Anda di halaman 1dari 67

MAKNA SIMBOLIS BUSANA PENGANTIN

KERAJAAN MELAYU TAMIANG KEC. SERUWAY

SKRIPSI

DIKERJAKAN OLEH :

DEDEK IRMANSYAH

NIM : 150702034

PROGRAM STUDI SASTRA MELAYU

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MAKNA SIMBOLIS BUSANA PENGANTIN
KERAJAAN MELAYU TAMIANG KEC. SERUWAY
OLEH : DEDEK IRMANSYAH

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Makna Simbolis Busana Pengantin Kerajaan Melayu


Tamiang Kec. Seruway” adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah kelengkapan apa saja yang terdapat dalam busana pengantin Kerajaan
Melayu Tamiang dan apa saja makna simbolis yang terkandung dalam busana
pengantin Kerajaan Melayu Tamiang. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan
apa – apa saja yang terdapat pada busana pengantin Kerajaan Melayu Tamiang
dan menjelaskan makna simbolis pada bagian – bagian busana pengantin Kerajaan
Melayu Tamiang. Teori yang digunakan adalah teori folklore menurut
Danandjaya, teori semiotik menurut Peirce, dan juga teori simbolis menurut
Turner. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dipilih karena
penelitian yang dilakukan bertujuan untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat 10 macam –
macam bagian yang terdapat pada busana mempelai pengantin pria dan 12 macam
– macam bagian yang terdapat pada busana pengantin mempelai perempuan.
Kesimpulannya bahwa busana adat pengantin Tamiang pada upacara perkawinan
terdiri dari satu macam model. Busana pengantin pria terdiri dari, baju teluk
belanga betekat,celana panjang besar atau besoh betekat, kain samping betekat,
detar, cuping melingkar, serati, pending, tumbok lada, selop kerucut. Busana
pengantin wanita tidak resmi terdiri dari baju kebaya panjang warna putih, kain
sarung panjang atau busana tertutup dan sopan lain yang serupa. Busana
pengantin wanita resmi terdiri dari, baju kebaya panjang betekat, kancing peniti
emas, kain sarung panjang betekat, mahkota emas atau perak, sanggul tegang
melintang, lima buah sunting dan bunga mawar, kerabu/anting/subang emas atau
perak, selendang betekat, gelang, serati, selop kerucut. Warna, bahan assesoris,
dan cara pemakaiannya dibedakan menurut strata sosial pengantin pada masa itu.

Kata Kunci : Busana Pengantin Kerajaan Melayu Tamiang, Makna dan Simbolis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


‫ماکىا سَمبولَس بوساوا ڤىىعاوتَه کىراجاان مىالٍو تامَاوع کىچ‪ .‬صىروواً‬

‫ولىً ‪ :‬دىدىک ٍرماوسَاي‬

‫ابستراک‬

‫سکرٍڤسٌ ٍىٌ بىرجودول “ماکىا سَمبولَس بوساوا ڤىىعاوتَه کىراجاان مىالٍو تامَاوع کىچ‪ .‬سىروواً”‬
‫اداڤون ٍاوع مىىجادً ڤىرماساالٌان داالم ڤىىىلَتَان ٍىٌ اداالي کىلىىعکاڤان اڤا ساجا ٍاوع تىرداڤات داالم‬
‫بوساوا ڤىىعاوتَه کىراجاان مىالٍو تامَاوع دان اڤا ساجا ماکىا سَمبولَس ٍاوع تىرکاودووع داالم بوساوا‬
‫ڤىىعاوتَه کىراجاان مىالٍو تامَاوع‪ .‬توجوان ڤىىىلَتَان ٍىٌ اداالي مىىجىالسکان اڤا – اڤا ساجا ٍاوع‬
‫تىرداڤات ڤادا بوساوا ڤىىعاوتَه کىراجاان مىالٍو تامَاوع دان مىىجىالسکان ماکىا سَمبولَس ڤادا باعَان –‬
‫باعَان بوساوا ڤىىعاوتَه خىراجاان مىالٍو تامَاوع‪ .‬تىورً ٍاوع دٍعوواکان اداالي تىورً فولکلورى‬
‫مىىوروت داواودجاٍا‪ ،‬تىورً سىمَوتَک مىىوروت ڤىَرچي‪ ،‬دان جوعا تىورً سَمبولَس مىىوروت‬
‫توروىر‪ .‬مىتودى ڤىىىلَتَان ٍاوع دٍعوواکان اداالي مىتودى دىسکرٍڤتَف دٍڤَلًَ کارىىا ڤىىىلَتَان ٍاوع‬
‫دٍالکوکان بىرتوجوان ووتوک مىىىلَتٌ ڤادا کوودٍسٌ وبجىک ٍاوع االمَاي‪ٌ .‬اسَل ٍاوع دٍڤىرولىً دارً‬
‫ڤىىىلَتَان ٍىٌ اداالي تىرداڤات ‪ ٠١‬ماچام – ماچام باعَان ٍاوع تىرداڤات ڤادا بوساوا مىمڤىالً ڤىىعاوتَه‬
‫ڤرٍا دان ‪ ٠١‬ماچام – ماچام باعَان ٍاوع تىرداڤات ڤادا بوساوا ڤىىعاوتَه مىمڤىالً ڤىرىمڤوان‪.‬‬
‫کىسَمڤوالوىَا باٌوا بوساوا ادات ڤىىعاوتَه تامَاوع ڤادا وڤاچارا ڤىرکاوٍىان تىردٍرً دارً ساتو ماچام‬
‫مودىل‪ .‬بوساوا ڤىىعاوتَه ڤرٍا تىردٍرً دارً‪ ،‬باجو تىلوک بىالوعا بىتىکات‪،‬چىالوا ڤاوجاوع بىسار اتاو‬
‫بىسوي بىتىکات‪ ،‬کاٍه سامڤَىع بىتىکات‪ ،‬دىتار‪ ،‬چوڤَىع مىلَىعکار‪ ،‬سىراتٌ‪ ،‬ڤىىدٍىع‪ ،‬تومبوک الدا‪،‬‬
‫سىلوڤ کىروچوت‪ .‬بوساوا ڤىىعاوتَه واوَتا تَداک رىسمٌ تىردٍرً دارً باجو کىباٍا ڤاوجاوع واروا‬
‫ڤوتًَ‪ ،‬کاٍه سارووع ڤاوجاوع اتاو بوساوا تىرتوتوڤ دان سوڤان الٍه ٍاوع سىروڤا‪ .‬بوساوا ڤىىعاوتَه واوَتا‬
‫رىسمٌ تىردٍرً دارً‪ ،‬باجو کىباٍا ڤاوجاوع بىتىکات‪ ،‬کاوچَىع ڤىىَتٌ ىماس‪ ،‬کاٍه سارووع ڤاوجاوع‬
‫بىتىکات‪ ،‬ماٌکوتا ىماس اتاو ڤىراک‪ ،‬ساوععول تىعاوع مىلَىتاوع‪ ،‬لَما بواي سووتَىع دان بووعا ماوار‪،‬‬
‫کىرابو‪/‬اوتَىع‪/‬سوباوع ىماس اتاو ڤىراک‪ ،‬سىلىىداوع بىتىکات‪ ،‬عىالوع‪ ،‬سىراتٌ‪ ،‬سىلوڤ کىروچوت‪ .‬واروا‪،‬‬
‫‪.‬باٌان اسسىسورٍس‪ ،‬دان چارا ڤىماکاٍاوىَا دٍبىداکان مىىوروت ستراتا سوسَال ڤىىعاوتَه ڤادا ماسا ٍتو‬

‫‪.‬کاتا کووچٌ ‪ :‬بوساوا ڤىىعاوتَه کىراجاان مىالٍو تامَاوع‪ ،‬ماکىا دان سَمبولَس‬

‫‪vi‬‬

‫‪UNIVERSITAS SUMATERA UTARA‬‬


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah


Subhanahu Wataala, karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-
Nya yang telah memberikan anugerah, kesempatan dan pemikiran kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini pada waktunya.

