan
delik). Perbuatan harus dirasakan masyarakat sebagai
perbuatan yang tidak patut untuk dilakukan. Dengan
demikian, suatu perbuatan dikatakan melawan hukum
apabila perbuatan tersebut dipandang tercela oleh suatu
masyarakat.
Tolok ukur untuk mengatakan suatu perbuatan melawan
hukum secara materiel, sebagaimana dikatakan oleh
Loebby Logman, bukan didasarkan pada ada atau
tidaknya ketentuan dalam suatu undang-undang,
namun ditinjau dari nilai yang ada dalam masyarakat.
Pandangan yang menitikberatkan melawan hukum
secara formal cenderung melihat dari sisi objek atau
perbuatan pelaku. Artinya, apabila perbuatannya telah
cocok dengan rumusan tindak pidana yang didakwakan,
maka perbuatan tersebut tidak perlu diuji, melawan
KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN
30 | Bagian | 1 | HUTAN
hukum secara materiel atau tidak.
Fungsi positif dari ajaran melawan hukum formal ini
tidak mungkin dilakukan karena pasal 1 Ayat (1) KUHP
memuat asas legalitas. Banyak pakar sepakat bahwa di
dalam sistem hukum pidana Indonesia, penerapan ajaran
melawan hukum materiel ini dalam fungsi yang negatif,
yaitu dalam hal pertanggungjawaban pidana. Seseorang
bisa saja dilepaskan dari tuntutan pidana apabila
perbuatannya tidak melawan hukum secara materiel.
Dengan kata lain, fungsi negatif dari ajaran melawan
hukum materiel ini digunakan sebagai alasan pembenar.
Sementara itu, tindak pidana kehutanan, menurut
Permenhut No. 4/Menhut-II/2010 tentang Pengurusan
Barang Bukti Tindak Pidana “hutanan, adalah perbuatan
yang dilarang dan diancam pidana sebagai kejahatan
atau pelanggaran, sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang, Bidang Kehutanan dan Konservasi Hayati.
Perbuatan yang dilarang dan ancam tersebut terdapat
pada:
1) Pasal 40 Jo Pasal 19, 21 dan 33, Undang-Undang No.5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya;
2) Pasal 78 Jo Pasal 50, Undang-Undang No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan;
3) Pasal 82 s.d. 109, Undang-Undang No. 18 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan
Hutan.

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 31
2. Modus Operandi

Modus operandi adalah cara pelaku menjalankan


tindak pidana. Modus operandi tindak kehutanan, secara
umum dikaitkan dengan unsur tindak pidana umum dalam
KUHP, dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bentuk ,
yaitu :
1. Perusakan (Pasal 406-412)
Unsur perusakan terhadap hutan dalam kejahatan illegal
logging berangkat dari pemikiran konsep perizinan dalam
sistem pengelolaan hutan yang mengandung fungsi
pengendalian dan pengawasan terhadap hutan untuk
tetap menjamin kelestarian fungsi hutan. Illegal Longging
pada hakikatnya merupakan kegiatan yang melayani
kehutanan perizinan yang ada, baik tidak memiliki izin
secara resmi, maupun melanggar ketentuan yang ada
dalam perizinan itu. sepeti over atau penebangan di luar
area konsesi yang dimilik
2. Pencurian (Pasal 362 KUHP)
Kegiatan penebangan kayu dilakukan dengan sengaja.
Tujuannya, untuk mengambil manfaat dari hasil hutan
berupa kayu (untuk dimiliki). Akan tetapi, ada ketentuan
hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban
dalam pemanfaatan hasil hutan berupa kayu, sehingga
kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan tersebut
merupakan kegiatan yang melawan hukum. Artinya,
kegiatan ini dilakukan dengan menebang kayu di area
hutan yang bukti menjadi haknya menurut hukum.

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


32 | Bagian | 1 | HUTAN
3. Penyelundupan
Sebelum disahkannya UU No. 18 Tahun 2013, belum
ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus
mengatur tentang penyelundupan kayu. Bahkan,
dalam KUHP yang merupakan ketentuan umum
terhadap tindak pidana pun, belum mengatur tentang
penyelundupan. Selama ini kegiatan penyelundupan
hanya sering dipersamakan dengan delik pencurian
karena memiliki persamaan unsur, yaitu tanpa hak
mengambil barang milik orang lain.
Berdasarkan pemahaman tersebut, kegiatan
penyelundupan kayu (peredaran kayu secara ilegal)
menjadi bagian dari kejahatan illegal logging dan
merupakan perbuatan yang dapat dipidana. Namun
demikian, Pasal 50 (3) huruf f dan h UU No. 41 Tahun
1999, yang mengatur tentang membeli, menjual dan
atau mengangkut hasil hutan yang dipungut secara tidak
sah, dapat diinterpretasikan sebagai suatu perbuatan
penyelundupan kayu. Akan tetapi, ketentuan tersebut
tidak secara jelas mengatur pelaku kejahatan tersebut,
yang bisa jadi pengangkut/sopir/nahkoda kapal atau
pemilik kayu. Saat ini, tidak terdapat lagi kontra-
interpretasi karena unsur-unsur penyelundupan kayu
telah diatur tersendiri dalam Pasal 12 huruf j UU No. 18
Tahun 2013.
4. Pemalsuan (Pasal 261-276 KUHP)
Pemalsuan surat atau pembuatan surat palsu, menurut
penjelasan Pasal 263 KUHP, artinya membuat surat yang
isinya bukan semestinya atau membuat surat sedemikian
ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-
MANAN HUTAN | 33
rupa, sehingga menunjukkan seperti aslinya. Surat, dalam
hal ini, ialah yang dapat menerbitkan suatu hal, perjanjian,
pembebasan utang, dan surat yang dapat dipakai sebagai
suatu keterangan perbuatan atau peristiwa. Ancaman
pidana terhadap pemalsuan surat menurut pasal 263
KUHP ini adalah penjara paling lama 6 tahun dan
Pasal264 paling lama 8 tahun. Dalam praktik-praktik
kejahatan illegal logging, salah satu modus operandi
yang sering dilakukan oleh pelaku dalam melakukan
kegiatannya ialah pemalsuan Surat Keteragan Sahnya
Hasil Hutan (SKSHH), tanda tangan, pembuatan
stempel, dan keterangan Palsu dalam SKSHH. Modus
operandi ini sudah diatur secara tegas dalam Pasal 14
huruf a dan b, UU No. 18 Tahun 2013.
5. Penggelapan (Pasal 372-377KUHP)
Kejahatan illegal logging, antara lain: over cutting,
yaitu penebangan di luar area konsesi yang dimiliki,
penebangan yang melebihi target kuota yang ada (over
capacity), dan melakukan penebangan sistem tebang
habis, sedangkan ijin yang dimiliki adalah sistem tebang
pilih, mencantumkan data jumlah kayu dalam SKSHH
yang lebih kecil dari jumlah yang sebenarnya.
6. Penadahan (Pasal 480 KUHP)
Dalam KUHP, penadahan yang berasal dari kata
dasar “tadah” adalah sebutan lain dari perbuatan
persengkokolan atau sengkongkol atau pertolongan
jahat. Penadahan dalam bahasa asing “heling” (Penjelasan
Pasal 480 KUHP). Lebih lanjut, dijelaskan oleh R.
Soesilolo, bahwa perbuatan itu dibagi menjadi dua,
KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN
34 | Bagian | 1 | HUTAN
yaitu (1) perbuatan membeli atau menyewa barang yang
diketahui atau patut diduga hasil dari kejahatan, dan (2)
perbuatan menjual, menukar atau menggadaikan barang
yang diketahui atau patut diduga dari hasil kejahatan.
Ancaman pidana dalam Pasal 480 itu adalah paling
lama 4 tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900
(sembilan ratus rupiah). Modus ini banyak dilakukan
dalam transaksi perdagangan kayu ilegal, baik di dalam
maupun di luar negeri. Bahkan, terdapat kayu-kayu hasil
illegal logging yang diketahui oleh pelaku, baik penjual
maupun pembeli. Modus ini pun telah diatur dalam
Pasal 12 huruf k UU No. 18 Tahun 2013.
3. Jenis – jenis tindak kehutanan
Jenis-jenis tindak pidana kehutanan menu rut UU
No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, antara lain:
1. Kegiatan yang mengakibatkan kerusakan hutan oleh
pemegang izin
a. Pasal Pelanggaran, Pasal 50 ayat (2): “Setiap orang
yang diberikan izin pemanfaatan kawasan izin usaha
pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan
hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan
hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan
kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.”
b. Ancaman Pidana, Pasal 78 ayat (1): “Pidana Penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp 5.000.000.000, 00 (lima milyar rupiah).”
2. Pembakaran Hutan
a. Pasal Pelanggaran, Pasal 50 ayat (3) huruf d: “Setiap

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 35
orang dilarang membakar hutan.”
b. Ancaman Pidana Kesengajaan, Pasal 78 ayat (3):
“Pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp. 5.000.000.000, 00 (lima milyar
rupiah).”
c. Ancaman Pidana Kelalaian, Pasal78 ayat (4): “Pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp 1.500.000.000, 00 (satu milyar lima ratus juta
rupiah).”
3. Penebangan Pohon dalam Kawasan Hutan Tanpa Izin
a. Pasal Pelanggaran, Pasal SO ayat (3) huruf e: “Setiap
orang dilarang menebang pohon atau memanen atau
memungut hasil hutan di dalam hutan, tanpa memiliki
hak atau izin dari pejabat yang berwenang.”
b. Ancaman Pidana, Pasal 78 ayat (5): “Pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp 5.000.000.000, 00 (lima milyar rupiah)”
4. Penggembalaan Ternak
a. Pasal Pelanggaran, Pasal 50 ayat (3) huruf i: “Setiap orang
dilarang menggembalakan ternak di dalam kawasan
hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud
tersebut oleh pejabat yang berwenang.”
b. Ancaman Pidana, Pasal 78 ayat (8): “Pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
10.000.000, 00 (sepuluh juta rupiah).”
5. Membuang Benda yang Menyebabkan Kebakaran
Hutan

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


36 | Bagian | 1 | HUTAN
a. Pasal Pelanggaran, Pasal 50 ayat (3) huruf L: “Setiap
orang dilarang membuang benda-benda yang
dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan, serta
membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi
hutan:’
b. Ancaman Pidana, Pasal 78 ayat (11): “Pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
1.000.000.000, 00 (satu milyar rupiah).”
6. Pengangkutan Tumbuhan dan Satwa Liar Tidak
Dilindungi Tanpa Izin
a. Pasal Pelanggaran, Pasal 50 ayat (3) huruf m: “Setiap orang
dilarang mengeluarkan, membawa dan mengangkut
tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi
yang berasal dari kawasan hutan tanpa Izin dari pejabat
yang berwenang.”
b. Ancaman Pidana, Pasal 78 ayat (12): “Pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp
50.000.000, 00 (lima puluh juta rupiah).”
Jenis-jenis tindak pidana kehutanan menurut UU No.5
Tahun 1990 “tang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya, antara lain:
1. Perubahan Keutuhan Kawasan Konservasi
a. Pasal Pelanggaran:
1) Pasal 19 ayat (1): “Setiap orang dilarang melakukan
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan
terhadap keutuhan kawasan suaka alam.”

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 37
2) Pasal 33 ayat (1): “Setiap orang dilarang melakukan
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan
terhadap keutuhan Zona Inti Taman Nasiona!.”
b. Ancaman Pidana:
1) Kesengajaan, Pasa) 40 ayat (1): “Pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
200.000.000, 00 (dua ratus juta rupiah).”
2) Kelalaian, Pasal 40 ayat (3): “Pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp
100.000.000, 00 (seratus juta rupiah).”
2. Pemanfaatan, Perusakan, Penyiksaan, dan Pemusnahan
Tumbuhan yang Dilindungi
a. Pasal Pelanggaran:
• Pasal 21 ayat (1) huruf a: “Setiap orang dilarang
mengambil, menebang, memiliki, merusak,
memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan
memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau
bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati.”
• Pasal21 ayat (1) huruf b: “Setiap orang dilarang
mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-
bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu
tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di
luar Indonesia.”
b. Ancaman Pidana:
1) Kesengajaan, Pasal 40 ayat (2): “Pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp
100.000.000, 00 (seratus juta rupiah).”

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


38 | Bagian | 1 | HUTAN
2) Kelalaian, Pasal 40 ayat (4): “Pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
3. Pemanfaatan, Perusakan, Penyiksaan, dan Pemusnahan
Satwa Liar yang Dilindungi
a. Pasal Pelanggaran:
1) Pasal 21 ayat (2) huruf a: “Setiap orang dilarang
menangkap, melukai, membunuh, menyimpan,
memiliki, memelihara, mengangkut dan
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam
keadaan hidup.”
2) Pasal 21 ayat (2) huruf b: “Setiap orang dilarang
menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut
dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam
keadaan mati.”
3) Pasal 21 ayat (2) huruf c: “Setiap orang dilarang
mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu
tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di
luar Indonesia.”
4) Pasal 21 ayat (2) huruf d: “Setiap orang dilarang
memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit,
tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi
atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian
satwa tersebut, atau mengeluarkannya dari suatu
tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di
luar Indonesia.”
5) Pasal 21 ayat (2) huruf e: “Setiap orang dilarang me­
ngambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan,
ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-
MANAN HUTAN | 39
menyimpan atau memiliki telur dan/ atau sarang sat-
wa yang dilindungi.”
b. Ancaman Pidana:
1) Kesengajaan, Pasal 40 ayat (2): “Pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah)”
2) Kelalaian, Pasal 40 ayat (4): “Pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.
50,000.000,- (lima puluh juta rupiah)”
4. Penggunaan Kawasan Konservasi yang Tidak Sesuai
dengan Fungsinya
a. Pasal Pelanggaran, Pasal 33 ayat (3): “Setiap orang
dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan
fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman
nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.”
b. Ancaman Pidana:
1) Kesengajaan, Pasal40 ayat (1): “Pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
200.000.000, 00 (dua ratus juta rupiah).”
2) Kelalaian Pasal 40 Ayat (4): “Pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp
50.000.000, 00 (lima puluh Juta rupiah).”
Jenis-jenis tindak pidana kehutanan menurut UU
No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberan-
tasan Perusakan Hutan dapat dilihat dalam tabel berikut
ini.

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


40 | Bagian | 1 | HUTAN
41
No. Jenis Tindak Pidana
Pasal Bunyi Aturan

|
Kehutanan

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN
1 2 3 4
Penebangan Pohon Pasal12 Setiap orang dilarang melakukan penebangan pohon
Tidak Sesuai Izin dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin
Huruf (a)
pemanfaatan hutan
Penebangan Pohon Pasal 12 Huruf Setiap orang dilarang melakukan penebangan pohon
Tanpa Izin (b) dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang
dikeluarkan oleh pejabat an berwenan .
Penebangan Pohon Pasal12 Huruf Setiap orang dilarang melakukan penebangan pohon
Seeara Tidak Sah (e) dalam kawasan hutan secara tidak sah (penebangan
pohon disekitar sungai, mata air, waduk, danau atau
Pasal 13
antai.
Mengangkut Hasil Pasal12 Huruf Setiap orang dilarang memuat, membongkar,
Penebangan Pohon (d) mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau
Tanpa Izin memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tan a
izin.
PENGAMANAN
Mengangkut Hasil Pasal 12 Huruf Setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau
Hutan Tanpa SKSHH (e) memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi
seeara bersama surat keterankan sahnya hasil hutan.
Membawa Pasal 12 Setiap orang dilarang membawa alat-alat yang

DAN
lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau
Peralatan Untuk Huruf (f )
membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin

PERLINDUNGAN
Menebang Tanpa pejabatan berwenang.
Izin
Membawa Alat Berat Pasal12 Setiap orang dilarang membawa alat-alat berat dan/
ke dalam Hutan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga
Huruf (g)
akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di

KONSEP
| 1 | HUTAN
dalam kawasan hutan tan a izin e’abat an berwenan .
Memanfaatkan Kayu Pasal12 Setiap orang dilarang memanfaatkan hasil hutan kayu
Hasil Pembalakan Liar yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar.
Huruf (h)

| Bagian
Mengedarkan Kayu Pasal 12 Setiap orang dilarang mengedarkan kayu hasil
Hasil Pembalakan Liar pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara,
Huruf (i)

42
43
Menyelundupkan Pasal 12 Setiap orang dilarang menyelundupkan kayu yang
berasal dari atau masuk ke wilayah Negara Kesatuan
Kayu Huruf (j)
Republik Indonesia, melalui sungai darat laut atau

|
udara.

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN
Menadan Hasil Pasal 12 Huruf Setiap orang dilarang menerima, membeli, menjual,
Pembalakan Liar (k) menerima tukar, menerima titipan, dan/atau memlliki
hasil hutan yang diketahui berasal dari pembalakan
liar.
Menguasai Hasil Pasal 12 Huruf Setiap orang dilarang membeli, memasarkan, dan/atau
Hutan yang Dipungut (I) mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan
secara Tidak Sah hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.
Menadah Hasil Hutan Pasal 12 Huruf Setiap orang dilarang menerima, menjual, menerima
yang Dipungut secara (m) tukar, menerima titipan, menyimpan, dan/atau
Tidak Sah memillki hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan
hutan yang diambil atau dipung;ut seeara tidak sah.
Memalsukan SKSHH Pasal 14 Huruf Setiap orang dilarang memalsukan surat keterangan
(a) sahnya hasil hutan kayu.
M e n g g u n a k a n Pasal14 Huruf Setiap orang dilarang menggunakan surat keterangan
SKSHH Palsu (b) sahnya hasil hutan kayu yang palsu
PENGAMANAN
P e n y a l a h g u n a a n Pasal 15 Setiap orang dilarang melakukan penyalahgunaan
Angkutan Dokumen dokumen angkutan hasil hutan kayu yang diterbitkan
Kayu oleh pejabat yang berwenang;.
Membawa Alat Berat Pasal17 Ayat 1 Setiap orang dilarang membawa alat-alat berat dan/

DAN
untuk Penambangan Huruf (a) atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan
digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan

PERLINDUNGAN
dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam
kawasan hutan tanpa”’izin menteri.
M e l a k u k a n Pasal17 Ayat 1 Setiap orang dHarang melakukan kegiatan
Penambangan Tanpa Huruf (b) penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin
Izin menteri.

KONSEP
| 1 | HUTAN
Mengangkut Hasil Pasal 17 Ayat 1 Setiap orang dilarang mengangkut dan/ atau
Tambang Huruf (c) menerima titipan hasil tambang yang berasal dari
kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa
izin.

| Bagian
Menguasai Hasil Pasal 17 Ayat 1 Setiap orang dilarang menjual, menguasai, memiliki,
tambang Huruf (d) dan/atau menyimpan hasil tambang yang berasal dari
kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa
izin.

44
45
M e m b e l i , Pasal 17 Ayat a Setiap orang datang membeli, memasarkan, dan/atau
memasarkan, dan/ Huruf (e) mengolah hasi! tambang dari kegiatan penambangan
atau mengolah hasil di dalam kawasan hutan tanpa izin.

|
tambang

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN
Membawa Alat Berat
untuk Perkebunan
4. Unsur-unsur tindak pidana kehutanan

Dapat tidaknya suatu perbuatan pidana dihukum


sangat bergantung pada terpenuhinya unsur-unsur tindak
pidana. Unsur-unsur tindak pidana tersebut terdapat pada
pasal perbuatan yang dilarang dan disertai sanksi dalam
suatu peraturan perundang-undangan pidana. Unsur tindak
pidana menurut para ahli, adalah sebagai berikut:
1. Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (strafbaar
feit), meliputi:
• perbuatan manusia (positifatau negatif, berbuat atau
tidak berbuat atau membiarkan);
• diancam dengan pidana (statbaar gesteld);
• melawan hukum (oncrechmatig);
• dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband
stand);
• oleh orang yang mampu bertanggung jawab
(toerekeningsvatoaar person);
• adanya unsurobyektif dan subjektifdari tindak pidana
(strafbaar feit).
2. Lamintang merumuskan pokok-pokok perbuatan pidana
menjadi tiga sifat, yaitu:
• melanggar hukum (wederrechtjek);
• telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan
sengaja (aan schuld te wijten);
• dapat dihukum (strafbaar).

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


46 | Bagian | 1 | HUTAN
3. Cristhine dan Cansil menyatakan bahwa terdapat lima
rumusan unsut tindak pidana kehutanan. Selain harus
bersifat melanggar hukum, perbuatan pidana harus
berupa perbuatan manusia (handefing), diancam dengan
pidana (strafbaar gesteld), dilakukan oleh seseorang yang
mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar) dan
terjadi karena kesalahan (adanya schuld).
4. Moeljanto menyatakan bahwa unsur-unsur perbuatan
pidana, antara lain: perbuatan (manusia), yang memenuhi
rumusan dalam undang-undang (syarat formal), bersifat
melawan hukum (syarat materiel).
Mencermati keempat pendapat ahli tersebut diatas,
secara umum, perlu dipahami unsur-unsur tindak pidana
dari dua unsur, yaitu unsur subjektif dan unsur objektif.
Unsur yang termasuk ke dalam unsur-unsur subjektif,
antara lain:
1. Kesengajaan (dolus).
Dalam doktrin hukum pidana, dikenal tiga bentuk
kesengajaan, yaltu:
a. kesengajaan sebagal maksud/tujuan
b. kesengajaan sebagai kepastian
c. kesengajaan sebagai kemungkinan, disebut juga
dengan dolus eventualis.2.
2. Kelalaian (culpa). Jlka dllihat dalam undang-undang, tidak
disebutkan arti dari kealpaan, dalam IImu Pengetahuan
Hukum Pidana Kealpaan, mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut, antara lain:

ASAS DAN DASAR HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGA-


MANAN HUTAN | 47
a. Pelaku sengaja melakukan suatu tindakan yang ternyata
salah karena menggunakan ingatan/otaknya secara salah.
Seharusnya, ia menggunakan ingatan dengan benar.
Namun, ia tidak melakukannya. Dengan kata lain, ia
telah melakukan tindakan dengan kurang waspada atau
tidak berhati-hati.
b. Pelaku dapat memperkirakan akibat yang akan terjadi,
tetapi merasa dapat mencegahnya. Namun, ia tidak
melakukan tindakan yang akan menimbulkan akibat
tersebut, sehingga merugikan orang lain.
c. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan, seperti
yang dimaksud dalam Pasal 53 KUHP.
d. Macam-macam maksud atau oogmeek yang terdapat
dalam kejahatan pencurian, penipuan, perampasan, dan
lain-lain.
e. Merencanakan lebih dahulu, seperti pad apembunuhan
berencana.
f. Perasaan takut, seperti yang terdapat dalam pasal 308
KUHP.
Sementara itu, unsur objektif adalah unsur yang terdapat
di luar diri si pelaku. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak
pidana itu, antara lain:
1. Perbuatan yang melanggar hukum
2. Akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut dapat
membahayakan kepentingan orang lain
3. Keadaan-keadaan tertentu
4. Kausalitas atau hubungan sebab-akibat

KONSEP PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN


48 | Bagian | 1 | HUTAN
BAGIAN
2
PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN

Penjagaan adalah salah satu tugas Polhut yang tergolong


upaya preventif, yang dilakukan di: tempat-tempat penting/
tertentu, baik secara tetap, maupun sementara, dengan tugas
pokok memelihara keamanan dan ketertiban umum, serta
mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran peraturan
dan berbagai bentuk tindak pidana bidang kehutanan.
A. Bentuk-bentuk penjagaan

Bentuk-bentuk penjagaan, antara lain:


1. Penjagaan di Pos Tetap
Penjagaan di pos tetap merupakan pelaksanaan tugas
penjagaan yang harus dilakukan secara terus menerus
di tempat-tempat tertentu, seperti penjagaan di kantor/
markas dan di cek poin.
2. Penjagaan di Pos Sementara
Penjagaan di pos sementara merupakan pelaksanaan
tugas penjagaan di tempat-tempat yang dianggap
penting untukjangka waktu tertentu sesuai kebutuhan.
Pos sementara diadakan dalam rangka menghadapi
beban peningkatan insidental dalam pelaksanaan tugas
penjagaan di pos tetap.
3. Penjagaan di Pos Tambahan
Penjagaan di pos tambahan merupakan penjagaan
pada pos yang dibentuk berdasarkan kepentingan akan
kehadiran fisik petugas di tempat tersebut. Lama bertugas
pada pos tambahan ini tidak boleh lebih dari tiga jam
setiap harinya dan dilakukan pada tempat-tempat yang
memerlukan pengawasan/perhatian.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No.9
Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Angka Kredit Jabatan
Fungsional Polisi Kehutanan,butir kegiatan penjagaan,
terdiri dari:
1. Melakukan penjagaan di pos jaga/pondok jaga/pondok
kerja;
2. Melakukan penjagaan dan memantau potensi kebakaran
di menara pengawas kebakaran;
3. Melakukan penjagaan dan pengawasan pereda ran hasil
hutan di bandar udara/pelabuhan laut;
4. Melakukan penJagaan dan pengawasan peredaran hasil
hutan di terminal bus/stasiun kereta api;
5. Melakukan penjagaan di care center/Pusat Rehabilitasi
Satwa (PPS);

50 | Bagian | 2 | PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN


6. Melakukan penjagaan di pusat informasi;
7. Melakukan penjagaan barang bukti;
8. Melakukan penjagaan kapal patroli;
9. Melakukan penjagaan di tempat peredaran hasil hutan
lainnya;
10. Melakukan penjagaan di Pasar Satwa/Tumbuhan.
B. Kewajiaban petugas penjagaan

Kewajiban petugas di pos penjagaan, antara lain:


1. Pos Tetap
• Petugas memerhatikan keadaan sekeliling sejauh 25
meter.
• Petugas berdiri dengan sikap tegap dan penuh
kewaspadaan.
• Sekali-kali petugas boleh berjalan sejauh 5 meter
ke kanan/ke kiri dan bila membawa senjata, senjata
dibawa dengan gerakan sikap “DEPAN SENJATA”.
• Di dalam ruang jaga, petugas duduk dengan sopan dan
sikap tidak terpaksa, pakaian tidak boleh dilepas, topi
ditempatkan pada kapstok, pandangan menjangkau
sekeliling ruang jaga.
• Petugas harus cepat dan tanggap terhadap segala
sesuatu yang terjadi di luar pos penjagaan.
• Petugas tidak boleh mengganggu orang, terutama
wanita yang sedang berjalan dan barang milik orang
lain yang ada di sekitar penjagaan.
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 51
• Petugas selalu mengusahakan kebersihan tempat
penjagaan, dan sekitarnya.
• Petugas selalu rapih dan berwibawa.
• Petugas tidak dibenarkan meninggalkan tempat
penjagaan, sehingga dibiarkan kosong. Waktu giliran
istrahat diatur sesuai aturan yang berlaku.
2. Pos Sementara
• Petugas duduk di dalam ruang jaga dan sekali-kali
harus berjalan sekeliling sejauh lima meter.
• Karena Jumlah petugas jaga di pos sementara terbatas
(dua atau tiga orang) tldak diadakan pos berdiri
• Petugas Jaga harus dapat mengawasi keadaan sekitar
sejauh kurang lebih 25 meter.
• Sekali-kali, Petugas secara bergiliran mengadakan
perondaan.
• Cepat dan tanggap terhadap segala sesuatu yang
terjadi dan segera mengambil tindakan.
3. Pos Tambahan
• Penjagaan pos tambahan tidak boleh dilakukan
dengan duduk, tetapi dilakukan dengan berdiri dan
penuh kewaspadaan.
• Pengawasan sejauh 25 meterdilakukan dalam keadaan
sikap waspada.
• Petugas berjalan ke kanan dan ke kiri lebih kurang
lima meter.

