Anda di halaman 1dari 7

NAMA KELOMPOK:

Riezky Maulida Putri Utami (1119 30881)


Rizki Rachmawati (1119 30885)
Albertus Devon Aditya (1119 30886)
Maria Reinildis Loe (1119 30893)

CHAPTER 10 – EXPENSES

LO 1 EXPENSES DEFINED

Menurut Framework, expense adalah penurunan economic benefits berbentuk outflow atau
depletion (penggunaan) dari suatu asset, atau terbentuknya liabilitas yang mengakibatkan
berkurangnya equity selain dikarenakan adanya distribusi untuk partisipasi dari banyak pihak
di dalam komponen ekuitas.

Change in assets and liabilities


Framework menyatakan bahwa terjadinya suatu expense akan berdampak terhadap penurunan
nilai dari suatu aset maupun peningkatan nilai dari suatu liabilitas. Namun pendefinisian
expense tersebut terlalu bersifat umum, pada dasarnya akan lebih cocok untuk
mengkorelasikan expense suatu perusahaan dengan aktivitas penggunaan resource dalam
rangka mendukung kegiatan yang membentuk profit.

Expenses and ‘costs’


Prinsip yang harus diingat dalam mendefinisikan expense adalah ‘no cost, no expense’. Yakni
ketika kita sebagai entitas tidak mengeluarkan biaya dalam memperoleh suatu manfaat maka
kita tidak perlu mengakui adanya expense dari manfaat yang kita peroleh tersebut. Terkadang,
expense didefinisikan juga sebagai expired cost.

LO 2 EXPENSE RECOGNITION

Ada dua kriteria yang harus dipenuhi dalam expense recognition yaitu:
1. Adanya probabilitas bahwa akan ada future economic benefits yang terlibat dalam
item tersebut akan mengalir dari atau kepada entitas bisnis kita. Expense dikatakan
probable karena pada umumnya kita berada di lingkungan yang penuh dengan
uncertainty. Untuk memastikan probabilitas tersebut maka kita harus membuat degree of
uncertainty. Degree of uncertainty ini juga harus memenuhi karakteristik prudence
(kehati-hatian dalam menetapkan degree probabilitas dalam melakukan judgement yang
dibutuhkan dalam mengestimasi keadaan yang kondisinya uncertain) dan neutrality (free
from bias).

2. Item tersebut harus memiliki cost atau value yang dapat diukur secara reliable.
Pengukuran yang reliable maksudnya adalah ketika pengukuran membutuhkan estimasi,
maka harus ada bukti yang cukup untuk mendukung validitas dari estimasi tersebut.
Misalnya untuk mengakui suatu item sebagai expense maka bukti yang valid adalah
adanya penurunan pada nilai suatu aset atau kenaikan nilai liabilitas.

LO 3 EXPENSE MEASUREMENT

Pengukuran Beban
adalah pengukuran beban dalam periode saat ini, beberapa keputusan diperlukan untuk
membuat bagaimana beban seharusnya dialokasikan di masa depan yang dihasilkan dari
pendapatan.
Alokasi beban
Satu pendekatan untuk mengukur beban adalah untuk mengalokasikan pada periode
dimana mereka berada. Proses matching berhubungan dengan kekonsistenan atau
terhubungnya pengakuan pendapatan dan beban yang dihasilkan langsung dan secara
tergabung dari transaksi atau kejadian yang lainnya.
Konsep matching adalah kepentingan yang kritis di dalam akuntansi historical cost.
Untuk mengatasi masalah-masalah yang terlibat dengan menentukan dan mengukur biaya
yang akan dibebankan dan di carried forward, terdapatnya tiga metode dasar dari matching
yang secara umum, yaitu:
 Associating cost and effect
 Systematic and rational allocation
 Immediate recognition

Yang pertama adalah jalan yang paling ideal, dimana yang kedua dan ketiga ketika yang
pertama tidak dapat digunakan.
1. Associating cause and effect
Akuntan memutuskan dimana beberapa barang dan jasa digunakan harus memiliki
pertolongan dalam pembuatan pendapatan pada suatu periode. Pendapatan dari menjual
produk biasanya berhubungan dengan biaya dari produk yang dijual tersebut. Tidak adanya
biaya dari seuatu penjualan jika tidak adanya pendapatan. Contohnya adalah “long term
contracts”.

