Anda di halaman 1dari 59

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
ACARA 6 : FILUM ECHINODERMATA & ARTHROPODA

LAPORAN

OLEH :
KIRENIA KARTIKA
D061191093

GOWA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara etimologi, paleontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu paleos


yang berarti tua, ontos yang berarti hidup, dan logos yang mempunyai arti ilmu.
Jadi paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan dimasa
lampau. Kehidupan yang dipelajari disini termasuk evolusi dan interaksi satu
dengan lainnya serta lingkungan kehidupan (paleokologi) sejak bumi terbentuk,
hingga saat ini.

Dalam mempelajari jejak kehidupan dan segala sesuatu yang terjadi di


masa lampau, para ahli paleontologi menggunakan fosil yang terawetkan secara
alami di dalam kerak bumi sebagai sumber utama penelitian. Oleh karena itu,
paleontologi dapat diartikan sebagai ilmu mengenai fosil, sebab jejak-jejak
kehidupan masa lalu dapat terekam dalam fosil dan merupakan bukti utama dari
kehidupan di masa lampau.
Dari penemuan fosil filum Echinodermata dan Arthropoda dapat membantu
para ilmuan untuk mengetahui kehidupan spesies-spesies dari filum tersebut dan
mengetahui bagaimana kehidupan organisme tersebut dimasa lampau. Selain itu
penemuan fosilnya dapat mengungkap umur serta tempat pembentukan atau
pengendapan fosil organisme tersebut.
Pada Praktikum kali ini, filum yang akan dipelajari adalah filum
Echninodermata dan Arthropoda. Echinodermata dapat diartikan sebagai hewan
yang berkulit duri. Memang jika anda meraba kulit hewan ini akan terasa kasar,
karena kulitnya mempunyai lempeng – lempeng zat kapur dengan duri – duri
kecil. Arthropoda Berasal dari bahasa latin yaitu Arthra berarti ruas dan podos
berarti kaki. merupakan hewan yang memiliki ciri kaki beruas, berbuku, atau
bersegmen. Dari penemuan fosil filum Echinodermata dan Arthropoda dapat
membantu para ilmuan untuk mengetahui kehidupan spesies-spesies dari filum
tersebut dan mengetahui bagaimana kehidupan organisme tersebut dimasa
lampau. Selain itu penemuan fosilnya dapat mengungkap umur serta tempat
pembentukan atau pengendapan fosil organisme tersebut.
Oleh karena itu, diadakan praktikum keenam ini agar praktikan dapat
mencapai target praktikum yang diinginkan seperti Mengetahui ciri – ciri filum
Echninodermata dan Arthropoda, Mengetahui klasifikasi filum Echninodermata
dan Arthropoda dan mengindetifikasi filum Echninodermata dan Arthropoda.
1.2 Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Praktikan dapat mengetahui klasifikasi Filum Echinodermata dan Filum
Arthropoda.
2. Praktikan dapat mengetahui ciri-ciri Filum Echinodermata dan Filum
Arthropoda.
3. Praktikan dapat mengetahui kegunaan Filum Echinodermata dan Filum
Arthropoda dalam bidang geologi.
1.2.2 Manfaat

Adapun manfaat di adakannya praktikum ini adalah sebagai berikut


1. Membantu mahasiswa memahami materi tentang Filum Echinodermata
dan Filum Arthropoda.
2. Meningkatkan kemampuan dalam mendeskripsi fosil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Filum Echinodermata

Echinodermata dapat diartikan sebagai hewan berkulit duri.


Echinodermata berasal dari bahasa latin echinos, artinya duri, dan derma artinya
kulit. Memang jika kita meraba kulit hewan ini akan terasa kasar, karena kulitnya
mempunyai lempeng-lempeng zat kapur dengan duri-duri kecil. Filum ini muncul
di zaman Kambrium Awal dan terdiri atas 7.000 spesies yang masih hidup dan
13.000 spesies yang sudah punah.
Secara umum, Echinodermata memiliki 5 lengan, hewan ini memiliki
kemampuan autotomi, yaitu kemampuan untuk membentuk kembali organ
tubuhnya yang terputus (Tim Asisten Paleontologi, 2019).
Hewan ini hidup di laut dan tidak ada yang hidup di air tawar. Selain
kulitnya yang berduri, hewan ini juga mempunyai ciri dengan jumlah organ tubuh
kelipatan lima. Rangka tubuhnya merupakan lempeng zat kapur. Sistem saluran
air yang dimiliki oleh hewan berkulit duri ini adalah sistem amburakral . Sistem
ini berfungsi untuk bergerak, menangkap mangsa, dan melakukan pernapasan
(Ary Sulistyorini,2009).
2.2 Ciri Filum Echinodermata

Ciri-ciri dari Filum Echinodermata yaitu sebagai berikut:


a. Tubuh echinodermata terdiri atas 3 lapisan dan memiliki rongga tubuh atau
disebut dengan tripoblastik.
b. Mempunyai bentuk tubuh yang simetri bilateral pada saat masih larva, dan
disaat dewasa bentuk tubuhnya simteri radial.
c. Memiliki kulit tubuh yang terdiri atas zat kitin.
d. Bergerak dengan ambulakral yakni kaki tabung dengan lubang-lubang kecil
yang fungsinya untuk menghisap.
e. Memiliki sistem pencernaan sempurna kecuali bintang laut yang tidak
mempunyai anus.
f. Tidak mempunyai sebuah sistem ekskresi.
g. Perkembangbiakan secara seksual.
h. Pada permukaan tubuh terdiri atas tonjolan-tonjolan yang menyerupai duri.
i. Memiliki sebuah sistem tabung jaringan hidrolik.
Echinodermata berkembang biak dengan secara seksual yaitu hewan jantan
dan betina yang melepaskan sel gametnya ke air laut dan proses fertilisasi yang
berlangsung secara eksternal ( didalam air laut ). Echinodermata merupakan
hewan yang dapat hidup secara bebas yang artinya habitat pada hewan ini dapat
dimana saja bisa dilaut pantai hingga dilaut dalam. Untuk makanan tergantung
kepada jenisnya. Contoh : makanan ialah plankton atau organism yang mati atau
membusuk.

2.3 Bagian Tubuh Echinodermata

Gambar 2.1 Bagian tubuh Filum Echinodermata

• Test : Keseluruhan tubuh fosil


• Duri : Bagian tajam dari fosil
• Distal : Bagian fosil yang menjauh dari madreporit
• Piroximal: Bagian fosil yang mendekati madreporit
• Madreporit : Bagian dari fosil yang merupakan tempat masuknya air
• Ambulakral : Sistem saluran air untuk bergerak dan bernafas
• Tubefeet : Bagian fosil untuk sisi kaki dari fosil
• Ampulae : Bagian fosil yang berada pada sisi ambulakral
2.4 Klasifikasi Filum Echinodermata

Phylum Echinodermata terbagi menjadi lima classis, yaitu: crinoidea,


asteroidea, ophiuroidea, echinoidea, dan Holothuroidea.

2.4.1 Crinoidea

Anggota dari classis ini tidak bertangkai dan bergerak bebas, tubuh terdiri
atas mangkuk aboral, disebut calyx dan penutup oral atau atap, disebut tegmen
dan struktur kuat bercabang lima atau kelipatannya. Tangan-tangan dapat
digerakkan, sederhana, umumnya bercabang-cabang, biasanya berjumlah lima
atau sepuluh dengan atau tanpa pinula. Lekuk amburalakral, terbuka dan
memanjang sepanjang tangan dan pinnula-pinnula sampai ujung-ujungnya.
Mempunyai madreporit, spina-spina dan pedicellaria. Seks terpisah. Larva disebut
doliolaria. Classis ini hanya mempunyai satu ordo yaitu Articulata.

Gambar 2.2. Kelas Crinoidea


2.4.2 Holothuroidea
Tubuhnya simetris bilateral, biasanya memanjang atau dengan mulut
terletak pada satu ujung dan anus terletak pada ujung yang lain. Permukaan tubuh
kesat. Endoskeleton tereduksi berupa spikula berukuran mikroskopis atau
lempenglempeng tertanam di dalam dinding tubuh. Mulut dikelilingi oleh
sekumpulan tentakel. Podia atau kaki tabung biasanya ada dan berfungsi untuk
pergerakan. Saluran pencernaan makanan terbentuk panjang dan berliku-liku dan
kloaka biasanya dengan pohon respirasi. Jenis kelamin biasanya terpisah dan
kelenjar kelamin berupa berkas tubulus tunggal atau berpasangan.
Gambar 2.3. Kelas Holothureida
2.4.3 Echinoidea
Tubuh berbentuk bola, seperti mangkuk, oval atau bentuk jantung. Tubuh
tertutup oleh cangkang endoskeleton dari lempeng-lempeng kalkareus yang rapat,
tertutup oleh spina-spina yang dapat digerakkan. Lempeng-lempeng kalkareus
yang sebelah luar, dibedakan ke dalam lima daerah ambulakral berseling dengan
lima daerah inter-ambulakral. Podia atau kaki tabung keluar dari lubang-lubang
dari lempeng-lempeng ambulakral dan berfungsi untuk pergerakan. Mulut terletak
di pusat permukaan oral yang dikelilingi oleh peristomium yang bersifat
membran. Anus terletak di kutub aboral dan dikelilingi oleh periprost bersifat
membrane. Lekuk-lekuk ambulakral tidak ada. Pedicellaria bertangkai dan
mempunyai tiga japit. Seks terpisah, kelenjar kelamin pentamerous.
Perkembanganbiakan meliputi larva echino-pluteus yang berenang bebas.

