Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

Program Pemberdayaan Anak Jalanan

Dibuat untuk memenuhi tugas:

Mata kuliah Pengelolaan Program PNF

Dosen Pengampu :

Devi Sulaeman, S.pd. S.com. M.pd

Disusun oleh:

Putri Zahara

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya

sehingga makalah PNF ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga

mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi

yaitu Sanggar Anak Akar sebagai tempat kegiatan PNF yang menjadi wadah bagi

saya untuk belajar dan mencari pengalaman sebanyak-banyaknya, dan juga

kepada dosen pembimbing yang telah membantu memberikan segenap fikiran

dan waktunya untuk membimbing dalam menyusun makalah ini. Dan harapan

saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi

para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah

isi kegiatan program ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin

masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

kesesempurnaan makalah ini.

Bekasi, April 2022

Putri Zahara

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Kegiatan ........................................................................ 3
1.3. Tujuan Kegiatan ............................................................................ 4
1.4. Manfaat Kegiatan .......................................................................... 5

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN ............................................ 6


2.1. Landasan Konseptual ......................................................................... 6
2.2. Alur Pelaksanaan Program............................................................. 8
2.3. Alur Berfikir Program ................................................................... 8

BAB III METODE PELAKSANAAN KEGIATAN ................................... 11


3.1. Tempat Pelaksanaan........................................................................... 11
3.2. Metode Pelaksanaan ...................................................................... 11

BAB IV GAMBARAN UMUM ..................................................................... 16


4.1. Sanggar Anak Akar ............................................................................ 16
4.2. Sejarah Sanggar Anak Akar ........................................................... 17
4.3. Tantangan-Tantangan .................................................................... 19
4.4. Potensi-Potensi ............................................................................. 22

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................. 24


5.1. Implementasi dan Capaian Program Utama ...................................... 24
5.1.1. Peer To Peer Outreach ............................................................ 24
5.1.2. Skills Training Untuk Hari Anak Nasional ............................. 27
5.1.3. Hambatan Program Utama ...................................................... 34
5.2. Implementasi dan Capaian Program Tambahan .............................. 34
5.2.1. Renovasi Rumah Belajar Kampung Ujung ............................. 34
5.2.2. Hambatan Program Tambahan ............................................... 38
5.3. Evaluasi ........................................................................................ 39

BAB VI PENUTUP ....................................................................................... 41


6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 41

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 44


LAMPIRAN .................................................................................................... 45

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara normatif, pendidikan merupakan hal dasar yang wajib diikuti setiap

individu dimana pemerintah dalam kebijakannya mewajibkan setiap orang

menenpuh pendidikan minimal 12 tahun hal ini juga tercermin dalam UU No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa setiap warga negara

dengan usia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan

dasar (pasal 6 ayat 1). Menteri Pendidikan telah mengeluarkan Peraturan Menteri

Nomor 12 Tahun 2015 tentang Program Indonesia Pintar yang bertujuan

membiayai anak yang orang tuanya tidak/kurang mampu, yang menyebabkan

sekarang ini, khususnya di kota besar, jarang ditemui anak-anak tidak sekolah.

Akan tetapi, pendidikan yang dialami tidak jarang lebih menekankan pada

pengetahuan terkait materi pelajaran yang ada di kurikulum yang seringkali

mengesampingkan sisi kreatifitas sang anak. Artinya, guru atau pengajar lebih

banyak memberikan pengetahuan yang bersifat hafalan dan mereduksi rasa ingin

tahu si murid. Padahal, menurut Paulo Freire, pendidikan merupakan praktik

pembebasan dengan menumbuhkan kesadaran kritis (Freire, 1984). Maksudnya,

pendidikan mampu membebaskan seseorang dari kelas-kelas sosial yang

membelenggunya.

Kecenderungan pendidikan formal malah mematikan sisi kreatifitas anak

ini senada dengan pendapat Tetsuko Kuroyanagi dalam buku Dari Akar Kami

Tumbuh (Karyanto, 2014). Sistem sekolah yang sedianya membuat manusia

menjadi cerdas dan berpengetahuan, masih saja berpotensi untuk mematikan

kreatifitas, harga diri dan kemanusiaan. Maka tak heran lagi jika sekarang kita

1
sangat mudah dalam menemukan pendidikan alternatif lain yang bisa disebut juga

dengan pendidikan informal. Pendidikan informal bukan satu-satunya jalan

menjembatani anak-anak dalam mencapai masa depan yang menjadi impian

mereka, akan tetapi jalur tambahan dalam melengkapi pendidikan formal.

Pendidikan informal, menurut UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

adalah pendidikan melalui jalur keluarga dan lingkungan (pasal 1 butir 13).

Sanggar Anak Akar adalah salah satu dari banyaknya ruang belajar yang

juga mengusung pendidikan informal dalam memberikan pembelajaran bagi anak-

anak di pinggiran Jakarta. Sanggar Anak Akar yang juga dikenal dengan sebutan

Sekolah Otonom Sanggar Anak Akar merupakan model pendidikan alternatif

yang dikelola secara nonprofit oleh anggota masyarakat untuk anak yang

terpinggirkan oleh tatanan yang tidak adil namun memiliki kemauan untuk

belajar. Pendidikan alternatif yang dipilih lebih memperhatikan bidang kesenian

seperti menari, musik, teater, dan melukis. Dipilihnya bidang kesenian diharapkan

mampu meningkatkan rasa percaya diri dari anak tersebut yang kemudian anak-

anak mampu menjadi diri sendiri dan mereka sadar akan potensi diri. Dalam

perjalanannya anak-anak yang sebelumnya sudah mendapatkan mendapatkan

pendidikan formal, dimana anak-anak ini dari empat wilayah yang menjadi binaan

Sanggar Anak Akar yang lebih dikenal dengan sebutan basis: basis Penas, basis

Kampung Ujung, basis Duren Sawit, dan basis Cipinang Melayu. Keempat basis

tersebut berada di wilayah yang cenderung berpotensi terkena penyakit karena

lingkungan yang kotor dan kumuh.

Beberapa bulan belakangan pendidikan yang dijalankan di Sanggar Anak

Akar sedikit terhambat ketika gedung mereka yang berada di Kalimalang harus

2
menjadi salah satu yang terdampak oleh proyek pembangunan jalan tol Becakayu

dan harus pindah ke Jatiwaringin yang lokasinya cukup jauh dari keempat basis

binaan mereka. Perizinan pembangunan gedung yang baru menjadi fokus utama

pihak Sanggar Anak Akar guna menunjang kegiatan pembelajaran karena tempat

yang nyaman menjadi sesuatu yang mutlak harus ada jika ingin menjalankan

pendidikan yang baik.

Hal ini berimplikasi pada permasalahan konten pendidikan yang menjadi

semakin tidak beraturan karena proses pembangunan yang belum selesai sehingga

setiap minggunya anak-anak hanya diajak berkumpul dan minim mendapat materi

pembelajaran karena terhambat dengan adanya perpindahan lokasi tersebut. Selain

itu, jarak yang cukup jauh menjadi salah satu penghambat belajar anak. Mereka

yang biasanya bisa datang sendiri kini sering hanya menunggu pihak Sanggar

datang menjemput. Akibatnya, pihak Sanggar harus menganggarkan biaya

transportasi setiap kegiatan belajar belangsung. Permasalahan lain adalah tempat

belajar yang kurang layak. Meskipun setiap basis memiliki rumah belajar masing-

masing di wilayah mereka, akan tetapi kurangnya sarana dan prasarana membuat

kondisi belajar menjadi tidak nyaman. Dari keadaan semacam itu memaksa pihak

Sanggar Anak Akar melakukan berbagai upaya agar proses pendidikan terus

berlangsung secara stabil.