Ada pun judul skripsi ini adalah “ Makna Simbolis Busana


Pengantin Kerajaan Melayu Seruway Tamiang”. Skripsi ini hadir guna
untuk memenuhi syarat program strata-1 di program studi Sastra Melayu,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini penulis susun semaksimal mungkin yang


mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini, masih


banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik


ketidaksempurnaan penulisan ini dapat memberikan manfaat atau bahkan
hikmah bagi penulis, pembaca dan bagi seluruh kalangan yang
membutuhkan.

Medan, Agustus 2019

Dedek Irmansyah

NIM : 150702034

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahuwata’ala, yang telah

member karunia kesehatan, kesempatan, kekuatan dan kasih sayang sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Makna Simbolis Busana

Pengantin Kerajaan Melayu Tamiang Kec. Seruway”.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada

semua pihak yang sudah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini baik

secara langsung maupun tidak langsung. Penulisan dengan ketulusan hati

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M.A., selaku Dosen Pembimbing dan Ketua

Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Mardiah Mawar Kembaren, M.A. Ph.D., selaku Sekretaris

Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Program Studi Sastra Melayu Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yaitu : Bapak Prof. Wan

Syaifuddin, M.A., Ph.D, Bapak Drs. Baharuddin, M. Hum, Bapak Drs.

Yos Rizal, MSP, Bapak Drs. Irwan, M.Si. yang telah banyak

memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti

perkuliahan.

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Kepada rekan-rekan tata usaha kak Tri Dayani dan bang Prayogo yang

telah membantu penulis mengurus keperluan administrasi selama

penyusunan skripsi.

6. Terkhusus yang paling istimewa kepada kedua orang tua penulis

Bapak Selamet Mariono dan Ibunda Ngatinem yang sangat penulis

sayangi dan cintai, dan telah membantu penulis dalam bentuk

perhatian, kasih sayang, semangat, serta doa yang tidak henti-hentinya

mengalir demi kelancaran dan kesuksesan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini, dan merekalah yang selalu menjadi motivasi

dan alasan utama penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada orang yang istimewah setelah kedua orang tua dan keluarga

yaitu Neng Reni yang selalu membantu, selalu ada saat dibutuhkan dan

selalu memberi motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.

8. Kepada sahabat-sahabatku, Guntur, Nuja, Dara, Ummah, Rahma, Liza

yang telah berjuang member bantuannya dan selalu memberi semangat

kepada penulis. Dan untuk teman - teman yang telah banyak

membantu Raka, Bedah, Atika, Kim, Ega, Nawawi Dan semua rekan-

rekan seperjuangan Sastra Melayu stambuk 2015 yang tidak bisa

disebutkan namanya satu per satu dan menjadi teman berjuang

bersama selama proses pembuatan skripsi.

9. Kepada abangda Muslim Fauzi, Ali Rahman, Kakanda Kiki dan

Aisyah yang telah memberikan dorongan dan masukan atas kendala

yang penulis alami dalam menyelesaikan skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam

proses penyelesaian skripsi yang tidak bias penulis sebutkan satu

persatu. Semoga Allah subahanahuwa’tala senantiasa membalas semua

kebaikan kita semua. Dan penulis hanyalah manusia biasa yang tak

luput dari kekurangan, begitu pula dengan skripsi ini. Oleh karena itu,

penulis mengharap kan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya

membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah

wawasan pengetahuan pembaca dan menjadi cikal bakal karya tulis

lainnya.

Medan, Agustus 2019


Penulis,

Dedek Irmansyah
( 150702034)

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii

UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................................... iv

DAFTAR ISI ............................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................ 7

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 7

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................... 9

2.1 Kepustakaan yang Relevan ................................................................................ 9

2.2. Teori yang Digunakan ....................................................................................... 10

2.2.1 Teori Folklore .................................................................................................... 10

2.2.2 Teori Makna ....................................................................................................... 12

2.2.3 Teori Simbolis .................................................................................................... 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 18

3.1 Metode Dasar ..................................................................................................... 18

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.2 Lokasi Penelitian ................................................................................................ 18

3.3 Sumber Data Penelitian ...................................................................................... 18

3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................................... 19

3.5 Metode Pengumpulan Data ................................................................................ 19

3.6 Metode Analisis Data ......................................................................................... 20

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................ 21

4.1 Kelengkapan Busana Pengantin Kerajaan Melayu Tamiang .............................. 21

4.1.1 Kelengkapan Busana Pengantin Laki – Laki ........................................................ 22

4.1.2 Kelengkapan Busana pengantin Perempuan ....................................................... 26

4.2 Makna Simbolis Busana Pengantin Kerajaan Melayu Tamiang ......................... 30

4.2.1 Makna Simbolis Pada Busana Pengantin Laki – laki .......................................... 32

4.2.2 Makna Simbolis Pada Busana Pengantin Perempuan ......................................... 40

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 50

5.1 Simpulan ............................................................................................................. 50

5.2 Saran ................................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 52

LAMPIRAN ................................................................................................................. 53

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Wilayah Tamiang merupakan salah satu bagian dari Kabupaten Aceh

Timur yang terletak di ujung timur dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Wilayah Tamiang juga merupakan perbatasan antara Provinsi Nanggore Aceh

Darussalam dengan Provinsi Sumatera Utara yang memiliki luas 1672,61 Km, dan

jumlah penduduk pada tahun 2000 berjumlah 205.971 jiwa dan kurang lebih dari

30,5% nya adalah penduduk asli suku Melayu Tamiang

(https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Aceh_Tamiang).

Nama Tamiang berdasarkan sumber informasi legenda data sejarah berasal

dari kata “Te-Miyang” yang berarti tidak kenal gatal atau kebal gatal dari miang

bambu, hal ini berdasarkan cerita sejarah (legenda) tentang raja Tamiang yang

bernama Pucook Sulooh, ketika masih bayi ditemui dalam rumpun bambu (dalam

bahasa Tamiang bambu = buloh) betong dan oleh raja ketika itu bernama Tan

Penok mengambil bayo tersebut dan setelah dewasa dinobatkan menjadi raja

Tamiang dengan gelar “Pucook Sulooh Raja Te-Miyang” yang berarti raja yang

berada dalam rumpun rebong tetapi tidak kena gatal atau kebal gatal, hal ini hanya

merupakan legenda yang turun temurun, namun tidaklah dapat diyakini sebagai

suatu kebenaran yang dapat merendahkan martabat suku perkauman Tamiang

Tamiang merupakan daerah di Pulau Sumatera yang sering disebut

memiliki nilai-nilai Melayu luhur yang berlandaskan Islam. Adat masyarakat

Melayu berkombinasi dengan nilai-nilai Islam dan kemudian membentuk ciri khas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kebudayaan baru. Salah satu kebudayaan yang mempresentasikan nilai-nilai

tersebut dengan kuat adalah pakaian adat pengantin Melayu Tamiang. Sebagai

pakaian adat yang kuat akan nilai-nilai adat dan agama, pakaian adat pengantin

Melayu Taming memiliki model atau gaya pakaian yang sangat sesuai dengan

kultur masyarakat Indonesia. Pakaian yang tertutup dan panjang

merepresentasikan nilai-nilai kesopanan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat

setempat.

