“Bau Bensin?”
“ Skenario 5 Blok 11 ”
DISUSUN OLEH :
Fakultas Kedokteran
Universitas Taduluako
Palu
2022
1. Penyebab dari gejala pulsating headache, foto-phonophobia, osmophobia, nausea ?
Jawab :
Pulsating Headache
a. Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/perubahan hormonal
b. Puasa dan terlambat makan
c. Makanan misalnya alcohol, coklat, susu, keju dan buah-bauhan
d. Cahaya kilat atau berkelip
e. Faktor kepribadian
f. Faktor herediter
g. Bahaya tidur atau kurang tidur
Nausea
Gangguan biokimiawi
Gangguan pada esophagus
Distensi lambung
Iritasi lambung
Gangguan pancreas
Peregangan kapsul limpa
Tumor terlokalisasi
Peningkatan tekanan intraabdominal
Peningkatan tekanan intrakrnial
Peningkatan tekanan intraorbital
Mabuk perjalanan
Kehamilan
Aroma tidak sedap
Rasa makanan/minuman yang tidak enak
Stimulus penglihatan tidak menyenangkan
Faktor psikologi
Fotophobia
Orang yang rentan terhadap migrain akan sering mengalami fotofobia.
Orang dengan kondisi seperti ablasi retina, abrasi kornea (kornea tergores) dan
uveitis (peradangan uvea), mengalami sensitivitas cahaya.
Luka bakar dan radang pada mata, mungkin dapat menyebabkan sensitivitas
cahaya.
Bisul pada mata juga dapat menyebabkan fotofobia, seperti halnya infeksi mata
atau cedera.
Orang yang memakai lensa kontak kurang pas (atau orang yang memakai lensa
kontak lebih lama dari yang ditentukan) sering mengalami iritasi yang dapat
menyebabkan perkembangan sensitivitas cahaya.
Orang-orang yang telah melakukan operasi mata refraksi juga dapat mulai
mengalami masalah dengan cahaya terang.
Fotofobia juga dapat menjadi efek samping dari beberapa obat, termasuk beberapa
antihistamin, obat jerawat, dan tablet tekanan darah. Berdasarkan kasus tersebut,
konsultasikan dengan dokter Anda.
Meningitis dan gangguan lain yang mempengaruhi sistem saraf pusat dapat
menyebabkan sensitivitas terhadap cahaya, seperti juga rabies, keracunan merkuri,
konjungtivitis, dan albinisme.
Sumber:
IDI. 2015. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
2. Prognosis ?
Jawab :
Prognosis pada umumnya bonam, namun quo ad sanationam adalah dubia karena
sering terjadi berulang.
Sumber :
IDI. 2015. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
3. Abnamnesis nyeri kepala (PQRST dan sacratos) ?
Jawab :
Socratess
Anamnesis merupakan langkah pertama dalam manajemen nyeri kepala. Peran
anamnesis memegang posisi paling penting dalam manajemen nyeri kepala, mengingat
pada pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien dengan nyeri kepala sering ditemukan
normal. Ada beberapa langkah dalam anamnesis pasien dengan nyeri kepala. Beberapa
langkah anamnesis pasien dengan nyeri kepala ini secara sistematis tersusun dalam yang
disingkat dengan H. SOCRATESS. Tanpa anamnesis riwayat nyeri kepala yang cukup,
intervensi diagnostik dan pengobatan yang kita berikan pada pasien dengan nyeri kepala
bisa keliru. Ada kalanya pemeriksaan penunjang yang seharusnya tidak perlu dilakukan
dapat dilakukan, atau sebaliknya uji diagnostik atau laboratorik yang penting malah tidak
dilakukan. Sebelum melakukan anamnesis pada pasien dengan nyeri kepala, data dasar
perlu diambil terlebih dahulu.
PQRST
Untuk membantu mengingat hal-hal yang perlu dieksplorasi dalam pengkajian
nyeri, dapat digunakan mnemonic “PQRST”. P adalah Provokes and Palliates, Q adalah
Quality, R adalah Region and Radiation, S adalah Severity, dan T adalah Time. PQRST
telah dipakai dalam berbagai praktik klinis, digunakan dalam berbagai buku ajar
anamnesis dan pemeriksaan fisis dalam Pendidikan dokter umum, serta digunakan dalam
modul dan evaluasi pembelajaran mahasiswa FKUI. Walaupuan memiliki elemen-elemen
untuk menggali aspek fungsional dan psikososial nyeri, focus mnemonic PQRST adalah
aspek biomedis.
Sumber :
Hidayari, H. 2017. Pendekatan Klinis Dalam Manajemen Nyeri kepala. Jurnal MNJ.
Vol. 2(2). Viewed on 13 April 2022. From https://dx.doi.org
Soenarto, R., Sukmono, R., Findyartini, A. 2019. Pengkajian Nyeri Kronik : Modul
Pelatihan Keterampilan Dasar Untuk Mahasiswa dan Prefesional Kesehatan.
