Anda di halaman 1dari 29

Petunjuk Paktikum

Dasar Ternak Unggas


LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS PETERNAKAN

Disusun oleh:
PURWOKERTO

Rosidi
Ismoyowati
Ibnu Harisulistyawan
Nu’man Hidayat
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah Hirobbil Alamin, penulis panjatkan ke hadirat


Allah SWT atas limpahan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulisan buku
petunjuk praktikum Ilmu Ternak Unggas dapat disusun. Penulisan petunjuk
praktikum ini adalah dalam rangka membantu mahasiswa melaksanakan
praktikum secara daring untuk mata kuliah Ilmu Ternak Unggas, dimana
pelaksanaan praktikum dilakukan secara virtual dengan melihat gambar dan vidio
dengan link yang sesuai dengan acara praktikum.
Acara praktikum yang dselenggarakan secara daring adalah:
1. Anatomi dan fisiologi unggas
2. Struktur dan morfologi telur unggas
3. Penetasan telur ayam
4. Perkembangan embrio ayam
Buku petunjuk praktikum ini bersifat penuntun praktis dan belum menggambarkan
dan membahas secara rinci, oleh karena itu mahasiswa bisa mempelajari refernsi
yang relevan dan terkini baik dari buku ilmiah, jurnal maupun bahan pembelajaran
yang tersedia secara daring.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisa buku petunjuk
praktikum ini, baik pada teknik penulisan maupun materi yang disajikan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
perbaikan pada masa yang akan datang. Semoga buku ini bermanfaat bagi
mahasiswa.

Purwokerto, 25 September 2020

Tim Penyusun
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI UNGGAS

Bangsa unggas termasuk hewan homoioterm (temperatur tubuh selalu


konstan sekitar 40oC-41oC), dengan metabolic rate yang tinggi yaitu sekitar 4 jam
yang artinya sejumlah pakan yang dimakan akan dikeluarkan lagi sebagai ekskreta
setelah 4 jam mengalami metabolisme. Unggas memiliki tubuh yang kompak dan
tulang yang ringan, sehingga dapat terbang. Anatomi dan fisiologi unggas berbeda
dengan mamalia. Anatomi yang berkaitan dengan fisiologi unggas yang akan
dipelajari dalam praktikum terdiri dari: body covering, sistem rangka dan otot,
sistem pencernaan, respirasi, sirkulasi,ekskresi, reproduksi, sistem syaraf dan
hormonal.

1.1 Body Covering (Penutup Tubuh pada Unggas)


Body covering adalah penutup tubuh unggas atau exoskeleton yang
meliputi: comb, pial, earlobe, kulit, bulu, beak, kuku dan sisik (scale) (Gambar 1
dan 2).
Standar bulu dan jengger (comb) berbagai ayam memberikan perbedaan
terhadap bangsa dan varietas. Standar baku terhadap bentuk jengger dan warna
bulu tidak ada, karena setiap bangsa ayam mempunyai ciri warna dan bentuk
jengger yang spesifik (Gambar 3).
Gambar 1. Body covering pada ayam jantan
(https://poultry.extension.org/articles/poultry-anatomy/external-anatomy-of-
chickens/

Gambar 2. Body covering pada ayam betina


((https://poultry.extension.org/articles/poultry-anatomy/external-anatomy-of-
chickens/)
Gambar 3. Berbagai bentuk jengger (comb) pada ayam

Bulu merupakan pertumbuhan ke arah luar dari epidermis yang membentuk


bulu penutup tubuh (plumae). Pada saat menetas tubuh anak ayam tertutup oleh
bulu kapas atau down feather (plumulae), terdapat pula bulu yang jarang dijumpai,
akan tetapi terdapat pada seluruh tubuh ayitu filoplumae.
Bulu tersusun dari akar yang disebut calamus dan tangkai panjang, quail
atau shaf (Gambar 4). Pada tangkai terdapat rachis untuk menjadikan bulu tegak
dan keras. Barbs merupakan kelanjutan dari quail, dan barbulae merupakan
kelanjutan dari barbs dan barbicel adalah kelanjutan dari barbulae.