Gambar 2.4. Kelas Echinodeia


2.4.4 Asteroidea
Tubuhnya pipih, pentagonal atau berbentuk bintang. Permukaan oral dan
aboral adalah jelas, permukaan oral menghadap ke bawah dan aboral menghadap
ke atas. Lima sampai 50 lengan panjang atau pendek menyebar secara simetri dari
sebuah diskus sentral. Mulut bertempat di bagian sentral dari permukaan oral
dikellingi oleh peristome yang bersifat membran. Anusnya kecil dan berlokasi di
permukaan aboral. Ambulakral membentuk lekuk yang mencolok didukung
dengan podia atau kaki tabung. Ambulakral membatasi permukaan oral yang
membentang dari peristome ke ujung-ujung lengan. Endoskeleton fleksibel,
terbentuk dari ossikula yang terpisah. Pedikelari-nya kecil, seperti duri yang dapat
digerakkan. Respirasi dengan papula. Seks terpisah, gonad tersusun secara radial.
Perkembangan larva termasuk larva bipinnaria atau brachiolaria.

Gambar 2.4 Kelas Asterioda


2.4.5 Ophiuroidea

Tubuh pipih dengan diskus sentral bersegi lima atau bulat. Permukaan oral
dan aboral adalah jelas. Lengan-lengan biasanya lima, ramping, halus atau
berduri. Tidak memiliki lekuk ambulakral. Tidak punya anus dan intestine.
Madreporit terdapat pada permukaan oral. Seks terpisah, gonad pentamerous.
Perkembangan larva termasuk larva pluteus yang berenang bebas.
Gambar 2.6 Kelas Ophiuroidea

2.5 Habitat Filum Echinodermata

Semua Echinodermata hidup di pantai hingga dasar laut dengan kedalaman


sekitar 6.000m. Echinodermata hidup bebas atau bersimbiosis komensalisme
(sebagai hewan tempat berlindung bagi hewan lain). Echinodermata ini adalah
hewan karnivora yang memakan hewan polip Cnidaria, udang, kepiting,kerang,
siput, ikan kecil, dan bangkai.
2.4.1 Habitat Asteroidea (binatang laut)

Asteroidea hidup di hampir setiap habitat yang ditemukan di laut, mulai dari
kolam pasang surut, pantai berbatu, rumput laut dan hamparan rumput laut, di
bawah reruntuhan batu, di terumbu karang, pasir, dan lumpur. Pada beberapa
spesies tubuh yang luas dan pipih dapat bertindak sebagai sepatu salju ketika
mencari makan di lumpur yang sangat lunak. Di pantai atas, mereka secara
berkala terpapar oleh pasang surut, menghasilkan pengeringan dalam waktu yang
lama. Satu-satunya perlindungan adalah berlindung di celah-celah lembab di
bawah batu. Sebaliknya, di laut dalam pada kedalaman lebih dari 29.530 kaki
(9.000 m) mereka ditemukan mendiami dasar berpasir dan tebing curam.
2.4.2 Habitat Echinoidea

Kelompok hewan ini dapat ditemukan hidup di terumbu karang, area


makroalga, area lamun, dan substrat lunak di zona intertidal sampai kedalaman
beberapa ribu meter. Karakteristik zona intertidal tersebut ditemukan di Pantai
Pancur Taman Nasional Alas Purwo berupa paparan karang mati, bebatuan, area
lamun, area makroalga. Tipe substratnya juga beragam yaitu berpasir, campuran
pasir dan batu, dan batuan keras.
2.4.3 Habitat Ophiuroidea (binatang ular)

Kelompok hewan ini dapat ditemukan hidup di terumbu karang, area


makroalga, area lamun, dan substrat lunak di zona intertidal sampai kedalaman
beberapa ribu meter. Karakteristik zona intertidal tersebut ditemukan di Pantai
Pancur Taman Nasional Alas Purwo berupa paparan karang mati, bebatuan, area
lamun, area makroalga. Tipe substratnya juga beragam yaitu berpasir, campuran
pasir dan batu, dan batuan keras.
2.4.4 Habitat Holothuroidea (teripang)

Teripang (Holothuroidea) dapat ditemukan atau dijumpai diseluruh


perairan pantai, mulai dari daerah pasang surut yang dangkal sampai perairan
yang lebih dalam untuk hidupnya, teripang lebih menyukai perairan bebas dari
pencemar,dan airnya relatif tenang.
2.4.5 Habitat Crinoidea (lili laut)

Crinoidea biasanya hidup di laut yang dalam (±3.648 m). Hidupnya


dengan cara menempel di dasar laut, di barisan koral, atau membentuk taman laut.
Jenis yang sekarang masih ada misalnya Antedon sp. warna hewan ini sangat
bervariasi, misalnya putih seperti berlian, kuning, hijau dan cokelat.
2.5 Manfaat Filum Echinodermata

Manfaat Filum Echinodermata sebagai berikut:


a. Echinodermata memiliki banyak manfaat khususnya untuk manusia.
Echinodermata memakan bangkai dan kotoran hewan dibawah laut sehingga
penting dalam pembersihan lingkungan.
b. Beberapa jenis Echinodermata juga bisa dikonsumsi, seperti teripang. Untuk
perhiasan, beberapa jenis Echinodermata bisa dimanfaatkan
c. Semoga pembahasan tentang Pengenalan Phylum Echinodermata dari Ciri
hidup dan habitat Echinodermata, Struktur tubuh dan cara reproduksinya juga
klasifikasi dan manfaat Echinodermata di sekitar kita.
2.6 Manfaat Filum Echinodermata dalam Geologi
Adapun fosil Echinodermata sangat membantu dalam penentuan lingkungan
pengendapan atau sedimentasi, terutama lingkungan laut marine serta membantu
dalam penentuan umur dalam batuan.

2.7 Definisi Filum Arthropoda

Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu arthros, sendi dan pados, kaki.
Oleh karena itu ciri utama hewan yang termasuk dalam filum ini adalah kaki yang
tersusun atas ruas-ruas. Jumlah spesies anggota filum ini terbanyak dibandingkan
filum lainnya yaitu lebih dari 800.000 spesies.(Kastawi,2005)
Ciri-ciri umum arthropoda diantaranya mempunyai appendahe yang beruas-
ruas, tubuhnya bilateral simetris terdiri dari sejumlah ruas, tubuh terbungkus oleh
zat chitine. Sehingga merupakan eksoskeleton, sistem syaraf tiga kali. Fauna-
fauna dari filum ini yang terdapat dalam tanah adalah dari kelas arachnid,
crustaceae, insekta, dan myriapoda.(Yuliprianto,2010)
2.6.1 Ciri-ciri filum Arthropoda

Arthropoda adalah hewan dengan kaki beruas-ruas dengan sistem saraf tali
dan organ tubuh telah berkembang dengan baik. Tubuh artropoda terbagi atas
segmen-segmen yang berbeda dengan sistem peredaran darah terbuka. Contoh :
laba-laba, lipan, kalajengking, jangkrik, belalang, caplak, bangsat, kaki seribu,
udang, lalat / laler, kecoa.
Ukuran tubuh Arthropoda sangat beragam, beberapa diantaranya memiliki
panjang lebih dari 60 cm., namun kebanyakan berukuran kecil.Begitu pula dengan
bentuk Arthropoda pun beragam.
Hewan arthropoda memiliki bentuk tubuh simetri bilateral, triploblastik
selomata, dan tubuhnya bersegmen. Tubuh ditutupi lapisan kutikula yang
merupakan rangka luar (eksosketelon). Ketebalan kutikula sangan bervariasi,
tergantung dari spesies hewannya. Kutikula dihasilkan oleh epidermis yang terdiri
atas protein dan lapisan kitin. Pada waktu serangga mengadakan pertumbuhan,
kutikula akan mengalami pengelupasan.
Kutikula berfungsi melindungi tubuh bagian dalam, memberi bentuk pada
tubuh serangga dan dapat menjadi tempat melekatnya otot, terutama yang
berhubungan dengan alat gerak. Otot serangga merupakan otot serat lintang yang
susunannya sangat kompleks. Otot ini diperlukan untuk melakukan gerakan yang
cepat.
Tubuh Arthropoda terdiri atas caput (kepala), toraks (dada), dan abdomen
(perut) yang bersegmen-segmen. Pada laba-laba dan udang, kepala dan dadanya
bersatu membentuk sefalotoraks, tetapi ada juga spesies yang sulit dibedakan
antara kepala, toraks, dan abdomennya, seperti pada lipan. Pada tiap-tiap segmen
tubuh ada yang dilengkapi alat gerak dan ada juga yang tidak dilengkapi alat
gerak.
Hewan arthropoda memiliki organ sensoris yang sudan berkembang, seperti
mata, penciuman, serta antena yang berfungsi sebagai alat peraba dan pencium.
Tingkat perkembangannya sesuai dengan kondisi lingkungan tempat hidupnya.
Sistem peredaran darah terdiri atas jantung di bagian dorsal. Sistem
peredaran darahnya merupakan sistem peredaran darah terbuka yang tidak
memiliki kapiler darah. Jantung berfungsi untuk memompa darah keseluruh
tubuh. Hewan arthropoda yang hidup di air ada yang bernapas dengan
menggunakan insang, sistem trakea, paru-paru buku, atau pada beberapa spesies
melalui permukaan tubuh. Sistem ekskresi menggunakan saluran malpighi. Sistem
saraf dinamakan sistem saraf tangga tali karena terdiri atas dua ganglion dorsal
yang memiliki dua saraf tepi. Setiap saraf trepi dihubungkan oleh saraf melintang
sehingga merupakan tangga tali. Sistem pencernaan dimulai dari mulut, usus, dan
anus. Mulut ada yang berfungsi untuk menjilat seperti pada lalat, menusuk dan
menghisap seperti pada nyamuk, serta menggigit seperti pada semut.
Anggota filum arthropoda dapat dibedakan menjadi hewan jantan dan
betina. Fertilisasi arthropoda terjadi secara internal. Telur banyak mengandung
kuning telur yang tertutup oleh cangkang. Hewan arthropoda ada yang mengalami
metemorfosis sempurna, metemorfosis tidak sempurna, dan ada yang tidak
bermetamorfosis.
Sistem reproduksi Arthropoda umumnya terjadi secara seksual.Namun ada
juga yang secara aseksual, yaitu dengan partenogenesis. Partenogenesis adalah
pembentukan individu baru tanpa melalui fertilisasi (pembuahan). Individu yang
dihasilkan bersifat steril.Organ reproduksi jantan dan betina pada Arthropoda
terpisah, masing-masing menghasilkan gamet pada individu yang berbeda
sehingga bersifat dioseus (berumah dua). Hasil fertilisasi berupa telur.
Cara hidup Arthropoda sangat beragam, ada yang hidup bebas, parasit,
komensal, atau simbiotik.Dilingkungan kita, sering dijumpai kelompok hewan ini,
misalnya nyamuk, lalat, semut, kupu-kupu, capung, belalang, dan lebah.Habitat
penyebaran Arthropoda sangat luas.Ada yang di laut, periran tawar, gurun pasir,
dan padang rumput