1.2 Rumusan Kegiatan


Mengacu dari penjabaran latar belakang tersebut kami menyarankan untuk

mengadakan program Peer to Peer Outreach dan Skills Training untuk Hari Anak

Nasional. Program tersebut adalah upaya membuat kegiatan belajar kembali stabil

dan meningkatkan semangat anak-anak untuk mengikuti pendidikan informal di

3
Sanggar Anak Akar. Peer to Peer Outreach merupakan kegiatan yang kami

kemas dalam bentuk perlombaan melukis bagi anak-anak, dengan tema

‘pentingnya menjaga kebersihan dan bahaya nyamuk DB’. Tujuan dari kegiatan

ini adalah menanamkan nilai penting menjaga kebersihan bagi anak-anak dan

mendorong mereka menjadi penggerak di kalangan sebaya dengan mengajak

anak-anak lain untuk memperhatikan kebersihan. Program Skills Training

merupakan bagian dari rangkaian perayaan Hari Anak Nasional di Sanggar Anak

Akar. Anak-anak diberi pelatihan berhubungan dengan kesenian pertunjukan,

seperti menari, bernyanyi, membaca puisi, dan kerajinan tangan menggunakan

kertas (paper craft) yang bernilai. Selain itu, kami juga menjalankan program-

program rutin dari Sanggar Anak Akar sebagai program tambahan selama

menjalankan kegiatan Praktik Kerja Nyata. Program itu adalah Renovasi Rumah

Belajar di basis Kampung Ujung.

1.3 Tujuan Kegiatan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan adanya dan menjalankan

kegiatan kami adalah:

1. Melatih mahasiswa dalam bekerja secara tim.

2. Mengasah dan belajar menerapkan pengetahuan yang sudah didapat

mahasiswa selama perkuliahan.

3. Menanamkan nilai kesadaran kebersihan lingkungan anak-anak basis.

4. Memberikan modal pengetahuan bagi anak-anak tentang pentingnya

menjaga kebersihan.

4
1.4 Manfaat Kegiatan
Dengan diadakannya kegiatan nantinya diharapkan akan menimbulkan

manfaat yang besar maupun kecil baik bagi kami maupun Sanggar Anak Akar dan

Basis binaan mereka, yaitu:

1. Mahasiswa mampu bekerja secara individu dan tim di dunia pekerjaan.

2. Mahasiswa mampu mengasah dan menerapkan pengetahuan yang

didapat dari perkuliahan.

3. Menjadi bahan pembelajaran bagaimana cara menjalankan pendidikan

informal bagi saya.

4. Meningkatkan kesadaran kebersihan lingkungan di setiap basis.

5. Melatih dan memancing sisi kreatifitas anak-anak dalam membuat


suatu karya.

5
BAB II
KERANGKA KONSEP KEGIATAN
2.1 Landasan konseptual
Program ini mengacu pada konsep pendidikan menurut Paulo Freire yang

menggagas pendidikan sebagai proses pembebasan diri manusia. Pandangan

tersebut tidak terlepas dari konteks masyarakat Brazil yang menurut Freire

memosisikan manusia tak lebih dari sekadar “barang” hanya ada satu hak bagi

mereka hak untuk hidup tentram, sedang nasib mereka yang hidup kelaparan,

kesakitan, dirundung duka berkepanjangan dan putus asa tidak pernah menjadi

beban pikiran mereka, mereka hanya mengerti cara mempertahankan diri dengan

kenyamanan yang mereka dapati dengan membelenggu hak kaum tertindas

(Freire, 1985, p. 33). Menurut Freire, sistem pendidikan yang sudah mapan yang

terjadi pada masa itu di Brazil adalah pendidikan menindas rakyat miskin yang

diumpamakan Freire dengan pendidikan “gaya bank” yang pada pelaksanaanya

membatasi ruang gerak murid dimana guru sebagai penabung informasi kepada

murid, yang suatu saat bisa diambil kembali, guru sebagai subyek yang melihat

murid sebagai wadah-wadah kosong yang harus diisi (Freire, 1985, p. 64). Hal

tersebut menurut Freire merupakan perampasan hak keadilan, pemerasan dan

penindasan.

Dalam usaha menunjukan bagaimana cara agar manusia terlepas dari

perumpamaan sekedar “barang” tersebut, Freire menawarkan melalui konsep

pendidikan lain yaitu melalui dialog dan pendidikan hadap masalah yang

menekankan hubungan dialektis dari pengajar, murid, dan realitas dunia. Kedua

metode tersebut merupakan pendidikan jalur lain yang bisa dikatakan sebagai

jalur informal karena keduanya metode pendidikan yang tidak terdapat pada

6
sistem pendidikan formal dalam hal ini. Pendidikan informal menjadi penting

karena dengan adanya pendidikan ini seseorang mampu belajar berfikir dan peka

terhadap lingkungan mereka. Dengan begitu seseorang kembali menjadi manusia

seutuhnya atau disebut Freire dengan humanisasi.

Humanisasi merupakan proses mengembalikan fitrah manusia sebagai

subjek atau pelaku. Begitu juga yang harusnya terjadi dalam pendidikan menurut

Freire. Seseorang harus menjadi subjek dalam pendidikan yang menekankan

dialektis antara pengajar, murid, dan realitas dunia. Dengan begitu pendidikan

merupakan praktik pembebasan dengan menumbuhkan kesadaran kritis (Freire,

1984, p. 41). Kesadaran kritis yang hendak dituju adalah seseorang akan terus

berfikir dan peka terhadap lingkungan mereka, serta sadar akan apa yang mereka

lakukan. Seseorang menjadi penguasa terhadap dirinya sendiri yang kemudian

mampu melepaskan dari penindasan yang sudah terjadi. Jadi, pendidikan informal

menjadi salah satu cara dalam upaya humanisasi terhadap seseorang. Pendidikan-

pendidikan yang dilaksanakan melalui pendidikan informal yang tidak terdapat

pada pendidikan formal kemudian menjadi sangat penting guna mengembalikan

kemanusiaan seseorang.

Program PKN ini terinspirasi oleh gagasan Freire tersebut. Program yang

kami tawarkan antara lain Peer to Peer Outreach dan Skills Training yang lebih

berada dalam tataran pendidikan informal agar dapat membangun kreativitas

anak-anak. Sanggar Anak Akar merupakan tempat kami untuk belajar

mengimplementasikan pengetahuan sekaligus belajar pengetahuan dari Sanggar

Anak Akar tentunya.

7
2.2 Alur Pelaksanaan Program

Pelaksanaan Pasca Pelaksanaan

Pra Pelaksanaan
 Pelaksana melakukan  Pelaksana  Melakukan evaluasi
perijinan pelaksanaan menyampaikan materi terhadap seluruh
program kepada pihak mengenai penting nya rangakian program
Sanggar Anak Akar menjaga kebersihan diakhir pelaksanaan.
(Bpk Ibe Karyanto dan lingkungan dan bahaya
Hairun Nisa) nyamuk DB kepada
 Pelaksana melakukan anak-anak binaan
survei permasalahan Sanggar Anak Akar
lingkungan yang  Mengadakan Rapat
terdapat di 4 (empat) HAN dan membagi
wilayah basis binaan pembimbing untuk skill
Sanggar Anak Akar training
 Pelaksana menyiapkan  Melakukan kegiatan
media-media untuk skill training di 4 basis
melakukan program binaan Sanggar Anak
PKN: 1. P2P Outreach Akar
(kertas gambar, pensil  Pelaksanaan HAN
warna, krayon, laptop)
2.3 Alur Berfikir Program

8
BAB III
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1. Tempat Pelaksanaan
Kegiatan di lakukan berada di bawah naungan Sanggar Anak Akar yang

beralamat di Jl. Pangkalan Jati IA No 28-29, RT8/RW13, Cipinang Melayu,

Makasar, Jakarta Timur. Tempat pelaksanaan kegiatan terbagi menjadi beberapa

wilayah atau dalam Sanggar disebut basis. Ada 4 basis yang menjadi binaan

Sanggar yakni:

 Basis Kampung Penas atau biasa disebut Kampung warna-warni

bebas asap rokok

 Basis Kampung Ujung (Kuburan Cina atau TPU Kebon Nanas)

 Basis Cipinang Melayu

 Basis Duren Sawit

3.2 Metode Pelaksanaan


Program ini diselenggarakan dengan dua metode utama, yakni: Peer to

Peer Outreach dan Skill Training. Peer to Peer Outreach didapat dari konsep

pendidikan sebaya yang dapat diartikan sebagai suatu proses komunikasi,

informasi dan edukasi yang dilakukan oleh dan untuk kalangan yang sebaya. Ini

dapat berarti kelompok sebaya pelajar, mahasiswa, rekan profesi, atau jenis

kelamin. Kami memilih untuk menggunakan metode pendidikan sebaya dengan

harapan dapat menambah pasrtisipasi aktif anak-anak yang menjadi target peserta

program ini. Keuntungan belajar secara berkelompok dengan tutor sebaya

mempunyai tingkat partisipasi aktif siswa lebih tinggi (Harsanto, 2007, p. 43).