52 | Bagian | 2 | PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN


• Petugas tidak boleh berdiri di tempat yang
tersembunyi dan atau sengaja berlindung.
• Petugas harus cepat dan tanggap terhadap segala
sesuatu yang terjadi di sekitar pos penjagaan.
• Lamanya bertugas di pos tambahan tidak boleh lebih
dari tiga jam.
C. Serah Terima Penjagaan

Serah terima penjagaan ialah penyerahan tugas dan


tanggung jawab penjagaan kepada petugasjaga berikutnya
dengan be rita acara serah terima tugas penjagaan. Hal-hal
yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas jaga pada waktu
serah terima penjagaan, antara lain:
1. Usahakan setengah jam sebelum serah terima penjagaan
dimulai, petugas telah tiba di tempat jaga;
2. Apabila anggota regu penjagaan sudah lengkap, jangan
masuk ke ruang jaga terlebih dahulu sebelum serah terima
penjagaan, agar petugas jaga lama dapat menyelesaikan
pekerjaannya dengan tertib.
3. Kepala jaga yang baru, mengumpulkan anggotanya dan
mengadakan apel, serta meneliti perlengkapan masing-
masing.
4. Pergantian petugas jaga dilakukan melalui upacara serah
terima tugas penjagaan dari petugas jaga lama ke petugas
jaga baru.
5. Jika melakukan tugas penjagaan di kantor/markas,
petugas jaga wajib mengibarkan dan menurunkan

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 53
bendera merah putih mulai pukul 06.00 waktu setempat
untuk pengibaran dan pukul 18.00 waktu setempat
untuk penurunan bendera.
6. Upacara serah terima penjagaan dilaksanakan tepat pada
waktu yang telah ditentukan.
7. Upacara serah terima penjagaan dilakukan di depan
ruang Jaga dan dilaksanakan oleh pejabat atasan.
Tata cara upacara serah terima penjagaan dilaksanakan
sebagai berikut, antara lain:
a. Petugas jaga lama dan petugas jaga baru, masing-
masing membentuk barisan bersaf satu dan saling
berhadapan.
b. Setelah masing-masing regu disiapkan, pejabat atasan
mengambil tempat di sebelah kanan agak ketengah
dari Kepala Jaga Lama, kemudian Kepala Jaga Lama
memberikan aba-aba, “Kepada Kepala, Hormat
Gerak!” (Sesuai PERMILDAS)
c. Selesai penghormatan, Kepala Jaga Lama melaporkan
bahwa serah terima tugas jaga siap dimulai.
d. Serah terima didahului dengan ucapan “Dengan ini
tugas jaga diserahkan kepada petugas jaga yang baru
dalam keadaan ... “
e. Kepala jaga baru menjawab, “Denganini tugas jaga
diterima.
f. Kepala jaga baru memberi aba-aba, “Kepada Kepala,
hormat gerak!”

54 | Bagian | 2 | PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN


g. Kemudian, masing-masing regu dibubarkan dan
berjalan menuju ke ruang jaga untuk menandatangani
mutasi penjagaan.
D. Susunan pembagian regu tugas jaga

Pelaksanaan tugas penjagaan biasanya dilaksanakan


secara bergilir oleh “regu dalam kurun waktu yang telah
ditentukan menurut keadaan (personel, situasi keamanan,
dan sebagainya). Pembagian regu untuk pelaksanaan tugas
penjagaan selama 24 jam terus menerus disebut “susunan
regu tugas jaga” (plogen stelse), yang terdiri dari:
1. Susunan Dua Rombongan dalam Satu Bagian
2. Susunan Tiga Rombongan dalam Dua Bagian
3. Susunan Empat Rombongan dalam Tiga Bag/an
4. Susunan Lima Rombongan dalam Empat Bagian
5. Susunan Rombongan Bertindih
Pelaksanaan pembagian regu tugas jaga menurut sistem
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Susunan Dua Rombongan dalam Satu Bagian.
Dua rombongan dalam satu bagian artinya masing-
masing rombongan melaksanakan tugas jaga selama 24
jam (dari pukul 06.00-06.00 esok harinya), demiklan
seterusnya, sehingga masing-masing rombongan
berlstrahat selama 24 jam.
Pembagian tugas jaga seperti ini jaranga sekali dilakukan,
kecuali jika keadaan sangat terpaksan karena personil

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 55
atau letaknya yang jauh dari markas
2. Susunan Tiga Rombonlan dalam Dua Baglan
Tiga rombongan dalam dua baglan yaltu mereka
yang dlberl tugas jaga dibagl dalam dua bagian (regu/
kelompok) dan masing-masing regu melaksanakan
tugasnya selama 12 jam, sedangkan satu regu sebagai
cadangan.
1. Tugas jaga siang dari pukul 06.00 s.d. 18.00
2. Tugas jaga malam dari puku118.00 s.d. 06.00
3. Regu cadangan masuktugasjaga pagi harinya,
demikian seterusnya, sehingga masing-masing regu
kelompok mendapatwaktu istrirahat 24 jam.
3. Susunan Empat Rombongan dalam Tiga Bagian
Empat rombongan dalam tiga bagian ialah mereka yang
diberi tugas jaga yang dibagi dalam tiga bagian/regu/
kelompok dan masing-masing bagian/ regu/kelompok
melaksanakan tugasnya selama 8 jam, sedangkan satu
regu/kelompok sebagai cadangan.
a. Regu A, bertugas jaga pagi pada pukul 06.00 s.d.
14.00
b. Regu B, bertugas jaga siang pada puku114.00 s.d.
22.00
c. Regu (, bertugas jaga malam pada pukul 22.00 s.d.
06.00
d. Regu cadangan melaksanakan tugas-tugas lain
menurut kebutuhan, demikian seterusnya, sehingga

56 | Bagian | 2 | PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN


masing-masing regu mendapat giliran menjadi regu
cadangan.
Susunan pembagian tugas jaga seperti diatas merupakan
susunan yang paling baik dan efektif, terutama untuk
pos-pos yang memerlukan layanan petugas setiap saat.
4. Susunan Lima Rombongan dalam Empat Bagian
Lima rombongan dalam empat bagian yakni saat petugas
jaga dibagi dalam empat bagian/regu/kelompok yang
masing-masing bagian bagian/regu/kelompok berperan
sebagai cadanagan untuk nantinya melaksanakan
kegiatan lain yang diperlukan menurut kebutuhan.•
a. Regu A, bertugas jaga pagi dari pukul 06.00 s.d. 12.00
b. Regu B, bertugas jaga siang dari puku112.00 s.d.
18.00
c. Regu (, bertugas jaga petang dari puku118.00 s.d.
24.00
d. Regu 0, bertugas jaga malam dari pukul 24.00 s.d.
06.00 pagi harinya.
e. Regu E, sebagai cadangan, dapat melaksanakan tugas-
tugas lain menurut kebutuhan, demikian seterusnya,
sehingga masing- masing regu/kelompok mendapat
gill ran menjadi regu cadangan (Isttrahat).
Susunan dan pembagian tugas jaga semacam inl sudah
jarang dllakukan karene membutuhkan kekuatan yang
tidak sedikit. Bagi kesatuan yang kekuatannya sedikit,
seperti Polhut, tidak melakukan pembaglan tugas jaga
ini.

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 57
5. Susunan Rombongan Bertindih
Rombongan bertindih yaitu saat masing-masing petugas
melaksanakan tugasnya pada pos-pos tertentu, selama
kurun waktu yang ditentukan. Paling lama selama dua
jam terus menerus, seperti Polantas.

58 | Bagian | 2 | PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN


BAGIAN
3
PATROLI POLISI KEHUTANAN

A. Pengertiandan Tujuan

Patroli adalah pergerakan pasukan/satuan Polhut dari


suatu tempat ke tempat lain untuk meneegah timbulnya
gangguan keamanan hutan. Patroli merupakan kegiatan
pengawasan pengamanan hutan yang dilakukan oleh dua
atau tiga orang atau lebih di wilayah hutan yang menjadi
tanggung jawabnya atau daerah tertentu yang sering
terjadi pelanggaran atau kejahatan bidang kehutanan.
Patroli berbeda dengan operasi. Patroli sifatnya preventif,
sedangkan operasi sifatnya represif. Operasi merupakan
upaya represif untuk membatasi gangguan keamanan hutan
yang dilakukan seCara bersama-sama pada tempat, waktu,
dan target yang telah ditentukan dengan tujuan untuk
menimbulkan efek jera bagi pelaku.
Karena sifatnya preventif, patroli harus dilaksanakan
seeara terus menerus sesuai dengan jadwal dan selektif, atau
tergantung situasi dan kondisi keamanan hutan. Tujuannya
untuk meneegah gangguan terhadap hutan dan hasil hutan,
mengetahui situasi lapangan, serta melakukan tindakan
terhadap pelaku pelanggaran/kejahatan yang ditemukan
pada saat patroli. Pelanggaran-pelanggaran keeil yang
menjadi temuan patroli diselesaikan seeara tuntas dengan
menonjolkan fungsi preventif.
B. Bentuk-bentuk Patroli

Berdasarkan sifatnya, patroli dibedakan menjadi empat,


yaitu:
1. Patroli Rutin
Patroli rutin adalah patroli yang bersifat rutin untuk
mengawasi suatu daerah tertentu yang menjadi wilayah
kewenangannya. Patroli rutin ini biasa juga disebut
perondaan. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaan kegiatan patroli rutin, antara lain:
• Penugasan eukup dicantumkan dalam jadwal patroli.
• TUgas patroli hirus dilakukan dengan saksa rna dan
teliti. Setiap petugas harus senantiasa memerhatikan
hal-hal yang didengar dan dilihatnya agar dapat
mengambil kesimpulan tentang tindakan yang harus
dllakukan atau di Japorkan ke pimpinan.
• Setiap kejadian, baik yang didengar, maupun -dilihat,
harus dicatat dalam Buku Catatan Polisi Kehutanan.

60 | Bagian | 3 | PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN


• Sebaiknya, dilakukan dengan berjalan kaki agar
mendapatkan informasi yang teliti.
• Lokasi harus dibatasi seluas kemampuan petugas agar
petugas dapat segera mengambil tindakan pertama
pada setiap kejadiandalam daerah tugasnya.
• Patroli harus diatur sedemikian rupa, sehingga
memungkinkan adanya kontak/hubungan antar-
petugas dan dititikberatkan pada kerjasama dengan
masyarakat.
• Patroli inidiutamakan untukmengawasi daerah sejauh
penglihatan/ kemampuan personel.
2. Patroli Mendadak
Patroli mendadak ialah patroli yang bersifat situasional,
didasarkan pada laporan yang diterima ataupun kebutuhan
mendesak yang diduga akan atau telah terjadi tindak pidana
kehutanan. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan kegiatan patroli mendadak, antara lain:
• Patroli mendadak dilakukan apabila diperkirakan
akan timbul gangguan keamanan kawasan atau telah
terjadi gangguan keamanan kawasan, berdasarkan
informasi yang didapatkan.
• Instruksi untuk mengadakan patroli mendadak.
• Laporan kejadian sesuai dengan instruksi dari kepala
resor/kepala seksi/kepala balai.
• Melakukan penindakan terhadap segala bentuk
tindak pidana bidang kehutanan yang terjadi di dalam

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 61
rute patroli mendadak.
• Untuk tiap-tiap laporan atau pengaduan yang dikirim,
pemeriksaan pertama di tempat kejadian perkara
(TKP), termasuk penangkapan (tertangkap tangan)
beserta barang bukti, dibuatkan laporan kejadian dan
atau Berita Aeara menurut ketentuan yang ada.
3. Patroli Selektif
Patroli selektifmerupakan kegiatan patroli yang
sifatnya memerlihatkan kekuatan (show of force) dan
eksistensi Polhut kepada masyarakat bahwa Polhut mampu
melaksanakan tulas pokoknya.

Hal-hal yang harus dlperhatlkan dalam pelaksanlln


klilltin patroli selektif, antara lain:
• Pertimbangan dasar pentingnya melaksanakan patroli
selektif
• Mempelajari instruksi untuk mengadakan patroli
selektif
• Merencanakan dengan baik cara pelaksanaan dan
rute patroli sesuai dengan tujuannya
• Tampil dengan gagah berani sesuai dengan aturan
pakaian dan atribut Polhut yang berlaku saat itu.
4. Patroli Khusus
Patroli khusus merupakan patroli yang dilakukan
untuk melaksanakan tugas-tugas khusus, seperti patroli ke
wilayah-wilayah khusus untuk tujuan represif.

62 | Bagian | 3 | PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
kegiatan patroli khusus, antara lain:
• Pertimbangan dasar pentingnya melaksanakan patroli
khusus
• Mempelajari instruksi untuk mengadakan patroli
khusus
• Merencanakan dengan baik cara pelaksanaan, rute
patroli, dan cara penindakan sesuai dengan tujuan
khusus pelaksanaan patroli
• Membuat administrasi setiap penindakan yang
dilakukan dalam pelaksanaan patroli
Berdasarkan tujuannya, patroli dibagi menjadi lima
macam, antara lain:
1. Patroli Pengintaian
Patroli pengintaian adalah patroli yang dilakukan
secara tertutup untuk mengumpulkan informasi penting
tentang lokasi-Iokasi yang rawan terjadi tindak pidana
kehutanan, jenis tindak pidana, pelaku tindak pidana,
serta segala informasi terkait keamanan kawasan hutan.
Informasi yang diperoleh penting untuk menentukan
kebijakan pengamanan kawasan hutan. Karena kegiatan
patroli dilakukan secara tertutup, diperlukan ketahanan
fisik dan tingkat keahlian yang memadai, agar kegiatan
patroli tidak terdeteksi. Patroli ini memerlukan waktu
lama dan logistik yang memadai.
Agar kegiatan patroli ini tidak mudah terdeteksi,
metode, lokasi, serta titik masuk dan keluar tim patroli
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 63
harus berbeda-beda. Apabila kegiatan patroli pengintaian
dilakukan pada area yang sarna setiap bulan, maka rute
dan waktu patroli harus tetap berbeda-beda.
2. Patroli Pencegahan
Patroli pencegahan dllakukan secara terbuka untuk
mencegah terjadinya tindak pidana did aam kawasan
hutan. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa
petugas Polhut selalu hadir, sehingga dapat mencegah
adanya niat dan kesempatan para pelaku tindak pidana
kehutanan. Patroli ini dilakukan di sepanjang batas
kawasan dengan mengunjungi desa-desa di sekitar
kawasan hutan untuk melakukan penyuluhan guna
meningkatkan kesadaran masyarilkat tentang lingkungan
hidup dan pentingnya kawasan hutan bagi kehidupan
manusia, serta hukum kehutanan.
Sebaiknya, sebelum melakukan kunjungan ke desa di
sekitar kawasan hutan, tim patroli berkoordinasi terlebih
dahulu dengan pemerintah setempat. Patroli pencegahan
berfungsi sebagai cara pengelabuan bagi para pelaku
tindak pidana kehutanan karena mungkin saja para
pelaku menduga bahwa lokasi lain di kawasan hutan
bebas dari Polhut. Dengan demikian, para pelaku akan
memasuki kawasan hutan melewati area lain, sehingga
mereka dapat ditangkap oleh tim lain yang menjalankan
patroli penangkapan.
3. Patroli Cari dan Tangkap
Patroli ini dilakukan di lokasi-Iokasi yang rawan
terjadi kegiatan tindak pidana kehutanan. Tujuannya,

64 | Bagian | 3 | PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN


untuk dapat mendeteksi dan menangkap para pelaku
kejahatan di kawasan hutan. Patroli ini efektif apabila
Polhut memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
baik tentang lokasi dan kebiasaan pelaku tindak pidana
kehutanan.Patroli ini dilaksanakan dengan target kegiatan
dan pelaku tindak pidana kehutanan tertentu yang sudah
teridentifikasi berdasarkan hasil patroli lainnya, sehingga
dalam pelaksanaannya perlu dirahasiakan dari pihak lain
dan fokus pada target yang sudah ditentukan.
Dengan memerhatikan tujuannya, dapat dikatakan
bahwa patroli ini bersifat represif, sehingga dapat dikat-
egorikan sebagai kegiatan operasi dan pelaksanaannya
mengikuti tata cara pelaksanaan operasi pengamanan
hutan.
4. Patroli Pembersihan
Patroli pembersihan dilakukan oleh tim gabungan
penegak hukum dan dikoordinasikan secara bersama,
untuk membersihkan suatu kawasan hutan dari kegiatan
ilegal, secara cepat, guna memberikan efekjera dan
mengusir pelaku tindak pidana kehutanan. Dalam
kegiatan ini, tidak dimungkinkan adanya penangkapan
atau penahanan karena tujuan utamany ialah agar para
pelaku keluar dari kawasan hutan. Fokus kegiatan
ini adalah untuk memusnahkan atau mengamankan
pondok-pondok perlindungan dan hasil hutan yang
telah dijarah pelaku.
Berdasarkan fokus kegiatannya, tim patroli dapat
diberikan perintah spesifik untuk memusnahkan,
mengamankan atau menyita barang- barang ilegal yang
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 65
ditemukan, Terhadap pelakunya, dilakukan pengawalan
sampai batas kawasan hutan untuk selanjutnya dilakukan
pembinaan. Penangkapan dilakukan dalam kondisi
khusus yang ditemukan adanya pelaku yang melakukan
perlawanan dan tidak patuh terhadap perintah untuk
meninggalkan kawasan hutan.
5. Patroli Pembersihan Rute
Patroli ini dilakukan dengan cara dengan berjalan
kaki atau mengendarai sepeda motor atau kendaraan
lain, maupun perahu, di sepanjang jalan dan jalur air di
dalam kawasan hutan. Hal ini dilakukan untuk mencari
dan mengamankan orangyangmelakukan tindakan ilegal
dalam kawasan hutan. Patroli ini harus dilakukan dalam
interval waktu yang tak tentu karena jika tidak, maka
pelaku dapat mendeteksi kebiasaan petugas Polhut dalam
pelaksanaan Patroli, sehingga mereka dapat menghindari
kegiatan keluar masuk kawasan dan kembali melakukan
kegiatan illegal. 
Berdasarkan lokasi patroli dilaksanakan, patroli
dibedakan atas beberapa macam, yaitu:
1. Patroli Daratan
Patroli ini dilaksanakan d! daratan dengan 98rana
kendaraan bermotor, seperti motor dan mobil patroli.
Hal-hal yang harus diperhatikan saat melaksanakan
patroli daratan, antara lain:
• Penggunaan helm standar sa at berkendara
• Adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan, pantangan/

66 | Bagian | 3 | PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN


larangan-larangan yang berlaku disuatu desa dan
segala sesuatu yang bersifat khas di daerah tersebut
• Tujuan patroli dan rute patroli
• Lakukanlah tindakan sesuai prosedur yang berlaku
2. Patroli Perairan
Patroli ini dilaksanakan di perairan dengan sarana
transportasi perahu atau speed boat.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
melaksanakan patroli perairan, antara lain:
• Kelengkapan standardalam pelaksanaan patroli,
seperti pelampung
• Karakter daerah perairan, termasuk sifat dan bentuk
gangguan yang ada dl dalamnya
• Personil yang terlibat, kemampuan berenang dan
mendayung atau mengemudi perahu atau speed boat
• Peka terhadap tanda-tanda yang ada di perairan,
khususnya pada rute patroli
• Lakukanlah tindakan sesuai prosedur yang berlaku
3. Patroli Udara
Patroli ini dilaksanakan dengan menggunakan
pesawat patroli dan pengawasan terhadap kawasan hutan
dilakukan dari atas pesawat patroli.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
melaksanakan patroli udara, antara lain:
• kelengkapan standar di dalam pesawat

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 67
• mempelajari rute patroli udara
• memilki keterampilan khusus seperti terjun payung, dll
• memiliki kompetensi khusus dalam pengawasan udara
C. Metode Patroli

Patroli dilaksanakan sesuai dengan situasi, kondisi


daerah, dan alat angkutan yang diperlukan, serta tugas dan
tujuannya. Metode yang dapat dilakukan saat melaksanakan
tugas patroli, antara lain:
1. Patroli Berjalan Kaki
Metode ini merupakan metode tertua, tetapi sampai
sekarang masih tetap menjadi metode yang sangat
diperlukan, terutama di tempat- tempat yang tidak
dapat dilewati sepeda, motor, dan mobil. Patroli berjalan
kaki memberikan kesempatan kepada petugas untuk
melakukan beberapa hal, antara lain:
a. Mengadakan hubungan lebih erat dengan masyarakat
dalam pelaksanaan tugas “pelayanan masyarakat dan
hubungan masyarakat”
b. Lebih teliti dalam melakukan pengawasan, sehingga
lebih mengenal daerah pengawasannya
c. Lebih lincah bergerak dalam mengambil tindakan
terhadap kejahatan dan pelanggaran yang tertangkap
tangan, terutama di daerah padat penduduk
2. Patroli Bersepeda
Patroli bersepeda diperlukan untuk menjelajahi

68 | Bagian | 3 | PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN


daerah yang luas. Patroli bersepeda dilakukan untuk
tujuan beberapa hal, seperti:
a. Memberikan bantuan kepada petugas-petugas patroli
berjalan
b. Menjadi penghubung antara pos kesatuan dengan
petugas-petugas patroli jalan kaki
c. Menjadi penghubung antara satu petugas patroli
berjalan kaki dengan yang lainnya
3. Patroli Bersepeda Motor
Patroli bersepeda motor diperlukan untuk
mengawasi, mengendalikan dan memberikan bantuan
terhadap petugas patroli bersepeda dan berjalan kaki, di
daerah ‘yang sangat luas dan langsung dikerahkan dari
Pos Kesatuan/Pos Induk.
4. Patroli Kendaraan Bermotor Beroda Empat
Patroli ini diperlukan untuk menjangkau daerah
yang lebih jauh dan dengan jumlah personel patroli lebih
dari tiga orang.
5. Patroli Perairan
Patroli ini hanya dapat dilakukan dengan kendaraan
air, seperti perahu dan speed boat.
6. Patroli Berkuda
Patroli berkuda biasanya dilaksanakan di daerah
pengunungan yang tidak bisa dijangkau dengan
kendaraan bermotor ataupun berjalan kaki.
7. Patroli Udara
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 69
Patroli udara dilakukan dengan menggunakan pesawat
udara/helikopter yang sangat diperlukan di daerah
tertutup atau terputus.
Daerah tertutup adalah daerah-daerah terpencil/terisolir
yang sama sekali tidak bisa dilewati kendaraan darat dan
laut.
Daerah terputus adalah daerah-daerah yang akses
jalannya terputus oleh sungai-sungai besar atau jurang-
jurang yang dalam, seperti di Irian Jaya dan pedalaman
Kalimantan.
8. Patroli dengan Menggunakan Anjing Pelacak
Patroli ini dilakukan dalam rangka pengejaran atau
pencarian orang atau benda yang tersangkut paut dalam
suatu tindak pidana.
D. Prosedur pelaksanaan Patroli

Prosedur umum pelaksanaan patroli adalah sebagai


berikut, antara lain:
1. Persiapan
Persiapan patroli, meliputi:
a. Surat Perintah Tugas (SPT)
SPT patroli dikeluarkan oleh Kepala Unit Kerja.
Perintah tugas, patroli dalam SPT dapat berupa
perintah-perintah umum ataupun lain,
b. Rencanan patroli
Berdasarkan SPT, ketua tim patroli menyusun rencana

70 | Bagian | 3 | PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN


patroli yang sifatnya taktis, untuk memenuhi sasaran
dan tujuan patroli. Rencana patroli merupakan
faktor kunci yang akan menentukan keberhasilan
pelaksanaan patroli.
Salah satu kegagatan terbesar dalam berpatroli adalah
saaat tidak ada rencana. Beberapa poin penting dalam
rencana patroli, antara lain:
1) tujuan yang ingin dicapai;
2) faktor yang menjadi pertimbangan, seperti: unsur
pidana, jumlah personel yang dilibatkan, topografi,
dan lokasi;
3) waktu dan tempat pelaksanaan;
4) pembagian tugas masing-masing personel;
5) anggaran dan sumber daya; dan
6) rencana tindakan
c. Perlengkapan
Perlengkapan yang dipersiapkan untuk mendukung
pelaksanaan patroli, antara lain:
1) Perlengkapan Perorangan
Perlengkapan perorangan, antara lain: Kartu Tanda
Anggota (KTA) Polhut, Kartu Tanda Penduduk
(KTP), borgol, sempritan, pisau lipat, tali panjang,
buku saku, alat tulis, jaket, helm, jas hujan, surat
senjata api (SIM Senpi), dan sebagainya.
2) Perlengkapan Tim

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 71
Perlengkapan tim yang hasrus diperiapkan,
misalnya SPT, kendaraan patroli, alat komunikasi,
peta kerja, obat-obatan, logistik, dan lain-lain.
2. Pelaksanaan
Langkah-langkah pelaksanaan patroli adalahsebagai
berikut, yaitu:
a. Pengarahan Tugas (Breafing), yaitu pemberian
arahan secara umum mengenai pelaksanaan patroli
dan pengingatan atas tugas masing-masing personel
patroli.
b. Berpatroli sesuai dengan rute patroli
c. Memeriksa setiap lokasi yang dilewati dan mencatat
setiap kejadian pada setiap lokasi yang dilewati selama
kegiatan patroli
d.
Melakukan penindakan di TKP, sebagaimana
prosedur yang akan dibahas dalam pembahasan
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutenan
e. Arahan akhir tugas patroli
3. Evaluasl Pasca Patroli
Setelah selesai melakukan patroli, ketua tim mengadakan
rapat dengan anggota tim untuk mengevaluasi pelaksanaan
kegiatan patroli, mulai dari persiapan sampai penindakan di
lapangan.
E. Formasi Patroli

Bagian ini menjelaskan berbagal tipe formasi patroli

72 | Bagian | 3 | PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN


yan digunaka dalam pengamanan kawasan hutan. Dengan
mengetahui forma dasar dalamberpatroli, diharapkan Polisi
Kehutanan mendapat pemahaman tentang bagaima caranya
memanfaatkan keuntungan taktis dalam menghadapi para
pelaku tindak pidana dl dalam kawasan hutan.

Formasi Patroli yang dijelaskan dalam panduan ini


hanyalah sebagai panduan dasar formasi-formasi ini dapat
diubah sesuai dengan jumlah anggota dalam lingungan dan
tingkat ancaman yang dihadapi.

Formasi patroli digunakan manakala tim atau regu


patroli bergerak secara teknis. Formasi patroli yang
tepat dapat menghemat waktu dalam gerakan taktis dan
membantu mencapai kendali dan pengamanan dalam
memilih formasi yang akan dipakai, Ketua Tim patroli
hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor sebagai
berikut:
a. Kondisi medan - Dataran dan vegetasi. Kondisi medan
dengan vegetasi yang lebat dan bukit curam paling cocok
untuk melakukan gerakan malam malam hari, sementara
di area padang rumput dan alam terbuka, memungkinkan
tim mencari di area yang lebih luas.
b. Pelaku - Ketua tim dapat mengubah formasi patroli
jika ada peringatan dini mengenai pemburu liar yang
berbahaya. Dengan adanya beberapa formasi maka tim
akan mempunyai variasi untuk bereaksi terhadap situasi
apa pun, misal ya, kontak senjata dengan memburu liar
yang agresif, menemukan pemburu liar dan berpapasan
dengan masayrakat sekitar.
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 73
c. Pengendalian – Formasi patroli memungkinkan
Ketua Tim untuk setiap saat mengetahui posisi setiap
anggotanya, bahkan jika ia tidak dapat melihat merek
secara langsung
F. Pelaporan Patroli

Kegiatan patroli dinyatakan telah selesai apabila seluruh


laporan telah dibuat dan diserahkan kepada kepala UPT,
selaku pemberi perintah tugas. Secara singkat, laporan patroli
memuat beberapa hal, antara lain: tanggal, waktu, lokasi,
kejadian/peristiwa, penjelasan, saran, dan rekomendasi.
Laporan patroli dijadikan bahan dan informasi untuk
database pengelola kawasan hutan.