2.7 Klasifikasi filum Arthropoda

Filum arthropoda dibagi menjadi empat kelas, yaitu Crustcea, Arachnida,


Insecta, dan Myriapoda (Chilopoda dan Diplopoda).

2.7.1 Kelas Crustcea

Crustacea (dalam bahasa latinnya, crusta= kulit) memiliki kulit yang keras.
Udang, lobster, dan kepiting adalah contoh kelompok ini. Umumnya hewan
Crustacea merupakan hewan akuatik, meskipun ada yang hidup di darat.
Hewan ini memiliki ciri khas, yaitu rangka luar dari kitin yang keras.
Rangka luar ini keras karena mengandung zat kapur. Hewan yang tergolong kelas
Crustcea kebanyakan hidup di laut, sperti kutu air, udang karang, dan kepiting.
Selain itu ada pula yang hidup di air tawar atau di darat pada tanah yang lembab.
Tubuh hewan kelas ini terdiri atas sefalotoraks dan abdomen. Pada kepala
terdapat sepasang mandibula dan dua pasang maksila. Pada toraks udang dan
kepiting terdapat lima pasang kaki yang terdiri atas satu pasang kaki ginting dan
empat pasang kaki jalan. Kaki gunting berfungsi untuk menjepit mangsanya. Pada
setiap abdomen terdapat kaki renang. Pada ujung abdomen terdapat kaki daun
(uropod). Uropod terletak diantara sisi ekor yang mendatar (telson).
Crustacea dibedakan menjadi dua subkelas berdasarkan ukuran tubuhnya,
yaitu Entomostraca dan Malacostraca. Beberapa Crustacea kecil hidup melayang-
layang di laut, bersama binatang kecilainnya membentuk zooplankton.
Zooplankton Crustacea memiliki antenna panjang dan bulu sikat yang dapat
membantu memperluas bidang permukaan tubuhnya dan mencegah supaya
zooplankton tidak dapat tenggelam.
Selain spesies Crustacea yang hidup di air laut, terdapat juga beberapa
Crustacea yang hidup di air tawar. Contoh Crustacea kecil yang hidup di air tawar
adalah Daphania pulex dan cyclop. Daphania pulex memiliki ukuran tubuh yang
sangat kecil dan cyclop pun memiliki ukuran yang sangat kecil juga.
Entomostraca umunya sebagai zooplankton untuk memakan ikan. Spesies
udang tingkat rendah, seperti cyclop yang bermata satu dan kutu ikan (Argulus
indicus) merupakan parasit pada beberapa spesies ikan dan kepiting. Malacostraca
merupakan
Crustacea tingkat tinggi dan merupakan bagian terbesar dari kelas Crustacea.
Semua anggota kelompok ini bersifat makroskopis.
Malacostraca ada yang hidup di laut dan ada pula yang hidup di air tawar.
Malacostraca memiliki mata faset dan memiliki pembungkus sefalotoraks yang
dinamakan karapaks. Pernapasan menggunakan insang yang terdapat di bawah
karapaks. System pencernaan terdiri atas mulut yang dilengkapi gigi yang kuat,
esophagus, lambung, usus halus, kelenjar pencernaan, dan anus.
System peredaran darah pada Malacostraca merupakan system peredaran
darah terbuka. Jantung merupakan organ pada system peredaran darah
Malacostraca. System ekskresi memiliki alat yang dinamakan kelenjar hijau
(green glands) yang berfungsi membuang zat-zat yang bersifat sampah dari darah.
Hewan ini memiliki system saraf tangga tali. Organ sensoris telah berkembang
dengan baik, seperti mata faset, antenna, dan alat keseimbangan pada dasar
antenna yang dinamakan statocyst.
2.7.2 Kelas Arachnida

Arachnoidea (dalam bahasa yunani, arachno = laba-laba) disebut juga


kelompok laba-laba, meskipun anggotanya bukan laba-laba saja. Kalajengking
adalah salah satu contoh kelas Arachnoidea yang jumlahnya sekitar 32 spesies.
Ukuran tubuh Arachnoidea bervariasi, ada yang panjangnya lebih kecil dari 0,5
mm sampai 9 cm. Arachnoidea merupakan hewan terestrial (darat) yang hidup
secara bebas maupun parasit. Arachnoidea yang hidup bebas bersifat karnivora.
Tubuhnya terdiri atas sefalotoraks, abdomen, dan 4 pasang kaki. Tidak memiliki
mandibula.
System pencernaan terdiri atas mulut, tenggorokan, lambung, usus halus,
anus, dan kelenjar racun untuk mematikan mangsanya. Respirasi dilakukan
dengan paru-paru buku dan trakea. System ekskresi memiliki saluran Malphigi.
System sarafnya adalah system saraf tangga tali. Hewan ini memiliki mata
tunggal,tubuhnya berbuku dan dapat dibedakan menjadi hewan jantan dan hewan
betina. Fertilisasi terjadi secara internal dan tidak mengalami metamorfosis.
Pada bagian sefalotoraks dapat dibedakan menjadi dua bagian. Kedua
bagian tersebut dihubungkan oleh pedunkulus. Bagian kepala memiliki kelisera
yang berfungsi menghancurkan mangsanya. Kelisera ini berhubungan dengan
kelenjar racun yang terletak di daerah kepala. Selain itu, terdapat pedipalpus yang
bentuknya menyerupai kaki dengan ujung bercakar. Pedipalpus memiliki fungsi
yang bermacam-macam bergantung pada spesiesnya. Pada kalajengking,
pedipalpus memiliki fungsi sebagai penangkap dan pemegang mangsa. Pada laba-
laba jantan, pedipalpus digunakan untuk menyalurkan sperma. Arachnoidea
dibedakan menjadi tiga ordo, yaitu Scorpionida, Arachnida, dan Acarina.
a. Scorpionida memiliki alat penyengat beracun pada segmen abdomen
terakhir, contoh hewan ini adalah kalajengking (Uroctonus mordax) dan
ketunggeng ( Buthus after).
b. Arachnida, abdomen tidak bersegmen dan memiliki kelenjar beracun pada
kaliseranya (alat sengat), contoh hewan ini adalah Laba-laba serigala
(Pardosa amenata), laba-laba kemlandingan (Nephila maculata).
c. Ordo Arcarina adalah kelompok hewan tungau. Anggota ordo ini memiliki
tubuh berbentuk bulat telur tau bundar. Banyak spesies tungau merusak
tumbuh-tumbuhan atau menjadi parasit pada binatang dan manusia. Contoh
kelompok ini adalah tungau kudis (Sarcoptes scabei) dan tungau unggas
(Argus sp).

Gambar 2.7 Kelas Archnida

2.7.3 Kelas Insecta

Insecta (dalam bahasa latin, insecti = serangga). Banyak anggota hewan ini
sering kita jumpai disekitar kita, misalnya kupu-kupu, nyamuk, lalat, lebah,
semut, capung, jangkrik, belalang,dan lebah. Ciri khususnya adalah kakinya yang
berjumlah enam buah. Karena itu pula sering juga disebut hexapoda. Insecta dapat
hidup di bergagai habitat, yaitu air tawar, laut dan darat. Hewan ini merupakan
satu-satunya kelompok invertebrata yang dapat terbang.Insecta ada yang hidup
bebas dan ada yang sebagai parasit. Insecta sering disebut serangga atau
heksapoda. Heksapoda berasal dari kata heksa berarti 6 (enam) dan kata podos
berarti kaki. Heksapoda berarti hewan berkaki enam. Diperkirakan jumlah insecta
lebih dari 900.000 jenis yang terbagi dalam 25 ordo. Hal ini menunjukkan bahwa
banyak sekali variasi dalam kelas insecta baik bentuk maupun sifat dan
kebiasaannya.
Tubuh Insecta dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu kaput, toraks, dan
abdomen. Kaput memiliki organ yang berkembang baik, yaitu adanya sepasang
antena, mata majemuk (mata faset), dan mata tunggal (oseli). Insecta memiliki
organ perasa disebut palpus. Insecta yang memiliki syap pada segmen kedua dan
ketiga. Bagian abdomen Insecta tidak memiliki anggota tubuh. Pada abdomennya
terdapat spirakel, yaitu lubang pernapasan yang menuju tabung trakea. Trakea
merupakan alat pernapasan pada Insecta. Pada abdomen juga terdapat tubula
malpighi, yaitu alat ekskresi yang melekat pada posterior saluran pencernaan.
Sistem sirkulasinya terbuka. Organ kelaminnya dioseus.