Bangsa Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan

memiliki keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia

memiliki lebih dari 300 suku bangsa, salah satunya adalah suku Melayu. Suku

Melayu banyak sekali kita jumpai di Indonesia, terutama di bagian pesisir pantai

pulau Indonesia. Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda – beda

antara satu dengan yang lain.

Manusia hidup di dunia ini dianugerahi Allah sebuah kebudayaan. Ada

aspek - aspek yang sifatnya universal namun ada pula yang sifatnya lokal, dalam

sebuah kebudayaan. Kebudayaan melingkupi semua hal yang berkaitan dengan

hidup manusia, separti agama, bahasa, organisasi sosial, pendidikan, teknologi,

ekonomi, dan kesenian. Kebudayaan pun biasanya diwujudkan dalam tiga bentuk,

yaitu gagasan, aktivitas, dan artefak.

Koentjarananingrat, ( 1975 : 193 ) menyatakan bahwa kebudayaan adalah

keseluruhan dari sistem gagasan dan tindakan hasil karya dalam kehidupan

masyarakat yang dijadikan milik dari manusia. Mengenalkan budaya nusantara,

diharapkan masyarakat Indonesia bisa mengerti akan keanekaragaman suku,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


budaya, dan adat istiadat yang ada di Indonesia. Sehingga masyarakat kita dapat

menyadari kekayaan yang ada di Indonesia ini dan mau ikut melestarikannya.

Keberadaan budaya juga mempengaruhi dalam perkembangan ragam hias.

Misalnya, nilai budaya yang berkaitan dengan aurat telah mempengaruhi

perkembangan ragam pakaian dari yang sekedar hanya sebagai penutup ujung

genital, sampai pada ragam busana yang menutup ujung kepala sampai ujung

kaki. Demikian pula berpangkal dari adat istiadat daerah yang beragam, kini

berkembang aneka busana yang dipakai untuk keperluan sehari-hari sampai yang

hanya patut untuk keperluan tertentu saja seperti pada pakaian upacara adat.

Dari sisi lain, kebudayaan dilihat sebagai mekanisme kontrol bagi

kelakuan dan tindakan - tindakan manusia atau sebagai pola-pola bagi kelakuan

manusia (Suparlan dalam Alam 1986:2). Menurut C. Kluckhon (dalam Soekanto

1982:170) ada tujuh unsur kebudayaan yaitu: 1. Peralatan dan alat - alat

perlengkapan hidup manusia 2. Mata pencarian hidup dan sistem-sistem ekonomi

3. Sisitem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum,

sistem perkawinan) 4. Bahasa 5. Kesenian 6. Sistem pengetahuan 7. Religi. Dari

ketujuh unsur di atas penulis mengambil dari unsur yang ketiga, yaitu

kemasyarakatan khususnya sistem perkawinan. Perkawinan adalah peristiwa yang

sakral dalam membentuk sebuah ikatan perjanjian lahir dan batin antara seorang

pria dan wanita.

Perkawinan merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan

manusia, karena perkawinan bukan hanya peristiwa yang dialami oleh dua orang

individu yang berlainan jenis, sesungguhnya perkawinan merupakan suatu

peristiwa yang melibatkan beban dan tanggung jawab keluarga, kerabat dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bahkan kesaksian dari anggota masyarakat. Dalam upacara adat perkawinan kedua

pengantin menggunakan pakaian, yaitu pakaian adat.

Pakaian adat ialah salah satu unsur kebudayaan yang dihasilkan melalui

pemikiran manusia. Perwujudannya tidak lepas dari rangkaian pesan yang hendak

disampaikan kepada para anggota masyarakat lewat lambang – lambang yang

dikenal dalam tradisi masyarakat secara turun – temurun. Dalam konteks sosial

pakaian adat memberikan keselarasan, keharmonisan, bagi tubuh dan manusia

yang dapat menjelmakan rasa estetis (keindahan).

Pakaian tradisional adalah pakaian yang sudah dipakai secara turun-

temurun dan merupakan salah satu identitas yang dapat dibanggakan oleh

sebagian besar pendukung kebudayaan (Dharmika, 1988: 16). Di samping itu,

dapat menyampaikan pesan-pesan mengenai nilai-nilai budaya yang

pemahamannya dapat dilakukan melalui berbagai simbol-simbol yang tercermin

dalam ragam hias pakaian adat tradisional. Bangsa Indonesia dengan beraneka

ragam suku serta kebudayaannya, sebagaimana telah terekspresikan akan berbagai

unsur budaya, antara lain : pakaian, perhiasan dan perlengkapannya.

Banyak orang mengatakan bahwa pakaian yang dipakai dapat

mencerminkan kepribadian seseorang. Tidak hanya pakaian sehari-hari saja

namun pakaian tradisional juga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk

mengetahui kepribadian suatu bangsa. Banyak negara yang mempertahankan

model pakaian tertentu sebagai identitas negaranya. Oleh karena itu orang - orang

sering menyebutnya dengan pakaian adat tertentu. Akan tetapi tidak setiap negara

atau suku tertentu mengenakan pakaian adatnya itu dalam kehidupan sehari-hari.

Pakaian penanda identitas suatu negara atau kelompok tertentu lebih sering

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dikenakan pada kesempatan khusus semacam peringatan hari besar atau upacara-

upacara tertentu.

Perkembangan pakaian tradisional dari waktu ke waktu selalu mengalami

perubahan walaupun dapat terjadi secara lambat. Hal ini dipengaruhi oleh

perkembangan gaya berbusana yang berkembang di masyarakat. Bermacam-

macam model, warna dan jenis kain yang digunakan dalam pakaian tradisional

dapat saja berubah namun bentuk secara dasarnya tetap sama. Pakaian tradisional

sangat sulit mengalami perubahan karena dipercayai masayarakat sebagai suatu

sistem aturan (adat – istiadat) yang harus dipegang, dilestarikan, dan bahkan telah

membentuk pola perilaku hingga menjadi kebiasaan masyarakat tersebut.

Menurut Soekanto (1990 : 163) setiap pola masyarakat membentuk adat

atau kebiasaan yang merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat

dalam memenuhi kebutuhan pokoknya yang mencakup berbagai bidang, salah

satunya yaitu cara-cara berpakaian tertentu yang telah terbiasa sedemikian rupa

sehingga sukar diubah. Pada zaman modern ini pemakai pakaian tradisional

hampir tidak dipergunakan untuk busana sehari-hari karena pada umumnya

kurang praktis dalam pemakaianya. Masyarakat memakai pakaian tradisional

hanya dalam acara-acara tertentu seperti pernikahan, upacara adat, dan acara

kenegaraan saja.

Busana pengantin Melayu adalah satu artefak yang di dalamnya

mengandung gagasan-gagasan kebudayaan dan dilakukan dalam aktivitas upacara

perkawinan adat. Busana pengantin Melayu ini, memiliki hubungan dengan

unsur-unsur kebudayaan, separti agama Islam, teknologi, seni, turai sosial orang

Melayu, ekonomi, pendidikan, dan bahasa. Busana pengantin sebagai satu artifak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pastilah mencerminkan kebudayaan Melayu secara umum. Busana khusus yang

dipakai dalam resepsi pernikahan ini termasuk pada golongan busana yang

eksklusif dengan memiliki model yang mewah dan istimewa, selain itu juga salah

satu unsur kebudayaan. Perwujudannya tidak lepas dari rangkaian pesan yang

disampaikan lewat lambang – lambang yang dikenal dengan tradisi

masyarakatnya.