Selain itu, menurut Arikunto, ada kalanya siswa lebih mudah menerima

keterangan yang diberikan kawan sebangku atau kawan lain karena tidak ada rasa

9
enggan atau malu bertanya. Guru juga dapat meminta bantuan kepada anak-anak

yang menerangkan kepada kawan-kawannya. Pelaksanaan ini disebut ‘tutor

sebaya’ karena mempunyai usia yang hampir sama (Arikunto, 2002, p. 62).

Pendidikan sebaya ini sejalan dengan konsep dialog dan pendidikan hadap

masalah dari Freire. Pendidikan sebaya melalui Peer to Peer Outreach

menekankan dialog antara anak-anak dengan pengajar dan antar anak-anak. Selain

itu, konten yang kami pilih juga mengacu pada pendidikan hadap masalah Freire,

yaitu belajar tentang kondisi di lingkungan sekitar dari pengalaman mereka.

Awalnya konten yang hendak diangkat adalah tema kesehatan seperti HIV/AIDS,

bahaya narkoba dan pola hidup sehat. Luarannya diharapkan modal sosial akan

tumbuh pada diri anak-anak binaan Sanggar Anak Akar sehingga mereka dapat

menjadi peer educators (pendidik sebaya) yang menyebarkan informasi mengenai

tema tersebut kepada teman-teman mereka di luar binaan Sanggar Anak Akar,

keluarga mereka serta tetangga lingkungan mereka tinggal dengan menunjukan

hasil gambar mereka dan diharapkan proses tersebut akan menghasilkan efek

menyebar terus-menerus. Dalam pelaksanaanya, ada sedikit perubahan konten

dari program ini yang semula bertemakan kesehatan (bahaya HIV/AIDS, narkoba

dan pola hidup sehat) berubah menjadi kesehatan lingkungan (kebersihan dan

bahaya DB) yang ternyata lebih relevan dengan peserta program begitu juga

lingkungan tempat tinggal peserta. Perubahan ini dilakukan setelah kami

mendapatkan hasil survei lapangan tentang lokasi basis binaan Sanggar Anak

Akar di Kampung Ujung dan Penas yang berdekatan dengan saluran Kali Malang.

Banyak anak serta orangtua yang membuang sampah langsung ke saluran tersebut

sehingga pada musim penghujan sering terjadi banjir dan penyakit.

10
Metode kedua adalah Life Skills Training, secara etimologi Life Skills

berarti kecakapan hidup atau kemampuan yang dapat dipelajari oleh individu yang

akan membantu mereka menjadi sukses dalam menjalani kehidupan yang

produktif dan memuaskan (Suparno, 2000, p.43). Ini sejalan dengan yang dituju

Freire, bahwa seseorang harus menjadi subjek dalam kehidupannya sendiri.

Melalui Life Skills Training kami hendak melatih kecakapan hidup peserta didik

sebagai kontinum pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan seseorang agar

menjadi independen dalam kehidupan (Sidi, 2002, p.32). Program ini adalah

melatih anak-anak binaan Sanggar Anak Akar bidang seni (menari, bermain alat

musik, dan membuat kerajinan yang bernilai jual). Diharapkan melalui program

ini anak-anak binaan Sanggar Anak Akar dapat meningkatkan kemampuan dan

kreativitasnya sesuai minat dan bakat dan juga menjadi bekal mereka untuk

meningkatkan taraf hidup.

Dalam pelaksanaannya ada perubahan yang terjadi, program ini

dimodifikasi ke dalam acara Hari Anak Nasional yang diselenggarakan di Sanggar

Anak Akar pada 21 Juli 2018. Skill training dilakukan untuk kepentingan mengisi

acara pentas Hari Anak Nasional yang pesertanya berasal dari semua basis binaan

Sanggar Anak Akar. Walaupun begitu tujuan terpenting dari program ini masihlah

sama yakni meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak-anak binaan Sanggar

Anak Akar karena mereka bebas memilih keterampilan yang hendak mereka

tampilkan di acara Hari Anak Nasional seperti menari, bernyanyi, bermain musik

dan membaca puisi. Sebagai pelaksana PKN, kami dibantu oleh panitia Hari Anak

Nasional dari Sanggar Anak Akar dalam melakukan pelatihan di empat basis

11
binaan dua minggu sebelum acara Hari Anak Nasional dimulai untuk

mendapatkan hasil yang maksimal.

Di luar dari dua program yang kami rancang kami mendapat program

tambahan yakni Renovasi Rumah Belajar di Kampung Ujung atau biasa disebut

Kuburan Cina, Sentiong. Menurut cerita dari salah satu warga, Kuburan Cina

sendiri dijadikan tempat tinggal sejak 1990-an karena banyak warga yang

berpindah dari desa ke kota namun tidak memiliki tempat untuk tinggal. Mereka

pun membuat rumah sederhana yang terbuat dari seng dan triplek atau biasa

disebut bedeng di area pemakaman khusus orang berketurunan Cina. Lokasi ini

dipilih lantaran area pemakamannya sangat luas. Pada tahun 2000-an pemerintah

setempat menjadikan kawasan ini sebagai kawasan hunian namun tidak boleh

lebih dari 99 KK. Kebanyakan penghuninya adalah warga berprofesi sebagai

pengumpul barang bekas. Kami menemukan banyak warga Kampung Ujung yang

menjadi ibu di usia muda (17-22 tahun) sehingga banyak pula anak-anak kecil

yang tumbuh-kembang di area pemakaman ini.

Pada awalnya rumah belajar di Kuburan Cina terbentuk karena tingginya

minat belajar anak-anak yang tinggal di Kampung Ujung. Namun saat Sanggar

Anak Akar sibuk mengurus perpindahan lokasi Sanggar dari Kalimalang ke

Pangkalan Jati, kegiatan di rumah belajar Kampung Ujung terhenti selama kurang

lebih 2 tahun terakhir. Melihat semangat anak-anak yang tidak padam, Sanggar

Anak Akar mencoba untuk membangun kembali rumah belajar sehingga kegiatan

pemberdayaan nantinya dapat terus berjalan. Kami membantu Sanggar Anak Akar

dalam mengumpulkan dana renovasi melalui bazaar barang bekas bernilai yang

12
biasa disebut ‘barbenil’ dan situs kitabisa.com dan pemberitahuan di media sosial

seperti Instagram.

13
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1 Sanggar Anak Akar
Sanggar Anak Akar merupakan sekolah otonom yang menjalankan pendidikan

alternatif dalam hal ini melalui jalur informal yang dipimpin oleh Ibe Karyanto

dan beberapa alumni untuk membantu menjalankan sekolah otonom yang terbagi

dalam beberapa divisi untuk mengatur urusan masing-masing. Visi Sanggar

adalah “Menjadi model pendidikan untuk anak pinggiran sebagai gerak

kebudayaan yang menghormati hak-hak anak sebagai anak manusia seutuhnya”.

Sementara itu, untuk mencapai visi tersebut Sanggar menetapkan beberapa misi

yaitu: (1) mengembangkan berbagai bentuk kampanye untuk menumbuhkan sikap

penghargaan pada hak-hak dasar anak; (2) pencarian dan pengembangan model

pendidikan yang aktual dan relevan untuk pertumbuhkembangan anak-anak

pinggiran; dan, (3) menjadikan Sanggar sebagai wujud dari komitmen masyarakat

terhadap pengembangan pendidikan anak melalui penggalangan keterlibatan dan

dukungan masyarakat dalam berbagi bentuk.

Sanggar Anak Akar sendiri fokus pada pendidikan informal anak anak. Anak-

anak yang mendapatkan pendidikan informal di Sanggar Anak Akar merupakan

anak usia mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Dasar yang juga

mengalami sekolah formal. Kegiatan Sanggar Anak Akar biasanya pada jam

mereka pulang sekolah dan pada akhir pekan. Di sekolah formal, anak-anak

pengetahuan berdasarkan mata pelajaran yang mereka pelajari dan di Sanggar

Anak Akar mereka diarahkan untuk berfikir kreatif dan mandiri. Dalam hal ini

pendidikan informal yang didapat oleh anak-anak adalah pendidikan informal

14
pada bidang seni, karena dengan kesenian akan mampu membangun sisi

kreatifitas dari anak.