2. Systematic and rational allocation


Pengasosiasian cause dan effect tidak dapat digunakan untuk semua beban. Ketika
tidak dapat diterapkan, terdapat suatu alternative untuk menggunakan systematic dan prosedur
alokasi rasional. Proses matching dimulai dengan pengasosiasian bebang dengan beberapa
segmen waktu.
IAS 16/AASB 16 PPE menerjemahkan depresiasi sebagai alokasi sistematis dari
jumlah yang dapat didepresiasi dari suatu asset pada umur penggunaanya. Depresiasi adalah
fenomena yang terjadi dan beban yang dicatat adalah reflek keuangan.
Depresiasi merupakan penurunan dalam nilai suatu asset, penurunan nilai biasanya
dikarenakan penurunan harga nilai pasar. Penurunan tersebut dapat didasarkan karena faktor
fisik dan ekonomis.
Alokasi biaya adalah konsep matching yang menjunjung terhadap prosedur yang
bervariasi. Ide ini adalah untuk menemukan beberapa metode yang kurang lebih berhubung
dengan patter dari jasa atau benefit yang disediakan oleh asset untuk periode masa depan.
Terdapat tiga bentuk share based payment, yakni:
 Equity settled share-based payments: diselesaikan dengan instrumen ekuitas, entitas
yang menerima barang atau jasa yang dibayar dengan instrumen ekuitas milik entitas
(termasuk saham dan opsi saham).
 Cash-settled share-based payments: diselesaikan dengan pembayaran kas, entitas
yang memperoleh barang atau jasa akan menimbulkan liabilitas kepada pemasok
barang atau jasa untuk suatu jumlah tertentu yang dihitung berdasarkan harga (nilai)
saham milik entitas atau instrumen ekuitas entitas.
 Other transactions: Transaksi dimana entitas menerima barang atau jasa dimana
entitas maupun pemasok barang atau jasa memiliki pilihan atas transaksi tersebut
untuk diselesaikan secara tunai (atau aset lain) atau instrumen ekuitas.