74 | Bagian | 3 | PENJAGAAN POLISI KEHUTANAN


BAGIAN
4
PENGUMPULAN BAHAN
KETERANGAN INTELIJEN

A. Pengertian

Pengumpulan bahan keterangan merupakan bagian


terpenting dari patroli. Dalam semua bentuk patroli ada
unsur pengumpulan bahan keterangan dan intelijen,
termasuk patroli pengamanan kawasan hutan. Akan
tetapi patroli di bawah ini memiliki tujuan khusus untuk
pengumpulan bahan keterangan dan bukan untuk
melakukan penangkapan.

Banyak Polisi Kehutanan di Asia Tenggara tidak


bersenjata. Oleh karena itu, hanya ada dua jenis patroli
yang secara efektif dapat dilakukan. Bahan keterangan
yang diperoleh dari patroli ini dapat diberikan kepada
Polisi Kehutanan agar mereka dapat mengambil suatu
tindakan atau melakukan penangkapan, agar akan
memperoleh pemahaman dasar mengenai persyaratan
untuk merencanakan, mengimplementasi dan melaporkan
hasil patroli pengintaian.
B. Pengertian pengintaian

Patroli pengintaian bertujuan untuk pengumpulan


bahan keterangan atau informasi. Patroli ini harus
dilakukan secara diam-diam dan tidak boleh diketahui
oleh orang lain atau pelaku tindak pidana kehutanan.
Pertimbangan utamanya adalah agar keberadaan tim tidak
terdeteksi oleh pelaku.

Tim pengintai harus dalam jumlah yang kecil, terdiri


dari 2 sampai 5 orang agar dapat menyembunyikan
kehadirannya dan bergerak cepat. Patroli pengintaian
berbeda dengan patroli yang lebih besar yang memiliki
tujuan pelumpuhan atau penangkapan.

Perlu diperhatikan bahwa patroli pengintaian dapat


dimulai dari lokasi manapun baik dari pos kecil dan/atau
markas besar atau dari patroli yang sudah diaktifkan di
lapangan.

Ketua Tim akan memerlukan satu kelompok kecil untuk


maju ke depan dan menentukan lokasi sasaran tertentu
untuk mengumpulkan informasi. Ketua tim membuat
sebuah rencana terhadap suatu target dan mengambil
tindakan terhadap kegiatan yang dijalankan.

Akan lebih baik bila Ketua Tim dan Ketua Regu


meluangkan waktu untuk melakukan pengintaian dan

76 | Bagian | 4 | PENGUMPULAN BAHAN KETERANGAN INTELIJEN


pemantauan secara menyeluruh. Dengan demikian, rencana
yang telah dibuat dapat disesuaikan dan dilaksanakan
sebelum masuk ke situasi yang memiliki tingkat kerawanan
tinggi.

Tim pengintaian/pemantau harus diberitahukan


sebelumnya, apakah mereka diberi kewenangan untuk
melumpuhkan target guna memperoleh keterangan dari
tersangka atau mereka diharuskan menghindari kontak
dengan orang lain. Sebagai peraturan dasar, patroli
pengintaian atau pemantauan harus dilakukan sebelum
melakukan:
a. Penyerbuan terencana; dan
b. Penyergapan terencana.
CONTOH PATROLI PENGINTAIAN
Ketika Kepala Satuan Polisi Kehutanan mendengar
bahan keterangan bahwa kemungkinan terdapat
tempat penggergajian kayu (sawmill) di Sungai
Merah di Zona 1, dekat lokasi jalur pembalakan
kayu tua di bagian sungai yang dangkal. Kepala Polisi
Kehutanan akan mengirim tim patroli pengintaian
yang terdiri dari 4 orang Polisi Kehutanan untuk
mengetahui posisi persis tempat penggergajian
kayu tersebut. Kepala Polisi Kehutanan kemudian
menugaskan Ketua Tim untuk membuat denah dan
menentukan jumlah orang yang yang beroperasi. la
juga menugaskan Ketua Tim untuk mencari tahu
tentang peralatan yang digunakan, senjata, ancaman
yang mungkin terjadi, jadwal atau rutinitas para

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 77
pelaku tindak pidana kehutanan. Sebagai bagian dari
pengintaian, tim juga sebaiknya mencari rute terbaik
dan pendekatan terbaik untuk regu penyerbu. Jika
perlu, Ketua Tim juga memperkirakan kemungkinan-
kemungkinan reaksi dari pelaku tindak pidana
kehutanan bila mereka diserbu. Apakah mereka akan
menjadi agresif dan membalas· menembak? Apakah
mereka akan melarikan diri? Apa mereka selalu
berjaga? Atau apakah mereka kelihatannya berpikir
bahwa tidak akan ada yang mengganggu mereka?
Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dapat
terjawab dari kegiatan pengintaian sebelum Polisi
Kehutanan dapat melakukan penyerbuan. Informasi
tambahan apa pun yang dapat ditemukan oleh tim
pengintaian juga dapat menyelamatkan jiwa dan
menjamin keberhasilan operasi lainnya.
Ketua Tim menentukan pelaksanaan patroli, bergerak
perlahan di sepanjang sungai sambil mencari tanda-
tanda keberadaan manusia. Tidak akan lama sampai
mereka mendengar suara, melihat dan mencium
sesuatu yang akan memberitahukan mereka posisi
pelaku tindak pidana kehutanan. Setelah berpatroli
selama 12 jam dalam diam, tim menemukan lokasi
tempat penggergajian kayu. Tim kemudian menjauh
dari tempat penggergajian kayu untuk memperkirakan
ukuran kamp tersebut. Mereka kemudian mendirikan
kamp patroli untuk melanjutkan pengamatan dari
posisi terlindung untuk mendapatkan informasi lebih
jauh mengenai jumlah segala sesuatu yang ada di
di kamp pelaku tindak pidana kehutanan, rutinitas,

78 | Bagian | 4 | PENGUMPULAN BAHAN KETERANGAN INTELIJEN


dan senjata pelaku. Ketua Tim harus mendapatkan
sebanyak mungkin rincian mengenai tempat tersebut.
Karena sangat sulit untuk melihat semuanya, Ketua
Tim akan bergerak mendekat untuk melakukan
pengintaian jarak dekat dan menggambar denah
lokasi. Penting sekali diingat untuk tidak bergerak
terlalu dekat dan terlihat oleh pelaku tindak pidana
kehutanan karena pelaku mungkin saja menembak
Anda atau melarikan diri, dan usaha menangkap
mereka dengan operasi penyergapan akan gagal.
Proses pengintaian dan pengamatan ini dapat
berlangsung selama 24 jam atau bahkan lebih demi
mendapatkan informasi mengenai rutinitas siang dan
malam para pelaku tindak pidana kehutanan. Ketua
Tim kemudian memberitahukan memberitahukan
melalui radio segala yang ia lihat atau dengar.
Ketua Tim juga memberikan koordinat lokasi (grid
reference) di dalam hutan untuk bertemu dengan regu
penyerbu, yang masih menunggu (standby) perintah
dari markas.
Kepala Satuan Polisi Kehutanan akan menghimpun
15 orang Polisi Kehutanan dan mereka diberi perintah
untuk bertemu dengan Ketua ~im pengintai untuk
melakukan penyerbuan ketempat penggergajian kayu
(sawmill). Polisi Kehutanan akan melakukan simulasi
penyerbuan berdasarkan informasi yang telah
dikumpulkan oleh tim pengintai dan disampaikan
kepada Kepala Satuan Polisi Kehutanan. Setelah itu
regu penyerbu ini pun bergerak ke lapanganuntuk
bertemu dengan Ketua Tim pengintai. Tempat

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 79
pertemuannya haruslah dalam jarakaman dari
tempat penggergajian kayu, dan Regu dapat bergerak
secara tersembunyi padamalam hari supaya dapat
mengelabui pelaku tindak pidana kehutanan
mana pun yang mengawasi pos. Dua orang Polisi
Kehutanan dari tim pengintaian akan menemui
regu penyerbu dan mendampingi mereka ke kamp
patroli untuk membicarakan informasi yang lebih
terperinci dan menjalankan perintah penyerbuan.
Sangatlah penting pada saat ini, timpengintai terus
mengamati tempat penggergajian kayu tanpa terlihat.
Mungkin ada sesuatu yang telah berubah dalam
rutinitasnya atau keadaan tempat penggergajian kayu
tersebut. Informasi-informasi tersebut penting untuk
diketahui kalau-kalau perlu membuat penyesuaian
atas rencana yang telah dibuat. Waktu adalah faktor
penting dalam merencanakan penyerbuan sesudah
pengintaian. Lebih lanjut akan dijelaskan pada bagian
10 Pelumpuhan dan Penyerbuan.
C. Pengamatan

Pengamatan adalah bagian dari tugas pengintaian


dan biasanya dilakukan dalam posisi statis. Pengamatan
dapat dilakukan dari satu titik observasi, atau “TO”, oleh
dua orang Polhut. TO harus tersembunyi dari pandangan
dan tersamar. Satu orang Pol hut akan mengawasi dan
yang lain mencatat segala kegiatan yang terjadi di area
yang diawasi. Anggota tim lainnya dapat meninggalkan
TO selama beberapa saat untuk mengawasi kegiatan. Ini
dilakukan supaya tim pengintai dapat melakukan beberapa

80 | Bagian | 4 | PENGUMPULAN BAHAN KETERANGAN INTELIJEN


tugas bersamaan, seperti melapor kepada Kepala Satuan
Polisi Kehutanan, bertemu dengan regu penyerbun, atau
melakukan pengintaian lagi dari sisi yang berbeda. Mereka
ditugaskan untuk mengawasi sehingga didapatkan sebanyak
mungkin informasi dalam waktu yang singkat saja. Sangat
penting untuk tidak memisah-misahkan anggota tim
pengintai terlalu berjauhan kalau-kalau terjadi kontak
senjata, dan jika tak punya peta, kompas atau GPS pada saat
ditarik mundur anggota tim dapat tersesat dan tidak dapat
saling menemukan. Rencana dan perintah yang terperinci
harus diberikan dengan jelas untuk mencegah terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan dan anggota dapat pergi ke
lokasi yang mudah diidentifikasi walau tanpa bantuan alat
navigasi.

Pengamatan bisa ditempatkan di suatu wilayah untuk


menentukan data awal kegiatan tindak pidana kehutanan,
sebelum dimulainya operasi penindakan.Tim-tim pengamat
bisa ditempatkan di lokasi-Iokasi untuk menentukan
keberhasilan atau kegagalan operasi Polisi Kehutanan yang
baru dilakukan di wilayah tersebut.
D. Perencanaan dan Operasi Penyamaran/Intelijen

Berdasarkan hasil pengintaian dan pengamatan berupa:


a. Informasi mengenai situasi;
b. Hasil pengintaian yang ingin dicapai (contoh: Untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan Kepala Satuan Polisi
Kehutanan);
c. Peta dan sebanyak mungkin informasi mengenai:

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 81
1. Lokasi;
2. Titik-titik pengamatan tersembunyi;
3. Jalur tertutup ke lokasi; dan
4. Daerah yang perlu dihindari; misalnya desa, jalan,
trek dan lahan terbuka.
d. Jika belum banyak informasi yang diketahui, tugas dan
rute pengintaian maka, akan berubah sesuai dengan
keadaan. Seperti menetapkan waktu untuk bergerak
ke tempat sasaran, melakukan pengintaian tempat,
merancang rencana dasar pengintaian, mengeluarkan
perintah, dan menyusun tim untuk melakukan tindakan
lanjutan apabila diperlukan;
e. Mengeluarkan perintah seperti melaksanakan misi
pengintaian/pemantauan harus diberikan kepada semua
anggota yang terlibat.
Di kawasan hutan, operasi penyamaran mempunyai
resiko yang tinggi. Ada sejumlah cerita tentang Polisi
Kehutanan di beberapa negara Asia, yang menghilang
dalam operasi penyamaran dan ditemukan berminggu-
minggu kemudian dengan lubang peluru di tubuh mereka
yang membusuk. Jika operasi ini akan dilakukan, hendaknya
dilaksanakan oleh orang yang sangat terampil dan menjaga
penuh kerahasiaan.

Para pelaksana penyamaran perlu berpakaian seperti para


pelaku tindak pidana kehutanan dan melakukan kegiatan
tindak pidana kehutanan sebenarnya agar dapat diterima
oleh para pelaku lainnya. Karenanya laporan dan prosedur

82 | Bagian | 4 | PENGUMPULAN BAHAN KETERANGAN INTELIJEN


pelaporan terinci perlu dijaga oleh Kepala Satuan Polisi
Kehutanan sehingga penyamar dapat dipantau dan untuk
memastikan bahwa mereka tidak terpengaruh oleh pelaku
tindak pidana kehutanan dan mengambil keuntungan dari
kerja ini. Juga jika mereka ditahan oleh instansi lain, Kepala
Satuan Polisi Kehutanan dapat menjelaskan identitas
mereka.

Melalui operasi ini, dapat digali informasi dari mereka


yang menebang kayu atau berburu satwa liar, sampai ke
penghubung dan distributor serta penadah.

Operasi di kawasan hutan paling baik dilakukan


dalam kelompok yang terdiri dari dua orang untuk alas an
keamanan. Jika petugas yang sedang menyamar ditangkap
oleh Polisi Kehutanan lain, mereka diperlakukan sama
persis dengan para pelaku tindak pidana kehutanan.
Sebaiknya tidak memberi tahu Polisi Kehutanan yang
berpatroli di daerah tersebut bahwa ada penyamar yang
sedang beroperasi di sana. Kepala Satuan Polisi Kehutanan
hendaknya memastikan bahwa operasi Polisi Kehutanan
tidakdilaksanakan di mana terdapat operasi penyamaran.

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 83
BAGIAN
5
PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
DAN PENGAMANAN TERSANGKA

A. Pengertian Umum

Bagian ini menjelaskan cara melakukan teknik


pelumpuhan dan penyerbuan secara spontan dan terencana
terhadap pelaku tindak pidana kehutanan baik yang
bersenjata maupun yang tidak bersenjata .Taktik-taktik ini
dilakukan untuk menangkap dan menahan pelaku tindak
pidana kehutanan dalam rangka menegakkan hukum dalam
kawasan hutan.
B. Jenis Taktik Pelumpuhan Dan Penyerbuan

Taktik pelumpuhan ada dua jenis yaitu pelumpuhan


spontan dan pelumpuhan terencana. Kedua taktik ini harus
selalu dilatih dan disimulasikan secara terus menerus agar
didapatkan standar keahlian dan kepercayaan diri yang
tinggi, serta dapat membangun kerjasama tim atau regu
yang baik.
1. Pelumpuhan Spontan
Pelumpuhan spontan biasanya terjadi ketika tim
menjumpai kamp atau pelaku tindak pidana kehutanan
yang sedang beraksi di dalam hutan. Ketua tim seketika
saat itu juga langsung memutuskan untuk menangkap
pelaku tindak pidana kehutanan.

2. Pelumpuhan Terencana
Pelumpuhan terencana akan mengikuti prinsip dasar
seperti pada pelumpuhan spontan di atas. Perbedaannya
adalah pada saat melakukan pelumpuhan terencana
sebelumnya melakukan perencanaan dan pengintaian.
Pelumpuhan terencana melibatkan sejumlah tim untuk
menghadapi sasaran yang lebih besar dan lebih rumit
Taktik ini membutuhkan latihan menyeluruh, simulasi
terus menerus, serta koordinasi seluruh anggota tim yang
terlibat.
3. Prosedur Pelumpuhan
Tata cara pelumpuhan adalah sebagai berikut;
1) Ketua tim memerintahkan kepada anggotanya untuk
menyebar dalam formasi shaf dan secara diam-diam
maju ke depan.
2) Ketika tim tiba pada titik batas yang tidak lagi
memungkinkan mereka untuk menyelinap ke dalam
kamp pelaku karena dikhawatirkan akan terdengar

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
86 | Bagian | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
atau terlihat oleh para pelaku tindak pidana kehutanan
(in; disebut sebagai garis serbu), tim kemudian dengan
cepat bergerak maju, sambil tetap mempertahankan
formasi shaf, menyerbu kamp dan mengejutkan para
pelaku tindak pidana kehutanan.
3)
Polisi Kehutanan yang paling dekat dengan
pelaku tindak pidana kehutanan akan melakukan
penangkapan terhadap pelaku, sementara anggota
tim lainnya menyapu dan menyisir tempat bermalam
serta mengejar para pelaku tindak pidana kehutanan
yang lari.
4) Pada saat tim mencapai jarak tertentu setelah
menyisir kamp pelaku, apabila kondisi aman mereka
akan berhenti dan meneriakkan “AMAN,”. Setelah
semuanya aman, Ketua Tim akan memberikan
perintah “MERAPAT.”
C. Patroli Untuk Menemukan Pelaku Tindak Pidana
Kehutanan

Patroli untuk menemukan pelaku tindak pidana


kehutanan adalah taktik yang paling sering digunakan oleh
tim Polisi Kehutanan. Polisi Kehutanan akan berpatroli di
sekitar lokasi dengan mencari trek atau tanda-tanda yang
ditinggalkan oleh pelaku, diharapkan dengan mengikuti
trek dan tanda-tanda yang ada, dapat ditemukan lokasi
pelaku tindak pidana kehutanan.

Prosedur pelumpuhan spontan yang dilakukan oleh


Polisi Kehutanan ketika telah menentukan kamp atau
kegiatan pelaku tindak pidana kehutanan akan diuraikan
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 87
dibawah ini.
1. Pelaku Tinda Pindana Kehutanan Yang Teridentikasi
Lokasi kamp pelaku tindak pidana kehutanan bisa
dilacak dengan cara sebagai berikut:
1) Secara visual-Pantauan dengan pandangan. Hal ini
bisa dilakukan dengan melihat pelaku tindak pidana
kehutanan bergerak atau melihat perlengkapan
mereka seperti tenda atau asap dari api tempat
bermalam.
2) Pendengaran - Suara pelaku tindak pidana kehutanan
yang berbicara, tertawa, sedang menggunakan
peralatan, memotong, menggergaji, mematahkan
ranting pohon, dsb.
3) Bau/aroma - Bau ini bisa berasal dari asap api atau
rokok, bau makanan yang dimasak, bahkan bau tubuh
manusia, bekas bungkusan makanan, toilet, dsb.
4) Intuisi/Insting - Adalah ketika Anda merasa bahwa
ada sesuatu yang tidak pada tempatnya atau tidak baik.
Jika seorang anggota patroli memiliki perasaan seperti
ini, patroli sebaiknya berhenti untuk mengamati,
mendengarkan dan menunggu karena pelaku tindak
pidana kehutanan mungkin dapat dideteksi melalui
salah satu cara di atas.
Pada saat Petugas Pengintai (scout) mendeteksi
pelaku tindak pidana kehutanan, maka ia perlahan-Iahan
berlutut dengan satu kaki untuk mengamati. Melihat
tindakan Petugas Pengintai (scout), para anggota tim

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
88 | Bagian | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
yang lain perlahan menunduk dan menjaga sudut yang
menjadi tanggung jawab pengawasannya masing-
masing.
D. Analisa Pelumpuhan

Ketua tim harus menganalisa dan memahami situasi.


Hal-hal yang harus dipertimbangkan secara cepat dalam
menganalisa dan memahami situasi adalah:
a. Besarnya kelompok pelaku tindak pidana kehutanan
dibandingkan timnya. Apakah ada cukup SOM
untuk menangkap dan mengamankan para pelaku?
Panduan dasarnya adalah 2: 1, yang berarti 2 orang
Polisi Kehutanan untuk 1 orang pelaku tindak pidana
kehutanan. Berdasarkan teori ini maka tim yang
beranggotakan 5 orang seharusnya tidak mencoba untuk
melakukan taktik pelumpuhan terhadap lebih dari tiga
pelaku bersenjata.
b. Ancaman potensial yang mungkin dihadapi dari
pelaku tindak pidana kehutanan adalah apakah mereka
bersenjata atau tidak? Contoh senjata yang mungkin
mereka bawa, antara lain: parang, pisau, atau senjata api.
c. Reaksi yang mungkin terjadi ketika pelaku tindak pidana
kehutanan melihat tim? Apakah mereka akan melarikan
diri? Apakah mereka akan menembak Polisi Kehutanan
atau apakah mereka akan menyerah?
d. Mendekati kamp. Apakah kamp berada di seberang tanah
yang terbuka? Apakah permukaan tanah atau vegetasi
memungkinkan untuk dijadikan tempat persembunyian?

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 89
Atau apakah lebih baik untuk mendekati kamp dari arah
yang lain?
e. Oari analisa di atas, Ketua Tim dapat cepat menyusun
rencana dan memberitahukannya lewat isyarat lapangan
tanpa suara atau membisikkan ke setiap anggota tim.
Lebih praktis apabila Ketua Tim bisa bergerak ke
satu posisi untuk mengawasi kamp. Jika hal ini tidak
dapat dilakukan, maka Ketua Tim mengandalkan Petugas
Pengintai (scout) untuk memberi informasi kepadanya
lewat isyarat lapangan tanpa suara, atau Petugas Pengintai
(scout) dapat menyelinap ke belakang untuk melaporkan
situasi kepada Ketua Tim.

Jika Ketua Tim yakin bahwa ada terlalu banyak


pelaku tindak pidana kehutanan atau kamp terlalu sulit
untuk diamankan, dan akan membahayakan keselamatan
anggotanya, maka Ketua Tim dapat memutuskan untuk
mundur perlahan-Iahan ke lokasi yang lebih aman untuk
mengevaluasi ulang.
E. Tindakan Pertama Di Tempat Kejadian Perkara
(TKP) Dan Penanganan Barang Bukti Tindak
Pidana Kehutanan
1. Tindakan Pertama Di TKP
Bahwa tempat kejadian perkara merupakan pangkal
atau awal pengungkapan peristiwa tindak pidana ditempat
kejadian perkara dimana pernah terjadi hubungan interaksi
antara pelaku atau tersangka.

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
90 | Bagian | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
Tempat kejadian perkara sebagai bahan awal proses
penyidikan tindak pidana oleh sebab itu penanganan
tempat kejadian perkara perlu mendapat perhatian dari
setiap petugas atau penyidik yang sedang menangani
tempat kejadian perkara serta peran masyarakat dalam
memahamliarti penting terhadap tempat kejadian perkara.
1. Pengertian
a. Tempat Kejaian Perkara (TKP)
Adalah tempat dimana suatu tindak pidana terjadi
atau akibat yang dilimbulkan dan lempat-tempat
lain dimana barang bukti dan atau korban yang
berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat
ditemukan.
b. Tindakan Pertama Tempat keJadian Perkara tindak
pidana kehutanan adalah tindakan petugas/penyidik
kehutanan yang harus dilakukan segera setelah
diketahui terjadinya tindak pidana kehutanan dengan
tujuan untuk melakukan pengamanan dan penutupan
meliputi pengamanan terhadap barang bukti, saksi-
saksi dan petaku yang ada di tempat kejadian perkara
guna tindakan penyidikan selanjutnya.
c. Penanganan tempat kejadian perkara tindak pidana
kehutanan, adalah tindakan petugas/penyidik di
tempat kejadian perkara tindak pidana kehutanan
yang meliput: pengamanan, pengecekan, pencarian,
pemeriksaan terhadap saksi-saksi, pelaku dan barang
bukti yang berkaitan tindak pidana kehutanan
untuk mengetahui perkara yang sesungguhnya agar

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 91
diperoleh petunjuk-petunjuk yang lebih banyak
tentang tindak pidana yang terjadi untuk kepentingan
penyidikan selanjutnya.
d. Pengolahan tempat kejadian perkara tindak pidana
kehutanan adalah kegiatan petugas/penyidik
setelah tindakan pertama ditempat kejadian perkara
dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan bahan
keterangan, memeriksa, mencari petunjuk keterangan
dan bukti-bukti serta identitas tersangka dan saksi-
saksi tentang:
1) waktu terjadinya tindak pidana;
2) tempat terjadinya tindak pidana;
3) proses bagaimana tindak pidana tersebut dilakukan;
4) bagaimana cara/modus operandi tindak pidana
dilakukan;
5)
barang-barang apa saja yang dapat dijadikan
sebagai barang bukti;
6) apa akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana
tersebut.
2. Maksud dan Tujuan Tindakan Pertama di TKP
Adalah agar pelaksanaan tindakan pertama di TKP
dapat berjalan tertib, aman dan lancar dan bermanfaat
sebagai bukti permulaan yang cukup.
a. Menjaga agar tempat kejadian perkara berada
dalam keadaan Status Quo agar dalam pelaksanaan
pengolahan Tempat Kejadian Perkara terhadap
keberadaan barang bukti. saksi-saksi dan pelaku
dalam keadaan lengkap dan aman.

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
92 | Bagian | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
b. Menjaga dan melindungi agar barang bukti yang
diperlukan tidak hilang,rusak tidak menambah
dan mengurangi agar tidak berakibat menyulitkan
atau mengaburkan dalam pengolahan Tempat
Kejadian Perkara
c. Untuk memperoleh keterangan dan fakta dalam
pengembangan Penyelidikan dan Penyidikan
dalam menentukan pelaku, saksi-saksi, barang
bukti, modus operandi dan alat yang digunakan
dalam mengungkap tindak pidana bidang
kehutanan.
3. Tindakan Pertama di TKP
a. Hakekat tindakan pertama di TKP
Segala sesuatu yang didapat dalam pengolahan
TKP oleh POLHUT dituangkan dalam Laporan
Pemeriksaan TKP, yang dilengkapi dengan: Sket,
Photo, Daftar Jenis Barang Bukti dan Catatan
lainnya.
b. Persiapan
Untuk memperlancar penanganan TKP maka
diperlukan personil yang mampu dan cukup yang
didukung dengan sarana mobilitas dan komunikasi
yang memadai. Peralatan yang umum digunakan
dalam penanganan TKP diantaranya adalah:
Kompas/GPS, Meteran, Peta, Kamera, Senjata
Api, Borgol, Kapak, Gergaji, Kantong Platik dan
Pita Polisi.
c. Tindakan di TKP
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 93
Tindakan kepalisian yang harus segera dilakukan
di TKP, adalah:
1) Mengamankan TKP yang mencakup kegiatan
pengamanan lakasi kejadian,mempertahankan
status quo dan mengamankan pelaku, saksi dan
barang bukti;
2) Melakukan pengendalian dan penyitaan barang
bukti;
3) Memisahkan tersangka dan saksi yang berada di
TKP agar tidak saling mempengaruhi;
4 Mecari dan mengumpulkan saksi-saksi dan
mencatat identitasnya.
d. Pengelolaan TKP
1) Pengamatan umum pada objek,jalan masuk dan
keluar serta alat yang digunakan;
2) Pemotretan, terhadap peLaku dan barang bukti
serta Lokas TKP secara keseluruhan dari setiap
sudut;
3) Pembuatan Sket TKP, menggambarkan TKP
seteliti mungkin dan bahan rekonstruksi jika
diperlukan;
4) Penanganan saksi, melalui wawancara dengan
unsur 7 K, pemeriksaan singkat guna mencari
orang yang diduga kuat sebagai pelaku atau
sebagai petunjuk;
5) Penanganan Pelaku, tangkap dan geledah, teliti
dan amankan barang bukti, periksa singkat;

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
94 | Bagian | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
6) Penanganan barang bukti. Barang bukti
dikumpulkan dan diidentifikasi pemiliknya,
selalu beranggapan kalau barang bukti yang
tidak berarti bagi kita tetapi berharga dalam
mengungkap kasus.
4.
Modus operandi untuk menentukan langkah
penanganan TKP
a. Memperkirakan jalan keluar masuknya route
perjalanan si pelaku ke dan dari Tempat Kejadian
Perkara (TKP).
b. Memperkirakan alat - alat atau sarana yang
digunakan oleh pelaku dalam melakukan tindak
kejahatan.
c. Memperhatikan cara penanganan barang bukti
hasil kejahatan oleh pelaku.
5. Pencarian Barang Bukti di TKP
Untuk menemukan barang bukti pada saat
penyergapan atau penangkapan sering kali benyak
menemui kesulitan, karena pelaku tindak pidana
akan menyembunyikan atau membuang barang bukti
yang diperlukan. Ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk mencari barang bukti di TKP.
a. Metode Spiral
Metode ini dilakukan dengan cara mengelilingi
areal TKP dimulai dari membuat lingkaran keci
menjadi besar seperti spiral. Metode ini sangat
cocok diterapkan saat mencari barang bukti yang

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 95
disimpan atau dibuang oleh pelaku tindak pidana
di lapangan yang berupa hutan dan semak.

b. Metode zone
Metode zone cocok jika diterapkan pada saat
mencari barang bukti yang disimpan atau dibuang
oleh pelaku tindak pidana di areal terbuka yanq
luas. Caranya adalah lapangan yang akan dilakuka
pencarian dibagi menjadi empat bagian dan
dilakukan pencarian barang bukti pada setiap
bagian.

c. Metode Strip
Metode strip eoeok diterapkan pada areal yang
berlereng. Cara pencarian barang bukti dilakukan
dengan menyisir dengan membuat lajur-lajur
pencarian.