Gambar 2.8 Kelas Insecta

2.7.4 Kelas Myriapoda (Chilopoda dan Diplopoda)

Dalam system klasifikasi dapat berbeda antara satu system dan yang
lainnya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan pendapat antara ilmuan di dunia
pada system klasifikasi tertentu Diplopoda dan Chilopoda merupakan tingkat
kelas, sedangkan pada system lain Diplopoda dan Chilopoda dikelompokkan
dalam kelas Myriapoda.
a. Ciri-ciri ordo Diplopoda
Tubuh Diplopoda berbentuk bulat memanjang, memiliki banyak
segmen. Tubuhnya ditutupi lapisan yang mengandung garam kalsium dan
warna tubuhnya mengkilap. Kepala memiliki dua mata tunggal, sepasang
antenna pendek, dan sepasang mandibula. Toraksnya pendek terdiri ats 4
segmen. Setiap segmen memiliki sepasang kaki, kecuali segmen pertama.
Hewan kelompok ini memiliki abdomen panjang, tersusun atas 25 hingga
lebih dari 100 segmen, bergantung pada spesiesnya. Setiap segmen memiliki
2 pasang spirakel, ostia (lubang), ganglion saraf, dan 2 pasang kaki yang
terdiri atas tujuh ruas.
Hewan yang tergolong Diplopoda tidak memiliki system pencernaan
yang lengkap. System pencernaanya disusun oleh sustu saluran lurus dengan
2 atau 3 pasang kelenjar ludah. Di daerah ujungnya terdapat 2 saluran
Malphigi panjang untuk ekskresi. System peredaran darah pada Diplopoda
merupakan system peredaran darah terbuka. Alat reproduksinya dinamakan
gonopod, berada pada segmen yang ke-7. fertilisasi pada Diplopoda terjadi
secara internal. Hewan betina ordo ini membuat sarang untuk menyimpan
telur.
Hewan ordo Diplopoda hidup di tempat gelap yang lembab, misalnya
di bawah batu atau kayu yang terlindungi dari matahari. Memiliki antenna
yang digunakan untuk menunjukkan arah gerak. Kakinya bergerak seperti
gelombang sehingga pergerakkannya sangat lambat. Makanan ordo
Diplopoda adalah sisa tumbuhan atau hewan yang telah mengalami
pembusukkan.
Jika ada bahaya, tubuhnya menggulung seperti benda mati sebagai
upaya untuk mempertahankan diri. Ordo ini memiliki kelenjar yang dapat
menyemprotkan cairan yang mengandung sianida dan iodium untuk
mengusir musuhnya. Contoh ordo ini adalah kaki seribu (Spirobolus sp).

b. Ciri-ciri ordo Chilopoda


Ordo Chilopoda biasa hidup di tempat yang lembab, di bawah
timbunan sampah atau daun-daun yang membusuk. Chilopoda
berkembang biak secara kawin dan pembuahannya internal.
Tubuh chilopoda berbentuk pipih memanjang dan berbuku-buku.
Pada kepala terdapat antenna yang beruas-ruas. Alat respirasinya adalah
trakea yang bercabang-cabang ke seluruh bagiab tubuhnya. Contoh hewan
ini adalah lipan. Lipan dapat menaklukkan mangsanya dengan racun yang
berasal dari sepasang kaki pertamanya yang disebut cakar racun. Pada
setiap segmen terdapat sepasang kaki.
Gambar 2.9 Kelas Myriapoda
BAB III
METODOLOGI

3.1. Tahapan Praktikum

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai
berikut:
1. Sampel
2. Buku penuntun
3. Alat tulis menulis

1.2 Tahapan Dalam Praktikum

Adapun tahapan praktikum yang dilakukan pada praktikum pengenalan fosil


adalah sebagai berikut:

1.2.1 Tahapan Pendahuluan

Pada tahapan pendahuluan, praktikan melaksanakan asistensi cara dimana


pada asistensi acara tersebut praktikan diberikan materi dasar sebagai pengenalan
awal mengenai praktikum yang akan dilaksanakan. Pada tahapan ini pula dibahas
juga hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk mengikuti praktikum tersebut seperti
alat dan bahan yang digunakan serta pemberian tugas pendahuluan.

1.2.2 Tahapan Praktikum

Pada tahapan ini, praktikan melakukan response tulis dengan diberi soal-
soal sehubungan dengan materi yang akan dilaksanakan pada praktikum tersebut
untuk mengetahui bagaimana pengetahuan yang dimiliki praktikan terhadap
praktikum yang akan dilaksanakan. Setelah melakukan responsi umum, kegiatan
praktikum dilakukan dengan melakukakan pengambilan data melalui pengamatan
terhadap sampel fosil yang diberikan yang dituliskan pada lembar kerja.
1.2.3 Tahapan Analisis Data

Pada tahapan ini, praktikan melakukan analisi data yang telah di ambil pada
tahapan sebelumnya yang kemudian dikembangkan untuk pembuatan laporan
sebagai hasil dari praktikum tersebut.

3.2.4 Tahapan Pembuatan Laporan

Pada tahapan ini kami membuat laporan berdasarkan analisis data yang telah
kami asistensikan sehingga menghasilkan laporan lengkap praktikum. Adapun
diagram alur tahapan praktikum, sebagai berikut :

Tahapan
Pendahuluan

Tahapan
Praktikum

Tahapan
Analisis Data

Tahapan
Pembuatan Laporan

Gambar 3.1 Diagram alur tahapan praktikum


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Homotelus bromidensis ESKER

Gambar 4.1 Homotelus bromidensis ESKER

Fosil ini termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Trilobite, ordo Asaphida,
family Homotelusidae, genus Homotelus dan termasuk dalam spesies Homotelus
bromidensis ESKER..
Selama proses terbentuknya fosil ini, terjadi proses pemfosilan yang
disebut dengan mineralisasi, yaitu fosil tersebut mengalami pengantian seluruh
tubuhnya oleh mineral lain sehingga material endapan dari proses ini dapat
berkomposisi sama seperti tulang yang ditempatinya.
Proses pembentukan fosil ini dimulai dengan organisme tersebut mati.
kemudian terbebas dari bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian.
Organisme ini akan mengalami transportasi oleh media geologi berupa air, angin,
atau es ke daerah cekungan selama transportasi, material-material yang tidak
resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap material yang
resisten terhadap pelapukan. Setelah itu material tersebut terendapkan pada
daerah cekungan yang relatif stabil. Bersamaan dengan itu, material-material
sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah cekungan inilah batuan akan
terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan menumpuk dan
mengalami tekanan, dan tekanan tersebut akan mengakibatkan material
terkompaksi (pemadatan), setelah itu material mengalami sementasi . Seiring
dengan berjalannya waktu, akhirnya organisme dan material sedimen terlitifikasi
(pembatuan), sehingga organisme tersebut menjadi fosil.
Berdasarkan waktu geologi, fosil ini diperkirakan berumur Ordovisium
Tengah (±500-449 juta tahun yang lalu). Fosil ini memiliki kandungan karbonat
atau bersifat karbonatan sehingga berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa
lingkungan pengendapannya adalah di laut dangkal.
Kegunaan dari fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada zaman
Ordovisium Tengah (±500-449 juta tahun yang lalu) , penentuan umur relatif
batuan dan penentuan lingkungan tempat fosil tersebut diendapkan. Fosil ini
berbentuk Byfuring dan Bagian tubuh berupa test.

4.2 Dizygocrinus rotundus (YANDELL&SHUMARD)

Gambar 4.2 Dizygocrinus rotundus (YANDELL & SHUMARD)

Fosil ini berasal dari filum Echiodermata, kelas Crinoidae, ordo


Monobathrida, famili Dizygocrinusidae, genus Dizygocrinus, dan dengan nama
spesies Dizygocrinus rotundus (YANDELL & SHUMARD)
Setelah organisme ini mati kemudian terbebas dari bakteri pembusuk dan
tidak mengalami penguraian. Organisme ini akan mengalami transportasi oleh
media geologi berupa air, angin, atau es ke daerah cekungan selama transportasi,
material-material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami
pergantian terhadap material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang relatif stabil.
Bersamaan dengan itu, material-material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di
daerah cekungan inilah batuan akan terakumulasi, semakin lama material akan
bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan, dan tekanan tersebut akan
mengakibatkan material terkompaksi (pemadatan), setelah itu material mengalami
sementasi . Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya organisme dan material
sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme tersebut menjadi fosil.
Proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah Permineralisasi. Dimana
terdapat proses perubahan mineral penyusun fosil oleh mineral lain seperti silika
(SiO2), kalsium karbonat (CaCO3), atau besi sulfida (FeS). Dengan adanya proses
ini, fosil akan menjadi lebih berat dan lebih awet.
Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa tektonik
sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di
permukaan, fosil tersebut akan terkena gaya eksogen lagi yang berupa erosi air,
angin, atau es sehingga tampak di permukaan.
Umur fosil tersebut adalah Karbon Bawah (± 359 – 345 Juta Tahun yang
Lalu). Kegunaan fosil ini digunakan sebagai penentuan umur relatif batuan dan
penentuan lingkungan sedimentasi batuan yang mengandungnya. Bentuk fosil
berupa Globular. Komposisi kimia berupa karbonatan sehingga lingkungan
pengendapan berasal dari laut dangkal dan Bagian tubuh berupa test.