Sanggar Anak Akar bisa dibilang sebagai mitra bagi beberapa wilayah dalam

meningkatkan kualitas pendidikan informal maupun kemandirian anak itu sendiri.

Wilayah yang menjadi binaan mereka lebih dikenal dengan sebutan ‘Basis’.

Beberapa basis yang kini aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang dilakukan oleh

Sanggar Anak Akar yaitu Basis Kampung Ujung (Kuburan Cina), Basis Penas,

Basis Cipinang Melayu, dan Basis Duren Sawit. Kegiatan yang dilakukan Sanggar

Anak Akar biasanya dilaksanakan di gedung Sanggar Anak Akar dengan dipimpin

langsung oleh koordinator bagian kurikulum dan dibantu beberapa pengajar lain.

Selain dilaksanakan di gedung, tak jarang proses pendidikan dilakukan di masing-

masing wilayah/setiap basis dengan salah seorang yang bertanggung jawab

terhadap basis tersebut. Beberapa basis sudah memiliki tempat atau rumah belajar

masing-masing di wilayahnya.

4.2 Sejarah Sanggar Anak Akar

Sanggar Anak Akar bermula dari program open house untuk anak-anak

pingiran di kawasan Kampung Melayu Kecil dan Matraman yang dikembangkan

Institut Sosial Jakarta pada 1989. Program open house ini kemudian mendorong

para pengelola mengubahnya menjadi ruang aman dan nyaman dengan

mendirikan Sanggar Anak Akar pada 22 November 1994. Tujuannya adalah

menciptakan rasa aman dan nyaman supaya anak-anak dari berbagai kelompok

saling berinteraksi dan setiap anak berani mengekspresikan gagasan dan

15
kemampuannya. Di samping kerajinan anak, musik dan teater menjadi kegiatan

yang menyatukan mereka.

Perkembangan yang pesat mengubah orientasi para pengelola dari

menempatkan Sanggar Anak Akar sebagai bagian dari program organisasi dalam

organisasi induk yang mandiri. Pada 2000, Sanggar melepaskan diri dari Institut

Seni Jakarta dan membentuk Lingkar Sahabat Akar. Setahun kemudian Sanggar

Anak Akar mulai memusatkan perhatiannya pada komitmen pengembangan

model pendidikan yang berbasis pada perlindungan hak anak. Gagasan pendidikan

diselenggarakan dengan mengambil model pembelajaran berbasis pengalaman

(experience curriculum). Lingkar Sahabat Akar yang dibentuk pada tahun 2000

adalah sebuah media persahabatan anggota masyarakat yang bersedia menyatakan

komitmennya untuk membantu Sanggar dalam pelaksanaan program pendidikan.

Bentuk dukungan yang diberikan berupa dana, keahlian/pengetahuan, jasa

keterampilan dan barang-barang kebutuhan program. Pada 2006 Lingkar Sahabat

Akar secara formal berganti menjadi Perkumpulan Sahabat Akar.

Pada 2003 Yayasan Anak Akar dibentuk. Berkat usaha tulus bersahaja

para sahabat, Sanggar Anak Akar pun memiliki gedung yang dibangun di atas

tanah seluas 950m². Pada 2009 Sanggar Anak Akar menetapkan dirinya sebagai

Sekolah Otonom untuk anak-anak setara dengan sekolah menengah. Di tempat ini

anak-anak akan belajar mengembangkan kemampuan mereka bersama. Seiring

dengan semakin berkembangnya jumlah peserta didik yang cukup besar pada

tahun 2010 ke atas yang menyebabkan kegiatan pendidikan informal semakin

pesat berjalan. Gedung yang sudah ada sejak tahun 2003 tersebut harus terkena

16
dampak dari adanya pembangunan jalan tol Becakayu pada tahun 2016 dan

mengharuskan Sanggar Anak Akar mencari tempat baru untuk menjalankan

kegiatan mereka di Jl. Pangkalan Jati, Jatiwaringin, Jakarta Timur. Hal ini

memunculkan banyak perubahan yang menjadi tantangan tersendiri bagi pihak

Sanggar Anak Akar, antara lain: berkurangnya jumlah peserta didik karena

tempatnya yang cukup jauh dari wilayah basisnya, perizinan pembangunan

gedung baru yang cukup mengalami banyak kendala, serta permasalahan yang

terjadi di masing-masing Basis binaan.

4.3 Tantangan-Tantangan

Tantangan Sanggar Anak Akar dalam mencapai tujuan mereka adalah,

antara lain:

1. Perpindahan Lokasi

Dari adanya perpindahan tempat tersebut akhirnya beberapa masalah

mulai muncul. Dari pembangunan yang hingga sekarang belum mendapatkan

perizinan sehingga tempat belajar masih dengan fasilitas seadanya, selain itu itu

juga perpindahan tempat ini juga menjadi salah satu yang cukup menghambat

kegiatan pembelajaran. Karena anak-anak yang sebelumnya bisa mandiri untuk

datang di lokasi yang sebelumnya, kini anak-anak harus menunggu perwakilan

dari pihak Sanggar Anak Akar untuk datang menjemput ke basis wilayah mereka

yang biasanya anak-anak dimobilisasi dengan menyewa angkot yang tentunya

membutuhkan biaya.

17
2. Berkurangnya Peserta Didik

Dengan adanya permasalah perpindahan kemudian bukan hanya terjadi

pemasalahan biaya, permasalahan lain yang kemudian muncul adalah

berkurangnya jumlah peserta didik. Karena jaraknya yang jauh dari tempat tinggal

mereka mengurangi minat belajar mereka, selain itu dengan adanya perpindahan

yang mengganggu kestabilan kegiatan di Sanggar Anak Akar yang dulunya setiap

minggu rutin kini menjadi tidak rutin juga kemudian menyebabkan berkuragnya

minat dan semangat belajar anak-anak karena jadwal yang tidak menentu.

Berkurangnya minat belajar dari anak-anak ini kemudian juga menjadi tantangan

tersendiri bagi pihak Sanggar Anak Akar dalam konsistensinya menjalankan

pendidikan jalur informal.

3. Permasalahan di Wilayah Basis Binaan

Permasalahan yang ada tidak hanya berhenti di pihak Sanggar Anak Akar

saja, dari dua wilayah basis yang kami kunjungi sebelumnya yang berlokasi di

Kebon Nanas, Jakarta dimana di lokasi tersebut ada terbagi menjadi dua Basis

yaitu Basis Penas dan Basis Kampung Ujung (Kuburan Cina).

Meski keduanya berada dalam satu RT, tetapi karakteristiknya sangat

berbeda. Perbedaan jelas terlihat antara keduanya dapat terlihat dari pertama,

karakteristik lingkungan fisik antara kedua basis. Adapun karakteristik lingkungan

Basis Penas berada di bantaran sungai dengan pemukiman yang sangat padat.

Jarak antar rumah yang sangat dekat dan lokasinya berada di bantaran sungai.

Dimana wilayah mereka pernah mengalami banjir besar pada tahun 2014 yang

menurut mereka merupakan banjir terbesar yang pernah mereka alami. Menurut

18
salah satu warga yang juga salah satu pengajar di Sanggar Anak Akar yang

bernama mbak Dini pada saat kami melakukan kunjungan ke Basis Penas tanggal

25 juni 2018, selain intensitas hujan yang tinggi, saat itu kondisi sungai dangkal

dan kurang kesadaran kebersihan warga. Artinya, Basis Penas ini berada pada

kawasan rawan banjir. Sementara kondisi berbeda di Basis Kampung Ujung yang

memiliki karakteristik lingkungan yang berada Tempat Pemakaman Umum atau

biasa disebut dengan Kuburan Cina. Warga tinggal di rumah-rumah yang terletak

di atas kuburan yang sudah tidak diurus lagi oleh keluarganya artinya berada pada

wilayah yang tidak layak huni yang tentutnya rawan terkena penyakit. Perbedaan

kedua, yaitu dapat dilihat dari ruang bermain anak-anak dimana anak-anak Basis

Penas mempunyai lapangan untuk bermain yang dalam hal ini masih orang tua

masih mudah untuk mengawasi anak-anak tersebut, sementara anak-anak dari

basis Kp. Ujung bermain di kuburan yang ada di sekitar tempat tinggal mereka

yang tidak jarang luput dari pengawasan orang tua dimana menurut salah satu

orang anak bernama Aldy tidak jarang ditemukan ada anak yang bermain dengan

hal yang cenderung negatif seperti mabuk dengan menghirup aroma dari lem.