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
96 | Bagian | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
d. Metode Roda
Sangat sesuai untuk meneari barang bukti yang
berukuran keeil yang terdapat di dalam ruangan
yang cukup luas. Cara dengan melakukan pencarian
ke segala arah.

6. Pengambilan barang bukti


a. Dilakukan secara yang benar dengan bentuk atau
jenis barang bukti (bentuk padat atau cair)
b. Untuk dokumen surat-surat agar dijaga keasliannya
dan jangan sampai rusak
7. Pengakhiran Penanganan TKP Konsolidasi
atas kelengkapan personil dan peralata serta
inventarisasi atas segala sesuatu yang ditemukan dan

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 97
dilakukan di TKP dan sejauh mana penangann di
TKP. melakukan cek jenis barang bukti, potret, sket,
keterangan saksi dan tersangka sudah menjawab
pertanyaan yang mengandung usnur-unsur 7 K.
8. Pembuatan berita acara di TKP
a. Membuat laporan kejadian dan sket di TKP
b. Berita Acara Serah terima Barang Bukti
c. Berita Acara Pemeriksaan TKP
d. Memotret Tersangka dan Barang barang Bukti
e. Mengamankan barang bukti
f. Melakukan introgasi atau pemeriksaan awal
9. Dasar Hukum Penanganan Tempat Kejadian Perkara
Berkaitan Tindak Pidanan Kehutanan
a. Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang
KUHAP, Pasal 2, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1) huruf
a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 11, Pasal 111 ayat
(3).
b. Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistem, Pasal 39,
c. Undang-undang nomor 2 ahun 2002 tentang
Kepolisian Neagara Republik Indonesia, Pasal 15
ayat (1) dan Pasal 16 ayat (1).
d. Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan, Pasal 51 ayat (1) dan (2), Pasal 77 ayat
(1), ayat (2) dan ayat (3).
PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
98 | Bagian | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
e. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.55/
Menhut-11/2006 tentang Penatausahaan hasil
hutan yang berasal dari hutan negara.
f. Buku Petunjuk Pelaksanaan Proses Penyidikan
Tindak Pidana tentang penanganan tempat
kejadian perkara.
10. Prinsip dasar pengolahan tempat kejadian perkara
a. Kecermatan pengolahan tempat kejadian perkara
Pengolahan tempat kejadian perkara secara
baik, benar dan profesional merupakan kunci
keberhasilan penyidik dalam mengungkap tindak
pidana, sebab tempat kejadian perkara merupakan
sumber informasi melalui oLah tempat kejadian
perkara yang cermat dan teliti, tentang kejadian
yang sebenarnya, mulai dari barang bukti
ditemukan, keberadaan saksi-saksi dan pelaku.
b. Keberadaan barang bukti (BB)
Barang bukti berupa benda mati adalah kesaksian
yang paling jujur yang dapat menyatakan apa yang
sebenarnya terjadi sebagai petunjuk dalam suatu
tindak pidana dan merupakan bukti materiil dalam
mencari kebenaran di tempat kejadian perkara.
c. Dokumentasi / Pemotretan.
Potret adalah dokumentasi berpikir dari
pelaksanaan penegakan hukum, potret yang
diabadikan dari tempat kejadian perkara secara
berurutan yang tertuang dalam Berita Acara
penanganan tempat kejadian perkara, dapat
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 99
memberi gambaran tentang tindak pidana yang
terjadi guna proses penyidikan, penuntutan dan
peradilan.
d. Kesimpulan dalam penanganan TKP Kesimpulan
adalah hasil analisa di TKP dikuatkan oleh bukti
/ petunjuk yang didapat di TKP agar akurasi dari
kesimpulan dapat dipakai sebagai acuan bagi
penyidikan, meliputi: waktu kejadian, identitas
saksi dan pelaku, jumlah/jenis BB, serta kronologis
tindak pidana yang terjadi.
e.
Setiap tindak Pidana akan meninggalkan
bekas Tidak ada suatu kejahatan yang tidak,
meninggalkan bekas/bukti, sekalipun dilakukan
dengan hati-hali. sikap ingin tahu dan memiliki
naluri curiga terhadap BB atau keadaan yang
terjadi di TKP merupakan sikap yang dibutuhkan
dalam penanganan TKP.
f. Bukti Segitiga
Adalah hubunqan langsung antara TKP dengan
tersangka/pelaku, BB dan saksi, dan sebaliknya
antara unsur-unsur pelaku, saksi dan BB hasil
kejahatan/ alat untuk melakukan kejahatan, artinya
masing-masing dapat memberi petunjuk satu sama
lain terhadap peristiwa pidana yang terjadi.
11. Peran tempat kejadian perkara
a. Kecepatan mendatangi TKP dalam penanganan
TKP kecepatan untuk segara datang ke TKP akan
mendapatkan keaslian/keutuhan TKP sehingga

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
100 |B a g i a n | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
semakin besar harapan untuk mendapatkan BB,
saksi-sakai dan kemungkinan mendapati pelaku
tindak pidana masih berada di TKP.
b. Keutuhan TKP dalam penanganan TKP menjaga
keutuhan TKP sangat penting dilakukan oleh
petugas/penyidik, hal buruk adalah terjadinya
kehilangan, kerusakan/berkurangnya BB dan
kesulitan mendapatkan saksi-saksi di TKP sehingga
hal tersebut akan mempersulit proses pengolahan
TKP yang berdampak pada pengungkapan perkara
oleh penyidik.
c. Kemampuan menangani TKP kemampuan
dimaksud berupa kemampuan mencari barang
bukti, saksi-saksi dan pelaku yang semuanya,
merupakan alat bukti dan sumber infonnasi bag,
petugas/penyidik dalam penangananTKP
12. Pentingnya perlakuan terhadap Saksi
Tersangka dan Barang Bukti.
a. Pentingnya perlakuan terhadap saksi
• terhadap para saksi, petugas dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyana terkait dengan tinda k
Pidana yang terjadi meliputi BB yang ada di TKP,
identitas dan ciri-ciri pelaku tindak pidana.
• bila ada orang-orang yang berusaha pergi dari
TKP segera ajukan pertanyaan-pertanyaan karena
tindakan semacam itu agak mencurigakan.
• para saksi harus dikumpulkan dan diwawancarai

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 101
agar mendapatkan petunjuk dan keterangan
tentang terjadinya tindak pidana.
b. Pentingnya perlakuan terhadap tersangka
• terhadap tersangka yang masih berada di TKP
segera lakukan penangkapan dan penggeledahan
badan serta diamankan
• periksa dan teliti BB dari pelaku segera amankan
dan lakukan tindakan penyitaan.
• lakukan pemeriksaan singkat untuk memperoleh
keterangan sementara mengenai hal-hal berkatan
dengan tindak pidana yang dilakukan.
c. Pentingnya perlakuan terhadap barang bukti
1) Penanganan barang bukti
• terhadap dokumen perijlnan m liputi: izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK). izin
pemungutan hasil hutan kayu (IPHHK), izin
pemanfaatan kayu (IPK).
• terhadap dokumen perjalanan meliputi: surat
keterangan sah kayu bulat (SKSKB), faktur
angkutan kayu bulat (fa-kb) dan faktur
angkutan kayu olahan (fa-ko) dan dokumen
lain yang merupakan kelengkapan usaha bidang
kehutanan. (datakan tentang: jenis, ukuran dan
jumlah atau volume kayu)
2) Pencarian barang bukti
• dilakukan di TKP dan sekitarnya bila perlu

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
102 |B a g i a n | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
disertai geledah terhadap tempat,alat angkut
dan tempat untuk menyimpan BB hasH tindak
pidan secara teliti cermat dan tekun.
• terhadap BB yang sulit penanganannya oleh
petugas dilapangan,maka sejak pengolahan
TKP hingga pemeriksaan penyidikan dapat
minta bantuan ahli pada bidangnya.
• pencarian BB dapat dilakukan dengan: metode
spiral,metode zone,metode strip/strip ganda,
metode roda dan metode kotak, namun
penanganan TKP tindak pidana kehutanan,
terhadap metode tersebut dilakukan sesuai
situasi dan kondisi dilapangan.
13. Modus Operandi penanganan TKP
a. Agar dapat memperkirakan jalan/ route keluar dan
masuknya para pelaku ke dan dari TKP.
b. Agar dapat memperkirakan alat peralatan/sarana
yang digunakan pelaku dalam melakukan tindak
pidana.
c.
Memperhatikan bagaimana cara pelaku I
menangani BB hasil tindak pidana.
14. Persiapan Penanganan TKP
a. Personil
1) Polhut atau PPNS kehutanan yang mempunyai
kompetensi, kemampuan dan pengalaman
menangani tindak pidana kehutanan.

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 103
2) Anggota Polri bisa dari pusat atau wilayah
(disesuaikan kondisi TKP) dari Sat Reskrim
dan Samapta.
3)
Tim Ahli sesuai dengan disiplin ilmu,
kompetensi dan pengalaman dalam masalah
kehutanan.
b. Peralatan
Dalam penanganan TKP diperlukan peralatan
antara lain; alat komunikasi, peta dasar/peta kerja,
kamera, GPS, kompas, meteran, Police Line, buku,
alat tulis, dokumen terkait dan alat lain y;mg
diperlukan dalam penanganan TKP.
c. Kendaraan/Transportasi
Dalam penanganan TKP tindak pidana
kehutanan, diperlukan kendaraan yang memadai
terhadap situasi dan kondisi dilapangan dimana
tindak pidana tersebut terjadi.
TKP kehutanan adalah persiapan logisti mengingat
tindak pidana kehutanan banya dilakukan
ditempat yang jauh dan terpenci, dari keramaian
dan pemukiman masyarakat (tenda, alat memasak
dll).
2. Penanganan Barang Bukti Tipihut
1. Pengurusan barang bukti adalah proses atau cara
melakukan keg;atan terkait barang bukt yang meliputi
kegiatan identifikasi, pengangkutar penyimpanan,
perawatan dan pemeliharaal pengamanan, pinjam

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
104 |B a g i a n | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
pakai, pelelangan,pemusnahan dan pelepasliaran.
2. Barang bukti tindak pidana kehutanan adalah segala
benda yang patut diduga bersangkut pau dengan
suatu tindak pidana kehutanan yan, ditemukan di
tempat kejadian perkara maupun ditempat lainnya.
pada dasarnya barang bukti dapat dikelompokan atas:
a. barang bukti temuan adalah barang bukti yang
ditemukan baik di TKP maupun tempat tempat
tertentu yang tidak diketahui identitas pemiliknya
maupun yang menguasai baran, bukti tersebut.
b. barang bukti sitaan adalah barang buktl yam disita
oteh pcnyidik sesuai dengan ketentual hukum acar
pidana.
c. barang bukti rampasan adalah barang bukti hukum
acara pidana.
d. barang bukti rampasan adalah barang bukti
barang yang dirampas untuk negara berdasarkan
keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap.
3.
Penggolongan barang bukti tindak pidana
kehutanan berdasarkan peraturan menteri
kehutanan nomor P.4/Menhut-II/2010, terdiri :
a. hasil hutan.
1) hasil hutan kayu meliputi; kayu bulat, kayu
olahan dan kayu serpih (chip).
2) hasil hutan bukan kayu meliputi; rotan, getah-
getahan, dan gaharu.

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 105
b. Tumbuhan dan/atau satwa liar
Barang bukti tumbuhan dan atau satwa liar
dibedakan:
1) tumbuhan dan/atau satwa liar dilindungi atau
tidak dilindungi dalam keadaan hidup; dan
2) tumbuhan dan/atau satwa liar dilindungi atau
tidak dilindungi dalam keadaan mati dan/atau
bagian-bagiannya.
c. Alat dan atau sarana.
barang bukti alat meliputi keseluruhan alat atau
sarana yang digunakan untuk melakukan tindak
pidana kehutanan, antara lain dapat berupa :
1) alat angkut, antara lain: kapal dan sejenisnya,
kendaraan roda empat arau lebih dan
kendaraan roda dua.
2) alat untuk melakukan penebangan antara
lain: alat-alat berat,gergaji mesin dan kapak.
3) alat-alat untuk melakukan pengolahan hasil
hutan.
d. dokumen dan atau surat.
barang bukti dokumen atau surat meliputi
keseluruhan dokumen atau surat yang
berhubungan dengan suatu tindak pidana
kehutanan. antara lain berupa:
1) dokumen atau surat; dan
2) peta.
e. barang bukti lainnya

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
106 |B a g i a n | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
barang bukti lainnya hasil tindak pidana
kehutanan meliputi keseluruhan benda yang
patut diduga merupakan hasil tindak pidana
berkaitan dengan kehutanan antara lain berupa:
1) areal hutan;
2) bangunan dalam kawasan hutan;
3) jalan dalam kawasan hutan ; dan
4) areal tambang dalam kawasan hutan.
Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan
pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat
angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan
kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk negara,
pasal 78 ayat (15) UU No. 41 tahun 1999,
selanjutnya ditegaskan dalam pasal 79 ayat (1)
bahwa kekayaan negara berupa hasil hutan dan
barang lainnya baik berupa temuan dan atau
rampasan dari hasil kejahatan atau pelanggaran
kehutanan dilelang untuk negara.
4. Macam -macam TKP Kehutanan
a. TKP bagian hulu meliputi:
1) tempat dimana penebangan dilakukan.
2) tempat terjadinya perusakan hutan.
3) tempat kebakaran dan atau pembakaran
hutan.
4) tempat perambahan kawasan hutan.
5)tempat penimbunan/penumpukan kayu

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 107
hutan.
6) tempat perburuan terhadap satwa liar.
b. TKP bagian hilir meliputi:
l) tempat yang berkaitan dengan pengangkutan.
2) tempat penimbunan kayu (TPK) antara.
3) tempat pengolahan/kegiatan industri kayu
hulan.
4) tempat pelabuhan-pelabuhan laut/udara
terminal/stasiun.
5) pasar satwa liar.
6 penampung satwa liar.
7) tempat penyimpanan. pemeliharaan, ke­
pemilikan satwa liar dilindungi dan bagian-
bagiannya.
8) tempat·tempat lain yang berpotensi
terjadinya tipihul.
c. TKP kawasan konservasi perairan
1)
tempat penangkapan ikan menggunakan
bom.
2) tempat penangkapan ikan dengan sianida /
racun.
3)
tempat penambangan terhadap terumbu
karang.
5. Penanganan TKP bagian hulu
a. Lokasi penebangan (Pasal 50 ayat (3) huruf c
dan e):

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
108 |B a g i a n | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
1) memeriksa dokumen perusahaan antara lain:
• izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu
(IUPHHK), izin pemungutan hasil hutan
kayu (IUPHHK) dan izin pemanfaatan
kayu (IPK).
• laporan hasil cruising berikut data
rekapnya.
• blok kerja tebangan (BKT) dan laporan
hasil potensi.
• laporan hasil tebangan kayu berikut
rekapnya dan buku/dokumen ukur.
• laporan mutasi kayu bulat (LMKB).
2) areal penebangan antara lain:
• melakukan cek nomor batang pada laporan
hasil penebangan (LHP) dengan fisik
kayu dan bekas tebangan / tunggak.
• melakukan cek terhadap kordinat tunggak,
apakah berada pada areal perizinan.
• apabila dokumen dan fisik tidak sesuai
lakukan penyitaan terhadap dokumen,
alat dan kayu, pasang police line dan
lakukan pemotretan.
• mencari identitas para saksi, pelaku dan
telusuri darimana sumber keuangannya
b. lokasi perusakan (Pasal 50 ayat (2) dan (3) huruf
d) :
1) memeriksa dokumen perusahaan a.l:
• izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 109
(IUPHHK), izin pemungutan hasil hutan
kayu (IPHHK) dan izin pemanfaatan
kayu (IPK).
• Bila dianggap perlu lakukan analisa
mengenai dampak lingkungannya
(amdal).
2) melakukan penelitian terhadap kerusakan
lingkungan oleh tim ahli.
3) melakukan pengecekan kordinat terhadap
TKP.
4) mencari identitas para saksi, pengurus
perusahaan, para pekerja dan pejabat
kehutanan.
c. Lokasi penguasaan hutan ( Pasal 50 ayat (3)
huruf a, b dan g)
1) memeriksa perizinan penguasaan hutan
dengan koordinasi pihak badan pertanahan
nasional (BPN).
2) menyita sarana dan prasarana yang terkait
dengan tindak pidana yang terjadi.
3) mencari identitas para saksi, para pekerja
dan pengurus perusahaan.
d. alat dan sarana/prasarana melakukan tindak
pidana kehutanan. (pasal 50 ayat (3) huruf j dan
k:
1) diteliti dan dicek terhadap dokumen izin dan
fisik Genis merk) dan lainnya.
2) melakukan penyitaan terhadap alat peralatan.
PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
110 |B a g i a n | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
3) mencari identitas para saksi, operator.
mekanik dan pengurus/karyawan.
e. lokasi penimbunan kayu (Pasal 50 ayal (3) hurul
e dan I)
1) mengecek bukli pembayaran dari PSDH.
2) dicek LHP yang disahkan oleh P2LHP.
3) apabila LHP belum disahkan P2LHP, maka
lakukan pengecekan seperli TKP kehutanan.
4) melakukan penyilaan lerhadap dokumen,
fisik kayu dan alaI yang digunakan.
5) mencari identitas para saksi, tempat usaha.
pengawas, operalor alat, pekerja dan
pejabaltkehutanan
6. Penanganan TKP bag ian hilir
a. lokasi pengangkulan (PasalSO (3) hurul I & h):
1) melakukan pemeriksaan lerhadap sural
kelerangan sah kayu bulal (SKSKB)
terhadap lempat penimbunan kayu (TPK)
ke pelabuhan, dari tempat penimbunan
kayu (TPK) ke induslri dan dari tempat
penimbunan kayu (TPK) ke antara (antar
tujuan).
2) melakukan pemeriksaan terhadap laktur
angkutan kayu bulat (FA-KB) dari
pelabuhan ke tempat penimbunan kayu
(TPK) industri.
3) melakukan Pemeriksaan terhadap laktur
angkutan kayu alahan (FA-KO) dari industri
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 111
primer ke industri lanjutan dan dari industri
lanjutan ke konsumen
b. Penangaoan TKP alat angkut
1)
alat angkut air (kapal tongkang/tungboat,
klotok dan rakit)
• periksa terhadap dokumen kapal
• croscek surat ijin berlayar (SIB) dengan SKSKB,
FA-KB dan FA-KO
• tanrik alat angkut ke pelabuhan terdekat
bongkar, dihitung dan lakukan penyitaan
• identifikasi saksi-saksi, (nakoda, ABK,
pengurus perusahaan dan pengawas, dll)
2) alat angkut darat (kontainer, truk, pick up, dll):
• periksa terhadap dokumen kendaraan,
• melakukan cek terhadap dokumen kekayuan
• dibawa ke kantor penyidik (PPNS/Polri)
yang terdekat, melakukan pembongkaran,
dihitung dan melakukan penyitaan,
• idenfikasi temadap saksi-saksi, (sopir, kenek,
pengurus perusahaan, pengawas, dll),
c. Lokasi pelabuhan
1) cek terhadap dokumen SKSKB dan FA-KB
yang kemungkinan telah dimatikan,
2) mengecek fisik kayu dengan dokumennya,
apabila di kapal agar diturunankan dan di ukur,
bila fisik kayu dengan dolumen tidak sesuai,
lakukan penyitaan.
PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
112 |Bagian | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
3) mencari dan identifikasi, saksi-saksi (pejabat
kehutanan, penerima, pengurus perusahaan,
administratur pelabuhan dll).
d. lokasi industri
1) mengecek terhadap perizinan baik izin industri
dan izin penimbunan kayu.
2)
melakukan pengecekan terhadap rencana
pemenuhan bahan baku industri (RPBBI).
3) cek terhadap dokumen kayu SKSKB dan FA-
KB.
4) cocokan fisik kayu dengan dokumen dan
melakukan pemeriksaan (audit).
5) melakukan penyitaan/segel dan pasang police
line.
6) mencari dan identifikasi, saksi-saksi, (pengurus
TPK, operator alat, pejabat kehutanan dll).
7. Pembuatan BA Pemeriksaan di TKP
BA pemeriksaan di TKP dibuat oleh penyidikj
petugas yang menangani TKP, terhadap:
1. semua hasil yang ditemukan di TKP, baik
terhadap saksi-saksi, tersangka/pelaku dan
barang bukti.
2. tindakan petugas/penyidik di TKP, sebagai:
1) bahan pelaksanaan dan pengembangan
untuk proses penyidikan lebih lanjut.

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 113
2) bahan kelengkapan administrasi penyidikan.
3) bahan evaluasi bagi atasan penyidik.
3. disamping btrita acara pemeriksaan TKP, dibaut
pula
1) BA penemuan dan penyitaan BB di TKP.
2) BA masuki tempat tertutup lainnya (apabila
TKP berada di tempat tertutup lainnya.
3) BA pemotretan di TKP (terhadap tempat dan
BB).
4) BA penyegelan terhadap barang bukti.
5) pembuatan sketsa terhadap tempat dan BB di
TKP.
8. Aplikasi teknis pelaksanaan penganan TKP
a. pengamatan terhadap TKP.
b. memasang garis batas (police line).
c. memeriksan identifikasi saksi-saski. TSK dan BB.
d pemotretan terhadap TKP sebagai dokumentasi
merekam secara utuh gambaran TKP untuk
kepentingan penyidikan.
e. pembuatan sketsa TKP untuk membantu dan
memperjelas gambaran tentang tindak pidana.
f. penanganan BB yang ditemukan di TKP.
g. pengumpulan BB yang ditemukan di TKP baik
dokumen dan BB hasil I alat melakukan tindak
pidana.

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
114 |Bagian | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
9. Evaluasi kegiatan penanganan TKP
1. khusus terhadap TKP yang perlu penanganan
lanjutan karena sifat dan kualitasnya pertu
evaluasi kegiatan yang telah dilakukan meliputi:
a. tahap persiapan;
b. tahap pelaksananan TPTKP;
c. tahap penanganan/ pengolahan TKP; dan
d. tahap pengakhiran penanganan TKP.
2. gelar pelaksanaan penanganan P. sebaga’ sarana
mencari dan menemukan kendala/kekurangan
daLam mela sana an cara dan tehnis penanganan
TKP agar memperoleh hasil yang maksimal.
10. Penanganan Sarang Sukti bidang kehutanan
1. Tempat kejadian perkara di hutan Rakit dan
TPK.
1) Geser ke Kantor Kehutanan/ Pol Air/ TPK/
Kampung terdekat, lakukan penjagaan
anggota sesuai kebutuhan.
2) Melakukan pemeriksaan/ pengukuran.
3) Setelah dilakukan penyitaan dapat
dititipkan kepada Kantor kehutanan/ Polri/
Perusahaan/Tokoh masyarakat/ Pemilik.
2. Tempat kejadian perkara Alat angkut air:
1) Geser ke Kantor/Pol air / Pelabuhan terdekat,
dijaga anggota sesuai kebutuhan.
2) Turunkan kayu untuk dilakukan pengukuran,

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 115
atau dengan cara draught survey.
3) Setelah dilakukan Penyitaan titipkan
kepada Kantor Kehutanan/Pol air/Pelindo /
Perusahaan/ Pemilik/ Nahkoda.
3. Tempat kejadian perkara Alat angkut darat:
1) Geser ke Kantor/ Dishut terdekat, dijaga
anggota sesuai kebutuhan.
2) Turunkan kayu untuk dilakukan pengukuran.
3) Setelah dilakukan Penyitaan dititipkan
kepada Dinas kehutanan/sat polri terdekat.
4. Penanganan tempat kejadian perkara Industri:
1) Pasang Police Line, dijaga anggota sesuai
kebutuhan.
2) Melakukan pemeriksaan / pengukuran.
3) Setelah dilakukan penyitaan dititipkan
kepada Kantor Dinas kehutanan/Perusahaan
5. Penanganan BB alat berat:
1) sedapat mungkin dikumpulkan di tempat
yang aman.
2) matikan mesinnya s hingga alat berat tidak
dapat dipindahkan (untuk diamankan dalam
rangka penyitaan).
5) catat dan mencantumkan jumlah, nomor
mesin, nomor chaisi, merk, type dan warna.
4)
melakukan penyegelan terhadap alat
tersebut.
5) menitipkan kepada kantor kehutanan/

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
116 |Bagian | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
Satuan Polri terdekat, perusahaan, tokoh
masyarakat setempat.
6. Penanganan BB alat pengang darat
1) barang bukti dibawa ke kantor terdekat.
2) Matikan mesinnya sehingga alat angkut
tidak dapat dipindahkan (dalam rangka
penyitaan).
3) Catat kendaraan beserta dokumennya
dengan mencanturnkan: jenis, merk, nomor
mesin, nomor chasis dan ciri-ciri khusus
apabila ada.
7. Penanganan BB alat pengangkutan air
1) ditarik ke pelabuhan atau dermaga terdekat
untuk ditambatkan.
2) menyita alat beserta dokumen & segel bagian
kemudinya (apabila ditemukan kesulitan,
ajukan ijin sita ke PN setempat sebelum
penyitaan)
3) dititipkan ke kantor syahbandar terdekat
h. Penanganan BB alat olah kayu:
1)
memisahkan alat atau benda yang
menghubungkan mesin Sawmil dan Bensaw.
2)
cabut busi alat atau benda yang bisa
menggerakkan mesin Sawmil dan dilabel
3) cabut dan mengamankan gergaji Bensaw ke
Kantor Kehutanan/polri.
4) cabut alat penggerak mesin industri dan dilabel.
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 117
5) apabila memungkinkan amankan mesin aenset
ke kantor kehutanan/Sat Polri.