2. Alokasi Sistematis dan Rasional


Sesuai dengan prinsip penandingan (matching principle), beban untuk suatu periode
ditentukan dengan mengaitkannya dengan pendapatan tertentu atau dengan periode tertentu..
Beban diakui :
 jika terdapat hubungan langsung atau sebab akibat dengan penjualan produk atau
penyerahan jasa,
 pada periode terjadinya, yakni pada saat kas dikeluarkan jika tidak terdapat hubungan
langsung atau sebab akibat dengan penjualan produk atau jasa,
Namun jika 2 syarat itu tidak terpenuhi, maka prosedur alokasi yang sistematis dan
rasional yang digunakan. Tujuannya adalah untuk mengalokasikan biaya kepada periode-
periode yang menerima manfaat (dikonsumsi atau kedaluwarsa). Salah satu contoh
implementasi alokasi yang sistematis dan rasional adalah depresiasi.
IAS 16/AASB 116 tentang Property, Plant and Equipment mendefinisikan depresiasi
sebagai “alokasi sistematis dari jumlah yang dapat didepresiasikan dari suatu aset selama
masa manfaatnya” (par.6). IAS 16/AASB 116 par.60 juga menyatakan bahwa metode
depresiasi yang digunakan harus mencerminkan pola dimana manfaat ekonomi aset di masa
depan diharapkan diterima/dikonsumsi. Jadi, penyusutan adalah proses alokasi, bukan
penilaian. Alokasi sendiri diartikan sebagai proses pembagian nilai awal dan penerapan
bagian-bagian nilai tersebut ke dalam periode-periode. Kerasionalan metode pemisahan ini
diartikan bahwa pemisahan tersebut harus dikaitkan dengan manfaat yang diharapkan dalam
tiap pemisahan.
Secara umum depresiasi dapat dilihat sebagai fenomena nyata yang terjadi, dimana
pencatatannya sebagai beban adalah efek moneternya. Secara umum akuntan melihat
depresiasi sebagai “penurunan nilai aset” yang biasanya juga berarti “penurunan harga pasar”
yang dikarenakan (1) faktor fisik seperti keausan dan penurunan daya guna karena
pemakaian, dan (2) faktor ekonomi misalnya keusangan. Akan tetapi pemakaian dan
keusangan tidak dapat diukur dengan normal dan tidak ada jejak hubungan antara alokasi
dengan pendapatan atau periode pembebanan penyusutan. Penyusutan, karenanya ,
didefinisikan sebagai suatu alokasi rasional dan sistematis atas biaya ke periode-periode aset
dianggap dipakai.
Dengan pemaknaan penyusutan sebagai alokasi nilai perolehan ke dalam masa
manfaat aset, maka praktik penyutan akan sangat dipengaruhi oleh:
(1) Metode alokasi
(2) Nilai yang dapat disusutkan, dan
(3) Nilai sisa
Metode alokasi yang sering dilakukan adalah metode garis lurus, unit produksi,
metode yang dipercepat dll.
Namun metode alokasi sistematis dan rasional tetap memiliki kelemahan, yaitu sangat
mengandalkan pada estimasi dan asumsi yang subjektif dan sewenang-wenang. Salah satu
contoh alokasi berbasiskan biaya yang subjektif dan sewenang-wenang adalah amortisasi
goodwill. Sebelum adopsi stándar IASB di 2005, banyak entitas yang mengamortisasikan
goodwill selama 20 tahun atau kurang, kebanyakan berdasarkan metode garis lurus. Banyak
yang berargumen bahwa goodwill tidak mengalami penurunan nilai sehingga tidak perlu
diamortisasi. Sejak 1 Januari 2005, IFRS tidak mewajibkan goodwill diamortisasi. IFRS
3/AASB 3 Business Combination par. 54 menyatakan bahwa setelah diakuisisi, goodwill yang
diperoleh melalui kombinasi bisnis diukur sesuai biaya perolehan dikurangi kerugian
impairment. Sehingga proses estimasi untuk menentukan amortisasi goodwill tidak terlalu
diperlukan.
3. Immediate regognition

Criticsms of Allocations
Terdapat tiga krtiteria untuk menyesuaikan alokasi yaitu :
- Aditivitas: apabila alokasi diambil dari total nilai, maka jumlah dari pengalokasian
tersebut harus sama dari total nilai sebelum alokasi, tidak kurang tidak lebih.
Misalnya, alokasi beban penyusutan kendaraan tiap tahun maka jumlah alokasi untuk
setiap tahun tersebut harus sama dengan nilai kendaraan sebelum alokasi.
- Tidak Ambigu: Pengalokasian harus dilakukan dengan cara yang jelas sesuai
denganmetode yang dipilih.
- Pertahanan: Akuntan yang telah memilih suatu metode akuntansi harus dapat
menyediakan pernyataan yang meyakinkan pilihannya dan mempertahankannya dari
kemungkinan adanya metode alternatif lainnya.
Dari ketiga kriteria tersebut dalam pratik nyata hampir tidak mungkin metode alokasi
yang digunakan oleh perusahaan dapat memenuhi ketiga kriteriatersebut. Seringkali
perusahaan menggunakan metode yang berbeda-beda sesuaidengan tujuan perusahaan.
Akuntan beranggapan bahwa konsep alokasi sangatlah penting. Haltersebut
dikarenakan input yang diperoleh perusahaan dapat memberikan manfaatekonomi pada
periode berjalan dan periode selanjutnya. Jadi, konsep alokasi dibutuhkan untuk menunjukkan
penggunaan input tersebut pada periode berjalan.
Namun, dari alokasi tersebut akuntan tidak dapat menunjukkan aliran kasatau
pendapatan yang didapat oleh perusahaan. Misalnya, untuk alokasi beban penyusutan
kendaraan yang menunjukkan penggunaan kendaraan sebesar alokasi tersebut selama periode
berjalan. Namun, tidak terdapat bukti bahwa perusahaan mengkonsumsi kendaraan sebesar
nilai alokasi tersebut.
Selain itu, akuntan beranggapan laporan keuangan lebih berguna bagi pembaca
dengan adanya alokasi beban. Namun, pada kenyataannya alokasi tersebut tidak
mencerminkan nilai yang sebenarnya pada laporan keuangan.
Pada kenyataannya penggunaan konsep alokasi pada umumnya untuk menghindari
beban yang timbul dari penggunaan jasa appraisal dalam penyusunan laporan keuangan.