Busana pengantin Tamiang terdiri dari busana yang digunakan untuk

pengantin laki-laki, tampil dalam bentuk celana berukuran panjang, baju teluk

belanga, dan tengkulok yang tidak begitu runcing, sedangkan untuk pengantin

perempuan yang tampil dalam bentuk baju panjang yang longgar, kain sarung dan

selendang yang disilang dari bahu kanan ke kiri, apabila kain sarung sudah diberi

sulam atau songket punggung kain diletakkan disamping, (Yunus, 2012: 39).

Busana pengantin tidak hanya sekedar menarik perhatian orang dalam

upacara pernikahan, tetapi juga dapat menciptakan suasana resmi dan hikmat,

sehingga perwujudannya tidak hanya mewah dan meriah, lambang yang

diungkapkan merupakan cerminan dari corak kebudayaan dalam arti nilai – nilai

pada masyarakat salah satunya busana pengantin Melayu Tamiang ini.

Budaya Melayu ialah salah satu kekayaan dari keberagaman budaya di

Melayu Tamiang. Secara geografis memang Kabupaten Aceh Tamiang termasuk

wilayah Aceh, tetapi jika dilihat dari sudut budaya, ternyata Tamiang bukanlah

dalam ruang lingkup budaya Aceh, karena kebudayaan Melayu Tamiang sangat

berbeda dengan budaya Aceh. Budaya Melayu Tamiang sangat mirip dengan

budaya Melayu Deli dan Langkat, sehingga budaya Melayu Tamiang termasuk ke

dalam budaya Melayu. Persamaan seni budaya Aceh dengan Melayu Tamiang ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


adalah sama – sama menjunjung tinggi nilai agama Islam. Masyarakat budaya

Melayu Tamiang mempunyai karakteristik sendiri, ciri khasnya yaitu pakaian

adat pengantin Melayu Tamiang.

Salah satu unsur Melayu dari Melayu Tamiang yang diangkat dalam

proposal ini adalah “Busana Adat Pengantin”. Setiap daerah memiliki ciri khas

tersendiri dalam tampilan berpakaian, demikian juga dengan ekspresi

simboliknya. Hal yang membedakan satu daerah dengan daerah yang lainnya

terlihat dari aksesorisnya yang dikenakan pada pengantin. Dan setiap aksesorisnya

bertujuan untuk menyampaikan makna tertentu kepada yang memakainya.

Bedasarkan hal-hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil judul

penelitian “Makna Simbolis Busana Pengantin Kerajaan Melayu Tamiang” dan

penulis ketahui belum ada yang mengkajinya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari berbagai asumsi serta urauian di atas, maka berikut ini disusun

rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu ;

1. Kelengkapan apa saja yang terdapat dalam busana pengantin Kerajaan

Melayu Tamiang?

2. Apa saja makna simbolis yang terkandung dalam busana pengantin

Kerajaan Melayu Tamiang?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menjelaskan apa – apa saja yang terdapat pada busana pengantin Kerajaan

Melayu Tamiang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Menjelaskan makna simbolis pada bagian – bagian busana pengantin

Kerajaan Melayu Tamiang.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikat manfaat yang baik untuk

menambah ilmu pengetahuan, pengenalan, dan pemahaman dari sebuah informasi

atau fakta yang terjadi.

1. Menambah wawasan pembaca tentang makna simbolis pada busana

pengantin Kerajaan Melayu Tamiang.

2. Untuk melestarikan busana pengantin Kerajaan Melayu Tamiang,

mengingat seiring perkembangan zaman terjadi modifikasi pada pakaian

terhadap busana pengantin Kerajaan Melayu Tamiang.

3. Sebagai bahan reverensi yang dapat digunakan untuk suatu pembelajaran

atau penelitian, khususnya dalam busana pengantin di masa mendatang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relavan

Tinjauan pustaka adalah hasil dari penelitian terdahulu yang memaparkan

pandangan dan analisis yang berhubungan dengan penelitian yang diteliti. Dalam

sebuah penulisan karya ilmiah sangat diperlukan tinjauan pustaka. Penelitin ini

tidak terlepas dari buku – buku skripsi pendukung yang relevan dengan judul

proposal ini antara lain :

Siandari (2013) dalam sebuah judul skripsi dengan judul : Makna Simbolis

Pakaian Adat Pengantin Suku Sasak Lombok Nusa Tenggara Barat, dari

penelitiannya yang telah dilakukan Apriliasti membahas tentang makna simbolis

pada pakaian adat pengantin Suku Sasak Lombok Nusa Tenggara Barat.

Nurlaelah (2014) dalam sebuah judul skripsi dengan judul : Makna

Simbolik Adat Pengantin Bugis Sinjai Sulawesi Selatan (Tinjauan Sosial Budaya),

penelitian Nurlaelah membahas tentang makna simbolik pada pakaian adat

pengantin Bugis Sinjai Sulawesi Selatan.

Kabeaken ( 2011 ) dalam sebuah judul skripsi dengan judul : Makna dan

Fungsi Pakaian Adat Melayu Deli Istana Maimun, dari penelitiannya yang telah

dilakukan Kabeaken membahas tentang makna dan fungsi pada pakaian adat

Melayu Deli.

Walaupun penelitian ini sama – sama membahas tentang pakaian adat

pengantin, namun berbeda dengan penulisan yang akan penulis lakukan. Adapun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


penelitian yang akan penulis lakukan adalah “Makna Simbolis Busana Pengantin

Kerajaan Melayu Tamiang Kec. Seruway”.

2.2 Teori yang Digunakan

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang

berlaku secara umum dan akan mempermudah seorang penulis memecahkan suatu

masalah yang dihadapi. Teori yang diperlukan untuk membimbing dan memberi

arah sehingga dapat menjadi penuntut kerja bagi penulis.

Berdasarkan judul penelitian ini, maka ada dua teori yang digunakan untuk

mengkaji Pakaian Adat Pengantin, yaitu teori Makna dan Simbolis. Berikut ini

akan dijelaskan tentang teori – teori tersebut.

2.2.1. Teori Folklor

Dundes (dalam Danandjaja, 1997 :1) menjelaskan folk adalah sekelompok

orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan sehingga

dapat dibedakan dengan kelompok-kelompok lainnya. Istilah lore merupakan

tradisi folk yang berarti sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun-

temurun, secara lisan, atau melalui contoh yang disertai gerak isyarat atau alat

bantu mengingat. Jika folk adalah mengingat, lore adalah tradisinya. Danandjaja

(1997:6) menyatakan bahwa folklor merupakan bagian kebudayaan yang

diwariskan melalui lisan saja. Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa folklor adalah kebudayaan yang diwariskan kepada

sekolompok orang melalui lisan. Menurut Brunvand (dalam Danandjaja, 1997:

21) folklor dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yakni folklor lisan, folklor

sebagian lisan, dan folklor bukan lisan.