Gambar 4. Struktur bulu unggas


Berdasarkan letaknya bulu dapat dibedakan menjadi:
1. Remiges, terdapat pada sayap yang berfungsi untuk terbang. Pada remiges
vexillumnya tidak simetris. Bulu ini dapat dibedakan menjadi: (1) remiges
primer, terdapat pada digiti dan metacarpal pada sayap, (2) remiges sekunder,
berpangkal pada daerah ulna, (3) remiges tersier, berpangkal pada daerah
humerus.
2. Rectrices, yaitu bulu yang terdapat pada ekor. Bulu ini mempunyai vexillum
yang simetris.
3. Tetrices, merupakan bulu penutup badan.
4. Parapterum, bulu-bulu pada bagian antara badan dan sayap (daerah bahu).
5. Alula, bulu-bulu kecil yang terdapat pada digiti kedua dari extremitas posterior.
1.2 Sistem Rangka dan Otot pada Unggas

Kerangka adalah suatu satu kesatuan sistem yang tersusun dari banyak
tulang yang menunjang terbentuknya tubuh sebagai tempat melekatnya otot.
Kerangka juga melindungi beberapa organ vital. Sistem rangka berintegrasi
dengan sistem otot yang merupakan suatu proses fisiologis yang penting dalam
menunjang aktivitas unggas. Kharakteristik kerangka unggas bersifat spesifik,
yaitu ringan dan berisi udara, yang disesuaikan dengan fungsinya untuk bergerak,
berjalan dan terbang. Kerangka unggas disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Sistem rangka pada unggas


Otot skleletal unggas (Gambar 6) terdiri dari tiga macam serabut otot, yaitu
serabut merah, serabut putih dan serabut intermedier. Serabut otot merah
membentuk daging merah, yaitu serabut otot yang banyak mengandung mioglobin.
Serabut otot putih membentuk daging putih, yang sedikit mengandung mioglobin
dan serabut intermedier mengandung serabut otot putih dan merah. Otot merah
terdapat pada bagian yang banyak melakukan aktivitas gerak, banyak mengandung
lemak, darah dan miogobin. Otot dada (pectoralis muscle) pada burung darah yang
sering terbang lebih gelap dibanding otot dada pada ayam.

Gambar 6. Sistem otot pada ayam


1.3 Sistem Sirkulasi pada Unggas

Sistem sirkulasi atau peredaran darah pada unggas hampir sama dengan
hewan mamalia. Ayam mempunyai jantung dengan dua atrium dan dua ventrikel.
Pemisah antara atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri adalah
interatrial septum dan interventricular septum (Gambar 7). Secara garis besar,
arteri membawa darah meninggalkan jantung dan akan kembali lagi kejantung
melalui vena.

VD

Gambar 7. Jantung ayam


1.4 Sistem Respirasi pada Unggas

Sistem pernafasan pada unggas berbeda dengan sistem pernafasan pada


mamalia. Perbedaan sistem pernafasan pada unggas terletak pada paru-paru yang
berhubungan langsung dengan kantong udara dan rongga tulang.
Organ pernafasan pada unggas terdiri dari glottis, larynx, trachea, syringe
(rongga suara), bronchi dan paru-paru (Gambar 8). Paru-paru terletak diantara
tulang rusuk dan vertebrae dorsalis yang berfusi dengan rongga udara.

Gambar 8. Sistem pernafasan pada unggas


1.5 Sistem Reproduksi pada Unggas

1.5.1 Sistem reproduksi pada unggas jantan

Organ reproduksi pada ayam atau unggas jantan dibagi dalam tiga bagian
utama, yaitu sepasang testis, sepasang saluran deferens dan kloaka (Gambar 9).
Testis terdiri dari sejumlah besar saluran kecil yang bergulung dan dari lapisan-
lapisannya dihasilkansperma. Saluran tubulus seminiferus menuju ductus
deferens, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan sperma keluar dari tubuh.
Ductus deferens bermuara ke dalam papila kecil yang berperan sebagai organ
intromittent.