E. Pelumpuhan Dan Penyisiran Tempat Kejadian


Perkara (TKP)
1. Pelumpuhan
Melumpuhkan adalah bagian yang paling penting,
karena pada tahap inilah pelaku tindak pidana kehutanan
diamankan dengan posisi tiarap. Pelumpuhan harus
dilakukan secara cepat, tiba-tiba dan mengejutkan
sehingga pelaku tindak pidana kehutanan tidak dapat
melarikan diri atau melawan petugas Polisi Kehutanan.
Seperti dijelaskan pada bagian atas, tim menyerbu
target (pelaku) dengan tetap menjaga formasi shaf
dan tidak mengelilingi target.
Dua orang petugas terdekat memerintahkan
pelaku tindak pidana kehutanan untuk tiarap dan
mengamankan mereka, anggota tim lainnya terus

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
118 |B a g i a n | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
bergerak maju untuk mengamankan lokasi kamp. Ketua
Tim memberi perintah kepada pelaku, “TIARAP DAN
RENTANGAN TANGAN,” atau kata-kata lain yang
serupa.
Ketua Tim dapat memerintahkan anggota tim yang
lain untuk mengamankan dan memborgol pelaku tindak
pidana kehutanan, sesuai dengan keadaan.
2. Penyisiran kamp
Penyisiran kamp dilakukan secara cepat untuk
mencari pelaku tindak pidana kehutanan lainnya yang
mungkin bersembunyi atau mencoba melarikan diri.
Kamp hendaknya disisir dan dibersihkan.sekurang-
kurangnya 25 meter dari pusat kamp ke sisi lainnya,
kecuali jika Ketua Tim mememiliki rencana lain.
Polisi Kehutanan yang berada terdekat dengan
pusat kamp harus memastikan bahwa ia bergerak maju
dan menyisir area tengah kamp. Begitu seluruh Polisi
Kehutanan telah menyisir sejauh 25 meter dari pusat
kamp, mereka semua akan meneriakkan “AMAN,”
secara berurutan.
3. Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat
ditemukannya tersangka atau barang bukti yang terkait
dengan suatu tindak pidana atau tempat-tempat lain
dimana ditemukannya barang bukti yang berkaitan
dengan tindak pidana. TKP bisa berupa kamp pelaku
tindak pidana kehutaniln dimana di tempat tersebut para
tersangka berada dan mengharuskan Polisi Kehutanan

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 119
untuk mengambil tindakan berupa penyergapan, atau
bisa di kamp tersebut tidak ditemukan tersangka dan
hanya ditemukan barang bukti bekas-bekas aktivitas
pelaku.
Dalam kasus apapun, tim TKP harus mengambil
langkah-Iangkah tertentu untuk mengamankan TKP dan
mencari barang bukti. Untuk rincian lebih lanjut tentang
proses olah TKP, lihat Buku Panduan I Perburuan Liar,
Menyelidiki Pelanggaran Hukum Perburuan Liar.

F. Pengerahan Operasi Penyerbuan

Tujuan pelumpuhan/penyerbuan yaitu untuk


memojokkan dan menangkap pelaku tindak pidana
kehutanan dan atau menyita dan atau menghancurkan
peralatan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ilegal.

Pelumpuhan/penyerbuan dapat dilaksanakan pada siang


atau malam hari secara berisik (untuk tujuan pengelabuan),
atau tanpa suara (untuk menciptakan kejutan). Pelumpuhan
tanpa suara hanya bisa dilakukan jika jarak pandang buruk
(misalnya, saat ada kabut tebal, pada malam hari atau di
daerah tertutup).
Pelumpuhan/penyerbuan terencana dilaksanakan un-
tuk menyerang lokasi pelaku tindak pidana kehutanan
yang tertata rapi dan permanen (misalnya Pengolahan
kayu, kamp induk pelaku tindak pidana kehutanan yang
luas). Anggota tim yang terlibat dalam operasi pelumpu-
han atau penyerbuan biasanya tidak memiliki ruang ger-
ak yang cukup untuk melakukan manuver, namun hal in;

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
120 |B a g i a n | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
dapat disiasati dengan menambah waktu untuk pengin-
taian dan persiapan serta koordinasi dengan pihak lain un-
tuk mendapatkan dukungan.
1. Hal- hal penting dalam operasi pelumpuhan,
Pada saat membuat rencana pelumpuhan atau
penyerbuan, harus mempertimbangkan faktor-faktor
sebagai berikut:
1) Kejutan. Pelumpuhan atau penyerbuan dari arah
yang tidak terduga biasanya memiliki kemungkinan
keberhasilan yang lebih besar. Aspek-aspek di bawah
ini harus dipertimbangkan untuk meningkatkan
peluang menciptakan kejutan.
a. Menyembunyikan gerakan mulai dari tempat
berkumpul (pangkalan aju) sampai ke Titik
Formasi (Forming Up PointIFUP);
b. Untuk menjaga diketahuinya keberadaan tim,
pastikan bahwa radio komun a tidak terdengar
oleh pelaku, dan jaga disiplin gerak;
c. Pilihan waktu untuk melakukan pelumpuhan/
penyerbuan;
d. Kecepatan, dan;
e. Pengelabuan.
2) Mengamankan titik formasi. Harus ada Titik Formasi
yang aman. Jika tidak, akan sui’ untuk memastikan
awal penyerbuan berjalan sesuai dengan rencana dan
koordinas pelumpuhan atau penyerbuan menjadi
tidak teratur.

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 121
3) Menjaga Momentum. Momentum pelumpuhan atau
penyerbuan harus dijaga supaya dapat dilaksanakan
sesuai dengan rencana yaitu dengan cara memelihara
dan menggunakan cadan!jan dan kecepatan di semua
tingkatan. Biasanya sulit untuk memiliki cadangan
pada tingkat Tim atau pada tingkat Regu, namun
jika mungkin. kekuatan dan formasi hendaknya
dipertahankan.
4) Mempertahankan Rencana. Segala peluang
yang sejalan dengan tujuan harus diambil untuk
memanfaatkan keuntungan taktik. Di tingkat Tim
atau Regu. hal ini dapat dicapai melalui kecepatan
dan penyerangan.
5) Merapat kembali secara cepat. Ketika ditangkap,
sasaran harus segera diatur untuk alasan keamanan.
Pelumpuhan atau penyerbuan belum bisa dikatakan
selesai apabila “merapat kembali” belum dilaksanakan.
2. Pengintain dan perencanaanya
Ketua Tim harus menganalisa, menilai dan memahami
situasi sebagaimana disebutkan pada paragraf 1014. Berikut
adalah hal-hal yang harus dipertimbangkan dan informasi
yang harus diperoleh sebelum merencanakan pelumpuhan/
penyerbuan terencana:
1) Besarnya kelompok pelaku tindak pidana kehutanan
dibandingkan dengan besarnya tim - apakah Ketua
Tim memiliki anggota yang cukup untuk menangkap
dan mengamankan pelaku tindak pidana kehutanan
tersebut? Panduan dasarnya adalah 2:1 (2 orang Polisi

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
122 |B a g i a n | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
Kehutanan; 1 pelaku tindak pidana kehutanan).
Dengan menggunakan panduan ini, tim Polhut yang
beranggotakan 5 orang sebaiknya tidak berusaha
melumpuhkan/menyerbu kelompok pelaku tindak
pidana kehutanan yang beranggotakan lebih dari tiga
pelaku bersenjata.
2) Potensi ancaman dari pelaku tindak pidana kehutanan
- Apakah mereka bersenjata atau tidak? misalnya:
Parang, pisau atau senjata api.
3) Kemungkinan reaksi - Apa yang akan dilakukan oleh
para pelaku tindak pidana kehutanan jika mereka
melihat tim? Apakah mereka akan berupaya untuk
melarikan diri? Apakah mereka akan menembak Polisi
Kehutanan? Atau apakah mereka akan menyerah?
4) Mendekati tempat bermalam - Apakah untuk
mendekati kamp harus menyeberangi lapangan
terbuka? Apakah kondisi dataran atau vegetasi yang
ada di lokasi dapat menyamarkan keberadaan tim?
Apakah lebih baik mendekati kamp pelaku dari arah
yang lain?
5) Dari analisa di atas, Ketua Tim dapat dengan cepat
membuat rencana dan menginformasikan kepada
anggota timnya, baik dengan mengggunakan isyarat
lapangan atau dengan berbisik kepada masing-masing
anggota.
3. Perintah penyerbuan
Pada penyerbuan terencana. perintah-perintah di­
berikan secara rinci menggunakan maket dan peta untuk
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 123
menjelaskan topografi dan rencana yang akan dijalankan.
Tim telah mempelajari kondisi topografi selama patroli atau
dari pos pengamatan.

Pada pelumpuhan/penyerbuan cepat, tidak ada cukup


waktu untuk perintah resmi atau perencanaan yang rumit.
Ketua Tim Patroli utama memberi perintah secara cepat
kepada anggota tim. Dalam suatu Regu atau Unit, jika Tim
utama melakukan serangan terhadap para pelaku tindak
pidana kehutanan, Ketua Tim tersebut hendaknya jangan
ditarik untuk diberi perintah kembali. Perintah selanjutnya
dapat diberikan kepada Ketua Tim jika penyerbuan telah
selesai.

Persiapan pada pelumpuhan terencana, dilakukan di


area berkumpul (pangkalan aju), persiapan yang dilakukan
antara lain:
a. Pemeriksaan akhir senjata, perlengkapan dan amunisi;
b. Penerapan penyamaran yang sesuai;
c. Mengisi dan mendistribusi an logistik;
Gladi (simulasi). Setelah perintah-perintah untuk
penyerbuan terencana telah diberikan, maka kegiatan
selanjutnya adalah gladi (simulasi). Gladi (simulasi) jangan
dilakukan di tempat umum yang bisa diamati dengan
mudah oleh orang lain. Jika dalam kawasan hutan dan area
berkumpul cukup jauh dari kamp pelaku tindak pidana
kehutanan, gladi senyap dapat dilakukan di lapangan. Hal
ini dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh anggota
telah mengetahui tanggung jawab dan tugas masing-masing

PELUMPUHAN, PENGELEDAHAN
124 |B a g i a n | 5 | DAN PENGAMANAN TERSANGKA
saat harus melakukan pelumpuhan/penyerbuan terencana.

Serbu adalah istilah yang diberikan begitu kelompok


penyerbu tiba di pinggiran lokasi di mana pelaku tindak
pidana kehutanan berada.

Polisi Kehutanan yang menyerbu harus memastikan


bahwa momentum selalu terjaga dan tidak terjadi salah
sasaran. Pada tahap serbu ini, kelompok pendukung harus
bergerak ke arah target dan melakukan penyisiran. Pada saat
malam hari atau dalam keadaan jarak pandang tidak jelas,
penyerbuan harus diberikan lewat perintah pada waktu
tertentu atau dengan aba-aba misalnya siulan peluit.

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 125
BAGIAN
6
OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA
TINDAK PIDANA KEHUTANAN DAN
TEKNIK WAWANCARA/ INTROGASI
PELAKU/TERSANGKA DI TEMPAT
KEJADIAN PERKARA (TKP)

A. Pengertian

Penting bagi petugas untuk mengembangkan keahlian


membujuk orang supaya dapat mengungkapkan informasi
yang tersimpan rapat. Satu buah wawancara seringkali
dapat membuat perbedaan antara kasus yang terselesaikan
dan yang tak terselesaikan.

Mengetahui pertanyaan apa yang akan ditanyakan


dan cara menanyakannya sangatlah penting dalam proses
wawancara, yang tidak kalah penting adalah menentukan
apakah informasi yang diberikan oleh pelaku kepada
petugas dapat dipercaya,
Penggunaan teknik wawancara yang tidak tepat akan
menjadi hambatan terbesar untuk mendapatkan informasi.
Penggunaan teknik yang sesuai dapat menentukan
keberhasilan informasi yang diinginkan, serta membantu
petugas mengembangkan keahlian dan kepercayaan dirinya.

Informasi terperinci untuk teknik wawancara terdapat


dalam Panduan Penyidik Tindak Pidana Kehidupan liar,
Menyelidiki Pelanggaran Undang-Undang Kehidupan liar.
B. Pembagian Tugas Dalam Olah TKP
1) Ketua tim, bertanggung jawab untuk menentukan
area TKP dan membagi tugas kepada masing-masing
anggota Regu atau Tim.
2)
Pengamanan, Sebuah sub-tim ditugaskan untuk
mengamankan area TKP, sub-tim ini bertanggung jawab
untuk mensterilkan TKP, sehingga hanya anggota tim
olah TKP yang memiliki akses terbuka terhadap TKP.
Tujuan pengamanan TKP untuk memastikan bahwa
area tersebut di bawah pengawasan dan pengendalian
penuh tim olah TKP dapat dilakukan dengan cara:
a. Mengamankan area TKP;
b. Mencegah orang yang tidak memiliki wewenang
untuk masuk atau keluar TKP;
c. Melindungi TKP dan Polisi Kehutanan yang
mengumpulkan barang bukti; dan
d. Mengawasi dan mengidentifikasi kemungkinan
adanya gangguan terhadap TKP sampai tim olah

OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA TINDAK PIDANA KE-


128 |B a g i a n |6| HUTANAN DAN TEKNIK WAWANCARA/ INTROGASI PELAKU/
TERSANGKA DI TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
TKP selesai melaksanakan tugasnya.
3) Pencari Barang Bukti
Sebuah sub-tim ditugaskan untuk mencari barang
bukti di area TKP. Setelah mendapat izin untuk
melakukan pencarian di area TKP, pencari barang bukti
hendaknya menggeledah tempat tersebut secara cermat
bahkan jika tersangka sudah pergi, barang bukti penting
sering ditinggalkan dan bisa ditemukan jika tim pencari
barang bukti mengikuti prosedur pencarian barang bukti.
Sub-tim pencari barang bukti harus sadar bahwa
segala sesuatu dapat menjadi barang bukti (dari bungkus
rokok sampai jejak kaki), mereka harus berhati-hati
sehingga tidak merusak atau menghilangkan petunjuk-
petunjuk sekecil apapun selama penggeledahan.
4) Petugas Identifikasi Dan Juru Foto
Sub-tim identifikasi dan juru foto bertanggungjawab
mendokumentasikan TKP sebaga bagian prosedur
dokumentasi. Juru foto mengambil gambar TKP dan
area sekeliling TKP serta barang bukti lainnya pada
saat TKP masih utuh, sedangkan petugas identifikas
membuat denah TKP.
Petugas identifikasi menggambarkan lokasi TKP
pada sket TKP serta memasang labe pada tiap-tiap barang
bukti, dalam label tersebut harus dicatat tempat, tanggal
dan jam saat barang bukti diambil atau ditemukan, jenis
dan jumlah barang bukti serta identitas petugas yang
mengambil barang bukti.
Juru foto juga mengambil gambar TKP masing-
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 129
masing objek sebanyak dua kali yaitu dari jarak dekat dan
dari jarak jauh
Juru foto membuat catatan mengenai semua gambar
yang diambil. Jurnal tersebut hendaknya berisi informasi
berikut ini:
a. Tanggal dan jam saat foto diambil
b. Penjelasan gambar (i.e. barang bukti, bangunan, dsb.)
c. Jenis kamera dan film yang digunakan Uika
menggunakan kamera digital, jenis dan pengaturan
kamera hendaknya dicatatkan) dan
d. Tempat foto diambil.
Apabila jumlah anggota Regu atau Tim operasi/patroli
tidak mencukupi untuk melakukan tugas-tugas dalam
pelaksanaan olah TKP maka tugas identifikasi barang bukti
dan juru foto dapat dirangkap oleh petugas pencari barang
bukti.
C. Langkah-Langkah Dalam Olah TKP

Apabila di TKP ada pelaku tindak pidana, tindakan


pertama yang harus dilakukan adalah penyerbuan
dan pelumpuhan. (Lihat Bagian 10, Pelumpuhan dan
Penyerbuan). Setelah tersangka dapat diamankan, olah TKP
dapat dimulai atas perintah Ketua Regu atau Tim.

Sub-unit yang bertanggung jawab untuk pengamanan


TKP, masuk ke area TKP dan membuat garis batas,
mengidentifikasi tersangka dan saksi, serta mengendalikan
setiap orang yang ada di TKP. Tidak seorangpun boleh
OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA TINDAK PIDANA KE-
130 |B a g i a n |6| HUTANAN DAN TEKNIK WAWANCARA/ INTROGASI PELAKU/
TERSANGKA DI TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
meninggalkan TKP tanpa seizin Ketua Tim. Pada sa at yang
sama, Polisi Kehutanan yang lain hendaknya menempatkan
diri di sekeliling garis batas TKP untuk mengendalikan
orang-orang yang keluar masuk. Apabila TKP dekat dengan
pemukiman, dan ada masyarakat yang penasaran ingin
melihat TKP maka harus diawasi karena dapat mengganggu
proses olah TKP dan mengganggu TKP itu sendiri.

Juru foto mengambil gambar, diantaranya yaitu: di


sekeliling TKP, jalan mendekati TKP dan TKP itu sendiri.
Tujuan pengambilan foto-foto ini adalah untuk membuat
rekaman tentang TKP sebelum dilakukan penggeledahan
dan untuk memungkinkan Polisi Kehutanan untuk
melakukan rekonstruksi TKP dengan bukti yang dapat
dikumpulkan. Juru foto dapat juga mengambil gambar TKP
setelah penggeledahan, hal ini dilakukan untuk menanggapi
apabila ada tuduhan-tuduhan yang mung kin ditujukan
kepada Polisi Kehutanan bahwa petugas telah merusak
barang-barang yang tidak diambil selama penggeledahan.
Petugas identifikasi membuat sketsa TKP.

Sub-unit yang bertanggung jawab mencari bukti


masuk ke TKP dan memulai melakukan penggeledahan.
Penggeledahan dilakukan secara perlahan dan sistematis.

Barang bukti bisa berwujud tidak tampak dan


tersembunyi. Jika TKP berada di daerah terbuka, petugas
dapat mencari daerah tersebut dengan cara pola grid.
Jika TKP berada di dalam ruangan, petugas hendaknya
menggeledah ruangan sampai tuntas sebelum pindah ke
ruangan yang lain.

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 131
Juru foto hendaknya mengambil gambar barang bukti
yang ditemukan sebelum barang tersebut dipindahkan.
Petugas identifikasi hendaknya mencatat lokasinya
dan memberi label/tanda pada barang bukti tersebut.
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, juru foto dan petugas
identifikasi hendaknya membuat catatan/sketsa/jurnal
kegiatan mereka.
D. Kegiata Lain Dalam Olah TKP

Ketua Tim memastikan bahwa anggota tim yang tidak


bertugas sebagai petugas pengamanan, identifikasi dan juru
foto, melakukan kegiatan lain dalam olah TKP melakukan
hal-hal dibawah ini:

Setiap anggota tim membuat catatan pengamatan


mereka di TKP. Catatan-catatan ini akan menjadi bag ian
berkas kasus dan informasinya dimasukan dalam laporan
kejadian.

Anggota tim yang melakukan wawancara dengan


tersangka atau saksi, hasil wawancara tersebut dibuat dalam
bentuk catatan yang terperinci. Hasil wawancara merupakan
bagian dari laporan kejadian, oleh karena itu pernyataan
saksi atau tersangka harus ditandatangani oleh tersangka
dan/atau saksi.

Seorang Polisi Kehutanan ditugaskan untuk mengambil


dan memindahkan barang bukti. Jika mungkin, hanya
seorang Polisi Kehutanan (biasanya petugas identifikasi)
yang bertanggungjawab mengambil barang bukti yang
berada di TKP dan memindahkannya ke tempat yang aman.
OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA TINDAK PIDANA KE-
132 |B a g i a n |6| HUTANAN DAN TEKNIK WAWANCARA/ INTROGASI PELAKU/
TERSANGKA DI TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
Hal ini akan memudahkan rantai pengawasan barang-
barang tersebut.

Apabila barang bukti yang ditemukan berupa satwa


liar dalam keadaan hidup, segera mungkin dipindahkan
untuk perawatan yang layak. Pemindahan satwa liar dari
TKP ke fasilitas perawatan harus dijaga dan diawasi.
Setelah tiba di fasilitas perawatan, satwa liar dititipkan
dan tidak boleh dipindahkan tanpa seijin dari PPNS yang
menangani kasus tersebut. Apabila satwa liar tersebut sudah
memungkinkan untuk dilepasliarkan maka sebelumnya
dilakukan pengambilan foto sebagai pengganti barang bukti
dan dibuatkan berita acara pelepasliaran.

Barang bukti lain hendaknya dijaga di tempat


penyimpanan barang bukti yang aman dengan akses
terkendali. Hanya orang-orang yang berwenang yang dapat
memeriksa barang bukti atau mengambil barang bukti dari
tempat penyimpanannya. Apabila barang bukti dikeluarkan
dari tempat penyimpanan maka harus mendapat izin dari
PPNS.

Semua catatan, gambar-gambar, dan daftar barang bukti


yang diambil di TKP hendaknya disimpan dalam berkas
yang diberi label nama dan nomor kasus. Berkas hendaknya
disimpan dalam lemari kabinet atau tempat aman yang lain.

Tim hendaknya menyusun laporan akhir tentang


pengamatan dan kegiatan mereka selama olah TKP. Laporan
ini hendaknya diselesaikan dengan cara yang profesional
dan tepat waktu serta mencantumkan daftar seluruh barang

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 133
bukti.

Barang bukti yang tidak bisa diangkut atau dipindahkan


dari hutan hendaknya dilakukan penjagaan barang bukti di
TKP, namun apabila barang bukti berada/berasal di/dari
kawasan konservasi maka dapat langsung dimusnahkan
di TKP dengan terlebih dahulu didokumenlasikan
serta dibualkan berila acara pemusnahan barang bukti
menyebutkan alasan pemusnahan barang bukti.
E. Wawancara /Introgasi

Mendapatkan latar belakang informasi. Begitu TKP


selesai diolah dan seluruh informasi telah didapatkan,
informasi tersebut kemudian diberikan kepada Ketua Tim
supaya ia dapat menyiapkan wawancara dengan tersangka.

Tuliskan pertanyaan-pertanyaan sesuai urutan yang


ingin ditanyakan. Wawancara sebaiknya dimulai dari yang
umum dan kemudian ke yang khusus.

Pastikan bahwa petugas yang melakukan wawancara


mengetahui jawaban dari beberapa pertanyaannya untuk
memastikan bahwa tanggapan tersangka dapat dipercaya.
Menangkap basah kebohongan seseorang di awal wawancara
dapat mengubah pikirannya tentang berbohong.

Pertimbangkan cara-cara wawancara yang dapat


memotivasi tersangka untuk memberikan informasi.
Misalnya pelaku termotivasi oleh uang, balas dendam
terhadap musuhnya, atau takut dihukum.

OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA TINDAK PIDANA KE-


134 |B a g i a n |6| HUTANAN DAN TEKNIK WAWANCARA/ INTROGASI PELAKU/
TERSANGKA DI TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
1. Mengawali Wawancara
Duduk tepat di depan tersangka dengan postur
tubuh terbuka, jangan melipat tangan atau. menyilangkan
kaki. Postur terbuka akan menunjukkan bahwa Petugas
Polisi Kehutanan terbuka untuk mendengarkan apa yang
ingin dikatakan oleh tersangka.
Awali wawancara dengan memberi salam kepada
tersangka dan perkenalkan diri Anda Selama wawancara.
Petugas disarankan menatap tersangka tapi jangan
melototi tersangka. Bersikaplah bersahabat dan sopan.
Tunjukkan identitas resmi jika petugas Polisi Kehutanan
tidak menggunakan seragam.
Cobalah untuk membuat tersangka nyaman,
kemudian katakan padanya apa yang ingin dibicarakan.
Mula-mula tanyakan sesuatu yang ringan kepada
tersangka untuk diceritakan. Tujuannya adalah untuk
menciptakan suasana yang tidak mengancam.
Jangan memberitahukan informasi tentang
penyidikan kepada tersangka yang diwawancara jika hal
tersebut tidak akan membantu proses penyidikan. Petugas
Polisi Kehutanan tidak ingin orang lain mengetahui hal-
hal rinci tentang penyidikan, kecuali jika mereka benar-
benar “perlu tahu”. Jika tersangka berbohong tentang
sesuatu yang kebenarannya diketahui oleh Petugas, maka
Petugas dapat menyanggahnya.
2. Selama Wawancara
Mungkin hanya ada satu kali kesempatan untuk
mewawancarai seseorang, oleh karena itu dapatkan

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 135
informasi sebanyak mungkin, dan bersikap sabar
serta menyeluruh. Jangan tergesa-gesa selama proses
wawancara.
Dokumentasikan informasi yang Petugas dapatkan.
Catat apa yang dikatakan oleh tersangka. baik yang
dapat dipercaya maupun tidak. Jika mungkin, rekam
wawancara menggunakan tape atau video recorder atau
alat perekam, jika wawancara direkam mungkin akan
membatasi tersangka untuk berbicara bebas. Dalam hal
ini, Petugas mung kin hanya perlu membuat catatan.
Pada saat membuat catatan, jawab pertanyaan, “siapa,
mengapa, apa, di mana, mengapa dan bag aim ana”.
Dapatkan sebanyak mungkin rinciannya. Namun, waktu
yang digunakan untuk membuat catatan hendaknya
tidak memperlambat wawancara secara berlebihan. Jika
ada dua orang Petugas yang hadir, satu orang yang bisa
bertanya dan yang lainnya membuat catatan.
Minta tersangka untuk mengulangi ceritanya untuk
melihat apakah ada kesamaan informasi. Kebanyakan
orang mengalami kesulitan untuk berbohong secara
efektif. Orang yang berbohong atau melebih-Iebihkan
jarang bisa mengulangi cerita yang sama. Cara umum
berbohong adalah menghilangkan fakta-fakta penting.
Karenanya, penting untuk mengisi kekosongan informasi
selama wawancara.
Jangan menantang atau menyanggah pernyataan-
pernyataan tersangka di awal wawancara. Tunggu sampai
setelah dia menanggapi penuh pertanyaan sebelum lanjut
ke langkah berikutnya. Tersangka akan memberi lebih
OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA TINDAK PIDANA KE-
136 |B a g i a n |6| HUTANAN DAN TEKNIK WAWANCARA/ INTROGASI PELAKU/
TERSANGKA DI TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
banyak jawaban jika tidak disela. Jika dia berbohong,
akan sulit baginya mengulangi cerita yang sama nantinya.
Jangan ada jeda yang lama di antara dua pertanyaan.
Menunggu terlalu lama di antara dua pertanyaan akan
memberi tersangka kesempatan untuk mendapatkan
kembali ketenangan dan merencanakan tanggapannya
terhadap pertanyaan berikutnya.
Selalu mengutarakan pertanyaan dengan jelas,
singkat dan tidak mengancam. Kata-kata dan tindakan
Petugas hendaknya membuat tersangka berpikir bahwa
Petugas memahami situasinya dan memikirkan hal yang
terbaik untuknya.
Jangan kehilangan kesabaran atau kendali
diri. Kehilangan kesabaran dan kendali diri akan
memberi pandangan kepada tersangka bahwa ia dapat
membohongi Petugas .
Jangan menjanjikan apa-apa apabila Petugas tidak
dapat memenuhinya. Ingat bahwa pengadilan yang dapat
memutuskan hukuman, bukan petugas.
Di akhir wawancara, coba sepakati pernyataan
yang ditandatangani oleh tersangka. Pernyataan atau
sumpah yang ditandatangani adalah bukti penting dalam
penyidikan. Tersangka kadang-kadang akan mengaku
bersalah kemudian namun kemudian menolak untuk
mengulangi pengakuan pada saat yang berbeda. Jika
Petugas memilki pernyataan tertulis yang ditandatangani
oleh tersangka, satu-satunya pembelaan yang dapat
digunakan oleh tersangka adalah bahwa dia dipaksa

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 137
atau ditipu untuk menandatanganitangani pernyataan
tersebut.
Jangan menyerah! Wawancara dapat berlangsung
lama dan sulit. Jika tersangka merasa bahwa Petugas
lelah dan akan menyerah, dia akan meneruskan untuk
tidak bekerjasama.
3. Jenis-Jenis Pertanyaan Yang Diajukan
Setelah sapaan awal, mulailah wawancara dengan
menanyakan pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban
khusus. Ini disebut pertanyaan “terbuka”. Misalnya,
Petugas dapat menyatakan, “Ceritakan apa yang anda
ketahui tentang pemilik sawmill tersebut?”
Biarkan tersangka yang diwawancarai menanggapi
tanpa disela selama dia tetap berada pada subjek umum
yang sedang Petugas tanyakan. Buat catatan untuk
pertanyaan berikutnya. Paling baik jika ada mitra
yang membuat catatan, sementara Petugas melakukan
wawancara.
Setelah Petugas menanyakan beberapa pertanyaan
“terbuka”, wawancara hendaknya berlanjut dengan
pertanyaan yang menuntut jawaban khusus. Contohnya,
“Siapa nama pemilik sawmill tersebut?” atau “Tepatnya,
di mana pemilik sawmill tersebut tinggal?”
Selanjutnya petugas mengajukan pertayaan
yang menuntut jawaban yang khusus sampai Petugas
mendapatkan tanggapan untuk semua pertanyaan.
Tersangka mungkin berbohong tapi jangan segera
mengatakan kepadanya bahwa dia berbohong.
OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA TINDAK PIDANA KE-
138 |B a g i a n |6| HUTANAN DAN TEKNIK WAWANCARA/ INTROGASI PELAKU/
TERSANGKA DI TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
Berbekal catatan yang baik, Petugas dapat kembali dan
menanyakan pertanyaan yang sama lagi dan memeriksa
apakah Petugas masih mendapatkan jawaban yang
salah. Petugas dapat menunjukkan ke tersangka bahwa
menurut Petugas dia berbohong. Tanyakan mengapa.
Katakan padanya bahwa Petugas menginginkan jawaban
yang sebenarnya. Jika dia adalah seorang tersangka,
katakan bahwa Petugas akan memberitahu ke jaksa
penuntut mengenai kerjasamanya, atau sebaliknya
4. Waktu Melakukan Wawancara
Wawancara dilaksanakan sesegera mungkin.
Namun. tunggu hingga Petugas mendapatkan segala
informasi tentang TKP sebelum memulai wawancara.
Mulai wawancara hanya setelah Petugas
merencanakan cara untuk melakukan wawancara
tersebut.
5. Tempat Melakukan Wawancara
a. Pastikan Petugas menemukan tempat yang cukup
nyaman dan teduh yang agar tersangka tidak merasa
tegaflg.
b. Pastikan bahwa wawancara dilakukan di luar jarak
pandang dan dengar tersangka lainnya.
c. Pastikan bahwa ketika wawancara selesai, tersangka
tetap dipisahkan dari tersangka lainnya sehingga
mereka tidak dapat menyusun atau menyamakan
cerita.
Wawancara awal harus dilakukan di lapangan. Jika

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 139
kejahatan tersebut serius dan mengharuskan wawancara
penyidikan lanjutan. itu hendaknya dilakukan di Kantor
UPT Polisi Kehutanan atau kantor polisi.

OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA TINDAK PIDANA KE-


140 |B a g i a n |6| HUTANAN DAN TEKNIK WAWANCARA/ INTROGASI PELAKU/
TERSANGKA DI TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
BAGIAN
7
PENYERGAPAN DAN TITIK
PEMERIKSAAN KENDARAAN
PENGANGKUTAN PEREDARAN
HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL

A. Pengertian

Bagian ini menjelaskan cara melakukan penyergapan,


baik yang terencana maupun yang tidak terencana, serta
cara melaksanakan duduk intai untuk mengawasi pelaku
tindak pidana kehutanan yang bersenjata di kawasan hutan.
Taktik-taktik ini dirancang untuk kawasan hutan tropis.

Tim patroli akan mendapatkan pemahaman dasar


tentang cara melakukan penyergapan baik yang terencana
maupun yan!f tidak terencana serta melakukan duduk intai
untuk menangkap pelaku tindak pidana kehutanan yang
bersenjata.

Penyergapan adalah keadaan sa at Polisi Kehutanan


bersembunyi dan diam menunggu di tempat yang di
pilih di sepanjang rute keluar masuk kawasan hutan atau
rute yangdicurigai sering dilewati pelaku tindak pidana
kehutanan.

Tujuan penyergapan ini adalah untuk menangkap


pelaku tindak pidana kehutanan beserta barang buktinya.
Tim patroli dapat diberi perintah langsung untuk
melakukan penyergapan dan menangkap pelaku tindak
pidana kehutanan atau melakukan rencana penyergapan
terlebuh dahulu dengan diberi suatu target khusus, misalnya
orang atau kendaraan tertentu.

Setiap kegiatan penyergapan baik yang terencana


maupun tidak terencana, memerlukan strategi. Oleh karena
ini, Ketua Tim melakukan pengintaian terlebih dahulu atas
potensi lokasi adanya tindak pidana kehutanan, kemudian
membuat rencana/strategi yang selanjutnya diberikan
kepada tim dalam bentuk perintah.

Lokasi penyergapan yang paling baik adatah di pos


pemeriksaan atau tempat-tempat penyempitan sepanjang
jalan atau rute pelaku tindak pidana kehutanan yang
telah diketahui. Contoh pos pemeriksaan antara lain:
penyeberangan sungai, anak sungai yang dangkal atau
jembatan, perempatan jalan, garis punggung gunung yang
curam, dan lokasi perubahan vegetasi dari yang terbuka ke
yang rimbun.

PENYERGAPAN DAN TITIK PEMERIKSAAN KENDARAAN


142 |B a g i a n |7| PENGANGKUTAN PEREDARAN HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL
B. Penyergapan Tidak Terencana Dan Penyergapan
Terencana
1. Penyergapan Tidak Terencana
Penyergapan tidak terencana atau spontan adalah
suatu taktik yang paling banyak digunakan selama
penyisiran rute. Tim yangmemiliki ketrampilan yang
tinggi akan sering menggunakan taktik ini.
Penyergapan tidak terencana terjadi pada saat
pelaku tindak pidana kehutanan bergerak di sepanjang
jalan atau rute yang sama ke arah tim patroli, dan tim
patroli tersebut sudah mengetahui keberadaan pelaku
tindak pidana kehutanan yang mendekat dengan cara
mengawasinya.
Tim patroli dengan cepat da diam-diam bergerak di
satu sisi jalan dan bersembunyi Pada saat pelaku berada
tepat di depan tim patroli, Ketua Tim memberi perintah
untuk memulai penyergapan.
Keunggulan taktik ini adalah apabila Ketua
Tim merasa situasi untuk melakukan penangkapan
tidak aman atau berbahaya, maka Ketua Tim dapat
membiarkan pelaku tindak pidana kehutanan berlalu
tanpa mengetahui keberadaan tim patroli.
Taktik penyergapan tidak terencana dapat
menciptakan kejutan bagi pelaku tindak pidana
kehutanan dan lebih aman dibandingkan dengan
langsung menghadang pelaku di jalan yang dapat
membahayakan tim patroli.

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 143
Jenis - jenis penyergapan tidak terencana teridi dari :
a. Penyergapan Umum. Penyergapan ini bersifat non-
selektif. Semua orang yang lewat akan menjadi target.
Hal ini tergantung kepada pertimbangan Ketua Tim
terhadap orang atau target apa yang menjadi tujuan
penyergapan tersebut.
b. Penyergapan Selektif. Penyergapan ini dirancang
untuk menangkap orang atau barang tertentu dan
hanya dilaksanakan setelah mendapatkan informasi
yang lengkap bahwa orang atau barang tersebut
memasuki zona penangkapan.
c. Duduk Intai adalah posisi yang tersembunyi di
sepanjang trek; sama halnya dengan penyergapan
dan kegiatan di pos pemeriksaan. Tujuannya adalah
untuk menghentikan setiap orang yang bergerak
di sepanjang trek dan membawa mereka ke pusat
kamp patroli untuk dilakukan penggeledahan dan
pemeriksaan lebih lanjut. Mereka dapat ditahan
jika didapati membawa barang-barang ilegal. Lihat
Bagian 4 Pelaksanaan Patroli untuk informasi lebih
lanjut.
2. Penyergapan Terencana
1. Persiapan
1) Pengintalan Dan Pemahama Peta
Posisi Penyergapan. Lokasi penyergapan
harus ditetapkan lewat pemahaman peta dan
pengamatan tempat, yang dapat dilakukan dari

PENYERGAPAN DAN TITIK PEMERIKSAAN KENDARAAN


144 |B a g i a n |7| PENGANGKUTAN PEREDARAN HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL
wilayah administratif atau titik pertemuan (RV)
dekat tempat penyergapan. Informasi yang perlu
diperoleh untuk menentukan lokasi penyergapan
yaitu:
a. Informasi pelaku tindak pidana kehutanan:
• Rute dan waktu yang biasa dijalani oleh
pelaku;
• Jumlah, senjata dan pakaian pelaku;
• Reaksi yang mungkin timbul pada saat
disergap;
• Barang-barang yang dibawa; dan
• Peralatan lain.
b. Lokasi tindak pidana kehutanan:
• Lebarnya jalur;
• Lokasi penyempitan atau jalan tikus yang
mungkin ada;
• Rute melarikan diri yang mungkin ada;
• Vegetasi dan topografi;
• Hambatan-hambatan.
c. Informasi lainnya:
• waktu matahari terbit dan terbenam;
• waktu pasang surut dan ketinggiannya air
jika dekat dengan sungai atau pantai.
Pembagian ke/ompok. Setelah lokasinya
ditetapkan dan informasi tentang kegiatan pelaku
tindak pidana kehutananan sudah lengkap, perlu

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 145
dilakukan pembagian kelompok, yang terdiri dari:
a. Kelompok Pengamanan Depan;
b. Kelompok Pengamanan Belakang;
c. Kelompok Penangkap dan Penggeledah;
d. Kelompok Penyerbu; dan
e. Kelompok Penghadang (apabila pelaku
melarikan diri).
Rute ke Rendez Vousl RV (Titik
pertemuan). Rute ke RV perlu dipastikan dan
harus ada tempat untuk bersembunyi. Rute
hendaknya tidak memotong daerah penyergapan
dan selalu memasukkan rencana pengelabuan. Hal
ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada
pelaku yang mencurigai adanya kegiatan Polisi
Kehutanan di kawasan tersebut.
Wilayah Administrasi. Berada cukup jauh
dari tempat penyergapan dan pada lokasi yang
aman. Wilayah Administrasi digunakan untuk
melakukan persiapan akhir sebelum melakukan
peyergapan dan tempat untuk kembali setelah
penyergapan usai.
Rute kembali. Perlu ditentukan rute kembali
dari lokasi penyergapan. Ini bisa dilakukan dengan
kembali ke Wilayah Administrasi, atau bisa
dijadikan rute untuk memindahkan setiap tahanan
keluar dari hutan.
Misi. Dibawah ini adalah beberapa contoh
PENYERGAPAN DAN TITIK PEMERIKSAAN KENDARAAN
146 |B a g i a n |7| PENGANGKUTAN PEREDARAN HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL
misi penyergapan:
a. Menangkap pelaku tindak pidana kehutanan di
sepanjang rute kawasan hutan alau .
b. Menangkap Mr. X pada saat mengangkut kayu,
atau
c. Merebul dan menyita setiap kendaraan yang
membawa barang-barang ilegal.
Pelaksanaan. Sebagaimana pada Bagian 5,
Prosedur Pelaksanaan Patroli, Administrasi dan
logistik. Sebagaimana pada Bagian 5, Prosedur
Pelaksanaan Palroli,
2. Simulasi
Jika waktunya memungkinkan, simulasi
dapat dilakukan di lempat yang aman. Hal-hal
yang perlu disimulasikan adalah sebagai berikut:
• Penguasan tugas sesuai langgung jawab masing-
masing;
• Posisi Bantuan Penyerbuan;
• Komunikasi;
• Cara keluar udari tempat persembunyian untuk
melakukan penyergapan;
• Metode penggeledahan dan pengamanannya;
• Perampasan atau penyitaan barang bukti
• Penanganan barang bukti; dan
• Mekanisme kembali ke wilayah administrasi

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 147
• Bergerak Ke Tempat Penyergapan
Rombongan utama bergerak ke titik
pertemuan (RV). Patroli bergerak ke titik RV yang
telah ditetapkan berlokasi di titik aman tempal
penyergapan atau di wilayah Adminislrasi. Wakil
Ketua tim Patroli akan melakukan tugas-tugas
administrasi akhir sementara Ketua tim Patroli
melakukan pengintaian.
Pengintai Bergerak Maju. Pihak pengintai
yang terdiri dari Ketua lim Patroli dan scout
bergerak maju. Ketua tim Patroli melakukan
pengintaian visual terhadap tempat penyergapan.
Tidak salupun anggota patroli yang boleh
melewati zona penangkapan. Mereka harus letap
diam, tidak berada dalam jalan setapak, dan tetap
tersembunyi jika ada gerakan di sepanjang jalan.
Pengintaian Akhir. Pengintaian dilakukan
tertulup. Di lokasi, biasanya yang menjadi penunjuk
jalan adalah Pengintai (scout,) ia ditempatkan
sedemikian rupa sebagai penjaga keamanan.
Satu-satunya orang yang boleh bergerak di segala
penjuru lokasi penyergapan adalah Ketua Tim
Patroli. Paragraf berikut adalah hal-hal yang
perlu dikenali oleh Ketua Tim Palroli selama
melaksanakan pengintaian.
Zona penangkapan dan posisi Penyergapan.
Faktor terpenting dalam melakukan penyergapan
adalah menentukan zona penangkapan yang
tepat. Zona penangkapan harus cukup luas supaya
PENYERGAPAN DAN TITIK PEMERIKSAAN KENDARAAN
148 |B a g i a n |7| PENGANGKUTAN PEREDARAN HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL
pelaku tindak pidana kehutanan dapat ditangkap
dalam wilayah yang telah ditentukan pada waktu
pelaksanaan penyergapan. Zona penangkapan
harus dapat dicakup oleh seluruh personel yang
terlibat dalam penyergapan dan khususnya oleh
kelompok penangkap. Penentuan posisi kelompok
penangkap harus disesuaikan dengan zona
penangkapan. Pertimbangan pokoknya adalah:
a. Kekuatan pelaku tindak pidana kehutanan:
• Perkiraan jumlah pelaku tindak pidana
kehutanan;
• Perkiraan jarak, posisi pada saat berjalan;
• Sarana transportasi yang digunakan oleh
pelaku
b. Topografi:
• Apakah’ daerah tersebut dapat
memperlambat pergerakan pelaku tindak
pidana kehutanan?
• Apakah daerah tersebut bisa membuat
pelaku tindak pidana kehutanan menjadi
saling berdekatan?
• Apakah rute melarikan diri atau tempat
penghadangan dibatasi oleh rintangan atau
tim perlu membuat rintangan buatan?
• Apakah sisi aman zona penangkapan bisa
mengelabui pelaku tindak pidana kehutanan,
serta dapat dijadikan tempat persembunyian
yang aman untuk Polisi Kehutanan?

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 149
c. Posisi masing-masing kelompok pelaku tindak
pidana kehutanan.
d. Lokasi penggeledahan tempat pelaku tindak
pidana kehutanan.
e. Rute ke dan dari Titik Pertemuan (RV) sudah
ditentukan.
f. Area Administrasi sudah ditentukan
g. Rute-rute kembali sudah ditentukan.
h. Penempatan sarana penyergapan:
• Bantuan penerangan. Ini termasuk lokasi dan
sudut penerangan penyergapan. Calat bahwa
penerangan penyergapan harus mencakup
zona penangkapan, namun hendaknya
ditempatkan sedemikian rupa supaya
tidak menerangi anggota patroli di tempat
penyergapan. Kabel lampu hendaknya
sampai ke kelompok penyerbu sehingga
Ketua Tim dapat memulai penyergapan
dengan menyalakan cahaya;
• Senjata individu. Posisi arah laras senjata
pada saal penyergapan ditetapkan. Senjala
seperti semprolan merica yang tidak
mematikan, harus digunakan oleh kelompok
penangkap;
• Rintangan. Lokasi untuk menempatkan
rintangan, semisal pohon tumbang untuk
membuat para pelaku tindak pidana
kehutanan berdekatan atau rantai berpaku
PENYERGAPAN DAN TITIK PEMERIKSAAN KENDARAAN
150 |B a g i a n |7| PENGANGKUTAN PEREDARAN HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL
yang akan menghancurkan ban;
• Posisi penjaga keamanan. Lokasi para
penjaga keamanan selama penentuan
penyergapan hendaknya berada di sisi paling
pinggir dan memungkinan untuk bergerak
masuk ketika penyergapan dilakukan
• Kelompok Penghadang. Kelompok
Penghadang diperlukan unluk menguasai
rute-rute melarikan diri.
• Perlindungan belakang dan sisi. Ditentukan
untuk mendapatkan perlindungan belakang
dan sisi serta peringatan dini kelika
penyergapan dilakukan.
3. Perintah Akhir Di Titik Pertemua/RV
Setelah Ketua tim Patroli melakukan pengintaian
akhir, Ketua Tim kembali ke titik RV berserta
seluruh anggota dan menyelesaikan rencanannya
dengan memasukkan segala perubahan serta
mengeluarkan perintah akhir kepada tim patroli.
Perintah yang harus dijelaskan mencakup hal-hal
berikut:
a. Penjelasan Wilayah Penyergapan dan Zona
Penangkapan;
b. Lokasi para kelompok; dan
c. Variasi tugas yang dilatihkan.
B. Penguasaan

Urutan Penguasaan, Perintah Bergerak ke tempat


PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 151
Penyergapan. Tim patroli akan bergerak maju dari wilayah
administrasi ke tempat penyergapan dan akan berhenti di
bagian lokasl aman. Lokasi ini sebagai tempat Ketua Tim
Patroli menggerakkan setiap kelompok dan menempatkan
mereka di lokasi masing-masing. Urutan anggota menuju
tempat penyergapan adalah sebagai berikut:
a. Penjaga keamanan;
b. Ketua Tim;
c. Kelompok Penangkap/Penggeledah;
d. Keamanan belakang;
e. Lainnya.
Penjaga Keamanan/ peringatan dini. Ketua Tim patroli
akan menggerak an e10 ke posisi mereka terlebih dahulu.
Pertama, ia akan menempatkan kelompok pe ga a- di arah
pergerakan para pelaku tindak pidana kehutanan. Kemudian
menempa an pengaman pada sisi yang lain. Tugas kelompok
ini adalah mencari pelaku tindak pi a kehutanan yang
mendekati tempat penyerbuan selama penguasaan dan
memben a Ketua Tim Patroli jika pelaku tindak pidana
kehutanan mendekat.

Pengamanan Be/akang. Ketua Tim Patroli kemudian


menempatkan pengamanan bagian belakang.

Kelompok Penghadang. Jika diperlukan Kelompok


Penghadang, Ketua Tim patroli akan menempatkan mereka
di posisi masing-masing.

PENYERGAPAN DAN TITIK PEMERIKSAAN KENDARAAN


152 |B a g i a n |7| PENGANGKUTAN PEREDARAN HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL
Kelompok Penangkap dan Pengge/edah. Kelompok-
kelompok penangkap dan penggeledah kemudian akan
digerakan ke lokasi masing masing.

Kelompok Penyerbu. Kelompok Penyerbu bergerak ke


lokasi yang telah ditentukan.

Pengawasan Lapangan. Sementara Ketua Tim Patroli


menempatkan setiap kelompok ke posisi masing-masing, ia
juga akan menugaskan setiap anggota untuk memantau dan
mengawasi lengkung tanggung jawabnya.

Alat Bantu Penyergapan. Setelah seluruh kelompok


berada pada posisi mereka masing-masing, mereka akan
menempatkan alat bantu penyergapan secara cepat dan
tanpa suara. Alat-alat bantu ini biasanya ditugaskan untuk
kelompok Penangkap dan Penggeledah serta Kelompok
Komando. Barang-barang ini disembunyikan dan
disamarkan. Jika karena alasan tertentu, seorang anggota
harus menyeberangi jalur atau tempat penyergapan, jejaknya
harus dihilangkan. Alat-alat bantu penyergapan antara lain:
a. Rintangan - pohon, batu, dsb;
b. Perangkap - kabel jebakan, perusak ban kendaraan,
(rantai berpaku), jaring dsb;
c. Cahaya - Lampu penyergap, suar penanda penyusupan,
dsb; dan
d. Tali komunikasi antar masing-masing kelompok.
Kamuflase posisi individu. Setelah alat bantu disusun
dan disamarkan, setiap anggota harus segera bersembunyi.
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 153
Penyergapan Siap di/aksanakan. Ketua Tim Patroli
memberitahukan kepada seluruh anggota bahwa
penyergapan sudah siap dengan diam-diam dan tetap
waspada akan pergerakan pelaku tindak pidana kehutanan.
C. Formasi Penyergapan
• Garis lurus. Formasi ini dilakukan ketika anggota
Polisi Kehutanan ditempatkan pada sebuah tempat
penyergapan sepanjang garis lurus untuk menyesuaikan
dengan zona penangkapan.
• Segi tiga. Formasi ini dilakukan ketika Polisi Kehutanan
ditempatkan di suatu sudut untuk mengawasi jalan
masuk dari berbagai arah.
• Duduk intai. -- Digunakan di jalur untuk penyergapan
dimana pelaksanaan penyergapan membutuhkan waktu
yang lama.
Area penyergapan. Dilakukan dengan mengerahkan
tim patroli dalam jumlah yang lebih banyak di suatu wilayah
yang lebih luas dengan tingkat kerawanan tindak pidana
kehutanan yang tinggi.
D. Penyergapan, Tangkap, Amankan Dan
Penggeledahan
1. Penyergapan
Metode palaksanaan penyergapan dengan cara
keluar menyergap dari tempat persembunyian adalah
tindakan dimulainya pelaksanaan penyergapan terhadap
target khusus dalam zona tangkap.

PENYERGAPAN DAN TITIK PEMERIKSAAN KENDARAAN


154 |B a g i a n |7| PENGANGKUTAN PEREDARAN HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL
Metode pelaksanaan dimulainya penyergapan perlu
dijelaskan kepada seluruh anggota agar tidak terjadi
kebingungan pada saat tiba waktunya untuk keluar
menyergap dari tempat persembunyian.Terdapat beberapa
cara untuk mengawali pelaksanaan suatu penyergapan.
Tindakan keluar dari tempat persembunyian harus
dilakukan langsung begitu diperintah oleh Ketua Tim
pada sa at pelaksanaan penyergapan. Cara keluar dari
persembunyian untuk menyergap hendaknya disesuaikan
dengan situasi dan tipe target. Berikut adalah beberapa
cari keluar dari tempat persembunyian:
1) Komando Verbal - Ketua Tim meneriakkan “Berhenti,
Petugas Polisi Kehutanan, berlutut. Letakan tangan
di kepala!” atau kalimat sejenisnya;
2) Kode Verbal - Ketua Tim meneriakan kata sandi
tertentu misalnya “Macan Kumbang” atau sandi
lain yang sudah diberitahukan sebelumnya kepada
anggota penyergapan bahwa itu artinya dimulainya
penyerbuan;
3) Suara yang bisa didengar - Ketua Tim meniup peluit
dua kali;
4) Komando Fisik - Ketua Tim dengan tegas menepuk
orang di sampingnya yang kemudian memberi
komando verbal atau menggunakan salah satu dari
metode dimulainya penyergapan;
5) Alat Bantu Visual - Pada saat malam hari, Ketua
Tim menyalakan lampu sebagai tanda dimulainya
penyergapan;

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 155
6) Api - Ketua tim menggunakan api sebagai tanda
dimulainya penyergapan; dan
7) Alat tidak mematikan - Ketua Tim menembakkan
alat pelumpuh yang tidak mematikan sebagai tanda
dimulainya penyergapan (cara ini hanya digunakan
terhadap pelaku kriminal bersenjata dan bahaya).
Ketua Tim menyiapkan dua metode dimulainya
pelaksanaan penyergapan, metode utama dan metode
alternatif. Metode alternatif adalah cara cadangan dan
selalu menggunakan komando verbal jika cara utama
gagal.
Contoh: Awalnya pelaksanaan dimulai dengan
“Iampu penyergap”. Namun lampu gaga menyala (karena
kabel yang basah). Maka Ketua Tim menggunakan
metode alternatif dengan meneriakan “Berhenti, Petugas
Polisi Kehutanan. Tiarap, tangan di kepala! untuk
mengawali penyergapan.
Pada saat target berada dalam zona penangkapan.
Ketua Tim akan memulai penyergapan. Akan tetapi, 4ika
Ketua Tim berpikir bahwa penyergapan terlalu berbahaya
atau target tidak tepat, dia tidak perlu memulainya.
Jika keberadaannya tidak diketahui. penyergapan bisa
ditunda untuk menunggu waktu yang tepat atau target
yang lebih aman.
Segera setelah Ketua Tim memulai pernyergapan,
para penyergap keluar dari persembunyian. Semua
tindakan dari permulaan sampai kembali ke Wilayah
Administrasi harus dikerjakan dengan cepat dan trampil

PENYERGAPAN DAN TITIK PEMERIKSAAN KENDARAAN


156 |B a g i a n |7| PENGANGKUTAN PEREDARAN HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL
karena ini adalah waktu yang paling berbahaya.
2. Tangkap Amankan Dan Geledah
Pada saat dimulainya penyergapan, pengamanan
sisi lokasi dilakukan dan kelompok penangkap bergerak
mengamankan tempat penyergapan secepat mungkin.
Kecepatan gerak akan menghilangkan kesempatan
pelaku tindak pidana kehutanan untuk melarikan diri
dari tempat penyergapan.
Ketika pelaku tindak pidana kehutanan dikepung
dalam zona tangkap dan perlindungan sisi berada pada
posisinya. Ketua tim patroli dapat memerintahkan agar
pelaku tindak pidana kehutanan untuk diborgol.
Menangkap - Polisi Kehutanan keluar bersama
dengan petugas pelindung dan mengamankan para
pelaku tindak pidana kehutanan dengan cara memborgol
dan memisahkan mereka.
Mengaman an dan Menggeledah - Sekeliling tempat
penyergapan diamana seperti pada Kamp Patroli. Dua
orang Polhut akan mengawasi para pelaku. semetara satu
Polhut lainnya melakukan penggeledahan menyeluruh.
Tahap akhir penyergapan adalah kembali ke RV.
Setelah segala tindakan terkait penggeledahan dan
pengamanan selesai dilakukan, urutan untuk kembali ke
RV adalah sebagai berikut:
a. Pelaku tetap terus diawasi;
b. Semua materi/peralatan yang digunakan untuk
penyergapan dikumpulkan dan dikemaskan;

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 157
c. Singkirkan semua perintang jalan atau sejenisnya
dan kembalikan tempat penyergapan seperti keadaan
semula; dan
d. Tentukan urutan berbaris untuk pelaku tindak pidana
kehutanan dan Tim Patroli saat bergerak kembali ke
RV.
Cara yang dianjurkan untuk memindahkan pelaku
tindak pidana kehutanan adalah sebagai berikut:
• Pisahkan masing-masing pelaku tindak pidana
kehutanan. Pastikan bahwa mereka dalam keadaan
diborgol.
• Borgol tiga pelaku sekaligus. tangan kiri dengan
tangan kiri dan tangan kanan dengan tangan kanan.
F. Pertimbangan Titik Lokasi Pemeriksaan Ken­
daraan

Polisi Kehutanan dapat melakukan penjagaan di


Titik Pemeriksaan Kendaraan (TPK) dan melakukan
pencegatan di jalan dalam Kawasan hutan. Harus diingat
bahwa tindakan-tindakan ini dilakukan untuk mengawasi
pergerakan masyarakat di dalam kawasan hutan. Oleh
karena itu, Polisi Kehutanan harus benar-benar paham
dengan-tugas dan tanggung jawab masing-masing serta
mengerti peraturan perundangan.