Ketiga, di Basis Penas untuk melakukan kegiatan pendidikan informal sudah

memiliki aula sebagai tempat, sementara di Basis Kp. Ujung masih minim

dilakukan kegiatan pendidikan informal karena kurang memadainya aula yang

sudah ada.

Dari perbedaan tersebut kemudian kami mengidentifikasi beberapa

masalah yaitu pertama, kurangnya kesadaran akan pentingnya kebersihan

lingkungan dan buang sampah sembarangan di Basis Binaan. Kedua, yaitu pada

Basis Kp. Ujung diperlukan perhatian lebih terhadap anak-anak terkait dengan

19
kebiasaan negatif mereka pada saat bermain dilingkungannya. Ketiga, kurang

memadainya sarana maupun prasarana yang ada di Basis Kp. Ujung untuk

menjalankan pendidikan informal juga masih membutuhkan perhatian guna

menigkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan informal di Basis ini sehingga

mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.

4.4 Potensi-Potensi

Sekalipun penuh dengan tantangan, kami melihat ada beberapa potensi di

Sanggar Anak Akar dan setiap basis binaan mereka, antara lain:

1. Membantu anak-anak dari kecanduan gadget

Selain menjadi sekolah otonom bagi anak empat basis binaan, Sanggar

Anak Akar juga memiliki potensi untuk membantu permasalahan yang hingga

kini sulit untuk di atasi yakni kecanduan bermain gadget yang dialami oleh

beberapa anak. Dengan mengikuti kegiatan yang mengasah kreativitas di Sanggar

Anak Akar maka ada upaya untuk mengurangi kebiasaan tersebut. Tidak hanya

anak namun juga dibutuhkan kerjasama dengan orangtua untuk mengurangi

kecanduan gadget ini.

2. Membantu segi ekonomi warga wilayah basis

Selain membantu melepaskan kebiasaan anak dari kecanduan gadeget,

para orangtua juga terbantu dalam segi ekonomi contohnya melalui “barbenil”

yang menjual barang bekas bernilai dan masih layak pakai dengan harga yang

jauh lebih murah dibandingkan dengan harga pakaian di toko. Warga menanti-

nantikan kesempatan ini terlihat dari permintaan warga agar Sanggar Anak Akar

20
lebih sering melakukan bazaar barbenil. Selain barbenil Sanggar Anak Akar juga

mengadakan kegiatan pemeriksaan kesehatan murah.

3. Membantu meningkatkan kesehatan dan kebersihan lingkungan basis

Sanggar Anak Akar melalui pendidikan informal terhadap anak-anak

membuat mereka lebih peka terhadap keberadaan lingkungan tempat mereka

tinggal yang rawan terjadi banjir dan akhirnya menimbulkan berbagai macam

penyakit. Jika banjir terjadi dan penyakit berdatangan maka kesulitan-kesulitan

akan terjadi seperti harus mengungsi ketempat lain, mengeluarkan biaya untuk

renovasi rumah dan berobat. Maka dari itu Sanggar Anak Akar melalui anak-anak

membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan

lingkungan.

21
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Implementasi dan Capaian Program Utama :
5.1.1 Peer To Peer Outreach
Peer to Peer Outreach adalah program untuk menjadikan anak-anak

binaan Sanggar Anak Akar memahami pentingnya permasalahan yang ada di

sekitar mereka menjadi Peer Educators menyebarkan informasi ke teman sebaya

lalu keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya. Awalnya kami ingin

menggunakan tema bahaya HIV/AIDS dan narkoba serta bagaimana pola hidup

sehat. Namun terjadi perubahan tema menjadi kebersihan lingkungan dan

khususnya bahaya nyamuk DB yang dirasa lebih relevan karena hasil survei kami

di 2 basis binaan Sanggar Anak Akar, yakni basis Penas dan Kampung Ujung

(Kuburan Cina), lokasinya berdekatan dengan saluran Kali Malang, yang

dibangun untuk menyalurkan air ke masyarakat Jakarta dan Bekasi. Kami melihat

beberapa anak dan orangtua membuang sampah ke saluran Kali Malang karena

tidak ada tempat sampah yang tersedia. Karena kegiatan PKN ini dilaksanakan

pada akhir dari musim kemarau yang berarti akan masuk kedalam musim hujan

maka harapan nya anak-anak basis binaan ini dapat mengetahui hal yang dapat

terjadi di musim hujan apabila mereka tidak menjaga kebersihan lingkungan.

Setelah kegiatan ini diharapkan anak-anak memiliki bekal pengetahuan dan

disebarkan ke anak-anak selain binaan Sanggar.

Program Peer to Peer Outreach ini dikemas dengan model lomba

menggambar atau membuat poster bertemakan “Jagalah Kebersihan Lingkungan

dan Bahaya Nyamuk DB” yang telah kami beritahukan ke anak-anak binaan pada

22
tanggal 1 Juli 2018. Dalam program ini kami menyediakan kertas gambar A4

beserta pensil warna dan krayon yang sebagian difasilitasi oleh pihak Sanggar.

Program dilaksanakan pada Minggu 8 Juli 2018 di Sanggar Anak Akar

Jakarta Timur yang mulai pada pukul 10.00 WIB. Ada 33 anak yang berpartisipasi

dalam kegiatan ini mulai dari umur 3-14 tahun. Mereka dijemput dari empat basis

oleh pihak Sanggar ke Sanggar. Mereka berkumpul di teras depan. Kami

menyampaikan beberapa materi tentang pentingnya menjaga kebersihan

lingkungan dan bahaya nyamuk DB melalui perbincangan singkat menggunakan

PowerPoint. Pukul 10.30-11.30 anak-anak diberi kesempatan untuk menggambar

sesuai dengan tema berdasarkan kreativitas masing-masing.

Kegiatan ini berjalan dengan antusias besar dari peserta Kampung Ujung,

menurut penuturan pembimbing PKN kami mbak Nisa pada saat berlangsungnya

kegiatan Peer to Peer outreach , pada beberapa acara di Sanggar Anak Akar

memang kecenderungan anak dari Kampung Ujung(Kuburan Cina) lah yang

memiliki semangat besar untuk memberikan hasil yang maksimal. Juri lomba

menggambar ini adalah kami selaku mahasiswa PKN. Kami memilih 3 orang

pemenang, yakni juara 1 Bagus dari Kampung Ujung, juara 2 adalah Rodhiah dari

Duren Sawit, dan juara 3 adalah Nadia dari Cipinang Melayu. Para juara

mendapatkan goodie bag yang berisikan makanan ringan (susu, biskuit), botol

minum, dan buku tulis. Untuk 30 peserta lainnya yang telah berpartisipasi dalam

kegiatan ini mendapatkan susu dan biskuit sebagai bentuk penghargaan atas

keikutsertaannya.

23
Jika dilihat dari implementasi konsep Freire tentang Pendidikan humanis,

sekilas anak-anak terlihat sangat kreatif dan benar-benar bebas berfikir tentang

lingkunganya. Metode hadap masalah cenderung cocok untuk dilaksanakan pada

pendidikan anak sebaya ini. Anak-anak lebih kreatif dan berani berbicara dengan

rekan sebaya mereka. Hal tersebut terlihat saat anak-anak berdiskusi dengan

teman satu basisnya tentang keadaan lingkungan mereka dan saat mereka

bercerita kepada kami tentang kondisi lingkungannya. Dengan demikian,

hubungan dialektis antara anak-anak dengan rekan sebayanya, kami, dan juga

lingkungan mereka menumbuhkan rasa kepedulian terhadap lingkungan tempat

tinggalnya. Hubungan dialektis tersebut sejalan dengan pendidikan ideal menurut

Freire yaitu menjadikan anak-anak bukan sebagai wadah kosong yang harus diisi

dengan pengetahuan. Akan tetapi, salah satu capaian, yaitu anak-anak akan

menjadi peer educator, menjadi sulit diukur karena tidak mudah untuk

mengetahui bagaimana anak-anak melakukan hal tersebut di lingkungannya. Ada

kecenderungan mereka hanya lebih kepada bermain daripada berdiskusi tentang

lingkungan mereka.