Gambar 9. Sistem reproduksi pada unggas jantan

1.5.2 Sistem reproduksi pada unggas betina

Sistem reproduksi pada unggas betina terdiri dari satu ovarium dan satu
oviduk (Gambar 10), organ tersebut juga merupakan kelenjar endokrin. Ovarium
pada ayam betina terdapat satu yang terletak pada ronnga badan sebelah kiri.
Ovarium ayam betina dewasa biasanya terdiri dari 5-6 folikel yang sedang
berkembang, berwarna kuning besar (yolk) sejumlah besar folikel putih kecil yang
merupakan bakal kuning telur.
Oviduk merupakan saluran tempat disekresikannya albumen atau putih
telur, membran kerabang dan pembentukkan kerabang telur. Oviduk pada ayam
betina berbentuk pipa yang melipat yang sebagian besar terletak pada sisi bagian
kiri rongga perut.Oviduk terbagi menjadi 5 bagian yaitu: infundibulum, magnum,
istmus, uterus dan vagina.

Gambar 10. Sistem reproduksi pada ayam betina dewasa

1.6 Sistem Digestivus (Pencernaan) pada Unggas


Sistem pencernaan (Gambar 11) terdiri dari saluran pencernaan dan organ
asesori. Saluran percernaan terdiri dari mulut, esophagus, crop, proventriculus,
gizzard, duodenum, usus halus, seka, rectum, cloaca dan vent. Organ asesori
terdiri dari pancreas dan hati yang menghasilkan empedu.
Gambar 11. Sistem pencernaan pada unggas

1.7 Sistem Ekskresi pada Unggas

Ekskresi air dan sisa metabolik sebagian besar terjadi melalui ginjal. Sistem
ekresi pada unggas terdiri dari dua buah ginjal yang bentuknya relatif besar dan
memajang, terletak di belakang paru-paru dan menempel pada tulang punggung.
Masing-masing ginjal terdiri dari tiga lobus yang tampak dengan jelas, ginjal
terdiri dari banyak tubulus kecil atau nephron yang menjadi unit fungsional utama
dari ginjal (Gambar 12). Fungsi utama ginjal adalah memproduksi urin.

Gambar 12. Sistem ekskresi pada unggas


II. MORFOLOGI DAN STRUKUR TELUR

2.1 Morfologi Telur


2.1.1 Bentuk Telur
Sebagian besar, telur unggas berbentuk oval, dengan salah satu ujungnya
tumpul dan ujung yang lain lancip (Gambar 13 dan 14). Bentuk telur secara umum
dikarenakan faktor genetis. Setiap induk bertelur berturutan dengan bentuk yang
sama, yaitu bulat, panjang atau lonjong. Jarak antara ujung tumpul tumpul dengan
ujung lancip disebut diameter panjang, sedangkan jarak terlebar antara kedua sisis
telur disebut diameter lebar. Bentuk telur dinyatakan dengan indeks telur, yaitu
perbandingan antara diameter lebar dan diameter panjang telur yang dinyatakan
dalam persen. Rumus indeks telur adalah:

I = DL/DP x 100%

Keterangan :
I = indeks telur (%)
DL = diameter lebar
DP = diameter panjang
Nilai indeks telur bervariasi antara 65%-82%, dan yang ideal adalah 70%-75% (Tri
Yuwanta, 2008).

Berdasarkan indeks telurnya, telur unggas dapat diklasifikasikan pada menjadi tiga
yang tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi telur unggas berdasarkan indeksnya
No. Indeks telur Bentuk telur
1. < 70 Terlalu lonjong
2. 70-80 Normal
3. > 80 Terlalu bulat
A

C D

AB = diameter panjang
CD = diameter tumpul
Gambar 13. Bentuk telur ayam

Gambar 14. Berbagai telur unggas


2.1.2 Kualitas Kerabang Telur
Warna kerabang telur tergantung pada jenis unggas (Gambar 15) dan zat
warna yang disekresikan. Warna kerabang dapat diukur dengan reflektometer
berbasis pada warna magnesium karbonat kromameter. Warna kerabang putih
memberikan angka refleksi 5 dan coklat memberikan refleksi 45.