Gangguan yang timbul akibal pergerakan masyarakat


dalam kawasan hulan hendaknya dibuat seminimal
mungkin.

PENYERGAPAN DAN TITIK PEMERIKSAAN KENDARAAN


158 |B a g i a n |7| PENGANGKUTAN PEREDARAN HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL
TPK dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Terencana. Titik Pemeriksaan Kendaran terencana
biasanya dirancang untuk menjadi Pos Pemeriksaan
permanen atau semi-permanen. TPK yang terencana
biasanya bertempat pada pintu masuk kawasan hutan di
dekat pos jaga atau markas besar.
b. Langsung. Titik Pemeriksaan Kendaraan langsung
digunakan sebagai tempat pemeriksaan kendaraan
atau orang yang keluar masuk melewati bagian-bagian
tertentu kawasan hutan. Biasanya titik ini dibuat untuk
periode waktu singkat dan dimasukan dalam rencana
patroli.
Pembuatan dan penempalan lokasi TPK hendaknya
mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. PenyamaranlTPK tidak lerlihal pelaku lindak pidana
kehutanan,
b. Keamanan dari satwa/binatang buas serta pelaku tindak
pidana kehulanan,
c. Komunikasi lidak terganggu oleh frekwensi lain,
d. Konslruksi disesuaikan dengan kondisi alau tingkat
kerawanan
e. Tata Letak harus stralegis dengan kondisi kawasan hutan
f. Jumlah Petugas Polisi Kehulanan sesuai dengan kondisi
TPK yang akan dibangun
g. Fasililas yang ada sesuai kebutuhan dilapangan, dan

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 159
h. Faktor Kejutan bagi pelaku tindak pidana kehutanan.
Komposisi normal TPK Polisi Kehutanan adalah
sebagai berikut:
a. Tim Penghalang/tim Penjaga
b. Tim Penggeledah/Tim Pelindung
TPK dibuat agar pelaku tindak pidana kehulanan
baik yang menggunakan kendaraan maupun yang berjalan
kaki tidak dapat mendekat atau menghindari TPK tanpa
diketahui Tim TPK yang berjaga. Tikungan tajam,
turunan jalan atau tanjakan mendaki hendaknya dapal
digunakan untuk menyembunyikan lokasi TPK. Pada
Titik Pemeriksaan Kendaraan hendaknya dibuat barikade
di sisi jalan untuk memaksa kendaraan melambat dengan
membuat belokan/jalur zig-zag menyerupai huruf “S”. Jika
mungkin, dirikan landa berhenti di depan barikade.

Ketika sebuah kendaraan mendekati Titik Pemeriksaan


Kendaraan, kendaraan tersebut dihentikan dan kelompok
penghalang/penjaga melakukan pemeriksaan awal yang
dilindungi oleh kelompok penggeledah/perlindungan. Jika
penggeledahan akan dilakukan lebih teliti, maka kendaraan
digiring ke tempat penggeledahan kendaraan. Kemudian
dilakukan penggeledahan menyeluruh di bawah panduan
dan arahan Ketua Tim.
G. Penggeladahan Kendaraan

Penggeledahan kendaraan dilakukan di sisi jalan yang


dipilih selama pemeriksaan awal. Anggota tim yang terlibat

PENYERGAPAN DAN TITIK PEMERIKSAAN KENDARAAN


160 |B a g i a n |7| PENGANGKUTAN PEREDARAN HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL
dalam penggeledahan hendaknya bersikap:
a. Sopan, efisien, dan menyeluruh (perhatikan untuk tidak
merusak kendaraan atau membuat ketidaknyamanan
yang tidak perlu kepada anggota masyarakat);
b. Realistis dan tidak berlebihan ketika membongkar muat
kendaraan , dsb, dan
c. Cari sesuatu di tempat yang tidak biasa atau mencurigakan
Pada saat enggeledah kendaraan, hal-hal berikut harus
dilakukan:
a. Seluruh penumpang hendaknya diturunkan dari
kendaraan (termasuk Pengemudi).
b. Penggeledah hendaknya waspada terhadap:
1) Kegelisahan pengemudi ketika mereka diminta untuk
memperlihatkan SIM mereka,
2) Gerakan tiba-tiba yang dilakukan oleh penumpang
kendaraan,
3) Isyarat yang digunakan di antara penumpang, atau
4) Upaya mengulur-ulur waktu.
c. Penggeledah hendaknya memeriksa:
1) Surat-surat kendaraan,
2) Wilayah tempat kendaraan terdaftar,
3) Bagian luar kendaraan,
4) Bagasi,
5) Bagian mesin, dan
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 161
6) Tempat duduk.
d. Penggeledah hendaknya menanyai penumpang tentang:
1) Surat-surat kendaraan (misalnya: pemilik kendaraan),
2) Dari mana mereka datang,
3) Ke mana mereka akan pergi,
4) Alasan mereka ke sana, dan
5) Alasan mereka memilih rute ini.
e. Penggeledah hendaknya tidak mengurungkan niat untuk
menggeledah bagian dalam kendaraan hanya karena ada:
1) Anak-anak dan/atau bayi,
2) Binatang peliharaan,
3) Orang tua usia lanjut,
4) Orang yang berpenampilan menarik, atau
5) Orang kaya dan/atau yang berpangkatlberkedudukan
tinggi dalam kendaraan tersebut.
H. Penggeledahan Penumpang

Jika dirasakan perlu menggeledah tubuh penurnpang,


dilakukan penggeledahan tubuh secara cepat yang bertujuan
untuk:
a. Melacak senjata atau barang lain yang mungkin digunakan
untuk melawan anggota tim, dan
b. Menemukan barang bukti yang dapat dihancurkan atau
dibuang oleh orang tersebut.

PENYERGAPAN DAN TITIK PEMERIKSAAN KENDARAAN


162 |B a g i a n |7| PENGANGKUTAN PEREDARAN HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL
Hendaknya penggeledahan dilakukan oleh 2 (Dua)
anggota tim, satu bertindak sebagai pelindung. Penggeledah
tidak boleh sekali-kali menghalangi batas pandang dari
pengawasan pelindung. Orang yang digeledah hendaknya
bersandar di dinding atau kendaraan atau objek kokoh
lainnya, dengan kaki direnggangkan dan tangan bertumpu
di objek-objek kokoh tersebut. Pada saat menggeledah,
penggeledah hendaknya memastikan bahwa tidak ada
barang apapun yang ada dalam genggaman orang tersebut,
kemudian meneruskan menggeledah pakaian dengan
cara meraba Uangan menepuk-nepuk). Perhatian khusus
hendaknya diberikan pada bagian lipatan dan lekukan.

Perempuan dan anak-anak di bawah umur 12 tahun


harus digeledah, oleh seorang perempuan. Jika tidak ada
perempuan untuk melakukan penggeledahan, penggeledah
laki-Iaki boleh menggeledah perempuan atau anak-anak
dengan menghadirkan saksi-saksi pada penggeledahan ini.
(Rekaman video bisa membantu)

Setiap saat, anggota tim TPK harus mentaati aturan


penggeledahan dan tetap sopan dalam berurusan dengan
masyarakat yang berjalan kaki atau yang menggunakan
kendaraan.
I. Alat Bantu Titik Pemeriksaan Kendaraan

Tempat pemeriksaan kendaraan hendaknya


direncanakan secara menyeluruh; pospos ini hendaknya
ada dalam rencana patroli Kawasan hutan. Karenanya,
beberapa hal harus diperhatikan sebelum menempati

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 163
tempat pemeriksaan kendaraan. Berikut adalah persyaratan
pembuatan tempat pemeriksaan kendaraan.

Peralatan - untuk membangun rintangan mengunakan


peralatan:
a. Kapak,
b. Skop,
c. Linggis,
d. Palu, dan
e. Gergaji tangan,
Bahan yang diperlukan:
a. Kantong pasir,
b. Kawat atau tali, dan
c. Paku.
Peralatan lain:
a. Senter dan lampu sorot
b. Perlengakapan pribadi tim TPK,
c. Tenda/tempat berteduh
d. Kawat berduri.
Papan tanda yang digunakan :
a. Tanda berhenti, dan
b. Papan Peringatan Tempat Pemeriksaan Kendaraan

PENYERGAPAN DAN TITIK PEMERIKSAAN KENDARAAN


164 |B a g i a n |7| PENGANGKUTAN PEREDARAN HASIL HUTAN TUMBUHAN
SATWA LIAR ILLEGAL
BAGIAN
8
PENERAPAN PASAL TINDAK
PIDANA KEHUTANAN

A.
Penerapan Pasal Tindak Pidana Kehutanan
dalam KUHAP

Seseorang tersangka di dalam pengadilan. Oleh karena


itu untuk membuktikan seseorang bersalah diperlukan alat
bukti yang sah yang berupa: keterangan saksi. keterangan
ahli. surat. petunjuk dan keterangan tersangka. Penanganan
perkara tindak pidana kehutanan berawal dari tertangkap
tangan atau diluar hal tertangkap tangan.
1. Dalam Hal Tertangkap Tangan
a. Terhadap Pelaku
Terhadap pelaku tipihut dalam hal tertangkap tangan
Polhut wajib menangkap tersangka untuk diserahkan
kepada yang PPNS Kehutanan atau Penyidik Polri
sekalipun tanpa dilengkapi surat perintah. Hal ini
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 18 ayat 2. Pasa1
ayat 111 (1) UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP
dan Pasal51 ayat (2) huruf e UU No.41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan.
b. Terhadap Barang Bukti
Dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP barang bukti yang
dapat disita adalah:
1) Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang
seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak
pidana atau sebagai hasil dan tindak pjdana;
2) Benda yang telah dipergunakan secara langsung
untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya;
3) Benda yang dipergunakan untuk menghatanghalangi
penyidikan tjndak pidana;
4) Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan
melakukan tindak pidana;
5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung
dengan tindak pidana yang dilakukan.
Berdasarkan Pasal 51 ayat 2 huruf d UU No.41
Tahun 1999 Polhut dalam hal tertangkap tangan
wajib mengamankan barang buktj yang terkait tipihut
dengan Berjta Acara untuk segera diserahkan kepada
Penyidik (PPNS Kehutanan atau Penyidik POLRI)
dilengkapi dengan Berita Acara Penyerahan Barang

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


166 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
Bukti untuk selanjutnya ditakukan penyitaan oleh
Penyidik.
c. Prosedur Penangkapan
1) Apabila Polhut berhasjt memberhentikan dan
memeriksa satu orang atau lebih yang dicurigai
metakukan tindak poidana kehutanan, dan
ternyata kecurigaannya.
2) Tangkap pelakunya, meminta bantuan apabila
memerlukannya.
3) Dalam hal tertangkap tangan Palhut mempunyai
kewenangan melakukan penangkapan yang
selanjutnya diserahkan kepada penyidik.
4) Amankan barang bukti dan TKP.
5) Buat Laparan Kejadian, yang dilampiri sket lakasi
terjadinya kasus pelanggaran dan ditandatangani
oleh PPNS.
6) Hubungi pas penjagaan untuk mempersiapkan
sarana dan prasarana yang berhubungan dengan
penyelidikan.
7) Lakukan penyidikan sesuai dengan prosedur yang
berlaku (aleh PPNS).
8) Buat laparan kepada Pimpinan.
2. Diluar Hal Tertangkap Tangan
Dalam hal di luar tertangkap tangan POLHUT
tidak memiliki kewenangan untuk melakukan
penangkapan namun datam membantu pengamanan

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 167
saat pelaksanaan penangkapan Palhut dapat
dilibatkan.
B. Penerapan Pasal Tindak Pidana Kehutanan (UU
No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)
1. Terhadap pelaku perusakan prasarana dan sarana
perlindungan hutan.
a. Pasal yang dilanggar
Nomor 41 Tahun 1999 jo Pasal 50 huruf a UU No 41
Tahun 1999 “yaitu” Setiap orang dilarang mengerjakan
dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan
hutan secara tidak sah” diancam dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).
b. Unsur-unsur pasal tindak pidana kehutanan ini
adalah:
1) Barang siapa: Setiap orang atau korporasi
2) Dengan sengaja: Di laukan dengan sadar bahwa
areal yang dikerjakan adalah kawasan hutan
Direncanakan. untuk memperole keuntungan
Dilakukan berulang kali;
3) Mengerjakan kawasan utan.”Mengolah “ tanah
dalam kawasan hutan untuk kegiatan penambangan
pasir. batu bara dan lain-lain;
2. Secara tidak sah. Tidak memiliki ijin dan Menteri
Kehutanan.

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


168 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
a. Pasal yang dilanggar :
Barang siapa dengan sengaJa melanggar Pasal 78
ayat (1) UU omor 41 Tahun 1999 Jo Pasal 50 ayat
(2) UU Nomor 41 Tahun 1999 yaitu : Setiap orang
yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan,
izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta
izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu,
dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan
kerusakan hutan” diancam pidana penjara paling lama
10 tahun dan denda paling banyak 5 milyar rupiah.
b. Unsur-unsur pasal tindak pidana kehutanan ini
adalah:
1) Barang siapa: Perusahaan Pemegang Ijin IUPHHK
2) Dengan sengaja: Dilakukan secara sadar. Dilakukan
berulangkali, Untuk memperoleh keuntungan,
Tidak sesuai dengan rencana yang telah disahkan.
3) Melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan
hutan: Menebang pohon di luar areal IUPHHK
yang diberikan. Menebang pohon di luar blok
tebangan di dalam areal IUPHHK nya, Membuka
areal hutan diluar sistem silvikultur yang diijinkan.
3. Terhadap pelaku Kegiatan Penambangan Tanpa Izin Di
Dalam Kawasan Hutan
a. Pasal yang dilanggar
Barang siapa dengan sengaja Pasal 78 ayat (2) UU
Nomor 41 Tahun 1999 10 Pasal 50 ay;n (3) huruf

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 169
a UU Nomor 41 Tahun 1999 yaitu “Setiap dilarang
Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau
menduduki kawasan hutan secara tidak sah” dengan
ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan
denda paling banyak 5 milyar rupiah.
b. Unsur-unsur pasal tindak pidana kehutanan ini adalah:
1) Barang siapa : Setiap orang atau korporasi
2) Dengan sengaja: Dilakukan dengan sadar bahwa
areal yang dikerjakan adalah kawasan hutan
Direncanakan, Untuk memperoleh keuntungan
Dilakukan berulang kali;
3) Mengerjakan kawasan hutan. Mengolah tanah
dalam kawasan hutan untuk kegiatan penambangan
pasir, batu bara dan lain-lain;
4) Secara tidak sah. Tidak memiliki ijin dati Menteri
Kehutanan.
4. Terhadap Pelaku perambahan hutan
a. Pasal yang dilanggar
Sarang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 78
ayat (2) UU Omor 41 Tahun 1999 10 Pasal 50
ayat (3) huruf b UU Nomor 41 Tahun 1999 yaitu
‘Setiap orang dilarang merambah kawasan hutan”
diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan
denda paling banyak 5 miliyar rupiah.
b Unsur-unsur pasal tindak pidana kehutanan ini
adalah :

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


170 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
1) Barang siapa: Setiap orang
2) Dengan sengaja: Dilakukan dengan sadar,
Untuk memperoleh keuntungan, Areal yang
dirambah terus meluas, dan lain-lain;
3) Merambah kawasan hutan. Melakukan kegiatan
pembukaan kawasan hutan dengan cara
menebang, menebas, membakar dan menanami
dengan tanaman bukan jenis hutan tanpa
mendapat ijin dari pejabat yang berwenang.
5. Terhadap Pelaku penebangan pohon di Tepi Sungai
dalam kawasan hutan
a. Pasal yang dilanggar
Barang siapa dengan sengaja melanggar. Pasal 78
ayat(2) UU Nomor 41 Tahun 1999 Jo Pasal50 ayat
(3) huruf c UU Nomor 41 Tahun 1999 yaitu setiap
orang dilarang Melakukan penebangan pohon
dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak
sampai dengan:
- 500 m dad kiri kanan tepi sungai
- 200 m dari tepi mata air dan kiri kanan sungai
di daerah rawa
- 100 m dari kiri kanan tepi sungai
- 50 m dari kiri kanan tepi anak sungai;
- 2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang
- 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang
terendah dari tepi pantai

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 171
- diancaman pidana penjara paling lama 10 tahun
dan denda paling banyak 5 miliyar rupiah
b. Unsur-unsur pasaltindak pidana kehutanan
1) Barang siapa: Setiap orang
2) Dengan sengaja : Dilakukan dengan sadar,
dilakukan berulangkali, untuk kepentingan
ekonomi dan lainnya.
3) Melakukan penebangan pohon ditepi sungai
4) Di dalam kawasan hutan: Kawasan hutan yang
telah di tunjuk, ditata batas atau ditetapkan.
6. Terhadap Pelaku membakar hutan
a. Pasal yang dilanggar
Barang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 78
ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 Jo Pasal
50 ayat (3) huruf d UU Nomor 41 Tahun 1999
yaitu setiap orang dilarang Membakar hutan
diancam pidana pidana penjara paling lama 15
tahun dan denda paling banyak 5 milyar rupiah.
b. Unsur-unsur pasal tindak pidana kehutanan
1) Barang siapa : setiap orang
2) Dengan dengan sengaja dilakukan dengan
sadar, untuk kepentingan ekonomi dan lain
lain.
3) Membakar hutan: melakukan pembakaran hutan
7. Terhadap Pelaku penebangan liar

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


172 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
a. Pasal yang dilanggar
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan
Pasal 78 ayat (5) UU Nomor 41 Tahun 1999 Jo
Pasal 50 ayat (3) huruf e UU Nomor 41 Tahun
1999 yaitu -Menebang pohon atau memanen
atau memungut hasil hutan di dalam hutan
tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang
berwenang- termasuk didalamnya:
1) pemegang izin melakukan pcmanfaatan hutan
di luar areal yang yang diberikan izin.
2) pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan
melebihi target volume yang diizinkan.
3)
pemegang izin melakukan penangkapan,
pengum­pulan flora fauna meteblhi target/quota
yang telah ditetapkan;
4) pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan
dalam radius dari lokasi tertentu yang dilarang
undang-undang, di ancam pidana penjara
paling lama 10 tahun dan denda paling banyak
5 milyar rupiah.
b. Unsur·unsur pasal tindak pidana kehutanan
1) Barang siapa : setiap orang, kelompok, korporasi
2) Dengan sengaja : Dilakukan dengan sadar,
dilakukan berulang kali, untuk kepentingan
ekonomi dan lainnya.
3) Menebang pohon tanpa izin: Menebang pohon
tidak dilengkapi ijin yang sah.

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 173
8. Terhadap pelaku kepemilikan hasil hutan yang diperoleh
secara tidak sah
a. Pasal yang dilanggar
Sarang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 78
ayat (5) UU Nomor 41 Tahun 1999 Jo Pasal 50 ayat
(3) huruf f UU Nomor 41 Tahun 1999 yaitu Setiap
orang dilarang “Menerima, membeli atau menjual,
menerima tukar, menerima titipan, menyimpan,
atau memiliki hasil hutan yang dl etahui atau patut
diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau
dipungut secara tidak sah- di ancam pidana penjara
paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 5
milyar rupiah
b. Unsur-unsur pasal tindak pidana kehutanan
1) Barang siapa: setiap orang, kelompok maupun
korporasi
1) Dengan sengaja: Dilakukan dengan sadar, ada
rencana, dilakukan berulang kali
3) Memiliki hasil hutan yang diduga berasal dari
kawasan hutan secara tidak sah.
9. Terhadap Pelaku penyelidikan umum bahan tambang
tanpa ijin
a. Pasal yang dilanggar
Barang siapa yang dengan sengaja melanggar
ketentuan Pasal 78 ayat (6) UU Nomor 41 Tahun
1999 Jo Pasal 50 ayat (3) huruf g UU Nomor 41
Tahun 1999 yaitu : setiap orang dilarang “ Melakukan

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


174 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau
eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan,
tanpa ijin Menteri” diancam pidana penjara paling
lama 10 tahun dan denda paling banyak 5 milyar
rupiah.
b. Unsur-unsur pasal tindak pidana keh
1) Barang siapa : Setiap orang atau korporasi
2) Dengan sengaja: Dilakukan dengan sadar, untuk
mendapatkan keuntungan, dialkukan berulang
kali.
3) Melakukan kegiatan penyelidikan umum di Dalam
kawasan hutan:
“Melakukan kegiatin penyelidikan umum atau
geofisika di daratan, perairan dan dari udara,
dengan maksud membuat peta geologi umum atau
menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian di
dalam kawasan hutan.
4) Tanpa izin Menteri: Belum atau tidak memiliki ijin
dari Menteri Kehutanan
10. Tanpa izin Menteri: Belum atau tidak memiliki ijin dari
Memeri Kehutanan
a. Pasal yang dilanggar
Sarang siapa yang dengan sengaja melanggar Pasal
78 ayat (7) UU Nomor 41 Tahun 1999 Jo Pasal 50
ayat (3) huruf h UU Nomor 41 Tahun 1999 yaitu
setiap orang dilarang “Mengangkut, menguasai atau
memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 175
sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan”
termasuk didalamnya :
- Asal usul hasil hutan dan tempat tujuan
pengangkutan tidak sesuai dengan yang tercantum
dalam surat keterangan sahnya hasil hutan;
- Apabila keadaan ftsik, baik jenis, jumlah maupun
volume hasil hutan yang diangkut, dikuasai atau
dimiliki sebagian atau seluruhnya tidak sama
dengan isi yang tercantum dalam surat keterangan
sahnya hasil hutan;
- Pada waktu dan tempat yang sama tidak disertai
dan dilengkapi surat-surat yang sah sebagai bukti :
- Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan masa
berlakunya telah habis’
- hasil hutan tidak mempunyai tanda sahnya hasil
hutan.
Diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan
denda paling banyak 10 milyar rupiah.
b. Unsur-unsur pasal tindak pidana kehutanan
1) Barang siapa: Setiap orang atau korporasi
2 Dengan sengaja: Dilakukan dengan sadar
DiLakukan berulang kali, dilakukan untuk
kepentingan ekonomi dan lain-Lain.
3) Pasal yang dilanggar: Mengangkut hasil hutan
yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan
sahnya hasil hutan

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


176 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
11. Terhadap Pelaku penggembalaan ternak
a. Pasal yang dilanggar
Barang siapa yang dengan sengaja melanggar Pasal 78
ayat (8) UU Nomor 41 Tahun 1999 Jo Pasal50ayat(3)
hurufi UU Nornor41 Tahun 1999 yaitu setiap orang
dilarang “Menggembalakan ternak di dalam kawasan
hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud
tersebut oleh pejabat yang berwenang- diancam
pidana penjara paling lama 3 bulan dan denda paling
banyak 10 juta rupiah.
b. Unsur-unsur pasal tindak pidana kehutanan
1) Barang siapa: setiap orang
2) Dengan sengaja: Dilakukan dengan sengaja untuk
kepentingan ekonomi dan lainnya.
3) Pasal yang dilanggar: Mengembalakan ternak tidak
di areal hutan yang sudah ditunjuk.
12.
Terhadap PeLaku yang membawa alat bera didalam
kawasan hutan tanpa ijin
a. Pasal yang dilanggar
Barang siapa yang dengan sengaja melanggar Pasal 78
ayat (9) UU Nomor 41 Tahun 1999 Jo Pasal 50 ayat
(3) huruf j UU Nomor 41 Tahun 1999 yaitu setiap
orang dilarang “Membawa alat-alat berat dan atau
alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan
digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam
kawasan hutan, tanpa izin yang berwenang” diancam
pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 177
banyak 5 milyar rupiah. Sesuai pada:
b. Unsur-unsur pasal tindak pidana kehutanan
1) Barang siapa: Setiap orang atau korporasi
2) Dengan sengaja: Dengan sengaja, dilakukan
berulang kali, Untuk kepentingan ekonomi,
3) Mebawa alat berat tanpa izin;
4) Didalam kawasan hutan: Kawasan hutan sudah di
tata batas, di kukuhkan. sudah ada jalur dan tanda-
tanda batas hutan ang jelas.
13. Terhadap pelaku yang membawa peralatan penebangan
tanpa izin
a. Pasal yang dilanggar .
Barang siapa yang dengan sengaja melanggar Pasal
78 ayat (10) UU Nomor 41 T tahun 1999 Jo Pasal
50 ayat (3) huruf k UU Nomor 41 Tahun 1999 yaitu
Setiap orang dilarang “Membawa alat-alat yang
lazim digunakan untuk menebang memotong atau
membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin
yang berwenang’ diacam pidana penjara paling lama 3
tahun dan denda paling banyak 1 milyar rupiah.
b. Unsur-unsur pasal tindak pidana kehutanan
1) Barang siapa: Setiap orang, korporasi.
2) Dengan sengaja: Dilakukan dengan sadar, dilakukan
berulang kali, untuk kepentingan ekonomi da
lainnya.
3) Mebawa alat-alat yang lazim digunakan untuk
PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA
178 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
menebang tanpa izin;
4) Didalam kawasan hutan: Kawasan hutan sudah di
tata batas, di kukuhkan, sudah ada jalur dan tanda-
tanda batas hutan yang jelas.
14.
Terhadap pelaku yang membuang benda yang
menyebabkan kebakaran atau rusakan hutan
a. Pasal yang dilanggar
Barang siapa yang dengan sengaja melanggar PasaL
78 ayat ( 11) UU Nomor 41 Tahun 1999 Jo PasaL
50 ayat (3) huruf LUU Nomor 41 Tahun 1999 yaitu
setiap orang dilarang “Membuang benda-benda yang
dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta
membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi
hutan ke dalam kawasan hutan, diancam pidana
penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak
1 milyar rupiah.
b. Unsur pasal tindak pidana kehutanan
1) Barang siapa: setiap orang
2) Dengan sengaja: dilakukan dengan sadar, dilakukan
berulang kali
3) Membuang benda yang dapat menyebabkan
kebakaran hutan: punting rokok, korek api dan
lainnya.
4) Didalam kawasan hutan: Kawasan hutan sudah di
tata batas, di kukuhkan, sudah ada jalur dan tanda-
tanda batas hutan yang jelas.