4.3 Loriolaster mirabilis STURTZ

Gambar 4.3 Loriolaster mirabilis STURTZ

Fosil ini berasal dari filum Echiodermata, kelas Ophiuroidea, ordo


Encrinasteridae, famili Loriolesteridae, genus Loriolester, dan dengan nama spesies
Loriolester mirabilia STURTZ.
Setelah organisme ini mati kemudian terbebas dari bakteri pembusuk dan
tidak mengalami penguraian. Organisme ini akan mengalami transportasi oleh
media geologi berupa air, angin, atau es ke daerah cekungan selama transportasi,
material-material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami
pergantian terhadap material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang relatif stabil.
Bersamaan dengan itu, material-material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di
daerah cekungan inilah batuan akan terakumulasi, semakin lama material akan
bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan, dan tekanan tersebut akan
mengakibatkan material terkompaksi (pemadatan), setelah itu material mengalami
sementasi . Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya organisme dan material
sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme tersebut menjadi fosil.
Proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah Permineralisasi. Dimana
terdapat proses perubahan mineral penyusun fosil oleh mineral lain seperti silika
(SiO2), kalsium karbonat (CaCO3), atau besi sulfida (FeS). Dengan adanya proses
ini, fosil akan menjadi lebih berat dan lebih awet.
Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa tektonik
sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di
permukaan, fosil tersebut akan terkena gaya eksogen lagi yang berupa erosi air,
angin, atau es sehingga tampak di permukaan.
Umur fosil tersebut adalah Devon Bawah (±395-370 juta tahun yang Lalu).
Kegunaan fosil ini digunakan sebagai penentuan umur relatif batuan dan
penentuan lingkungan sedimentasi batuan yang mengandungnya. Bentuk fosil
berupa Radial. Komposisi kimia berupa karbonatan sehingga lingkungan
pengendapan berasal dari laut dangkal dan Bagian tubuh berupa test.
4.4 Dalmanitina socialis (BARR)

Gambar 4.4 Dalmanitina socialis (BARR)

Fosil ini termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Trilobite, ordo Protostomia,
family Dalmanitinaniade, genus Dalmanitina dan termasuk dalam spesies
Dalmanitina socialis (BARR.).
Selama proses terbentuknya fosil ini, terjadi proses pemfosilan yang
disebut dengan mineralisasi, yaitu fosil tersebut mengalami pengantian seluruh
tubuhnya oleh mineral lain sehingga material endapan dari proses ini dapat
berkomposisi sama seperti tulang yang ditempatinya.
Proses pembentukan fosil ini dimulai dengan organisme tersebut mati.
kemudian terbebas dari bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian.
Organisme ini akan mengalami transportasi oleh media geologi berupa air, angin,
atau es ke daerah cekungan selama transportasi, material-material yang tidak
resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap material yang
resisten terhadap pelapukan. Setelah itu material tersebut terendapkan pada
daerah cekungan yang relatif stabil. Bersamaan dengan itu, material-material
sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah cekungan inilah batuan akan
terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan menumpuk dan
mengalami tekanan, dan tekanan tersebut akan mengakibatkan material
terkompaksi (pemadatan), setelah itu material mengalami sementasi . Seiring
dengan berjalannya waktu, akhirnya organisme dan material sedimen terlitifikasi
(pembatuan), sehingga organisme tersebut menjadi fosil.
Berdasarkan waktu geologi, fosil ini diperkirakan berumur Ordovisium
Tengah (±500-449 juta tahun yang lalu). Fosil ini memiliki kandungan silikaan
(SiO2) sehingga berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa lingkungan
pengendapannya adalah di laut dalam.
Kegunaan dari fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada zaman
Ordovisium Tengah (±500-449 juta tahun yang lalu), penentuan umur relatif
batuan dan penentuan lingkungan tempat fosil tersebut diendapkan. Fosil ini
berbentuk Byfuring dan bagian tubuh berupa test.

4.5 Hemiaster fourneli DESH

Gambar 4.5 Hemiaster fourneli DESH

Fosil ini termasuk dalam filum, Echiodermata, kelas Echinoidae, ordo


Spatongida, family Hemiasteridae, genus Hemiaster dan termasuk dalam spesies
Hemiaster fourneli DESH.
Selama proses terbentuknya fosil ini, terjadi proses pemfosilan yang
disebut dengan mineralisasi, yaitu fosil tersebut mengalami pengantian seluruh
tubuhnya oleh mineral lain sehingga material endapan dari proses ini dapat
berkomposisi sama seperti tulang yang ditempatinya.
Proses pembentukan fosil ini dimulai dengan organisme tersebut mati.
kemudian terbebas dari bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian.
Organisme ini akan mengalami transportasi oleh media geologi berupa air, angin,
atau es ke daerah cekungan selama transportasi, material-material yang tidak
resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap material yang
resisten terhadap pelapukan. Setelah itu material tersebut terendapkan pada
daerah cekungan yang relatif stabil. Bersamaan dengan itu, material-material
sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah cekungan inilah batuan akan
terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan menumpuk dan
mengalami tekanan, dan tekanan tersebut akan mengakibatkan material
terkompaksi (pemadatan), setelah itu material mengalami sementasi . Seiring
dengan berjalannya waktu, akhirnya organisme dan material sedimen terlitifikasi
(pembatuan), sehingga organisme tersebut menjadi fosil.
Berdasarkan waktu geologi, fosil ini diperkirakan berumur Kapur Atas (±100-
65 juta tahun yang lalu). Fosil ini memiliki kandungan karbonat atau bersifat
karbonatan sehingga berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa lingkungan
pengendapannya adalah di laut dangkal.
Kegunaan dari fosil ini adalah sebagai penentuan umur relatif batuan dan
penentuan lingkungan tempat fosil tersebut diendapkan. Fosil ini berbentuk
Globular dan bagian tubuh berupa test.

4.6 Phacopina (Vogesina) lacunafera WOLFART

Gambar 4.6 Phacopina (Vogesina) lacunafera WOLFART.

Fosil ini berasal dari filum Arthropoda, kelas Trilobite, ordo Phacopida, famili
Phacopinanidae, genus Phacopina, dan dengan nama spesies Phacopina (Vogesina)
lecunafera WOLFART.
Setelah organisme ini mati kemudian terbebas dari bakteri pembusuk dan
tidak mengalami penguraian. Organisme ini akan mengalami transportasi oleh
media geologi berupa air, angin, atau es ke daerah cekungan selama transportasi,
material-material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami
pergantian terhadap material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang relatif stabil.
Bersamaan dengan itu, material-material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di
daerah cekungan inilah batuan akan terakumulasi, semakin lama material akan
bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan, dan tekanan tersebut akan
mengakibatkan material terkompaksi (pemadatan), setelah itu material mengalami
sementasi . Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya organisme dan material
sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme tersebut menjadi fosil.
Proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah Permineralisasi. Dimana
terdapat proses perubahan mineral penyusun fosil oleh mineral lain seperti silika
(SiO2), kalsium karbonat (CaCO3), atau besi sulfida (FeS). Dengan adanya proses
ini, fosil akan menjadi lebih berat dan lebih awet.
Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa tektonik
sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di
permukaan, fosil tersebut akan terkena gaya eksogen lagi yang berupa erosi air,
angin, atau es sehingga tampak di permukaan.
Umur fosil tersebut adalah Devon Bawah (±395-370 juta tahun yang Lalu).
Kegunaan fosil ini digunakan sebagai penentuan umur relatif batuan dan
penentuan lingkungan sedimentasi batuan yang mengandungnya. Bentuk fosil
berupa Byfuring. Komposisi kimia berupa karbonatan sehingga lingkungan
pengendapan berasal dari laut dangkal dan bagian tubuh berupa test.
4.7 Odontochile hausmanni (BGT)

Gambar 4.7 Odontochile hausmanni (BGT)


Fosil ini termasuk dalam filum Arthropoda, , kelas Trilobite, ordo Phacopida,
family Odontochilenidae, genus Odontochile dan termasuk dalam spesies
Odontochile heusmanni (BGT.).
Selama proses terbentuknya fosil ini, terjadi proses pemfosilan yang
disebut dengan mineralisasi, yaitu fosil tersebut mengalami pengantian seluruh
tubuhnya oleh mineral lain sehingga material endapan dari proses ini dapat
berkomposisi sama seperti tulang yang ditempatinya.
Proses pembentukan fosil ini dimulai dengan organisme tersebut mati.
kemudian terbebas dari bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian.
Organisme ini akan mengalami transportasi oleh media geologi berupa air, angin,
atau es ke daerah cekungan selama transportasi, material-material yang tidak
resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap material yang
resisten terhadap pelapukan. Setelah itu material tersebut terendapkan pada
daerah cekungan yang relatif stabil. Bersamaan dengan itu, material-material
sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah cekungan inilah batuan akan
terakumulasi, semakin lama material akan bertambah dan menumpuk dan
mengalami tekanan, dan tekanan tersebut akan mengakibatkan material
terkompaksi (pemadatan), setelah itu material mengalami sementasi . Seiring
dengan berjalannya waktu, akhirnya organisme dan material sedimen terlitifikasi
(pembatuan), sehingga organisme tersebut menjadi fosil.
Berdasarkan waktu geologi, fosil ini diperkirakan berumur Devon Bawah
(±395-370 juta tahun yang lalu). Fosil ini memiliki kandungan karbonat atau
bersifat karbonatan sehingga berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa
lingkungan pengendapannya adalah di laut dangkal.
Kegunaan dari fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada zaman
Devon Bawah (±395-370 juta tahun yang lalu), penentuan umur relatif batuan dan
penentuan lingkungan tempat fosil tersebut diendapkan. Fosil ini berbentuk
Byfuring dan bagian tubuh berupa test.
4.8 Saccocomma pectinate GOLDF