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Folklor Lisan Menurut Danandjaya (1997:21) folklor lisan diartikan

sebagai folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk dari jenis folklor ini

antara lain (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat 10

tradisional, dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa,

pepatah, dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti tekateki; (d) puisi rakyat,

seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda,

dan dongeng; (f) nyanyian rakyat. Berdasarkan pendapat di atas bahwa murni

lisan dalam hal ini diartikan bahwa bentuknya disebarkan melalui lisan. Murni

lisan ini dapat berupa percakapan langsung dari satu orang ke orang lain.

Percakapan tersebut dituturkan langsung oleh orang yang mengalami folklor

tersebut dari mulut ke mulut, sehingga dapat dikatakan bahwa folklor tersebut

murni lisan.

2. Folklor Sebagian Lisan Menurut Danandjaya (1997:22) folklor sebagian

lisan diartikan sebagai folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan

dan bukan lisan. Bentuk folklor dari jenis ini diantaranya mengenai kepercayaan,

permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat,

dan lain-lain. Sejalan dengan pendapat di atas, folklor sebagian lisan merupakan

campuran bentuk unsur lisan dan bukan lisan. Bentuk lisan dapat diartikan sebagai

folklor yang dituturkan secara langsung oleh pelaku dan bukan lisan dapat

diartikan sebagai folklor yang bentuknya selain tuturan atau percakapan, misalnya

berupa gerakan, melalui kegiatan-kegiatan, dan upacara.

3. Foklor Bukan Lisan Danandjaya (1997:22) berpendapat bahwa folklor

bukan lisan diartikan sebagai folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara

pembuatannya diajarkan secara lisan. Bentuk dari jenis folklor ini secara garis

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


besar ada dua yakni material dan bukan material. Material diantaranya arsitektur

rakyat, kerajinan tangan, makanan dan minuman, serta obat-obatan tradisional.

Sebaliknya yang bukan material diantaranya gerak isyarat tradisional, bunyi

isyarat untuk komunikasi rakyat, dan musik rakyat. Berdasarkan jenis folklor yang

telah disebutkan di atas, penelitian yang akan dilakukan peneliti ini merupakan

foklor lisan. Penelitian ini selanjutnya akan difokuskan pada salah satu jenis

penelitian cerita rakyat, dimana dalam cerita rakyat tersebut salah satunya adalah

legenda. Terlepas dari bentuknya, folklor memiliki ciri yang dapat digunakan

sebagai pembeda dengan kebudayaan lainnya. Danandjaja (1997: 3) menjelaskan

bahwa folklor memiliki ciri-ciri, yaitu

a. Penyebaran dan pewarisannnya dilakukan secara lisan

b. Folklor bersifat tradisional

c. Folklor (exist) versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda

d. Folklor bersifat anonim

e. Folklor mempunyai bentuk berumus atau berpola

f. Folklor mempunyai kegunaan (function)

g. Folklor bersifat pralogis 12

h. Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu

i. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu

2.2.2. Teori Makna

Merujuk teori Pierce (1867), tanda - tanda dalam gambar dapat dilihat dari

jenis tanda yang digolongkan dalam semiotika. Pierce membagi tanda menjadi

tipe-tipe : ikon, indeks dan simbol. Pierce merasa bahwa ini merupakan model

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang sangat bermanfaat dan fundamental mengenai sifat tanda. Tanda adalah

sesuatu yang yang mewakili sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa pengalaman,

pikiran, gagasan atau perasaan.

a). Ikon

Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat

kemiripan (menunjukkan suatu kemiripan) , ini yang kerapkali jelas dalam tanda-

tanda visual misalnya foto seseorang dapat dikatakan ikon; sebuah peta adalah

ikon; gambar yang ditempel di pintu kamar kecil pria dan wanita adalah ikon.

Pada dasarnya ikon merupakan suatu tanda yang bisa menggambarkan ciri utama

sesuatu meskipun sesuatu sesuatu yang lazim disebut sebagai objek acuan tersebut

tidak hadir. Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang

menyerupai apa yang dipresentasikannya.

b). Indeks

Indeks adalah tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan apa yang

diwakilinya. Atau disebut tanda sebagai suatu bukti. Contohnya: asap dan api,

asap akan menunjukkan adanya api disekitarnya. Jejak telapak kaki di tanah

merupakan tanda indeks orang yang melewati tempat itu. Tanda tangan

(signature) adalah indeks dari keberadaan seseorang yang menoreh tanda tangan

tersebut.

c). Simbol

Simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan atau perjanjian

yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah

mengerti arti yang telah disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika

seseorang sudah mengerti arti yang telah disepakati sebelumnya.

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Contohnya: Garuda Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah burung yang memiliki

perlambang yang kaya makna. Namun bagi orang yang memiliki latar budaya

yang berbeda, seperti orang Eskimo, Garuda Pancasila akan dianggap sebagai

burung yang biasa saja yang disamakan dengan burung-burung sejenis elang

lainnnya.

Hubungan antara ikon, indeks dan simbol bersifat konfesional. Hubungan

antara simbol, thought of reference (pikiran atau referensi) dan referent (acuan)

dapat digambarkan melalui bagan semiotic triangle berikut ini :

Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa pikiran merupakan

mediasi antara simbol dengan acuan. Atas dasar hasil pemikiran itu pula

terbuahkan referensi yaitu hasil penggambaran maupun konseptualisasi acuan

simbolik.

2.2.3. Teori Simbolis

Simbolis berarti perlambangan, sedangkan kata makna mengandung

pengertian tentang arti atau maksud tertentu, jadi simbol merupakan bentuk

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lahiriah yang mengandung maksud, sedangkan makna merupakan dua unsur yang

berbeda tetapi saling berkaitan bahkan saling melengkapi. Kesatuan simbol dan

makna akan menghasilkan suatu bentuk yang mengandung maksud. Lambang dan

simbol juga merupakan manifestasi atau pembabaran langsung yang bertumpu

pada penghayatan terhadap jiwa dan raga yang mempunyai bentuk serta warna

dan bentuknya masing - masing dan sebagai wujud pembabaran batin seseorang

yang dapat berupa hasil karya seni. Kebudayaan manusia sangat erat

hubungannya dengan simbol, sehingga manusia disebut mahluk bersimbol.

Turner (2008:49) mendefinisikan simbol sebagai sesuatu yang dianggap,

dengan persetujuan bersama, sebagai sesuatu yang memberikan sifat alamiah atau

mewakili atau mengingatkan kembali dengan memiliki kualitas yang sama atau

dengan membayangkan kenyataan atau pikiran.

Sedangkan Turner dalam Wartaya (2008:50) melihat begitu pentingnya

peranan, simbol - simbol dalam masyarakat karena sistem simbol merupakan

simbol dimana sipemilik kebudayaan menemukan dan mewariskan kebudayaan

dari satu generasi ke generasi berikutnya. Penggunaan simbol inilah yang

membedakan proses belajar manusia dengan binatang karena manusia

menciptakan dan memanfaatkan berbagai simbol dalam kehidupannya.

Dalam menginterpretasi suatu simbol, Turner (1967:50-51),

mengungkapkan adanya tiga dimensi arti simbol, yaitu:

a. Tingkat dimensi eksegenetik, interpretasi masyarakat bumi pemakai

simbol.

Tingkat ini dinamakan juga sebagai tingkat penafsiran makna. Penafsiran

makna diperoleh dari informan-informan pemilik simbol tentang tingkah laku

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


upacaranya. Disini harus dibedakan lagi antara informasi yang diberikan oleh

mereka yang ahli dan orang awam, juga diperlukan kehati-hatian untuk

memastikan apakah suatu penjelasan yang diberikan benar-benar bersifat

mewakili atau hanya suatu pandangan personal saja.

b. Tingkat makna operasional.