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 179
15.Terhadap Pelaku yang mengeluarkan satwa tidak
dilindungi dari kawasan hutan tanpa izin
a. Pasal yang dilanggar
Dilarang siapa yang dengan sengaja melanggar Pasal
78 ayat (12) UU Nomor 41 Tahun 1999 Jo PasaI 50
ayat (3) huruf m UU Nomor 41 Tahun 1999 yaitu
setiap orang dilarang “ Mengeluarkan, membawa,
dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa
yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal
dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang
berwenang” diancam pidana penjara paling lama 1
tahun dan denda paling banyak 50 juta rupiah. Sesuai
dengan :
1) Barang siapa : Setiap orang atau korporasi
2) Dengan sengaja: Dilakukan dengan sadar, dilakukan
berulang kali, dilakukan untuk kepentingan
ekonomi dan lainnya.
3) Membawa satwa liar tidak dilindungi yang berasal
dari kawasan hutan:
4) tanpa izin: Surat dari Kementerian Kehutanan.
C. Penerapan Pasal Tindak Pidana Kehutanan (UU
No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya)
1. Terhadap pelaku kegiatan yang menyebabkan perubahan
keutuhan suaka alam
a. Pasal yang dilanggar

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


180 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran
terhadap Pasal 40 ayat (1) UU No.5 Tahun 1990 Jo
Pasal 19 ayat (1) UU Nomor. 5 Tahun 1990 yaitu
‘Melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan
perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka
alam” dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah). Maksud dari
perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam
adalah mengurangi, menghilangkan tungsi dan luas
suaka alam, serta menambah jenis tumbuhan dan
satwa lain yang tidak asli.
b. Unsur pasal tindak pidana kehutanan
1) Barang siapa: setia orang;
2) Dengan sengaja: dilakukan dengan sadar, dilakukan
berulang kali, dilakukan untuk kepentingan ekonomi
dan lainnya;
3) Melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan
terhadap keutuhan kawasan suaka alam;
2. Terhadap pelaku yang mengangkut tumbuhan yang
dilindungi dalam keadaan hidup.
a. Pasal yang dilanggar
Barang siapa dengan sengaja melakukan
petanggaran terhadap Pasal 40 ayat (2) UU
No.5 Tahun 1990 Jo Pasal 21 ayat (1) huruf a
UU Nomor 5 Tahun 1990 yaitu “Mengambil,
menebang, memiliki, merusak, memusnahkan,
memelihara, mengangkut, dan memperniagakan
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 181
tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya
dalam keadaan hidup atau mati” dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
b. Unsur pasal yang dilanggar secara umum sama
dengan unsur pasal tersebut di atas.
3. Terhadap pelaku yang mengeluarkan tumbuhan yang
dilindungi dalam keadaan hidup dari suatu tempat
ketempat lain di Indonesia
a. Pasal yang dilanggar
Barang siapa dengan sengaja, melakukan
pelanggaran terhadap Pasal 40 ayat (2) Tahun
UU No. 5 tahun 1990 jo Pasal 21 ayat (l) huruf
b UU Nomor 5 Tahun 1990 yaitu “Mengeluarkan
tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya
dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat
di Indonesia ketempat lain di dalam atau di Luar
Indonesia” dipidana dengan pidana penjara paling
Lama 5 (Lima) tahun dan denda paling banyak
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b. Unsur pasal yang dilanggar secara umum sama
dengan unsur pasal tersebut di atas.
4. Terhadap peLaku yang memelihara satwa dilindungi
dalam keadaan hidup.
a. Pasal yang dilanggar
Barang siapa dengan sengaja melakukan

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


182 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
pelanggaran terhadap Pasal 40 ayat (2) UU No.5
Tahun 1990 Jo PasaL 21 ayat (2) huruf a UU
Nomor S Tahun 1990 yaitu “Menangkap, melukai,
membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut, dan memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan hidup” dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
b. Unsur pasal yang dilanggar secara umum sama
dengan unsure pasal tersebut di atas.
5. Terhadap pelaku yang memperniagakan satwa yang
dilindungi daLam keadaan mati.
a. Pasal yang dilanggar
Barang siapa dengan sengaja melakukan
pelanggaran terhadap Pasal 40 ayat (2) UU
NO.5 Tahun 1990 Jo PasaL 21 ayat (2) huruf b
UU Nomor 5 Tahun 1990 yaitu “Menyimpan,
memiliki, memelihara, mengangkut, dan
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam
keadaan mat ( dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (Lima) tahun dan denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b. Unsur pasal yang dilanggar secara umum sarna
dengan unsure pasaL tersebut di atas.
6. Terhadap pelaku yang mengeluarkan satwa yang
diLindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat
lain di Luar Indonesia

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 183
a. Pasal yang diLanggar
Barang siapa dengan sengaja melakukan
pelanggaran terhadap Pasal40 ayat (2) UU No.5
Tahun 1990 Jo PasaL 21 ayat (2) huruf c UU
Nomor 5 Tahun 1990 yaitu “Mengeluarkan satwa
yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia
ke tempat lain di daLam atau di luar Indonesia”
dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b. Unsur pasal yang dilanggar secara umum sama
dengan unsure pasaL tersebut di atas.
7. Terhadap pelaku yang menyimpan bagian bagian
satwa yang dilindungi
D. Keterkaitan Tindak Pidana Kehutanan Dengan
Tindak Pidana Korupsi Dan Pencucian Uang
1. Tindak Pi dana Korupsi
1.1.Pengertian
a. Menurut Juniadi Suwartojo (1997) menyatakan bahwa
korupsi ialah tingkah laku atau tindakanseseorang atau
lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku dengan
menggunakan dan/atau menyalahgunakan kekuasaan
atau kesempatan melalui proses pengadaan, penetapan
pungutan penerimaan atau pemberian fasilitas atau
jasa lainnya yang dilakukan pada kegiatanpenerimaan
dan!atau pengeLuaran uang atau kekayaan, penyimpanan
uang atau kekayaan serta dalam perizinan dan/atau

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


184 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
jasa tainnya dengan tujuan keuntungan pribadi atau
golongannya sehingga lang sung atau tidak langsung
merugikan kepentingan dan/atau keuangan negara/
masyarakat.
b. Lebih lanjut Brooks memberikan pengertian korupsi
yaitu: “Dengan sengaja melakukan kesalahan atau
melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban,atau
tanpa hak menggunakan kekuasaan, dengan tujuan
memperoleh keuntungan yang sedikit banyak bersifat
pribadi”
c. Tindak Pidana Korupsi secara gamlang telah dijelaskan
13 buah pasal dalam UU No.31/1999 jo UU No.
20/2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut korupsi
dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana
korupsi (dimasukan perbuatan korupsi), yaitu:
1) Berdasarkan Pasal 2 UU no. 31 Tahun 1999, korupsi
adalah perbuatan secara melawan hukum dengan
maksud memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.
2) Bersarakan Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 juga
disebutkan bahwa Setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang Lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian Negara.
3) Menurut Pasal 12 UU no.20 tahun 2001 dinyatakan

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 185
bahwa korupsi adalah:
a) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima had;ah atau janji, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,
yang bertentangan dengan kewajibannya;
b) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah, padahal diketahui atau patut
di duga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai
akibat atau disebabkan karena telah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya;
c) hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili;
d) seseorang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan ditentukan menjadi advokat
untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang
akan diberikan, berhubung dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;
e) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


186 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
orang lain secara melawan hukum, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar atau
menerima pembayaran dengan potongan, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f )
pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang pada waktu menjalankan tugas, meminta,
menerima, atau memotong pembayaran kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
lain atau kepada kas umum, seolah pegawai negeri
atau penyelnggara negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan
utang;
g) pegawai negeri atau penyelenggara negara, yang
pada waktu menjalankan tugas, meminta atau
menerima pekerjaan, atau penyerahan barang,
seolaholah merupakan utang kepada dirinya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang;
h) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan
tanah negara yang diatasnya terdapat hak pakai,
seolaholah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, telah merugikan orang yang berhak,
padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan; atau
i) pegawai negeri atau penyelenggara negara baik
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 187
langsung maupun tidak langsung dengan sengaja
turut serta dalam pembongkaran, pengadaan, atau
persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan,
untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya.
1.2. Motif Tindak Pidana Korupsi
a. Dilakukan atas dasar pemenuhan kebutunan hidup
karena gaji yang tidak mencukupi.
b. Dilakukan karena gaya hidup/adanya sifat keserakahan
untuk bisa hidup secara berlebihan (bermewah-
mewahan).
c. Dilakukan karena loyalitas atau sistem birokrasi yang
Asal Bapak Senang.
1.3. Idenlifikasi Tindak Pidana Korupsi
Pada dasarnya praktek korupsi dapal di kenal dalam
berbagai benluk umum yailu: bribery (penyuapan);
embezzlement (penggelapan/pencurian); fraud(penipuan);
extortion (pemerasan); dan favouritism (favoritisme).
Kelima bentuk ini secara konsep seringkali overlapping
satu sama lain, dimana masing-masing istilah digunakan
secara bergantian. Suatu tindakan dapat diidentifikasikan
sebagai korupsi siapapun pelakunya apabila memenuhi
unsur-unsur:
a. Sualu pengkhianalan lerhadap kepercayaan.
b. Penipuan terhadap badan pemerinlah,lembaga swasta
atau masyarakat umumnya.
c. Dengan sengaja melalaikan kepenlingan umum untuk

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


188 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
kepentingan khusus.
d. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dengan keadaan
di mana orang-orang berkuasa alau bawahannya
menganggapnya lidak perlu.
e. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak.
f. Terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang
menghendaki keputusan yang pasti dan mereka yang
dapal mempengaruhinya.
g. Adanya usaha unluk menutupi perbuatan korup dalam
bentuk-bentuk pengesahan hukum.
h. Menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada
mereka yang melakukan korupsi.
Secara umum delik korupsi dapal dilihat dalam label
dibawah ini:

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 189
Jenis Ancaman Dasar
Pelaku Ket
Perbuatan Pidana Hukum
perseor- Secara mela- Penjara Pasal 2 Dalam keadaan
angan / wan hukum seumur tertentu Pidana
korper- memperkaya hidup; Matik dapat di-
asi diri sendirij penjara jatuhkan Keadaan
orang lain/ min. 4 th tertentu yang
korporasi yang max. 20 th; memberiatkan
dapat merugi- denda min. pidana yaitu bila
kan keuangan/ Rp. 200 juta tindak pidana
perekonomian max. Rp. 1 korupsi terse-
negara milyar but dilakukan
pada dana-dana
bagi penang-
gulang-anba-
haya/ bencana,
penanggulangan
kerusuhan,
penanggulang-an
krisis ekonomi
dan moneter,
serta penanggu-
langan korupsi.
perseor- Menyalah- Penjara seu- Pasal 3
angan / gunakan mur hidup;
korper- kewenangan/ penjara min
asi kesempatan/ 1 th max.
Sarana yang 20 th; denda
ada padanya min. Rp. 50
karena jabatan/ juta max.
kedudukan, Rp. 1 milyar
Untuk men-
guntungkan
diri sendiri/
orang lain, yang
dapat merugi-
kan keuangan/
perekonomian
Negara

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


190 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
Memberi atau Penjara min. Pasal 5 Pegawa i negeri/
menjanjikan 1 th max. penyelenggara
sesuatu kepada 5 th; denda ayat 1 negara yang
pegawai negeri/ min. Rp.. menenma
penyeLeng- 50 juta max. pemberian/ janj i
gara negara Rp. 250 juta juga dipidana, di-
supaya mau anggap menenma
berbuat atau suap.
tidak berbuat
sesuatu, dalam
jabatannya atau
tidak dalam
jabatannya,
yang berten-
tangan dengan
kewajibannya
Memberi Penjara Pasal 6 Hakim atau
atau menjan- min. 3 th advokat yang
jikan sesuatu max. 15 th; ayat 1 menerlma
kepada hakim denda min. pemberian/ janji
untukmempen- Rp. 150 juta juga dipidana, di
garuhi putusan max. Rp. anggap menerlma
perkara 750 juta suap.

Pem- Melakukan Penjara min. Pasal 7 Pengawas dan


brong/ pembanguna- 2 th max. penerima bahan/
ahli natau menyer- 7 th; denda barang yang
ban- ahkan bahan min. Rp. membiarkan
gunan; bangunan, 100 juta terjadinya
penjual secara curang, max. Rp. perbuatan curang
bahan yang dapat 350 juta tersebut juga
bangu- membahaya- dipidana
nan kan keamanan
orang/barang
atau kese-
lamatan negara
dalam keadaan-
perang

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 191
perseor- Menyerah- Penjara Pasal 3
angan / kan barang min. 3 th
korper- keperluan TNI max. 15 th;
asi atau POLRI, denda min.
secara curang Rp. 150 juta
yang dapat max. Rp.
membahayakan 750 juta
keselamatan
negara dalam
keadaan perang
Pem- Menggelapkan Penjara min. Pasal 8 Selain pegawai
borong/ uang atau Surat 1 th max. negeri juga dapat
ahli berharga, atau 5 th; denda dipidana
bangu- membiarkan min. Rp. 50
nan : barang terse- juta max.
Penjual but diambil Rp. 250 juta
bahan digelapkan,
bangu- atau membantu
nan mengambil
menggelapkan
M e m a l s u Penjara min. Pasal 9
bukubuku atau 1 th max.
daftardaftar 5 th; denda
khusus untuk min. Rp. 50
pemeriksaan juta max.
administrasi Rp. 250 juta
Menggelapkan, Penjara min. Pasal 10
menghancur- 2 th max.
kan, membuat 7 th; denda
tidak dapat min. Rp.100
dipakai/ mer- juta max.
usakkan alat Rp. 350 juta
bukti
Membiarkan
atau memban-
tu orang lain
menghilan-
gkan, meng-
hancurkan,
merusakkan
alat bukti

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


192 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
Pegawai Menerima Penjara min. Pasal 11 D Dianggap mener-
hadiah atau 2 th max. ima suap
negeri janji karena 7 th; denda
penye- kewenangan/ min Rp. 100
leng- kekuasaan juta max.
gara jabatannya Rp. 250 juta
negara;

Menerima Penjara seu- Pasal 12 a


hadiah atau mur hidup;
janji, supaya penjara
melakukan atau min.4 th
tidak melaku- max. 20 th;
kan sesuatu da- denda min.
lam jabatannya, Rp. 200 juta
yang berten- max. Rp
tangan dengan
kewajibannya
perseor- Menerima 1 milyar Pasal 12 b
angan / hadiah karena
korper- melakukan atau
asi tidak melaku-
kan sesuatu da-
lam jabatannya,
yang berten-
tangan dengan
kewajibannya.
Hakim Menerima Pasal
hadiah atau
janji yang 12 c
diberikan un-
tuk mempen-
garuhi putusan
perkara
Ad- Menerima Pasal
vokat hadiah atau
janji yang 12 d
diberikan un-
tuk mempen-
garuhi nasihat
yang akan
diberikan

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 193
Pegawai Menyalah- Pasal
negeri/ gunakan
penue- kekuasaannya 12 e
leng- untuk mengun-
gara tungkan diri
negara sendiri orang
lain (secara
melawan hu-
kum), memaksa
seseorang un-
tuk memberi-
kan sesuatu,
membayar, me-
nerima pemba-
yaran dengan
potongan, atau
mengerjakan
sesuatu
Meminta, Pasal 12 f
menerima,
memotong
pembayaran
seolah-olah
merupakan
utang
Meminta, Pasal
menerima.
pekerjaan 12 9
atau barang
seolah-olah
merupakan
utang
Turut serta Pasal
dalam pem-
borongan, 12 b
pengadaan atau
persewaan pa-
dahal tugasnya,
mengawasi
Menerima Pasal
gratffikasi kare-
na jabatannya, 12 c
yang berla-
wanan dengan
kewajiban atau
tugasnya

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


194 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
Perseo- Memberi Penjara Pasal Dianggap men
rangan hadiah atau max.3 th; erima suap
janji kepada denda max. 12 d
/ kor-
perasi pegawai negeri Rp.150 juta
karenajabatan/
kedudukannya

1. Tindak Pi dana Pencucian Uang


1.1. Pengertian
Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi
unsur - unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 3, 4 dan 5 Undang-Undang No. 8 tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (TPPU).
1.2. Tahapan Perbuatan Pencucian Uang
a. Placement, merupakan tindakan menempatkan hal ta
kekayaan hasil kejahatan ke dalam sistem keuangan,
contohnya: uang tunai atau cek hasil transaksi illegal
lagging disetor ke bank atau digunakan untuk
membeli polis asuransi jiwa.
b. Layering, merupakan proses pemindahan atau
merubahan harta kekayaan hasil kejahatan melalui
beberapa transaksi yang kompleks dalam rangka
mempersulit pelacakan asal usul dana. contoh uang
hasil illegal logging, illegal wildlife trade atau uang
hasil suap yang telah ditempatkan di Pengelola Jasa
Keuangan, sperti
1) Ditransfer kesatu atau beberapa rekening di bank
lain, baik atas nama sendiri atau atas nama orang
lain.

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 195
2) Dipindah bukukan ke satu atau beberapa rekening
lain di bank yang sama, baik atas nama sendiri atau
atas nama orang lain.
3) Ditransfer ke Pedagang Valuta Asing kemudian
ditukarkan ke dalam mata uang asing dan
sebaliknya.
4) Diinvestasikan kembali ke dalam bentuk portofolio
saham atau surat berharga lainnya.
c. Integration, mencampurkan dana ilegal yang telah
tampak sah dengan dana legal dalam suatu investasi
tertentu. Contoh:
1) Harta yang telah di-placement atau di-layering
diinvestasikan ke dalam bisnis kelapa sawit atau
bisnis property.
2) Langsung diinvestasikan ke dalam bisnis resmi
seperti jasa pengangkutan, bisnis jasa perkreditan
seperti Bank Perkriditan Rakyat, bisnis resorty
atau hotel.

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


196 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
1.3. Tindak Pidana Asal
Dalam Pasal 2 UU Nomor 8 Tahun 2010 disebutkan
bahwa hasil tindak pidana pencucian uang adalah harta
kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:
a. korupsi
b. penyuapan;
c. narkotika;
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan imigran;
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. dibidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap.
n. terorisme;
o. penculikan
p. pencurian;
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN | 197
t. perjudian;
u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x. di bidang lingkungan hidup;
y. di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. tindak pidana lainnya yang dianeam dengan pidana
penjara 4 (empat) tahun atau lebih;
1.4. Penyidikan
Berdasarkan Pasal 74 UU Nomor 8 tahun 2010
disebutkan bahwa Penyidikan tindak pidana peneueian
uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asalsesuai
dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Lebih lanjut dalam penjelasan
pasal tersebut, dijelaskan bahwa “Penyidik Tindak Pidana
Asal” adalah Penyidik POLRI, Penyidik Kejaksaan,
Penyidik KPK, Penyidik Badan Narkotika Nasional
serta Penyidik Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan
Republik Indonesia.
1.5. Formal Pemberian Informasi Pelaku Indikasi TPPU
dan Surat Permintaan Informasi Terlampir.
Ditujukan kepada : . .
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) H.lr. H. Djuanda No. 35 Jakarta Pusat lD120
Tetp. 0213850455, 3853922 fax. 021 38568( 3856826

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


198 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
Email: info.illog@ppatk.go.id
5. Tindak Pidana Kehutanan dalam Kaitannya
Dengan Korupsi Dan Pencucian Uang
1. Titik rawan korupsi bidang kehutanan
a. Suap dalam rangka Alih fungsi Hutan
b. Suap untuk pemberian Ijin Usaha di Bidang
Kehutanan yang tidak sesuai peraturan yang berlaku.
c. Memberikan IPK tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
d. Mengurangi penyetoran PSDH atau DR

2. Penerapan Pasal Tindak Pldana Korupsi dalam Bidang


Kehutanan
a. Setlap pejabat kehutanan dan pejabat lainnya yang
berwenang di bidang kehutanan harus tunduk kepada
semua aturan hukum yang berlaku.
b. Hutan merupakan bagian dari Kekayaan Negara
(Pasa133 UUD 1945)dapal menimbuLkan kerugian
negara.

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 199
c. Setiap orang atau perusahaan yang memiliki izin yang
tidak sah dan mendapatkan keuntungan dari hasil
tindak pidana yang dilakukannya.
d. Menyangkut kerugian keuangan negara Menurul Pasal
2 UUTPK disebutkan bahwa Setiap orang secara
melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara. Sedangkan pada
Pasal 3 UUTPK dinyalakan bahwa Setiap orang
tujuan menguntungkan dirisendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyaLahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan alau kedudukan, yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.

PENERAPAN PASAL TINDAK PIDANA


200 |B a g i a n | 8 | KEHUTANAN
BAGIAN
9
PENDIDIKAN LATIHAN DAN
PERLENGKAPAN PERORANGAN
BAGI POLISI KEHUTANAN

A. Pendidikan Dan Pelatihan Polisi Kehutanan

Pendidikan dan Pelatihan bagi Polisi Kehutanan perlu


dikaji secara terus menerus. Tanpa pengkajian, tidak akan
dapat ditentukan apakah hasil pelatihan yang telah dilakukan
sesuai dengan target dan rencana yang diinginkan. Tabel di
bawah ini menunjukkan penilaian pencapaian dari yang
maksimum hingga minimum.

Pelatihan harus dilakukan secara rutin dan


berkesinambungan. Setelah satu pelatihan berakhir maka
perlu dilihat penerapan hasil diklat di tempat tugasnya. Hal
ini terjadi setelah beberapa bulan. Para Polisi Kehutanan
perlu dinilai pada saat melakukan tugas, untuk menentukan
apakah Polisi Kehutanan sudah memahami tugas pokok dan
fungsinya. Dari sini, dapat ditentukan pekerjaan-pekerjaan
yang belum dikuasai untuk mendukung tupoksinya sehingga
bisa ditentukan jenis pelatihan berikutnya sesuai dengan
kebutuhan.

Alasan-Alasan lain yang perlu dipertimbangkan untuk


diselenggarakannya suatu pelatihan adalah sebagai berikut:
a. Perubahan atau restrukturisasi hukum pemerintah,
lembaga penegakan hukum atau kebijakan yang
berdampak pada Kawasan Hutan.
b. Revisi proyek dan penilaian terhadap ancaman,
atau dimulainya proyek baru yang berdampak pada
persyaratan-persyaratan perlindungan. .
c. Pengenalan kemampuan atau perlengkapan baru,
munculnya teknologi baru atau prosedur yang lebih
efisien;
d. Penilaian awal terhadap situasi kinerja yang buruk;
e. Masukan dari Polisi Kehutanan terkait pelatihan yang
diperlukan;
f. Laporan atas terjadinya sebuah kecelakaan/ insiden.
B. Perlrngkapan Perorangan Polisi Kehutanan

Yang harus pertirnbangan pertama terkait perlengkapan


adalah persyaratan perlengkapan pokok. Perlengkapan
pokok adalah perlengkapan yang jika tidak dimiliki akan
membuat. Polisi Kehutanan tidak mampu .menyelesaikan
tugas-tugas pokok yang disyaratkan. Perlengkapan ini harus

PENDIDIKAN LATIHAN DAN PERLENGKAPAN


202 |B a g i a n | 9 | PERORANGAN BAGI POLISI KEHUTANAN
selalu diperiksa sesuai standar prioritas dengan menentukan:
a. Seberapa sering perlengkapan tersebut digunakan?
b. Siapa yang membutuhkannya?
c. Berapa banyak yang dibutuhkan?
d. Darnpak perlengkapan tersebut terhadap keberhasilan
operasi?
e. Biaya pemeliharaan perlengkapan?
f. Kemampuan untuk mendapatkan perlengkapan.
Perlengkapan pokok merupakan perlengkapan penting
yang mendukung Polisi Kehutanan untuk melakukan tugas
terkecil yang disyaratkan. Tanpa perlengkapan ini, para
Polisi Kehutanan bahkan tidak mampu pergi ke lapangan
walau sebentar untuk melakukan operasi penegakan hukum.
Untuk melaksanakan operasi, Polisi Kehutanan akan
terbatas hanya dalamjarak tempuh jalan kaki dari markas;
karenanya hanya radius 6 - 10 km saja dari markas yang
terlindungi. Contoh perlengkapan pokok adalah sebagai
berikut:
a. Perlengkapan lapangan, misalnya ransel, tenda, tempat
tidur gantung, ponca;
b. Perlengkapan pribadi, misalnya seragam dan alas kaki;
c. Perlengkapan Tim, misalnya kompas, peta, dan alat
masak;
d. Senjata dan amunisi;
e. Logistik;

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 203
f. Radio Komunikasi.
1. Perlengkapan Pendukung
Perlengkapan pendukung adalah perlengkapan yang
digunakan untuk mendukung operasi pengamanan kawasan
hutan. Perlengkapan iniuntuk memungkinkan pergerakan,
meningkatkan kemampuan patroli dan evakuasi serta
mampu menempatkan para Polisi Kehutanan secara
permanen di lokasi-Iokasi yang berbeda dalam Kawasan
Hutan. Hal ini memungkinkan operasi pengamanan
kawasan hutan menjadi lebih fleksibel dan cepat.

Contoh perlengkapan pendukung adalah sebagai


berikut:
a. Kendaraan bermotor;
b. Kapall Perahu;
c. Pos kecil.
2. Perlengkapan Khusus
Perlengkapan khusus merupakan perlengkapan yang
diperlukan untuk meningkatkan operasi pengamanan
kawasan hutan yang lebih efektif, namun operasi akan tetap
dapat dilakukan tanpa perlengkapan ini, di antaranya adalah
sebagai berikut:
a. Alat navigasi, seperti GPS;
b. Kamera;
c. Binokuler;

PENDIDIKAN LATIHAN DAN PERLENGKAPAN


204 |B a g i a n | 9 | PERORANGAN BAGI POLISI KEHUTANAN
d. Perlengkapan pandang malam hari;
e. Perangkap Kamera;
f. Rompi anti peluru.
3. Standar Pakaian Dinas Lapangan
1. Topi - gunakan topi lapanganl rimba seperti pada
gambar di samping kiri, dengan emblem berwarna
gelap. Topi sebaiknya memiliki tali yang dapat diikat
dibawah dagu. Topi dapat membantu menyamarkan
kepala dari pandangan musuh sekaligus melindungi
kepala dari sinar matahari.
2. Scarf hijau - sebaiknya gunakan scarf karena scarf
memiliki banyak fungsi. Masukkan scarf ke dalam
kemeja agar tidak tersangkut ke ranting.
3. Rompi patroli - sebaiknya gunakan rompi patroli. lsi
rompi dengan barang-barang yang dibutuhkan oleh
Polisi Kehutanan untuk berpatroli, contohnya dua
buah veples yang diisi air minum. Apabila ada tali
atau kaitan yang menggantung dari rompi, sematkan
agar tidak tersangkut ke ranting.
4. Sarung tangan - penting untuk menggunakan sarung
tangan saat berada di lapangan karena sarung tangan
berfungsi untuk melindungi tangan dari goresan dan
menyamarkan tangan dari pandangan musuh.
5. Senjata api - cara membawa senjata api adalah
dengandibawa di tangan, bukan di kaitkan di pundak.
Jari telunjuk pada tangan yang kuat jangan didekatkan
dengan pelatuk untuk menghindari kemungkinan

PELAKSANAAN KEGIATAN PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN HUTAN | 205
pelatuk secara tidak sengaja. Senjata api harus selalu
dijaga kebersihan dan di lumasi secara teratur.
6. Kemeja - gunakan kemeja yang sesuai dengan
seragam yang berlaku. Ukuran kemeja sebaiknya
sedikit longgar untuk memudahkan pergerakan.
Lengan kemeja harus selalu dipakai dipanjangkan
dan dikancingkan agar tangan terhindar dari goresan.
Emblem pada PDL sebaiknya berwarna gelap.
7. Celana panjang - gunakan celana panjang yang sesuai
dengan seragam yang berlaku. Pastikan tidak ada
bagian yang menggantung yang dapat tersangkut ke
benda lain. Karet elastis dapat dijahit di bagian bawah
celana panjang agar lebih rapat.
8. tas ransel dari sisi samping - pastikan posisi tas ransel
nyaman dan tidak terlalu turun ke bawah. Apabila ada
tali atau bagian yang menggantung, sematkan atau
talikan ke bagian lain agar tidak menggantung.
9. Tas ransel - cara pengisian tas ransel sebaiknya
dilakukan dengan rapi dan dengan urutan yang
benar. Hal ini menibantu kenyamanan sekaligus
mempermudah akses dalam mencari barang di dalam
tas bagi Polisi Kehutanan dan anggota tim lainnya.
10. Sepatu bot - gunakan sepatu bot yang sesuai dengan
seragam yang berlaku. Tinggi sepatu bot sebaiknya
diatas pergelangan kaki untuk mengindari cidera
pada pergelangan dan mengurangi resiko gigitan ular.

PENDIDIKAN LATIHAN DAN PERLENGKAPAN


206 |B a g i a n | 9 | PERORANGAN BAGI POLISI KEHUTANAN

Anda mungkin juga menyukai