Dari program ini, ada pelajaran penting yang dapat dipetik, yaitu

menjalankan pendidikan informal pada anak-anak sangat membutuhkan kesabaran

tinggi. Ada kecenderungan anak-anak lebih suka bermain daripada belajar,

sehingga tidak jarang proses pendidikan harus dilakukan atau disiasati dengan

permainan. Hubungan dialektis menjadi hal penting dalam menjalankan

pendidikan informal karena kita tidak bisa memaksakan kehendak atau kemauan

kita saja, kemauan anak-anak juga perlu diperhatikan. Kebebasan anak-anak

dalam menyampaikan kehendak dan kemauannya menjadi tantangan tersendiri

24
bagi Sanggar Anak Akar. Tidak semua anak memilik rasa tanggung jawab atau

kewajiban untuk mengikuti kegiatan di Sanggar Anak Akar. Jadi, tidak heran bila

jumlah anak-anak tidak pernah tetap setiap minggunya. Hal tersebut juga masih

menjadi tantangan yang masih harus diperhatikan Sanggar Anak Akar.

Gambar 1. Kegiatan P2P Outreach berlangsung

Sumber: Dokumentasi Brawijaya

Gambar 2. Pemenang Lomba Menggambar

Sumber: Dokumentasi Brawijaya

5.1.2 Skills Training Untuk Hari Anak Nasional

Pada awalnya kami ingin melakukan kegiatan Life Skills Training bagi anak-

anak di seluruh basis binaan Sanggar Anak Akar agar memiliki keahlian yang

dapat menghasilkan barang bernilai guna lalu dijual dalam bazaar amal. Namun

hal itu tidak memungkinkan karena keterbatasan pelatih dan tempat untuk

25
membuat bazaar amal sehingga program ini dialihkan ke pelatihan untuk

persiapan kegiatan peringatan Hari Anak Nasional (23 Juli 2018). Kami dan rekan

Sanggar Anak Akar mempersembahkan panggung apresiasi anak, ruang bermain

anak, parenting class, workshop anak, dan bazaar. Kegiatan ini mengusung tema

“Bergembira, Berbagi Ekspresi” yang terbuka bagi beberapa LSM pemerhati anak

di Jakarta. Kegiatan mengambil berlokasi di Sanggar Anak Akar pada Sabtu 21

Juli 2018.

Dalam rangka mempersiapkan peringatan Hari Anak Nasional tersebut, kami

memberikan pelatihan singkat kepada anak-anak di empat basis binaan Sanggar

Anak Akar untuk menampilkan pertunjukan (tari tradisional, membaca puisi,

modern dance, perkusi). Latihan tersebut dilakukan dalam kurun dua minggu

sebelum acara dan dilakukan di masing-masing basis secara terpisah dengan

waktu yang disepakati oleh para pembimbing keempat basis. Basis Kampung

Ujung dibimbing Siti Nurisa dan Satria Gunawan, Kampung Penas oleh Mbak

Dini, Duren Sawit oleh Yuse, dan Cipinang Melayu oleh Putri.

Proses latihan di Kampung Ujung dilakukan pada tanggal 15, 18, 19, 20 Juli

2018 pukul 15.00-17.00 WIB di TPU Kebon Nanas. Kami berlatih di antara

megahnya kuburan-kuburan tua yang terbengkalai sejak 1990an. Kami melatih

lima anak perempuan (Ainun, Fitri, Dina, Ayu dan Fina) tari tradisional khas

Jakarta (Kicir-kicir). Selain mereka, ada juga Bagus dan Erik yang berlatih

membaca puisi bertema hari anak, dan dougie dance bersama Sandy, Nanang,

Aldy, Dani dan Mamat. Untuk proses latihan pada basis lain seperti Cipinang

Melayu, Penas dan Duren Sawit dilakukan oleh pembimbing basis yang telah

ditentukan. Basis Cipinang Melayu melatih tarian daerah Sunda dan pembacaan

26
puisi “Aku Anak Indonesia”. Untuk basis Kampung Penas berlatih tarian yang

diberi nama tarian Abang Tukang Bakso dan perkusi, serta basis Duren Sawit

berlatih modern dance.

Dalam program ini proses menjadi sangat penting. Kami yang bertanggung

jawab di Kampung Ujung mengajak mereka berdiskusi terlebih dahulu tentang

apa yang mereka inginkan dan sukai untuk ditampilkan di Hari Anak Nasional.

Anak-anak menjelaskan kepada kami tentang kesukaan dan keinginan mereka,

serta apa yang mereka bisa dan juga teman mereka bisa hingga akhirnya

terpilihlah anak-anak dengan penampilannya masing-masing. Proses diskusi

dimulai dari kami sebagai pembimbing mereka dalam hal ini menejelaskan pada

anak-anak tentang penampilan apa saja yang cocok untuk ditampilkan di Hari

Anak Nasional seperti menari, bernyanyi, maupun puisi. Kemudian anak-anak

dalam hal ini memberikan pendapat mereka tentang penampilan apa yang mereka

sukai dan menurut mereka cocok untuk mereka lakukan baik bagi diri mereka

sendiri maupun temannya. Contohnya, pada anak-anak yang menampilkan dougie

dance mereka berdiskusi siapa saja yang akan ikut tampil bersama dan mereka

juga melakukan diskusi tentang musik yang akan mereka gunakan pada

penampilan mereka, barulah kami sebagai pembimbing membantu mengkordinir

mereka dengan mencatat siapa saja anggota yang ikut, menemani latihan dan

menyediakan musik yang mereka ingin dan mereka yang mencari koreografi

dance tersebut.

Mengacu pada Freire, hubungan dialektis antara pengajar dan murid serta

lingkungan menjadi poin penting dalam rangka menuju pendidikan humanis.

Proses diskusi dengan anak-anak tentang penampilan apa yang hendak mereka

27
tampilkan merupakan poin penting dari program ini. Tujuannya adalah mengajak

anak-anak berfikir dan menjadi dirinya sendiri terkait apa yang hendak dituju.

Hubungan dialektis antara kami dan anak-ana, cukup mengimplementasikan

pendidikan yang membebaskan seperti yang dikatakan Freire. Anak-anak yang

sudah mau berfikir dan menjadi diri mereka sendiri tentang apa yang mereka ingin

tampilkan.

Gambar 3. Latihan di Kuburan Cina

Sumber: Dokumentasi Brawijaya

Kegiatan peringatan Hari Anak Nasional dimulai pukul 10.00WIB dan diawali

dengan menjemput anak-anak binaan dari semua basis. Setelah tiba di Sanggar,

anak-anak menikmati sarapan yang telah disediakan panitia. Dalam acara ini

disediakan ruang edukasi dan bermain untuk anak-anak serta bazaar makanan dan

pameran kerajinan tangan. Selain itu ada workshop yang bebas untuk diikuti anak

dan orangtua pada pukul 13.00-15.00 WIB yakni :

1. Kelas Android yang dibimbing Kak Mulya. Kelas ini berisikan cara-cara

menyunting video a la Youtuber masa kini. Pembimbing menggunakan

media telepon genggam serta aplikasi VSCO, Phonto, Snow dan Afterlight

sebagai alat untuk menyunting gambar dan video.

28
2. Paper craft dan paper quiling yang dibimbing Bagas, Siti Nurisa, dan

Nisa. Kelas ini berisi pendampingan keterampilan untuk membuat hiasan

berbahan dasar kertas yang nantinya dipamerkan pada barbenil terakhir.

3. Kelas mendongeng yang dibimbing Ursulla dan Lauren. Kelas ini

diperuntukkan bagi anak usia di bawah 5 tahun dan anak yang memiliki

keinginan untuk dapat bercerita dengan baik.

4. Parenting class oleh Satria dan Yuse. Kelas ini ditujukan untuk orangtua

yang datang ke acara Hari Anak Nasional. Dalam kelas itu dihadirkan

sebagai pemateri Aar Sumardiono dari Rumah Inspirasi untuk menjelaskan

pentingnya pendampingan dan pengawasan orangtua kepada anak di era

digital.