Gambar 15. Berbagai warna kerabang telur unggas

Kualitas kerabang telur dapat diukur dengan indeks kerabang telur, yang
diperoleh dengan membagi berat kerabang telur dengan luas permukaan kerabang
telur. Rumusnya adalah:

I = C/S X 100

I = indeks kerabang telur (g/cm2)


C = berat kerabang telur (g)
S = luas permukaan kerabang telur (cm2)

Berat telur diperoleh dengan menimbang kerabang telur, termasuk selaput


kerabang yang sudah dicuci bersih dan dikeringkan di bawah sinar matahari atau
dikeringkan dengan pengering pada suhu 100oC selama 6 jam. Luas permukaan
kerabang dihitung berdasarkan berat telur menurut rumus Mongin (1965) yaitu:

S = 3,978 W0,7056, W adalah berat telur.

Kualitas kerabang juga dapat diukur berdasarkan ketebalannnya. Ketebalan


kerabang telur diukur dan diambil bagian tengah (ekuator) dari kerabang telur
tanpa selaput kerabang, dengan luas 1 mm2. Nilai ketebalan kerabang telur ayam
berkisar antara 0,35-0,40 mmmm. Ketebalan kerabang dapat diukur menurut
rumus Hamilton et al. (1979) yaitu:

T = 3,98 SW/SA + 16,8.

T = ketebalan kerabang telur (mm)


SW = Berat kerabang telur (g)
SA = Luas permukaan (cm2)

Tekstur kerabang dapat diamati dengan meraba permukaan kerabang telur.


Tekstur kerabang dinilai halus apabila permukaan kerabang terasa halus dan kasar
apabila permukaan kerabang terasa agak kasar.

Kualitas kerabang juga ditentukan oleh kebersihan kerabang yang diamati


pada seluruh permukaannya. Semakin kotor kerabang maka semakin banyak
mikroorganisme yang menempel pada kerabang. Kerabang yang bersih adalah
jika permukaan telur tidak terdapat kotoran, agak bersih jika permukaan telur
terdapat sedikit kotoran dan kotor apabila dipermukaan telur terdapat banyak
kotoran.

2.1.3 Bobot Telur


Bobot dan besar telur unggas sangat bervariasi tergantung pada jenis
unggas. Pada satu flok ayam juga bervariasi besar dan bobot telurnya, yang
disebabkan antara lain adalah: (1) Faktor genetis yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan ova, yolk yang lebih besar menghasilkan telur yang besar sedangkan
yolk yang kecil menghasilkan telur yang kecil. (2) Periode peneluran, telur yang
dihasilkan pada awal periode lebih kecil dibanding periode berikutnya. (3) Pakan
dan cuaca. Bobot telur berbagai unggas tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Bobot telur berbagai jenis unggas
No. Jenis unggas Bobot telur (g)
1. Puyuh 10
2. Merpati 17
3. Ayam kampung 45
4. Ayam niaga petelur 55
5. Itik 75
6. Angsa 225