Pada tingkat ini kita tidak boleh hanya mendengar apa yang dikatakan oleh

sipemilik simbol tentang makna suatu simbol, tetapi mengamati apa yang sedang

mereka lakukan. Peranan interpretasi dari pihak peneliti diperlukan hal ini

dikarenakan ada hal-hal yang tidak diungkapkan secara benar, sebab kadang-

kadang mereka tidak sungguh melakukannya, bisa saja orang memanipulasi

simbol-simbol yang mereka ciptakan. Tingkat makna operasional ini berkaitan

dengan problem-problem dinamika sosial. Pengamat tidak hanya

mempertimbangkan simbol-simbol, tetapi juga struktur masyarakat yang diamati.

Disini akan tampak bahwa simbol itu mengandung penggambaran atau penjelasan

budaya masyarakat pelaku masyarakat pemangku masyarakat tersebut.

c. Tingkat makna posisional.

Pada tingkat ini makna suatu simbol upacara dilihat secara totalitas,

berhubungan dengan simbol yang lain yang elemen-elemennya memperoleh arti

dari sistem sebagai suatu keseluruhan, ini berhubungan dengan sifat simbol yang

polisemi atau multivokal, yaitu bahwa suatu simbol mempunyai keanekaan

makna, tetapi berdasarkan atas konteksnya mungkin penting untuk menekankan

suatu atau beberapa makna saja.

Ketiga tingkatan simbol ini dipakai semuanya, sebab ketiganya saling

menunjang dan melengkapi. Pendekatan lain yang digunakan oleh Turner disebut

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sebagai “Procesual symbology”, yaitu kajian mengenai bagaimana simbol

menggerakkan tindakan sosial dan melalui proses yang bagaimana simbol

memperoleh dan memberikan arti kepada masyarakat dan pribadi, lewat

pendekatan ini kita melihat bagaimana masyarakat menjalankan, melanggarkan

dan memanipulasi norma-norma dan nilai-nilai yang diungkapkan oleh simbol

untuk kepentingan mereka. Pendekatan ini memungkinkan kita untuk

mengungkapkan arti - arti simbol dan selanjutnya mengetahui pikiran atau ide -

ide mereka.

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian bersifat

deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu yang menggambarkan fenomena yang

terjadi dalam karya nyata.

Dalam metode deskriptif dilakukan penggambaran dan pengamatan data

pada waktu tertentu, peneliti pergi ke lokasi penelitian, lalu memilih data yang

akan diambil dan menguraikannya, setelah itu mengambil kesimpulan.

3.2 Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini, lokasi yang dijadikan objek penelitian adalah bekas

gedung istana kerajaan Melayu seruway yang terletak di Kecamatan Seruway,

Desa Muka Sei Kuruk, Kabupaten Aceh Tamiang. Kecamatan tersebut adalah

salah satu dari 8 kecamatan yang ada di wilayah Tamiang.

3.3 Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini adalah diperoleh dari informan secara

lisan, yang diambil langsung ke lapangan, dan informan ini merupakan penutur

yang mengetahui dengan jelas tentang pakaian adat pengantin Melayu Tamiang.

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.4 Instrumen Penelitian

Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian sebegai berikut :

a. Alat perekam, yaitu sebuah alat untuk merekam suara si informan agar

data yang diperoleh dapat diolah.

b. Kamera, yaitu objek penelitian dapat diambil dengan kamera.

c. Alat tulis, yaitu penulis mencatat hasil wawancara dengan informan.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan, penulis

menggunakan metode dan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Metode observasi, yaitu penulis langsung ke lapangan melakukan

pengamatan terhadap objek penelitian yaitu di bekas gedung istana

kerajaan Melayu seruway yang terletak di Kecamatan Seruway, Desa

Muka Sei Kuruk, Kabupaten Aceh Tamiang..

2. Metode wawancara, yaitu melakukan wawancara terhadap informan untuk

mengumpulkan data yang dibutuhkan oleh penulis. Dengan menggunakan

teknik :

a. Teknik rekam, yaitu merekam informasi yang diberikan informan

menggunakan alat perekam.

b. Teknik catat, yaitu mencatat semua keterangan yang diperoleh dari

informan.

3. Metode dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dalam bentuk

gambar yang ada pada lingkup Kerajaan Melayu Tamiang.

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.6 Metode Analisis Data

Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam

sebuah penelitian. Adapun langkah – langkah yang dilakukan untuk menganalisis

sebagai berikut :

1. Data yang sudah terkumpul diklasifikasikan sesuai dengan pokok

permasalahan.

2. Menganalisis data sesuai dengan kajian yang telah diterapkan.

3. Menginterprestasikan hasil analisis dalam bentuk tulisan yang sestematis

sehingga semua dapat dipaparkan dengan baik.

4. Menarik kesimpulan.

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kelengkapan Busana Pengantin Kerajaan Melayu Tamiang.

Pada umumnya busana pengantin raja kerajaan Melayu Tamiang ialah

pakaian adat yang biasa dipakai sehari – hari dalam masyarakat Melayu yaitu

teluk belanga. Busana pengantin pria menggunakan baju teluk belanga dan untuk

busana pengantin wanita menggunakan baju kebaya panjang dengan kain sarung

panjang. Namun yang membedakannya yaitu dari asesoris – asesoris yang ada

pada busana pengantin tersebut.

Busana pengantin pria terdiri dari baju teluk belanga, yaitu baju panjang

besar, berlengan panjang, kerah leher tegak disebut kecak musang atau yang tidak

berleher disebut gunting cina, dihiasi dengan motif bunga tekat Melayu pada

ujung lengan dan kerah dekat leher. Memakai celana panjang longgar dan

memakai kain samping, yaitu kain sarung panjang yang digulung dipinggang

dengan bagian bawah berada di atas lutut. Busana pengantin wanita terdiri dari

baju kebaya panjang besar, berlengan panjang, bersulam benang dan memakai

kancing peniti emas. Berwarna dan berbahan sama sesuai dengan busana

pengantin pria, bermotif bunga tekat Melayu pada dada dan bagian ujung lengan

serta kerah dekat leher. Memakai kain sarung panjang longgar bermotif bunga

tekat Melayu pada bagian bawah kain.

Bahan pakaian yang digunakan untuk busana adat pengantin Tamiang saat

ini hanya teridiri dari bahan songket, warna dasar pakaian adalah merah saga,

hijau daun atau kuning. Selain warna kuning, hijau daun, atau merah saga ada

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


juga warna putih dan hitam, akan tetapi pada pakaian yang berwarna hitam itu

diperuntukkan oleh para alim ulama dan pakaian berwarna hitam diperuntukkan

oleh pendekar. Pakaian pengantin ini dapat dirincikan :

4.1.1 Kelengkapan busana mempelai pengantin laki-laki.

1. Baju teluk belanga leher timban/kecak musang.

Baju teluk belanga kecak musang merupakan pakaian yang memiliki motif

polos, berwarna tidak terlalu mencolok, meskipun terkadang berwarna

kuat seperti kuniang emas, merah, atau biru tetapi tetap terlihat teduh.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Warna baju yang dipilih senada dengan celana yang dipakai. Di antara

baju dan celana panjang, dikenakan kain sarung atau songket yang diikat

biasa yang tingginya di atas lutut dan dilengkapi oleh selempang yang

warnanya senada dengan baju dan celana. Baju panjang besar berlengan

panjang dan longgar, kerah leher tegak disebut kecak musang atau yang

tidak berleher disebut gunting cina, dihiasi dengan motif bunga tekat.