Gambar 4.8 Saccocoma pectinata GOLDF

Fosil ini berasal dari filum Echiodermata, kelas Crinoidae, ordo Comatulida,
famili Saccocomanidae, genus Saccocoma, dan dengan nama spesies Saccocoma
pectinata GOLDF.
Setelah organisme ini mati kemudian terbebas dari bakteri pembusuk dan
tidak mengalami penguraian. Organisme ini akan mengalami transportasi oleh
media geologi berupa air, angin, atau es ke daerah cekungan selama transportasi,
material-material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami
pergantian terhadap material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang relatif stabil.
Bersamaan dengan itu, material-material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di
daerah cekungan inilah batuan akan terakumulasi, semakin lama material akan
bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan, dan tekanan tersebut akan
mengakibatkan material terkompaksi (pemadatan), setelah itu material mengalami
sementasi . Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya organisme dan material
sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme tersebut menjadi fosil.
Proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah permineralisasi, dimana
terdapat proses perubahan mineral penyusun fosil oleh mineral lain seperti silika
(SiO2), kalsium karbonat (CaCO3), atau besi sulfida (FeS). Dengan adanya proses
ini, fosil akan menjadi lebih berat dan lebih awet.
Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa tektonik
sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di
permukaan, fosil tersebut akan terkena gaya eksogen lagi yang berupa erosi air,
angin, atau es sehingga tampak di permukaan.
Umur dari fosil tersebut adalah Jura Atas (±160 – 140 juta tahun yang Lalu).
Kegunaan fosil ini digunakan untuk penentuan umur relatif batuan dan penentuan
lingkungan sedimentasi batuan. Bentuk fosil berupa Radial. Komposisi kimia
berupa karbonatan sehingga lingkungan pengendapan berada di laut dangkal.
Bagian tubuh berupa test.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum paleontologi dalam acara filum mollusca


yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan:
1. Filum Echinodermata memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh yang seperti
bintang, bulat, pipih, bulat memanjang, dan ada pula yang seperti
tumbuhan, tubuhnya terdiri dari bagian oral dan aboral. Permukaan kulit
umumnya berduri. Sedangkan untuk filum Arthropoda memiliki ciri-ciri
berupa tubuh beruas-ruas, simetri bilateral, memiliki mulut dan anus,
sistem peredaran darah terbuka, dan kelamin hampir selalu terpisah.
2. Filum Echinodermata terbagi menjadi enam kelas yaitu, Asteroidea
(Bintang laut), Ophiuroidea (Bintang ular), Echinoidea (Bulu babi),
Holothuroidea (Teripang), Crinoidea (Lili laut). Sedangakan untuk filum
Arthropoda dibagi menjadi lima kelas yaitu Crustacea (Udang-udangan),
Hexapoda/Insecta (Serangga), Myriapoda (Kaki seribu), Chelicerata
(Laba-laba), dan Trilobita.
3. Fosil dari Filum Echinodermata dan filum Arthropoda dapat kita bedakan
dengan melihat bentuk fosil serta bagian-bagian yang terdapat pada fosil.

5.2 Saran

Adapun saran dalam kegiatan praktikum ini, sebagai berikut :


1). Untuk Asisten Tetap mempertahankan sikap ramahnya terhadap praktikan
2). Tetap mempertahankan cara penjelasan materi praktikum dengan baik
3). Mempertahankan ketelitian dalam memeriksa laporan praktikan.
DAFTAR PUSTAKA

Angreni, M.Y.C., M. A. Sarung dan M. Ulfah. 2017. Keanekaragaman


Echinodermata Dan Kondisi Lingkungan Perairan Dangkal Pulau Pandang
Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kelautan dan Perikanan Unsyiah

Aprilia dan Kurniawan. 2013. Kajian Faktor Lingkungan dan Identifikasi Filum
Mollusca, Filum Echinodermata di Ekosistem Padang Lamun Perairan
Pantai Negeri Tulehu Kabupaten Maluku Tengah. Biopendix

Budiman, C. C., V. Pience dan Maabua. 2014. Keanekaragaman Echinodermata


di Pantai Basaan Satu Kecamatan Ratatotok Sulawesi Utara. Jurnal Mipa
Unsrat Online

Kastawi, Y. 2005. Zoologi Avertebrata. UM Prees. Malang


Katili, Abubakar S. 2011. Struktur Komunitas Echinodermata pada Zona
Intertidal di Gorontalo. Jurnal Penelitian dan Pendidikan

Kuncoro, Eko B. 2004. Akuarium Laut. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Ompi, M. 2016. Larva Avertebrata Dasar laut. Deepublish, Yogyakarta.

Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu.


Yogyakarta.
L
A
M
P
I
R
A
N
ACARA / MODUL
UNIVERSITAS HASANUDDIN PRAKTIKUM
LABORATORIUM PALEONTOLOGI
LEMBAR PRAKTIKUM PALEONTOLOGI VI / FILUM
ECHINODERMATA
&ARTHROPODA
NAMA PRAKTIKAN NIM KELOMPOK TAKSONOMI
FILUM Arthropoda
KIRENIA KARTIKA D061191093 2 KELAS Trilobite
ORDO Asaphida

FAMILI Homotelusidae
HARI/TANGGAL JAM ASISTEN
GENUS Homotelus
Kamis, 21-05-2020 14.30 NURRAHMANI PARAKKASI
Homotelus
SPESIES bromidensis
NO. PERAGA : 170
ESKER
GAMBAR :
KETERANGAN :
1. Test
2. Thorax
3. Cephalon
4. Pygidium
5. Pleura

PROSES PEMFOSILAN Mineralisasi


BENTUK FOSIL Byfuring
KOMPOSISI KIMIA Karbonatan(CaCO3)
UMUR Ordovisium Tengah (±500-449 juta tahun)
LINGKUNGAN
Laut dangkal
PENGENDAPAN
KETERANGAN Fosil ini termasuk dalam filum Arthropoda, kelas
Trilobite, ordo Asaphida, family Homotelusidae, genus
Homotelus dan termasuk dalam spesies Homotelus
bromidensis ESKER..
Selama proses terbentuknya fosil ini, terjadi proses
pemfosilan yang disebut dengan mineralisasi, yaitu fosil
tersebut mengalami pengantian seluruh tubuhnya oleh
mineral lain sehingga material endapan dari proses ini
dapat berkomposisi sama seperti tulang yang
ditempatinya.
Proses pembentukan fosil ini dimulai dengan
organisme tersebut mati. kemudian terbebas dari bakteri
pembusuk dan tidak mengalami penguraian. Organisme
ini akan mengalami transportasi oleh media geologi
berupa air, angin, atau es ke daerah cekungan selama
transportasi, material-material yang tidak resisten
terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap
material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan
yang relatif stabil. Bersamaan dengan itu, material-
material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah
cekungan inilah batuan akan terakumulasi, semakin lama
material akan bertambah dan menumpuk dan mengalami
tekanan, dan tekanan tersebut akan mengakibatkan
material terkompaksi (pemadatan), setelah itu material
mengalami sementasi . Seiring dengan berjalannya
waktu, akhirnya organisme dan material sedimen
terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme tersebut
menjadi fosil.
Berdasarkan waktu geologi, fosil ini diperkirakan
berumur Ordovisium Tengah (±500-449 juta tahun yang
lalu). Fosil ini memiliki kandungan karbonat atau bersifat
karbonatan sehingga berdasarkan hal ini dapat dikatakan
bahwa lingkungan pengendapannya adalah di laut
dangkal.
Kegunaan dari fosil ini adalah sebagai bukti adanya
kehidupan pada zaman Ordovisium Tengah (±500-449
juta tahun yang lalu) , penentuan umur relatif batuan dan
penentuan lingkungan tempat fosil tersebut diendapkan.
Fosil ini berbentuk Byfuring dan Bagian tubuh berupa test.

CATATAN : PARAF
ACARA / MODUL
UNIVERSITAS HASANUDDIN PRAKTIKUM
LABORATORIUM PALEONTOLOGI
LEMBAR PRAKTIKUM PALEONTOLOGI VI / FILUM
ECHINODERMATA
&ARTHROPODA
NAMA PRAKTIKAN NIM KELOMPOK TAKSONOMI
FILUM Echiodermata
KIRENIA KARTIKA D061191093 2 KELAS Crinoidae
ORDO Monobathrida
Dizygocrinusid
FAMILI
HARI/TANGGAL JAM ASISTEN ae
GENUS Dizygocrinus
Kamis, 21-05-2020 14.30 NURRAHMANI PARAKKASI
Dizygocrinus
rotundus
SPESIES
NO. PERAGA :1158 (YANDELL &
SHUMARD)
GAMBAR :
KETERANGAN :

1. Test
2. Madreporit

PROSES PEMFOSILAN Permineralisasi


BENTUK FOSIL Globular
KOMPOSISI KIMIA Karbonatan (CaCO3)
UMUR Karbon Bawah (±345-317 juta tahun)
LINGKUNGAN
Laut dangkal
PENGENDAPAN
KETERANGAN Fosil ini berasal dari filum Echiodermata, kelas
Crinoidae, ordo Monobathrida, famili Dizygocrinusidae,
genus Dizygocrinus, dan dengan nama spesies Dizygocrinus
rotundus (YANDELL & SHUMARD)
Setelah organisme ini mati kemudian terbebas dari
bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian.
Organisme ini akan mengalami transportasi oleh media
geologi berupa air, angin, atau es ke daerah cekungan
selama transportasi, material-material yang tidak resisten
terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap
material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang
relatif stabil. Bersamaan dengan itu, material-material
sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah cekungan
inilah batuan akan terakumulasi, semakin lama material
akan bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan,
dan tekanan tersebut akan mengakibatkan material
terkompaksi (pemadatan), setelah itu material mengalami
sementasi . Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya
organisme dan material sedimen terlitifikasi (pembatuan),
sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Proses
pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah
permineralisasi. Dimana terdapat proses perubahan
mineral penyusun fosil oleh mineral lain seperti silika
(SiO2), kalsium karbonat (CaCO3), atau besi sulfida
(FeS). Dengan adanya proses ini, fosil akan menjadi lebih
berat dan lebih awet.
Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga
endogen berupa tektonik sehingga fosil yang berada di
cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di permukaan,
fosil tersebut akan terkena gaya eksogen lagi yang berupa
erosi air, angin, atau es sehingga tampak di permukaan.
Umur fosil tersebut adalah Karbon Bawah (± 359
– 345 Juta Tahun yang Lalu). Kegunaan fosil ini
digunakan sebagai penentuan umur relatif batuan dan
penentuan lingkungan sedimentasi batuan yang
mengandungnya. Bentuk fosil berupa Globular.
Komposisi kimia berupa karbonatan sehingga lingkungan
pengendapan berasal dari laut dangkal dan Bagian tubuh
berupa test.