Gambar 4. Pada Sanggar Anak Akar Workshop berlangsung

Sumber: Dokumentasi Brawijaya

Rangkaian acara dilanjut dengan panggung apresiasi anak pada pukul

15.30-17.00 dengan menampilkan hasil dari latihan. Seperti yang telah disebutkan

di atas, selain pertunjukan anak-anak dari basis binaan Sanggar Anak Akar, juga

ada pertunjukan dari LSM pemerhati anak lainnya, seperti: pembacaan puisi dari

Rumah Baca Pulogebang dan Trio Vocal dari Komunitas Rote. Selesai acara

anak-anak pulang dengan transportasi pribadi dan online yang disediakan pihak

panitia.

29
Konsep life skills berarti kemampuan yang dipelajari seseorang dan

diharapkan dapat membantu mereka menjadi sukses dalam menjalani kehidupan

produktif dan memuaskan (Suparno, 2000). Kami melakukan pelatihan

keterampilan pada bidang seni seperti menari, bermain alat musik dan belajar

membaca puisi kepada anak-anak binaan Sanggar Anak Akar. Keterampilan

tersebut selain untuk kebutuhan mengisi acara di Hari Anak Nasional juga

diharapkan sebagai bekal kehidupan mereka, khususnya bagi anak-anak yang

berniat terjun di dunia seni. Banyak alumni binaan Sanggar Anak Akar yang

menjadi penari teater dan sudah sering tampil di festival seni bergengsi Jakarta

(seperti Putri, Yuse, Dini), ada juga yang membuat grup musik sendiri (Andri).

Mereka semua mencukupi kebutuhan hidupnya dengan keterampilan seninya.

Pada pelaksanaan Hari Anak Nasional juga tersedia kelas-kelas pilihan

yang telah disebutkan, seperti kelas paper craft dan paper quiling. Anak-anak

diajak untuk membuat hiasan atau pajangan berbahan dasar kertas. Kreativitas

anak dilatih agar bisa menghasilkan suatu barang yang bernilai jual walaupun

dibuat dari kertas bekas. Mbak Nisa sebagai contoh orang yang terlah berhasil

menjadi guru paper quiling di Sekolah Santa Ursulla, BSD, Tanggerang. Melalui

keterampilan tersebut ia mengajar teknik dasar pengolahan kertas bekas menjadi

barang bernilai jual. Kami mencoba untuk membawa anak-anak basis binaan

untuk melihat bahwa keterampilan sederhana apabila dilatih dan ditekuni dapat

menjadi penunjang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Dari pelaksanaan Hari Anak Nasional tersebut juga kami belajar tentang

sebuah organisasi independen melaksanakan sebuah kegiatan yang butuh biaya

dan tenaga cukup besar. Pembagian kerja dalam sebuah kelompok ternyata

30
menjadi hal yang sangat penting dalam menjalankan suatu program. Ada yang

bertugas membangun panggung atau mempersiapkan segala sesuatu yang bersifat

perlengkapan. Ada yang menyiapkan makanan. Ada yang bertugas menggalang

dana dari Sahabat Anak Akar atau alumni Sanggar. Hal tersebut menggambarkan

bahwa pembagian kerja dalam sebuah organisasi menjadi hal yang menjadi dasar

untuk mengejar sesuatu yang hendak dituju. Pembagian kerja secara tim juga

harus didukung dengan komunikasi yang baik dari setiap anggotanya. Kami

belajar bahwa dalam menjalankan sebuah program membutuhkan pembagian

kerja yang jelas serta didukung dengan komunikasi yang baik dari setiap

anggotanya.

Gambar 5. Panggung Apresiasi Anak

Sumber: Dokumentasi Brawijaya

Gambar 6. Ruang bermain dan baazar

Sumber: Dokumentasi Brawijaya

31
5.1.3 Hambatan Program Utama
Ada beberapa hambatan yang kami hadapi dalam PKN ini. Pertama adalah

masalah komunikasi. Sulitnya menyatukan 4 basis dalam 1 ruangan terbuka

terutama basis Kampung Ujung dan Kampung Penas seringkali kami menjumpai

anak dari penas yang saling berucap mengatakan ”sentoyong” atau kata khusus

untuk menjelek-jelekan Kampung Ujung, mereka enggan berbincang apalagi

berdekatan. Kedua, proses renovasi pasca perpindahan Sanggar Anak Akar dari

Kalimalang ke Pangkalan Jati pun masih berlangsung sehingga ruang belajar

masih kurang nyaman dan sempit untuk menampung kurang lebih 40 anak dalam

setiap kegiatan. Ketiga, mobilisasi anak-anak dari 4 basis juga terhambat karena

sulit mendapatkan transportasi online seperti grabcar atau gocar yang mau

menjemput penumpang lebih dari 4 orang. Keempat, kegiatan Hari Anak Nasional

tamu yang datang juga melebihi undangan sehingga kami kesulitan untuk

mengatur jalan acara dengan tertib. Masalah sampah kembali menjadi sorotan,

gelas dan piring plastik yang digunakan untuk sarapan dan makan siang

berserakan dimana-mana. Kurangnya kesadaran dari para tamu undangan

sehingga panitia sedikit kewalahan untuk membersihkannya.

5.2 Implementasi dan Capaian Program Tambahan

5.2.1 Renovasi Rumah Belajar Kampung Ujung


Infrastruktur menjadi salah satu elemen dalam melakukan pemberdayaan

melalui pendidikan informal. Anak-anak di Kampung Ujung membutuhkan

medium rumah belajar sebagai upaya mencapai tujuan pemberdayaan tersebut.

Sebenarnya rumah belajar di Kampung Ujung (Kuburan Cina) sudah ada, namun

kondisi menjadi tidak terurus karena Sanggar Anak Akar saat ini lebih fokus pada

32
kepindahan dari Kali Malang ke Pangkalan Jati. Rumah belajar di Kampung

Ujung sangat sederhana hanya terbuat dari anyaman bambu-bambu, namun kini

sudah tidak layak untuk ditempati. Melihat semangat anak-anak yang besar untuk

menghidupkan kembali rumah belajar, Sanggar Anak Akar mencoba untuk

merenovasi rumah belajar tersebut. Dana yang dibutuhkan sekitar 50 juta dan

penggalangan dana dilakukan melalui 2 cara, yakni:

A. Barbenil
Baazar barang bekas bernilai ini pernah ada, namun berhenti sejak 2016

karena kepindahan Sanggar Anak Akar. Awalnya kehadiran barbenil adalah untuk

operasional kegiatan mingguan Sanggar. Pada 2018, kegiatan ini dimulai kembali

untuk menggalang dana renovasi rumah belajar Kampung Ujung. Barang-barang

untuk barbenil didapat dari para sahabat Sanggar Anak Akar, tetangga sekitar di

Pangkalan Jati, dan donasi dari Sekolah Stella Maris, BSD Tanggerang. Sejauh ini

Stella Maris menjadi penyumbang terbesar pasokan barbenil. Pada 2 Juli 2018

kami menggambil enam kardus berisikan pakaian bekas dan pada 16 Juli 2018

empat kardus dari Stella Maris. Semua barang diantar ke Sanggar Anak Akar

untuk kemudian dipilih berdasarkan tiga kategori harga: 2.000 rupiah untuk baju

dan celana yang kurang bagus, 5.000 rupiah untuk yang cukup bagus dan 10.000

rupiah untuk yang sangat bagus. Dalam kategori barang bagus adalah barang-

barang yang biasanya belum pernah dipakai oleh sang donatur bahkan beberapa

masih terbungkus plastik.