Jakarta : Universitas Indoneisa
4. Jenis jenis nyeri kepala ?
Jawab :
Sumber :
Haryani, S., Tandy, V., Vania, A. 2018. Penatalaksanaan Nyeri Kepala Pada
LayananPrimer. Callosum Neurology Journal. Vol 1(3). Viewed on 13
April 2022. From https://google.schollar
5. Tanda tanda bahaya nyeri kepala ?
Jawab :
Red flags adalah tanda bahaya atau kondisi yang harus diwaspadai. Beberapa hal yang
terkategori sebagai red flags pada kasus nyeri kepala terangkum dalam Tabel di bawah :
Systemic symptoms (simptom sistemik) yang merupakan tanda bahaya pada kasus
nyeri kepala antara lain: demam, kaku leher, penurunan berat badan, ruam, menggigil,
berkeringat di malam hari. Kemungkinan diagnosis Apabila kasus nyeri kepala disertai
dengan adanya simptom sistemik, maka nyeri kepala masuk dalam kategori red flags
(bendera merah). Hati-hati mungkin nyeri kepala yang ada bukan nyeri kepala primer.
Kemungkinan diagnosis nyeri kepala yang disertai dengan simptom sistemik bisa
bermacam-macam, antara lain meningoensefa-litis, gangguan vaskuler, arteritis, atau
penyebab sekunder yang lain.
Konsep mencari tanda-tanda bahaya atau red flags nyeri kepala dapat digunakan guna
menuntun klinisi dalam merencanakan pemeriksaan lanjutan, mengingat biaya dari setiap
pemeriksaan penunjang cenderung mahal serta tidak menutup kemungkinan diperolehnya
hasil positif palsu. Salah satu metode mencari red flags adalah metode
Sumber :
Hidayari, H. 2017. Pendekatan Klinis Dalam Manajemen Nyeri kepala. Jurnal MNJ.
Vol. 2(2). Viewed on 13 April 2022. From https://dx.doi.org
6. Tatalaksana migran ?
Jawab :
Farmakologi
Kortikosteroid oral dapat digunakan, baik dengan prednison dosis awal 60 mg/ hari
atau deksametason 4 mg/ hari sampai 12 mg/ hari, dengan penurunan dosis bertahan
selama 3-7 hari. Triptan atau dihidroergotamin juga dapat digunakan sebagai terapi
transisi.
Tatalaksana migrain melibatkan terapi akut (abortif) danpencegahan (profilaksis).
Penatalaksanaan farmakologis untuk migrain dengan pengobatan anti nyeri sederhana
seperti ibuprofen dan parasetamol (asetaminofen) untuk nyeri kepala, obat anti mual, dan
penghindaran pemicu migrain.Obat-obatan spesifik seperti triptans atau ergotamin dapat
digunakan ketika obat anti nyeri sederhana tidak efektif. Sejumlah obat juga digunakan
untuk mencegah serangan seperti metoprolol, valproat, dan topiramat.
Aspirin 600-900 mg + 3,2 metoclopramide
Asetaminofen 1000 mg
Ibuprofen 200-400 mg
Sumatriptan untuk meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia. Untuk migren
berat atau bila tidak ada respon pada analgesic non spesifik. Dosis awal 50 mg
dengan dosisi maksimal 200 mg dalma 24 jam.
Propanolol 40-240 mg/hari
Metoprolol 50-100 mg/ hari
Non-farmakologi
Pasien juga harus menghindari faktor-faktor yang memicu serangan migrain (misalnya
kurang tidur, kelelahan, stres, makanan tertentu, penggunaan vasodilator). Pasien
dianjurkan untuk menggunakan buku harian untuk mendokumentasikan kejadian nyeri
kepala, hal tersebut merupakan metode yang efektif dan murah untuk mengikuti jalannya
penyakit (Pescador 2021)
• Pasien dan keluarga dapat berusaha mengkontrol serangan
• Keluarga menasehati pasien untuk beristirahat dan menghindari pemicu, sera
bberolahraga secara teratur.
• Keluarga menasehati pasine jika merokok untuk berhenti merokok dapat memicu
sakit kepala atau membuat sakit kepala menjadi lebih parah
• Berolahraga secara teratur, olahraga aerobic secara teratur mengurangi tekanan dan
mencegah migren.
• Perubahan pola hidup dapat mengurangi jumlah dan tingkat keparahan migren.
Sumber :
Pescador Ruschel MA, De Jesus O.2021.Migraine Headache. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov
Haryani, S., Tandy, V., Vania, A. 2018. Penatalaksanaan Nyeri Kepala Pada
LayananPrimer. Callosum Neurology Journal. Vol 1(3). Viewed on 13
April 2022. From https://google.schollar
IDI. 2015. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
7. Penilaian skala nyeri selain NSP ?
Jawab :
Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri menggunakan skala
assessment nyeri unidimensional (tunggal) atau multidimensi.
1. Unidimensional:
- Hanya mengukur intensitas nyeri
- Cocok (appropriate) untuk nyeri akut
- Skala yang biasa digunakan untuk evaluasi pemberian analgetik
- Skala assessment nyeri unidimensional ini meliputi:
• Visual Analog Scale (VAS)
Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai
nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang
mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10
cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini
dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada
nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi.
Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala
hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat
utama VAS adalah penggunaannya sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk
periode pasca bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan
koordinasi visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi
2. Multidimensional
- Mengukur intensitas dan afektif (unpleasantness) nyeri
- Diaplikasikan untuk nyeri kronis
- Dapat dipakai untuk penilaian klinis
- Skala multidimensional ini meliputi:
Sumber:
Romdhoni, W. 2021. Karsinoma Nasofaring : Diagnosis dan Terapi Terkini.
Surabaya : Airlangga University Press.