2.2 Struktur Telur

Telur tersusun dari kuning telur (yolk), putih telur (albumen), selaput
kerabang (shell membrane), kerabang (shell) dan komponen lainnya yang terdapat
pada albumen dan yolk (Gambar 16).
Yolk bersifat semi liquid, granuler dan berwarna kuning, bentuknya bulat dan
berada di tengah-tengah telur. Yolk dilapisi selaput tipis yang disebut membrana
vittelina. Dibagian atas (di bawah membrana vittelina) terdapat lembaga telur atau
discus germinalis, yang selalu terdapat dibagian atas yolk karena memiliki massa
jenis yang lebih kecil dibanding yolk. Warna kuning pada yolk karena adanya
xanthofil, yaitu pigmen karoten dari pakan.
Albumen berupa cairan kental dan transparan yang tersusun dari tiga lapisan
yaitu: outer thin white (lapisan albumen luar yang encer), thick white (lapisan
tengah yang kental) dan inner thin white (lapisan albumen bagian dalam yang
encer). Bagian albumen yang membentuk dua pita berbelit seperti spiral,
memanjang dari ujung yolk dan bersifat koloidal disebut chalaza. Chalaza
berfungsi menjaga yolk tetap berada dibagian tengah telur.
Gambar 16. Struktur Telur Unggas
Membrane shell adalah selaput tipis yang terdapat diantara albumen dan
kerabang telur. Ada dua Menbrane shell yaitu outer Menbrane shell dan inner
Menbrane shell yang saling menempel, kecuali pada bagian ujung tumpul dan
diantara selaput tersebut membentuk rongga udara atau air sac.
Kerabang telur sebagian besar tersusun dari mineral, terutama CaCO3
(98,43%); yang lainnya: MgCO3 (0,84%) dan Ca(PO4)2 (0,75%), serta protein
3,3%. Kerabang telur bersifat poreus dan dibagian luar dilapisi cuticula yang
berfungsi mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam telur dan mengurangi
terjadinya penguapan.
III. PENETASAN TELUR UNGGAS

3.1 Manajemen Penetasan


Penetasan pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan yang sesuai
untuk perkembangan embrio unggas. Penetasan dapat dilakukan secara alami oleh
induk (ayam, entok, merpati) atau secara buatan menggunakan mesin tetas.
Pada penetasan secara alami ( natural incubation) pengeraman dilakukan
oleh induknya, baik sesama species maupun species yang lain; pada merpati jantan
dan betina mengerami telurnya; pada burung maleo penetasan diserahkan pada
alam (telur ditimbun pasir). Kelebihan natural incubation adalah mudah
dilakukan, tidak perlu alat, tidak tergantung sumber panas, sedangkan
kekurangannya adalah kapasitas sedikit (8-12 butir), produksi telur rendah,
penularan penyakit mudah.
Penetasan buatan (artificial incubation) adalah penetasan yang dilakukan
dengan menggunakan alat yang disebut mesin tetas atau incubator. Prinsip:
menyediakan kondisi lingkungan (temperatur, kelembaban dan sirkulasi udara)
yang sesuai untuk perkembangan embrio secara optimal sehingga telur dapat
menetas. Kelebihan artificial incubation adalah kapasitas besar, penularan
penyakit dapat dicegah, produksi telur dapat ditingkatkan sedangakan
kekurangannya adalah perlu ketrampilan khusus, biaya untuk mesin tetas,
tergantung sumber panas.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penetasan dengan mesin tetas
adalah:
1. Pemilihan telur
a. Asal telur: dari induk yang dikawini
b. Besar telur: sedang, ada korelasi positif antara bobot telur dan bobot
tetas
c. Bentuk telur: indeks telur = diameter lebar/diameter panjang x
100%,normal I= 74%
d. Kerabang telur: bersih, karena telur yang kotor menunjukkan populasi
bakteri yang tinggi. Kerabang telur selain sebagai pelindung isi telur
dari ganngguan fisik juga mencegah masukknya mikroba, selain itu
juga merupakan sumber mineral bagi embrio
e. Kualitas interior: candling, rongga udara di bagian tumpul, kuning telur
tunggal, tidak terdapat blood and meat spot.
2. Fumigasi
Fumigasi merupakan upaya untuk membasmi mikroba yang
menempel pada kerabang telur maupun mikroba yang terdapat dalam mesin
tetas dan ruang penyimpan telur. Dosis fumigasi tergantung pada luas
ruangan dan tujuan fumigasi. Dosis fumigasi normal: dua bagian larutan
formalin dalam ml (cc) dicampur dengan KMnO4 dalam gram atau 40 ml
formalin + 20 g KMno4 untuk luas ruangan 100 ft3 atau 2,83 m3.
3. Mesin tetas
Ruang mesin tetas harus memperhatikan temperature, suhu dan
kelembaban.Temperatur optimal untuk perkembangan embrio tergantung
pada keadaan telur dan jenis unggas. Pada penetasan telur ayam temperatur
berkisar antara 100oF-103oF (minggu I: 100 oF, minggu II: 101oF dan
minggu ke III: 102-103 oF), kelembaban berkisar antara 60%-70% dan
ventilasi cukup.
4. Posisi telur
Telur diletakkan pada rak telur dengan posisi miring (30 o - 45 o) dan
ujung tumpul dibagian atas.
5. Pemutaran telur
Pemutaran dilakukan mulai hari ke empat sampai hari ke 19, secara
manual atau sederhana pemutaran telur dilakukan tiga kali sehari,
sedangkan pada mesin tetas otomatis pemutaran diset setiap satu jam sekali.
6. Candling (pemeriksaan telur)
Candling dilakukan dua kali, yaitu pada hari ke 7 dan hari ke 14.
fungsi candling untuk mengeluarkan telur infertil dan retak, mengeluarkan
telur yang embrionya mati pada awal penetasan dan mengeluarkan telur
yang embrionya mati pada akhir penetasan. Telur yang fertil terdapat
pembuluh darah yang terlihat jelas saat dicandling (Gambar 17 dan 18).
a)