Sebagai pelaksana PKN, kami tidak mengetahui jumlah total penghasilan

barbenil. Barbenil dilakukan pada tanggal 4, 11, 21 dan 28 Juli 2018 dan

bertempat di Kampung Penas yang dipilih karena potensi pembeli yang cukup

33
besar dibandingkan tiga basis lainnya. Kegiatan ini berlangsung di lapangan

Kampung Penas pada 15.00-17.00 WIB. Waktu tersebut dipilih karena anak-anak

sedang bermain, orangtua menemani anaknya, pulang kerja atau sekedar

berbincang dengan para tetangga. Antusias warga menurun di akhir barbenil yakni

28 Juli lebih karena barang yang dijual adalah barang sisa barbenil tanggal 21

yang bertepatan dengan pelaksanaan peringatan Hari Anak Nasional

Gambar 7. Kegiatan Barbenil

Sumber: Dokumentasi Brawijaya


B. Menggalang Donasi Lewat Kitabisa.com
Usaha penggalangan dana lain yang dilakukan adalah melalui situs

kitabisa.com dengan inisiatif berjudul “Membangun Rumah Belajar Untuk Anak-

anak Di Kuburan Cina. Kitabisa.com adalah platform untuk menggalang dana dan

berdonasi secara online di Indonesia. Sejak tahun 2013 kitabisa.com beroperasi

dan fokus untuk menggalang dana dengan membuat halaman donasi online yang

disebut dengan halaman campaign untuk beragam tujuan sosial personal dan

kreatif lainnya. Sistem berdonasinya juga bebas kapan saja ke campaign-

campaign di kitabisa sesuai dengan kategori dan organisasi yang ada. Sistem

kerjanya adalah dengan mengenakan biaya administrasi sebesar 5% dari total

34
donasi dan dikenakan biaya administrasi untuk beberapa bank tertentu.

(kitabisa2013).

Gambar 8. Menggalang Dana Kitabisa.com

Sumber: Dokumentasi Brawijaya

5.2.2 Hambatan Program Tambahan


Ada beberapa hambatan yang kami hadapi dalam mengerjakan program

tambahan ini. Pertama adalah kendala teknis untuk melakukan mobilisasi barang-

barang dari Sanggar Anak Akar ke Kampung Penas karena terbatasnya kendaraan

yang dimiliki dan sulit membawa perlengkapan untuk barbenil seperti gantungan

baju dan rak pajang. Kedua, tingginya minat warga pada barbenil menghasilkan

kepadatan manusia pada saat bazar dilakukan di Kampung Penas. Minimnya

sukarelawan yang membantu keberlangsungkan bazar ini membuat sulit untuk

mendeteksi apakah orang-orang sudah membayar atau belum. Kami lebih sibuk

untuk melayani pertanyaan dari calon pembeli dan tidak bisa mengawasi proses

35
pembayarannya. Masalah eksternal dengan LSM FAKTA juga menyebabkan

terhentinya pengumpulan dana untuk renovasi rumah belajar hingga saat ini.

5.3 Evaluasi

Evaluasi ini dilakukan bersama pihak Sanggar Anak Akar yakni Hairun

Nisa sebagai pembimbing dan Ibe Karyanto. Pertama adalah evaluasi setelah

kegiatan Peer to Peer Outreach. Sesuai dengan konsep dari Freire tentang

pendidikan pembebasan, program Peer to Peer Outreach dilakukan dengan tujuan

mengembangkan kreatifitas anak binaan Sanggar Anak Akar sulit dibuktikan

tentang apakah seluruh anak-anak basis binaan Sanggar Anak Akar telah menjadi

Peer Educators karena tidak semua anak dapat dipantau dan singkatnya waktu

penyelenggaraan program ini. Jika merujuk konsep Freire, maka program ini

sudah cukup implementatif dengan melihat fakta bagaimana anak-anak mau

berfikir kreatif dan juga mulai vokal menyuarakan pendapatnya. Hal tersebut tidak

terlepas dari hubungan dialektis yang mulai terbangun antara anak-anak, kami dan

lingkungan mereka. Jika melihat program Skills Training, tujuan pendidikan

humanis menurut Freire sudah cukup terbukti.

Permasalahan besar dari kedua program tersebut justru muncul dalam

proses pemantauan pasca program yang sulit dilakukan karena waktu yang

terbatas. Amat sulit memantau apakah anak-anak di lingkungannya sudah sesuai

atau belum mencapai tujuan humanis, anak-anak menjadi diri mereka sendiri.

Dengan demikian, kami melihat perlu ada kelanjutan dari program ini apabila

ingin mendapatkan hasil yang lebih maksimal lagi. Hal terpenting yang

disampaikan Ibe Karyanto adalah dari semua rangkaian kegiatan PKN ini adalah

36
bagaimana kami sebagai mahasiswa sosiologi yang harapan ke depannya adalah

menjadi seorang sosiolog yang peka terhadap masalah-masalah yang ada di

masyarakat dan apa yang bisa kami lakukan di lingkungan tempat kami tinggal,

khususnya dalam bidang pengembangan masyarakat bagi generasi mudanya.

37
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Secara umum kegiatan ini lakukan di Sanggar Anak Akar, Jakarta Timur

ini berjalan sesuai dengan tujuan kegiatan. Kegiatan yang telah dilaksanakan

adalah kegiatan yang berasal dari program yang direncanakan ditambah dengan

program dari Sanggar Anak Akar. Kegiatan yang saya jalani merupakan

implementasi dari program mandiri yang dibuat sendiri sebagai program utama di

Sanggar Anak Akar: Peer to Peer Outreach dan Skills Training. Program

tambahan adalah Renovasi Rumah Belajar di Kuburan Cina atau Kampung Ujung

melalui kegiatan Bazaar Barbenil (Barang Bekas Bernilai) dan menggalang dana

melalui kitabisa.com.

Seluruh program dapat terlaksana dengan baik walaupun terdapat beberapa

perubahan dan masih belum sesuai dengan target yang saya pelaksana dsn

harapkan. Pada program Peer to Peer Outreach, kami sulit menilai apakah anak-

anak basis binaan telah seluruhnya menjadi peer educator bagi teman sebaya di

lingkungannya. Untuk bisa melihat kesinambungan dari program itu, perlu ada

tindak lanjut seperti melakukan pemantauan atas kehidupan sehari-hari anak-anak

di setiap basis binaan. Pada program Skills Training berjalan dengan baik. Anak-

anak sudah berfikir bebas menjadi diri mereka sendiri dalam kegiatan Hari Anak

Nasional dan telah mencapai tujuan dari Freire mengenai pendidikan humanis.

38
ingin berproses dan belajar melalui Sanggar Anak Akar. Dengan demikian, perlu

adanya penyebaran informasi yang lebih baik lagi nantinya melalui media sosial

yang lebih efektif (Instragram, Twitter, Facebook) dan dari situs resmi Sanggar

Anak Akar.

39
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2002). Pengelolaan Kelas dan Siswa. Jakarta : Rajawali.
Depdiknas. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Diakses melalui
https://www.komisiinformasi.go.id/regulasi/download/id/101
Freire, P. (1984). Pendidikan Sebagai Prakter Pembebasan . (A. A. Nugroho,
Trans.) Jakarta: Gramedia.
Freire, P. (2008). Pendidikan Kaum Tertindas . Jakarta: LP3ES.
Harsanto, R. (2007). Pengelolaan Kelas Yang Dinamis. Yogyakarta: Karnisius.
Karyanto, I. (2014). Dari Akar Kami Tumbuh. Jakarta: Sang Akar Entreprise.
Kitabisa. (2013). Kitabisa.com. Retrieved Oktober 14, 2018, from Kitabisa.com:
https://kitabisa.com/about-us
Suparno, A. (2000). Membangun Kompetensi Dasar. Jakarta: Dirjen Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Sidi, I. (2002). Konsep Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill)
Melalui Pendekatan Berbasis Luar (Broad-Based Education). Jakarta:
Ditjen DIkdasmen. Diakses melalui
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=401656&val=6793&t
itle=PENGEMBANGAN%20MUATAN%20KECAKAPAN%20HIDUP
%20(LIFE%20SKILL)%20PADA%20PEMBELAJARAN%20DI%20SE
KOLAH

40
LAMPIRAN

Lampiran 1
Dokumentasi Program Peer to Peer Outreach

41
Lampiran 2
Dokumentasi Program Skills Training dan Hari Anak Nasional

Skills Training Basis Kampung Ujung

42
Rapat dan persiapan
pelaksanaan Hari Anak
Nasional

Pelaksanaan Hari Anak Nasional

43
Lampiran 3
Dokumentasi Program Tambahan Renovasi Rumah Belajar Kampung Ujung

Bazaar Barang Bekas Bernilai di Kampung Penas

Pengumpulan dana renovasi rumah belajar


melalui kitabisa.co

44
45

Anda mungkin juga menyukai