Pakaian Melayu Tamiang dengan pakaian Melayu Medan sangat berbeda,

yang membedakannya yaitu pada kera atau jumlah kancing yag terdapat

pada pakaian tersebut.

2. Tengkulok.

Tengkulok merupakan sebuah lipatan kain yang berwarna senada dengan

pakaian dan celana, yang dipakai di atas kepala pada mempelai pengantin

pria. Pemakaian tengkulok ini menghadap atau menyerong ke kanan,

kemudian belahannya berada di sebelah kiri belakang. dan biasanya tinggi

lipatannya itu berukuran berkisaran 5 – 10 cm. Pada tengkulok Melayu

Tamiang ini berbeda dengan Melayu lainnya, yang membedakannya yaitu

arah lipatannya, pada penggunaan tengkulok Melayu Tamiang arah dari

lipatan tengkulok mengahadap atau menyerong ke kanan, sedangkan

seperti Melayu lainnya seperti Melayu Deli atau Melayu Batubara arah

lipatan terngkulok yaitu lurus ke depan.

3. Detar.

Detar merupakan sebuah benda yang tergolong perhiasan seperti topi dan

cara pemakaiannya dipakai di bagian kepala mempelai pengantin pria.

Detar ini terbuat dari rotan, sutera atau songket yang berbentuk sangkar

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


burung balam, berwarna sesuai warna baju dan celana apabila

pembuatannya menggunakan bahan sutera atau songket. Detar biasanya

dihiasi dengan hiasan rumbai - rumbai dari bahan perak yang disebut

dengan cuping melingkar.

4. Selempang.

Selempang merupakan sebuah kain panjang yang warnanya senada dengan

warna pakaian, dan digunakan pada mempelai pengantin pria. Cara

penggunaannya yaitu dengan posisi menyilang atau arahnya dari bahu

kanan lalu ke bagian pinggang sebelah kiri hingga menjulur ke bawah.

5. Kelat bahu.

Kelat bahu merupakan sejenis perhiasan gelang yang terbuat dari emas

atau perak dan dikenakan pada bagian lengan atas dekat bahu. Cara

mengenakan kelat bahu yaitu melingkari lengan yang penggunaannya

menyerupai seperti memakai gelang, tetapi di tarik ke atas hingga

mendekati ketiak atau pangkal lengan.

6. Serati.

Serati merupakan sebuah kalung rantai atau lempengan yang terbuat dari

emas atau perak. Serati sama seperti yang dipakai mempelai pengantin

perempuan, mempelai pengantin laki – laki juga mengunakan serati. Cara

penggunaan serati ini persis sekali dengan kalung, hanya saja yang

membedakannya yaitu bentuknya.

7. Pending (ikat pinggang dari emas atau perak).

Pending merupakan ikat pinggang yang terbuat dari bahan emas atau

perak, biasanya pada pending ini mempunyai motif yaitu bermotif bunga

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tekat Melayu. Cara penggunaan pending ini sama seperti memakai ikat

pinggang pada umumnya, tetapi yang membedakannya adalah tali pada

pending ini yang menggunakan bahan emas atau perak yang disambung –

sambung, tidak seperti ikat pinggang biasa yang biasanya menggunakan

bahan karet, plastik atau kulit. Pada penggunaan pending ini diselipkan

sebilah senjata tajam sejenis pisau yang gagangnya berbentuk kepala

burung dan terbuat dari emas yaitu disebut dengan tumbok lada.

8. Bawar/tumbok lada.

Bawar atau tumbok lada merupakan sebuah pisau menyerupai keris yang

dipakai pada mempelai pengantin pria. Pada penggunaan tumbok lada

diletakkan di bagian depan kiri perut dan dipegang dengan tangan kanan

yang menyentuh bagian gagang dari tumbok lada, lalu tangan kiri

menyentuh pada bagian bawah yaitu tempat atau sarung dari tumbok lada.

Dikatakan tumbok lada karena pada kepala atau gagang tumbok lada

tersebut memiliki ukiran motif bunga lada. Tumbok lada ini tidak seperti

rencong atau keris yang digunakan pada mempelai pria suku jawa,

melainkan hanya pisau biasa.

9. Kain sesamping betekat.

Kain sesamping betekat merupakan kain songket bermotif betekat, yaitu

bermotif sulaman benang emas yang cara penggunaannya yaitu dengan

cara diikat pada bagian perut atau pinggang. Pada pernggunaan kain

sesamping ini panjangnya sampai lutut dan lipatan kain sesamping ini

bertemu di depan. Berbeda dengan Melayu lain seperti Melayu Deli dan

Melayu Langkat yang lipatannya bertemu di samping.

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10. Capal jepit betekat.

Sebuah alas kaki berupa sandal biasa yang menutup jari - jari kaki hingga

bagian punggung kaki dan terbuat dari kain dan bermotif betekat atau

disulam dengan benang emas. Capal atau sendal jepit biasa ini mempunyai

dua tali yaitu dengan tali menyilang yang berfungsi untuk mengaitkan

kaki. Capal ini dipakai oleh mempelai pengantin laki – laki.

4.1.2 Kelengkapan busana pengantin perempuan.

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Kebaya panjang betekat (besulam benang emas).

Kebaya panjang betekat merupakan baju kebaya panjang besar, berlengan

panjang dan longgar, bersulam benang dan memakai kancing peniti emas.

Pada baju kebaya panjang betekat ini berwarna dan berbahan sama seperti

dengan busana yang dikenakan pada mempelai pengantin pria, yaitu

berwarna kuning emas dan bermotif bunga tekat Melayu. Motif bunga

tekat tersebut terdapat pada dada dekat leher, dan bagian ujung lengan

serta bagian bawah ujung baju.

2. Mahkota.

Mahkota merupakan hiasan indah yang dikenakan pada mempelai

pengantin perempuan yang penggunaannya diletakkan diatas kepala

wanita. Pada mahkota ini biasanya terbuat dari emas dan terdapat batu

mulia di dalam bagian – bagian mahktota tersebut.

3. Tunggul pengikat hiasan sanggul.

Tunggul pengikat hiasan sanggul merupakan sebuah pengait sanggul atau

hiasan rambut seperti susuk konde yang terdapat pada aksesoris pengantin

mempelai prempuan suku jawa. Pengikat sanggul ini digunakan untuk

mengikat rambut pada mempelai pengantin permpuan agar terlihat rapi.

Pada tunggul pengikat atau hiasan sanggul ini biasanya terbuat dari bahan

emas atau perak, dan pada mainan tunggul pengikat sanggul dihiasi

dengan batu mulia.

4. Hiasan sanggul tegang lintang.

Hiasan sanggul tegang lintang merupakan sebuah benda yang bentuknya

sama seperti tunggul pengikat hiasan sanggul. Hiasan sanggul ini juga

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sama dengan tunggul pengikat sanggul, yaitu memiliki fungsi sebagai

pengikat rambut agar terlihat rapi. Hanya saja perbedaannya terletak pada

mainannya, pada mainan hiasan sanggul ini berbentuk bulat atau serupa

dengan bunga mawar yang diselipkan di sanggul.

5. Kerabu (subang).

Kerabu atau subang merupakan sebuah perhiasan telinga berupa anting

yang terbuat dari emas atau perak. Penggunaan kerabu atau subang ini

sama seperti pada penggunaan anting.