b)

Gambar 17. a) Telur fertil dan b) Telur infertil

Gambar 18. Telur infertil, fertil dan embrionya mati


3.2 Prosedur penetasan
1. Persiapan mesin tetas
a Mesin tetas disucihamakan dengan desinfektan (biocid atau
formaldehida)
b Setelah kering dilakukan pemasangan perlengkapan mesin tetas dan
mesin tetas dihidupkan untuk memanaskan ruang mesin tetas dan
menstabilkan temperatur pada 100oF selama 24 jam (diukur dengan
termometer).
c Bila temperatur sudah stabil maka telur yang telah disiapkan dapat
diletakkan pada rak telur dan dimasukkan ke dalam mesin tetas.
d Untuk menjaga kelembaban, maka dibawah rak telur diletakkan bak air
yang diisi ¾ bagian dengan air bersih.
e Kelembaban diusahakan 60%-70% yang dapat diukur dengan
higrometer.
f Termometer diletakkan 1 cm diatas telur.
2. Persiapan telur tetas
1. Telur tetas dipilih yang bersih, bila kotor dapat dibersihkan dengan kapas
dan air hangat, secara perlahan-lahan jangan sampai kutikula rusak.
2. Telur dipilih yang tidak retak, selanjutnya ditimbang bobotnya untuk
mengelompokkan telur berdasarkan bobotnya (bila telur yang ditetaskan
dalam jumlah yang besar).
3. Pilih telur yang normal, tidak terdapat meat spot, blood spot atau double
yolk.
4. Telur diukur diameter panjang dan lebarnya untuk mengetahui
indeksnya.
3. Penetasan
Setelah persiapan mesin tetas dan telur selesai, selanjutnya telur disusun
dirak dengan ujung tumpul dibagian atas dan kemiringan sekitar 30 o-45o. Hal-
hal yang perlu diperhatikan selama penetasan adalah:
1. Memutar telur mulai hari ke 4 sampai hari ke 19, sebanyak tiga kali
sehari (pagi, siang dan sore).
2. Mempertahankan dan mencatat temperatur.
3. Menambah air untuk mempertahankan kelembaban dan mencata
kelembaban.
4. Mengatur ventilasi.
5. Mengontrol bahan bakar (bila menggunakan minyak tanah).
6. Melakukan candling untuk melihat telur yang fertil dan untuk
mengeluarkan telur yang infertil dan yang embrionya mati. Candling
dilakukan dua kali, pada minggu pertama dan minggu kedua.
IV. PERKEMBANGAN EMBRIO