CATATAN : PARAF
ACARA / MODUL
UNIVERSITAS HASANUDDIN PRAKTIKUM
LABORATORIUM PALEONTOLOGI
LEMBAR PRAKTIKUM PALEONTOLOGI VI / FILUM
ECHINODERMATA
&ARTHROPODA
NAMA PRAKTIKAN NIM KELOMPOK TAKSONOMI
FILUM Echiodermata
KIRENIA KARTIKA D061191093 2 KELAS Ophiuroidea
ORDO Encrinasteridae

FAMILI Loriolesteridae
HARI/TANGGAL JAM ASISTEN
GENUS Loriolester
Kamis, 21-05-2020 14.30 NURRAHMANI PARAKKASI
Loriolester
SPESIES mirabilia
NO. PERAGA :355
STURTZ
GAMBAR :
KETERANGAN :

1. Test
2. Tubefeet
3. Madreporit

PROSES PEMFOSILAN Permineralisasi


BENTUK FOSIL Radial
KOMPOSISI KIMIA Karbonatan (CaCO3)
UMUR Devon Bawah (±395-370 juta tahun)
LINGKUNGAN
Laut dangkal
PENGENDAPAN
KETERANGAN Fosil ini berasal dari filum Echiodermata, kelas
Ophiuroidea, ordo Encrinasteridae, famili Loriolesteridae,
genus Loriolester, dan dengan nama spesies Loriolester
mirabilia STURTZ.
Setelah organisme ini mati kemudian terbebas dari
bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian.
Organisme ini akan mengalami transportasi oleh media
geologi berupa air, angin, atau es ke daerah cekungan
selama transportasi, material-material yang tidak resisten
terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap
material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang
relatif stabil. Bersamaan dengan itu, material-material
sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah cekungan
inilah batuan akan terakumulasi, semakin lama material
akan bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan,
dan tekanan tersebut akan mengakibatkan material
terkompaksi (pemadatan), setelah itu material mengalami
sementasi . Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya
organisme dan material sedimen terlitifikasi (pembatuan),
sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Proses
pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah
permineralisasi. Dimana terdapat proses perubahan
mineral penyusun fosil oleh mineral lain seperti silika
(SiO2), kalsium karbonat (CaCO3), atau besi sulfida
(FeS). Dengan adanya proses ini, fosil akan menjadi lebih
berat dan lebih awet.
Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga
endogen berupa tektonik sehingga fosil yang berada di
cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di permukaan,
fosil tersebut akan terkena gaya eksogen lagi yang berupa
erosi air, angin, atau es sehingga tampak di permukaan.
Umur fosil tersebut adalah Devon Bawah (±395-370
juta tahun yang Lalu). Kegunaan fosil ini digunakan
sebagai penentuan umur relatif batuan dan penentuan
lingkungan sedimentasi batuan yang mengandungnya.
Bentuk fosil berupa Radial. Komposisi kimia berupa
karbonatan sehingga lingkungan pengendapan berasal
dari laut dangkal dan Bagian tubuh berupa test.
CATATAN : PARAF
ACARA / MODUL
UNIVERSITAS HASANUDDIN PRAKTIKUM
LABORATORIUM PALEONTOLOGI
LEMBAR PRAKTIKUM PALEONTOLOGI VI / FILUM
ECHINODERMATA
&ARTHROPODA
NAMA PRAKTIKAN NIM KELOMPOK TAKSONOMI
FILUM Arthropoda
KIRENIA KARTIKA D061191093 2 KELAS Trilobite
ORDO Protostomia
Dalmanitinania
FAMILI
HARI/TANGGAL JAM ASISTEN de
GENUS Dalmanitina
Kamis, 21-05-2020 14.30 NURRAHMANI PARAKKASI
Dalmanitina
SPESIES socialis
NO. PERAGA : 136
(BARR.)
GAMBAR :
KETERANGAN :

1. Test
2. Pygidium
3. Axis
4. Pleura

PROSES PEMFOSILAN Mineralisasi


BENTUK FOSIL Byfuring
KOMPOSISI KIMIA Silikaan
UMUR Ordovisium Tengah (±500-449 juta tahun)
LINGKUNGAN
Laut dalam
PENGENDAPAN
KETERANGAN Fosil ini termasuk dalam filum Arthropoda, kelas
Trilobite, ordo Protostomia, family Dalmanitinaniade, genus
Dalmanitina dan termasuk dalam spesies Dalmanitina
socialis (BARR.).
Selama proses terbentuknya fosil ini, terjadi proses
pemfosilan yang disebut dengan mineralisasi, yaitu fosil
tersebut mengalami pengantian seluruh tubuhnya oleh
mineral lain sehingga material endapan dari proses ini
dapat berkomposisi sama seperti tulang yang
ditempatinya.
Proses pembentukan fosil ini dimulai dengan
organisme tersebut mati. kemudian terbebas dari bakteri
pembusuk dan tidak mengalami penguraian. Organisme
ini akan mengalami transportasi oleh media geologi
berupa air, angin, atau es ke daerah cekungan selama
transportasi, material-material yang tidak resisten
terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap
material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan
yang relatif stabil. Bersamaan dengan itu, material-
material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah
cekungan inilah batuan akan terakumulasi, semakin lama
material akan bertambah dan menumpuk dan mengalami
tekanan, dan tekanan tersebut akan mengakibatkan
material terkompaksi (pemadatan), setelah itu material
mengalami sementasi . Seiring dengan berjalannya
waktu, akhirnya organisme dan material sedimen
terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme tersebut
menjadi fosil.
Berdasarkan waktu geologi, fosil ini diperkirakan
berumur Ordovisium Tengah (±500-449 juta tahun yang
lalu). Fosil ini memiliki kandungan silikaan (SiO2)
sehingga berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa
lingkungan pengendapannya adalah di laut dalam.
Kegunaan dari fosil ini adalah sebagai bukti adanya
kehidupan pada zaman Ordovisium Tengah (±500-449
juta tahun yang lalu), penentuan umur relatif batuan dan
penentuan lingkungan tempat fosil tersebut diendapkan.
Fosil ini berbentuk Byfuring dan Bagian tubuh berupa test.
CATATAN : PARAF
ACARA / MODUL
UNIVERSITAS HASANUDDIN PRAKTIKUM
LABORATORIUM PALEONTOLOGI
LEMBAR PRAKTIKUM PALEONTOLOGI VI / FILUM
ECHINODERMATA
&ARTHROPODA
NAMA PRAKTIKAN NIM KELOMPOK TAKSONOMI
FILUM Echiodermata
KIRENIA KARTIKA D061191093 2 KELAS Echinoidae
ORDO Spatongida

FAMILI Hemiasteridae
HARI/TANGGAL JAM ASISTEN
GENUS Hemiaster
Kamis, 21-05-2020 14.30 NURRAHMANI PARAKKASI
Hemiaster
SPESIES
NO. PERAGA : 1817 fourneli DESH.
GAMBAR :
KETERANGAN :

1. Test 5. Tubefest
2. Piroximal
3. Madreporit
4. Distal

PROSES PEMFOSILAN Mineralisasi


BENTUK FOSIL Globular
KOMPOSISI KIMIA Karbonatan (CaCO3)
UMUR Kapur Atas (±100-65 juta tahun)
LINGKUNGAN
Laut dangkal
PENGENDAPAN
KETERANGAN Fosil ini termasuk dalam filum, Echiodermata,
kelas Echinoidae, ordo Spatongida, family Hemiasteridae,
genus Hemiaster dan termasuk dalam spesies Hemiaster
fourneli DESH.
Selama proses terbentuknya fosil ini, terjadi proses
pemfosilan yang disebut dengan mineralisasi, yaitu fosil
tersebut mengalami pengantian seluruh tubuhnya oleh
mineral lain sehingga material endapan dari proses ini
dapat berkomposisi sama seperti tulang yang
ditempatinya.
Proses pembentukan fosil ini dimulai dengan
organisme tersebut mati. kemudian terbebas dari bakteri
pembusuk dan tidak mengalami penguraian. Organisme
ini akan mengalami transportasi oleh media geologi
berupa air, angin, atau es ke daerah cekungan selama
transportasi, material-material yang tidak resisten
terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap
material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan
yang relatif stabil. Bersamaan dengan itu, material-
material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah
cekungan inilah batuan akan terakumulasi, semakin lama
material akan bertambah dan menumpuk dan mengalami
tekanan, dan tekanan tersebut akan mengakibatkan
material terkompaksi (pemadatan), setelah itu material
mengalami sementasi . Seiring dengan berjalannya
waktu, akhirnya organisme dan material sedimen
terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme tersebut
menjadi fosil.
Berdasarkan waktu geologi, fosil ini diperkirakan
berumur Kapur Atas (±100-65 juta tahun yang lalu). Fosil
ini memiliki kandungan karbonat atau bersifat karbonatan
sehingga berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa
lingkungan pengendapannya adalah di laut dangkal. Fosil
ini berbentuk Globular dan Bagian tubuh berupa test.
Kegunaan dari fosil ini adalah sebagai penentuan
umur relatif batuan dan penentuan lingkungan tempat
fosil tersebut diendapkan.
CATATAN : PARAF
ACARA / MODUL
UNIVERSITAS HASANUDDIN PRAKTIKUM
LABORATORIUM PALEONTOLOGI
LEMBAR PRAKTIKUM PALEONTOLOGI VI / FILUM
ECHINODERMATA
&ARTHROPODA
NAMA PRAKTIKAN NIM KELOMPOK TAKSONOMI
FILUM Arthropoda
KIRENIA KARTIKA D061191093 2 KELAS Trilobite
ORDO Phacopida

