Nama kelompok:
3. Pembahasan menggunakan teori dan artikel terkait (minimal 3 artikel) (40 poin)
Psikososial merupakan istilah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan
hubungan antara kondisi sosial seseorang dengan kesehatan mental atau emosionalnya.
Istilah psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-faktor
psikologis dengan kata lain psikososial adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan hubungan antara kondisi sosial seseorang dengan kesehatan mental
(Dunkel & Harbke, 2017; McLeod, 2017).
Perkembangan kepribadian seseorang berasal dari pengalaman sosial sepanjang
hidupnya sehingga disebut sebagai perkembangan psikososial. Perkembangan ini sangat
mempengaruhi kualitas ego seseorang secara sadar. Identitas ego ini akan terus berubah
karena pengalaman baru dan informasi yang diperoleh dari interaksi sehari-hari dengan
orang lain. Selain identitas ego, persaingan dapat memotivasi perkembangan perilaku dan
tindakan. Dapat disimpulkan, apabila seseorang mendapatkan penanganan dan didikan
yang tepat maka ia akan memiliki kekuatan dan kualitas ego yang baik pula. Namun, jika
penanganan dan didikan ini dikelola dengan buruk, maka akan terjadi perasaan tidak
mampu (KEMENKESOS, 2019)
Berdasarkan hasil pengkajian tahap perekmbangan psikososial menurut teori reik
erikson yang telah dilakukan kepada Tn. L (65 th) . Menurut teori erik erikson tahap
perekmbangan psikososial individu terbagi menjadi beberapa tahapan fase yang meliputi:
1). Trust and Mistrust (kepercayaan vs ketidakpercayaan, 0-18 bulan)
Tahap ini merupakan hal dasar didalam hidup dimana pada tahap ini seorang bayi akan
berusaha mendapatkan pengasuhan dan kehangatan. Jika seorang anak berkembang
dengan sukses dan percaya, dia akan merasa aman dan terjamin di dunia. Kegagalan
seorang bayi pada rentang usia ini dalam mengembangkan kepercayaan (trust) akan
membuat ia merasa takut dan kemudian menganggap bahwa dunia tidak konsisten dan
tidak dapat diprediksi (Dunkel & Harbke, 2017; McLeod, 2017). Pada fase ini data tidak
didapatkan dikarenakan Tn. L lupa masa-masa pada fase ini.
2). Autonomy vs shame and doubt (otonomi vs ragu-ragu, 18 bulan- 3 tahun),
Dimana pada tahap ini, anak berfokus pada pengembangan pengendalian diri dan jika
berhasil melewati tahap ini, anak akan merasa aman dan percaya diri namun, jika tidak
berhasil, amak akan merasa tidak cukup dan ragu akan dirinya sendiri dalam melakukan
sesuatu (Dunkel & Harbke, 2017; McLeod, 2017). Pada fase ini pasien mampu melewati
tahap ini berdasarkan data dari pengkajian pasien mengatakan bahwa ia mulai berjalan dan
belajar berbicara dan lancar pada usia 2 tahun. Pada usia ini pasien juga sudah dapat
bermain sendiri dan dengan keluarganya, pasien juga sudah mulai lancar untuk makan
sendiri.
3). Initiative vs Guilt ( inisiatif vs rasa bersalah, 3-6 tahun)
Pada fase ini anak akan merasa lebih tertantang oleh karena dunia sosial yang dihadapi
lebih luas. Ia dituntut untuk memiliki tujuan dan menjadi aktif. Menurut Erikson, ia yang
berhasil mengembangkan inisiatif akan dalam memimpin orang lain. Sebaliknya, Ketika ia
gagal, ia akan merasa bersalah, ragu pada diri sendiri, serta kekurangan inisiatif (Dunkel &
Harbke, 2017; McLeod, 2017. Berdasarkan hasil pengkajian pasien mengatkan bahwa
ketika pada fase ini pasien sangat aktif berbicara kepada semua orang dan juga aktiv
bermain dengan teman sebaya dan keluarga. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa Tn. L
dapat melewati tahap ini dengan baik.
4). Industry vs inferiority (6- 12 tahun)
Seorang anak perlu didorong oleh orang tua maupun guru untuk mengembangkan perasaan
kompeten dan percaya pada keterampilan yang ia miliki sendiri. Jika berhasil anak akan
memiliki rasa bangga terhadap kemampuanya sedangkan anak-anak yang kurang atau
hanya sedikit saja mendapatkan dorongan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan
berpotensi meragukan kemampuan mereka untuk dapat sukses (Dunkel & Harbke, 2017;
McLeod, 2017). Berdasarkan hasil pengkajian Tn. L mampu melewati fase ini pasien
mengatakan bahwa ia sering mendapatkan nilai yang memuaskan dan mendapat pujian
dari guru ataupun orang tuanya.