Defence Of Allocations
Salah satu alasan yang sangat kuat yang dapat mendukung metode alokasi adalah
objektifitasnya. Alokasi memang merupakan jalan tengah yang tidak mutlak benar, namun
metode tersebut mengalokasikan nilai yang memang terjadi (harga perolehan) ke dalam
periode-periode yang diestimasikan telah mengkonsumsi kos tersebut. Dengan demikian
meskipun prinsip alokasi cenderung masih menggunakan estimasi, namun yang dialokasikan
tetap berdasarkan transaksi yang memang terjadi dan terdapat bukti transaksi yang
menguatkan objektivitasnya.
Selain itu, metode alokasi juga merupakan salah satu jalan keluar untuk kos-kos yang
sulit untuk dicari pasarnya sehingga sangat sulit untuk menggunakan nilai wajar

LO 4 CHALLENGES FOR ACCOUNTING STANDARD SETTERS


Matching
Bunyi dari theoretical framework untuk financial statement dapat berarti bahwa
antara balance sheet (statement dari financial position) dan income statement
mepresentasikan informasi dengan karakteristik dari kerelevansian dan representational
faithfulness. Framework bertugas untuk menyediakan definisi dan kriteria pengakuan, untuk
meningkatkan konsistensi antara standard.

Conservatism
Konsep Matching membutuhkan penilaian yang baik dari keputusan dalam
menentukan apakah nilai dari biaya dapat dijalankan untuk masa depan atau pada periode ini.
hal ini sangat penting untuk pemintaan akuntan terhadap bukti objektif untuk pengakuan dari
revenue, tetapi terdapat kekurangan pada diskusi dari bukti objektif dihubungkan untuk
pengakuan ekspense. Satu alasan untuk lebih kurang kebutuhan untuk bukti objective dalam
peengakuan ekspense dibanding dengan revenue adalah kovensi dari conservatism. konvensi
memanggil untuk mencatat dari ekspense, losses dan liabilities sesegera mungkin walaupun
terdapatbukti yang lemah.

Issues for Auditors


Auditor menghadapi isu seputar perbedaan antara biaya dan aset, periode di mana beban
diakui, dan pengukuran yang tepat dari biaya. Berikut beberapa issues for auditor terkait
expenses:
- Praktek melebih-lebihkan biaya terkait dengan akuisisi dan restrukturisasi yang
dikenal sebagai “big bath” dan muncul practice akuntansi “cookie jar” dengan
memasukkan biaya untuk biaya masa depan perusahaan yang diharapkan pada saat
akuisisi. The practice of big bath and cookie-jar accounting ini melanggar prinsip-
prinsip alokasi sistematis dan rasional biaya untuk periode akuntansi.
- Konsep-konsep seperti matching and conservatism tidak akan membantu jika mereka
mendistorsi informasi dan mengurangi utilitas.
- Accounting Estimates, seperti penyisihan persediaan usang, jaminan, kerugian
tuntutan hukum, accounting estimates berarti perkiraan jumlah item dalam ketiadaan
sarana yang tepat dalam measurement. Auditor harus menguji asumsi dan proses
yang digunakan oleh manajemen ketika estimates dan mempertimbangkan apakah
ada bukti lain untuk mendukung kewajaran jumlah yang diklaim.
- Managers have incentives to distort expenses.

Anda mungkin juga menyukai