FAMILI Phacopinanidae
HARI/TANGGAL JAM ASISTEN
GENUS Phacopina
Kamis, 21-05-2020 14.30 NURRAHMANI PARAKKASI
Phacopina
(Vogesina)
SPESIES
NO. PERAGA : 854 lecunafera
WOLFART
GAMBAR :
KETERANGAN :

1. Test 5. Axis
2. Thorax
3. Pygidium
4. Pleura
5.
PROSES PEMFOSILAN Permineralisasi
BENTUK FOSIL Byfuring
KOMPOSISI KIMIA Silikaan
UMUR Devon Bawah (±395-370 juta tahun)
LINGKUNGAN
Laut dalam
PENGENDAPAN
KETERANGAN Fosil ini berasal dari filum Arthropoda, kelas
Trilobite, ordo Phacopida, famili Phacopinanidae, genus
Phacopina, dan dengan nama spesies Phacopina (Vogesina)
lecunafera WOLFART.
Setelah organisme ini mati kemudian terbebas dari
bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian.
Organisme ini akan mengalami transportasi oleh media
geologi berupa air, angin, atau es ke daerah cekungan
selama transportasi, material-material yang tidak resisten
terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap
material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang
relatif stabil. Bersamaan dengan itu, material-material
sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah cekungan
inilah batuan akan terakumulasi, semakin lama material
akan bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan,
dan tekanan tersebut akan mengakibatkan material
terkompaksi (pemadatan), setelah itu material mengalami
sementasi . Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya
organisme dan material sedimen terlitifikasi (pembatuan),
sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Proses
pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah
permineralisasi. Dimana terdapat proses perubahan
mineral penyusun fosil oleh mineral lain seperti silika
(SiO2), kalsium karbonat (CaCO3), atau besi sulfida
(FeS). Dengan adanya proses ini, fosil akan menjadi lebih
berat dan lebih awet.
Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga
endogen berupa tektonik sehingga fosil yang berada di
cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di permukaan,
fosil tersebut akan terkena gaya eksogen lagi yang berupa
erosi air, angin, atau es sehingga tampak di permukaan.
Umur fosil tersebut adalah Devon Bawah (±395-370
juta tahun yang Lalu). Bentuk fosil berupa Byfuring.
Komposisi kimia berupa karbonatan sehingga lingkungan
pengendapan berasal dari laut dangkal dan Bagian tubuh
berupa test.
Kegunaan fosil ini digunakan sebagai penentuan
umur relatif batuan dan penentuan lingkungan
sedimentasi batuan yang mengandungnya.

CATATAN : PARAF
ACARA / MODUL
UNIVERSITAS HASANUDDIN PRAKTIKUM
LABORATORIUM PALEONTOLOGI
LEMBAR PRAKTIKUM PALEONTOLOGI VI / FILUM
ECHINODERMATA
&ARTHROPODA
NAMA PRAKTIKAN NIM KELOMPOK TAKSONOMI
FILUM Arthropoda
KIRENIA KARTIKA D061191093 2 KELAS Trilobite
ORDO Phacopida
Odontochilenid
FAMILI
HARI/TANGGAL JAM ASISTEN ae
GENUS Odontochile
Kamis, 21-05-2020 14.30 NURRAHMANI PARAKKASI
Odontochile
SPESIES heusmanni
NO. PERAGA :307
(BGT.)
GAMBAR :
KETERANGAN :

1. Test 5. Pygidium
2. Thorax
3. Axis
4. Pleura

PROSES PEMFOSILAN Mineralisasi


BENTUK FOSIL Byfuring
KOMPOSISI KIMIA Karbonatan (CaCO3)
UMUR Devon Bawah (±395-370 juta tahun)
LINGKUNGAN
Laut dangkal
PENGENDAPAN
KETERANGAN Fosil ini termasuk dalam filum Arthropoda, , kelas
Trilobite, ordo Phacopida, family Odontochilenidae, genus
Odontochile dan termasuk dalam spesies Odontochile
heusmanni (BGT.).
Selama proses terbentuknya fosil ini, terjadi proses
pemfosilan yang disebut dengan mineralisasi, yaitu fosil
tersebut mengalami pengantian seluruh tubuhnya oleh
mineral lain sehingga material endapan dari proses ini
dapat berkomposisi sama seperti tulang yang
ditempatinya.
Proses pembentukan fosil ini dimulai dengan
organisme tersebut mati. kemudian terbebas dari bakteri
pembusuk dan tidak mengalami penguraian. Organisme
ini akan mengalami transportasi oleh media geologi
berupa air, angin, atau es ke daerah cekungan selama
transportasi, material-material yang tidak resisten
terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap
material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan
yang relatif stabil. Bersamaan dengan itu, material-
material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah
cekungan inilah batuan akan terakumulasi, semakin lama
material akan bertambah dan menumpuk dan mengalami
tekanan, dan tekanan tersebut akan mengakibatkan
material terkompaksi (pemadatan), setelah itu material
mengalami sementasi . Seiring dengan berjalannya
waktu, akhirnya organisme dan material sedimen
terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme tersebut
menjadi fosil.
Berdasarkan waktu geologi, fosil ini diperkirakan
berumur Devon Bawah (±395-370 juta tahun yang lalu).
Fosil ini memiliki kandungan karbonat atau bersifat
karbonatan sehingga berdasarkan hal ini dapat dikatakan
bahwa lingkungan pengendapannya adalah di laut
dangkal.
Kegunaan dari fosil ini adalah sebagai bukti adanya
kehidupan pada zaman Devon Bawah (±395-370 juta tahun
yang lalu), penentuan umur relatif batuan dan penentuan
lingkungan tempat fosil tersebut diendapkan. Fosil ini
berbentuk Byfuring dan Bagian tubuh berupa test.

CATATAN : PARAF
ACARA / MODUL
UNIVERSITAS HASANUDDIN PRAKTIKUM
LABORATORIUM PALEONTOLOGI
LEMBAR PRAKTIKUM PALEONTOLOGI VI / FILUM
ECHINODERMATA
&ARTHROPODA
NAMA PRAKTIKAN NIM KELOMPOK TAKSONOMI
FILUM Echiodermata
KIRENIA KARTIKA D061191093 2 KELAS Crinoidae
ORDO Comatulida
Saccocomanida
FAMILI
HARI/TANGGAL JAM ASISTEN e
GENUS Saccocoma
Kamis, 21-05-2020 14.30 NURRAHMANI PARAKKASI
Saccocoma
SPESIES pectinata
NO. PERAGA : 758
GOLDF.
GAMBAR :
KETERANGAN :

1. Test
2. Tubefeet
3. Madreporit

PROSES PEMFOSILAN Permineralisasi


BENTUK FOSIL Radial
KOMPOSISI KIMIA Karbonatan (CaCO3)
UMUR Jura Atas (±160 – 140 juta tahun)
LINGKUNGAN
Laut dangkal
PENGENDAPAN
KETERANGAN Fosil ini berasal dari filum Echiodermata, kelas
Crinoidae, ordo Comatulida, famili Saccocomanidae, genus
Saccocoma, dan dengan nama spesies Saccocoma pectinata
GOLDF.
Setelah organisme ini mati kemudian terbebas dari
bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian.
Organisme ini akan mengalami transportasi oleh media
geologi berupa air, angin, atau es ke daerah cekungan
selama transportasi, material-material yang tidak resisten
terhadap pelapukan akan mengalami pergantian terhadap
material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu
material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang
relatif stabil. Bersamaan dengan itu, material-material
sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah cekungan
inilah batuan akan terakumulasi, semakin lama material
akan bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan,
dan tekanan tersebut akan mengakibatkan material
terkompaksi (pemadatan), setelah itu material mengalami
sementasi . Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya
organisme dan material sedimen terlitifikasi (pembatuan),
sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Proses
pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah
permineralisasi, dimana terdapat proses perubahan
mineral penyusun fosil oleh mineral lain seperti silika
(SiO2), kalsium karbonat (CaCO3), atau besi sulfida
(FeS). Dengan adanya proses ini, fosil akan menjadi lebih
berat dan lebih awet.
Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga
endogen berupa tektonik sehingga fosil yang berada di
cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di permukaan,
fosil tersebut akan terkena gaya eksogen lagi yang berupa
erosi air, angin, atau es sehingga tampak di permukaan.
Umur dari fosil tersebut adalah Jura Atas (±160 –
140 juta tahun yang Lalu). Bentuk fosil berupa Radial.
Komposisi kimia berupa karbonatan sehingga lingkungan
pengendapan berada di laut dangkal. Bagian tubuh
berupa test.
Kegunaan fosil ini digunakan untuk penentuan
umur relatif batuan dan penentuan lingkungan
sedimentasi batuan

CATATAN : PARAF

Anda mungkin juga menyukai