4.1 Perkembangan Embrio di dalam Saluran Reproduksi Induk


Embrio di dalam telur unggas sudah mulai berkembang sejak telur masih
berada di saluran reproduksi induk yang dimulai 15 menit setelah ovulasi, yaitu
setelah terjadinya fertilisasi maka terbentuk zigot.
Perkembangam embrio dimulai dengan pembelahan sel pertama (cleavage)
setelah 3-5 jam dari ovulasi. Germ sel membelah dari 1 sel menjadi 2 sel dan
selanjutnya menjadi 4 sel di dalam istmus, 16 sel di uterus dan 256 sel diuterus
bagian akhir yang disebut blastoderm (sth sekitar 4 jam), proses pembelahan ini
disebut gastrulasi. Blastoderm menyebar ke seluruh yolk dan berdiferensiasi
menjadi dua lapisan yaitu outer layer (ectoderm) dan inner layer (endoderm).
Kedua lapisan tersebut akan tampak sebagai lingkaran berwarna keputihan
pada permukaan yolk bila telur yang telah dibuahi dipecah. Lapisan ketiga yaitu
mesoderm akan terbentu pada saat perkembangan embrio diluar tubuh.

4.2 Perkembangan Embrio di Luar Tubuh Induk (pada saat Penetasan)


Setelah oviposisi perkembangan embrio terhenti atau stagnan.
Perkembangan embrio berjalan kembali apabila kondisi lingkungan sesuai
(temperatur, kelembaban dan sirkulasi udara). Pada awal penetasan blastoderm
membentuk sel yang berlapis-lapis (morula)
Embrio berkembang membentuk 3 lapisan inti, yaitu:
1. Lapisan luar (ectoderm) akan berkembang menjadi: kulit, bulu, punggung, kaki
dan sistem syaraf.
2. Lapisan tengah (mesoderm) akan berkembang menjadi tulang, otot, darah dan
organ kelamin.
3. Lapisan dalam (endoderm) akan berkembang menjadi tractus digestivus, organ
pernafasan dan secretorius.
Gambar 19. Embrio umur 6 hari

Gambar 20. Perkembangan embrio umur satu hari sampai dengan menetas
4.3 Selaput Ekstra Embrional
Selama penetasan embrio unggas tidak memiliki hubungan langsung dengan
induknya, sehingga zat-zat makanan untuk pertumbuhan embrio berasal dari telur
itu sendiri. Penyerapan zat-zat makanan dan metabolisme selama perkembangan
embrio dalam telur dapat berlangsung karena adanya membran ekstraembrional
(Gambar 21), yang terdiri dari:
1. Amnion dan chorion: keduanya mulai tumbuh dari daerah kepala yang
selanjutnya menyelimuti seluruh tubuh embrio. Lapisan paling luar adalah
chorion dan bagian bawahnya amnion. Amnion merupakan kantong yang berisi
cairan transparan, untuk memelihara embrio agar bergerak bebas selama
pertumbuhan dan melindunginya dari benturan fisik.
2. Yolk sac (kantong kuning telur): merupakan membran yang membungkus
kuning telur. Membran ini mensekresikan enzim protease yang mengubah
protein kuning telur menjadi asam amino sehingga dapat diserap embrio. Yolk
sac dan sisa isinya akan diserap dan masuk ke dalam tubuh segera sebelum
menetas dan merupakan cadangan makanan bagi doc yang baru menetas.
3. Allantois: merupakan membran yang menyelimuti embrio dan berperan
sebagai suatu sistem sirkulasi. Fungsi dari allantois adalah:
a. Respirasi: mengalirkan oksigen ke dalam darah embrio dan
mengeluarkan karbondioksida
b. Digesti : membantu digesti albumen dan absorpsi Ca dari kerabang
c. Ekskresi : membuang hasil ekskresi dari ginjal embrio dan menanpungnya
di rongga allantois. Allatois berkembang pada hari ke 3 dan lengkap pada
hari ke 12.
Gambar 21. Membran ekstraembrional

Anda mungkin juga menyukai