5). Identity vs role confusion (12-18 th)
Tahap ini sudah memasuki usia remaja dan anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat
tinggi. Anak ingin mencoba mengetahui dan mencari tahu siapa diri mereka dan inngin
menjadi seperti apa. Apabila seorang remaja dapat melalui tahapan ini dengan
menunjukkan jati diri yang pasti dan positif, maka ia akan memiliki loyalitas (fidelity),
yang berupa rasa ikhlas dan tanggung jawab ketika berhubungan dengan orang lain dan
pekerjaan, serta lebih loyal pada prinsip dan ideologi tertentu (Dunkel & Harbke, 2017;
McLeod, 2017). Hasil pengkajian didapatkan data Pasien mengatakan bahwa pada usia ini
rasa ingin tahu ia sangat tinggi sehingga ia mengikuti berbagai aktivitas kegiatan yang ia
ingin tahu. Pasien juga mengatakan bahwa pada usia ini ia sudah mengenal dunia
percintaan dan pada usia ini ia memiliki banyak teman, namun pasien mentakan bahwa
pergaulannya ketika masih remaja masih dapat dikontrol sehingga tidak terlewat batas.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Tn. L dapat melewati fase ini dengan baik.
6) Intimacy vs isolation(18-35 th)
Tahap ini sudah memasuki usia dewasa dimana seseorang membentuk hubungan saling
percaya dan keintiman baru dengan orang lain dan jika tidak berhasil melewati tahap ini,
seseorang cenderung menarik diri (Dunkel & Harbke, 2017; McLeod, 2017). Pasien
mengatakan bahwa pada usia ini pasien sudah menikah dan memiliki anak. Ketika pasien
pada fase ini pasien sangat produktif menyelesaikan pendidkan dan menjalankan
usahanya, pasien juga mulai menjalin hubungan yang serius hingga jenjang pernikahan.
7) Generativity vs stagnation(35-64 th)
Pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya.
Hal yang dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan
sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa/stagna (Dunkel & Harbke, 2017;
McLeod, 2017). Pasien mengatakan pada fase ini pasien mengatakan masa dimana ia
sangat produktif dimana ia bias melakukan segala sesuatunya sendiri. Pasien juga
mengatakan memiliki hubungan yang intens dengan istri dan anak-anaknya. Namuh saat
usianya menginjak 60an pasien mulai sakit-sakitan, sehingga ia mulai banyak bekerja di
rumah dan berkumpul bersama dengan keluarga
8) Ego Integrity vs Despair (65 tahun)
Pada tahapan ini, seseorang akan fokus untuk merefleksikan kembali kehidupan. Apabila
ia berhasil selama tahap ini, ia akan dapat melihat ke belakang dengan sedikit penyesalan
dan kepuasan secara umum. Sebaliknya, orang yang tidak berhasil menyelesaikan tahapan
ini akan merasa hidupnya telah terbuang percuma. Pada kondisi ini, pengalamannya
menjadi suatu hal yang disesalkan (Dunkel & Harbke, 2017; McLeod, 2017). Pasien
mengatakan di usia ini ia menderita penyakit sehingga ia tidak dapat bekerja terlalu keras,
saat ini pasien merasa bahwa perubahan yang terjadi dalam kehidupannya membuat ia
tidak berdaya pasien merasa bahwa ia tidak bisa mengurus dirinya sendiri bahkan tidak
dapat memutuskan sesuatu yang terbaik buat dia. Semua pekerjaan dan tanggung
jawabnya dilimpahkan dia kepada anaknya, pasien mengatakan bahwa saat ini ia tidak
berguna lagi.
Berdasarkan data pengkajian Tn L mengalami masalah perkembangan psikososial di tahap
Ego Integrity vs Despair (65 tahun) Ego Integrity vs Despair (65 tahun) dimana ia
mengatakan bahwa ia merasa tidak berdaya dan tidak berguna dikarenakan kondisi dan
sakit yang pasien alami. Ketidakberhasilan dari perkembangan ini adalah ketika seseorang
merasa bahwa dirinya tidak berharga dan tidak berdaya dalam merima perubahan yang
dialami olehnya (Hasibuan & Daulima, 2021).
Hasibuan, Shinta. Y.& Daulima, N.H.C (2021). Potensi terapi kelompok terapeutik lansia
pada perkembangan psikososial: studi literatur. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ):
Persatuan Perawat Nasional Indonesia) 9(2), 493-500. Retrieved from
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/7505
Kemensos, (2019). Tahap Perkembangan Psikososial. Kementrian Sosial Republik
Indonesia, Lsps.
Dunkel, C. S., & Harbke, C. (2017). A review of measures of Erikson’s stages of
psychosocial development: Evidence for a general factor. Journal of Adult
Development, 24(1), 58-76.
McLeod, Saul (2017). Erik Erikson. Simply Psychology.