6. Kelat bahu.

Kelat bahu merupakan sejenis perhiasan gelang yang dikenakan di lengan

atas dekat bahu. Cara mengenakan kelat bahu yaitu melingkari lengan

menyerupai penggunaan gelang, tetapi di tarik ke atas hingga mendekati

ketiak atau pangkal lengan. Sama seperti mempelai pengantin laki - laki

yang memakai kelat bahu, karena di dalam busana pengantin Tamiang ini

kedua mempelai sama – sama memakai kelat bahu. Kelat bahu sama

seperti gelang, yaitu terbuat dari emas.

7. Rantai serati.

Rantai serati merupakan sebuah kalung rantai atau lempengan yang terbuat

dari bahan emas atau perak yang bernilai tinggi. Penggunaan serati ini

sama seperti kalung, yaitu di kaitkan melingkari leher dan mainan pada

rantai serati berada di dada.

8. Selendang kain betekat.

Selendang kain betekat merupakan kain panjang bersulam emas yang

berwarna senada dengan pakaian. Bagian selendang tersebut terdapat

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


rumbai - rumbai dan manik – manik yang terbuat dari emas atau batu

mulia pada kedua ujungnya. Penggunaan selendang ini diselempangkan

dari bahu kiri menjulur sampai ke bawah.

9. Gelang tangan dan kaki.

Gelang tangan dan kaki merupakan asesoris yang terbuat dari bahan emas

atau perak dengan motif bunga tekat Melayu. Gelang yang digunakan pada

pengantin mempelai wanita, biasannya pada pemakaiannya tidak

ditentukan jumlah dari gelangnya, melainkan tergantung dari pemakainya

sendiri.

10. C i n c i n.

Cincin merupakan sebuah perhiasan yang terbuat dari emas dan dikenakan

melingkar di bagian jari. Cincin ini dipakai oleh mempelai pengantin

perempuan. Secara tradisional cincin biasanya dibuat dari logam mulia

seperti seperti emas dan perak. Bahan lainnya seperti logam, baja, besi,

perunggu, tembaga dan kuningan juga bisa digunakan utuk membuat

cincin. Cincin dapat berbentuk polos atau berukir, dan pada bagian atas

atau depan cincin bertatahkan intan permata.

11. Selop kerucut bertekat.

Selop kerucut betekat merupakan sebuah alas kaki berupa sandal yang

terbuat dari kain yang ujungnya menutup jari - jari kaki hingga bagian

punggung kaki. Jika pengantin laki – laki menggunakan capal, yaitu sendal

jepit biasa yang diikat dengan dua tali menyilang, lain halnya dengan

mempelai pengantin perempuan yaitu menggunakan selop kerucut yang

ujungnya berbentuk kerucut memanjang.

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12. Kipas tudung muka (wajah).

Kipas tudung muka merupakan sebuah benda yang digunakan sebagai

penutup muka pada mempelai pengantin perempuan adat Melayu. Karna

pada zaman dahulu itu mempelai pengantin wanita dianggap sangat tabu

oleh masyarakat, oleh karena itu kipas tudung muka ini digunakan untuk

menutupi muka mempelai pengantin perempuan semata – mata yang

sebagai pengalihan identidas dari masyarakat. Ada beberapa argumen

mengenai kipas tudung muka ini yaitu bahwa kipas tudung muka ini

adalah adat dari cina, tetapi Melayu Tamiang tetap menggunakan kipas

tudung muka ini sebagai penutup muka pada mempelai pengantin

perempuan Melayu Tamiang.

4.2 Makna Simbolis Busana Pengantin Kerajaan Melayu Tamiang

Bagi orang Melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan

pelindung tubuh dari panas dan dingin, juga mengisyaratkan lambang - lambang.

Lambang - lambang itu mewujudkan nilai - nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh

masyarakatnya.

Dengan adanya lambang - lambang budaya yang tersematkan di pakaian

melayu, maka kedudukan dan peran pakaian menjadi sangat penting dalam

kehidupan orang Melayu. Berbagai ketentuan adat mengatur bentuk, corak

(motif), warna, pemakaian, dan penggunaan pakaian. Ketentuan - ketentuan itu di

berlakukan untuk mendidik dan meningkatkan akhlak orang yang memakainya.

Pakaian Melayu dari ujung kepala sampai ujung kaki ada makna dan gunanya.

Semua dikaitkan dengan norma sosial, agama, adat istiadat, sehingga pakaian

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


berkembang dengan makna yang beranekaragam. Pakaian Melayu juga dikaitkan

dengan fungsinya yaitu:

1. Pakaian sebagai penutup malu, yang berarti pakaian berfungsi sebagai alat

penutup aurat, menutup aib dan malu dalam arti yang luas. Kalau salah memakai

menimbulkan malu, kalau salah corak juga menimbulkan malu, oleh karena itu

pakaian harus dibuat, ditata dan dikenakan sesuai dengan ketentuan adat yang

berlaku di dalam masyarakat.

2. Pakaian sebagai penjemput budi, yang berarti pakaian berfungsi untuk

membentuk budi pekerti, membentuk kepribadian, membentuk watak sehingga

si pemakai tahu diri dan berakhlak mulia.

3. Pakaian penjunjung adat, yang berarti pakaian harus mencerminkan nilai-

nilai luhur yang terdapat di dalam adat dan tradisi yang hidup dalam masyarakat.

4. Pakaian sebagai penolak bala, yang bermakna berpakaian dengan cara yang

benar dan patut akan menghindarkan pemakainya dari mendapat bahaya atau

malapetaka

5. Pakaian menjunjung bangsa, yang berarti dengan bersepadunya lambing -

lambang dan nilai - nilai yang tertera dipakaian maka terjelmalah kepribadian

bangsa atau masyarakat pemakainya. Pakaian dalam budaya Melayu harus

mampu menunjukkan jati diri pemakainya.

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2.1 Makna Simbolis Pada Busana Pengantin Laki - laki.

1. Baju teluk belanga leher timban/kecak musang.

(Dokumen Foto : Dedek, 24 Mei. Gambar Baju Teluk Belanga)

Bagi orang Melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat

dan pelindung tubuh dari panas dan dingin, juga mempunyai lambang-

lambang. Lambang-lambang itu mewujudkan nilai - nilai luhur yang

dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.

Dengan bersatunya lambang - lambang budaya dengan pakaian,

kedudukan dan peran pakaian menjadi sangat penting dalam kehidupan

orang Melayu. berbagai ketentuan adat mengatur tentang bentuk pakaian,

corak (motif), warna, pemakaian, dan penggunaan pakaian. Ketentuan -

ketentuan adat itu diberlakukan untuk mendidik dan meningkatkan akhlak

pada orang yang memakainya.

Pakaian Melayu dari ujung kaki sampai ke ujung rambut ada

makna dan gunanya. ”Semuanya dikaitkan dengan norma sosial, agama,

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan adat - istiadat sehingga pakaian berkembang dengan makna yang

beraneka ragam. Makna pakaian Melayu juga dikaitkan dengan fungsinya,

yaitu pakaian sebagai penutup malu, pakaian sebagai penjemput budi, dan

pakaian sebagai penolak bala.

Baju Melayu teluk belanga, baju ini terdiri dari celana, kain

samping, penutup kepala atau tengkulok serta selempang. Pakaian teluk

belanga adalah pakaian memiliki filosofi yang memuat kaedah khazanah

dalam Islam, hal ini dapat dilihat pada penggunaan kancing yang telah

baku yaitu memiliki lima kancing yang dimaknai sebagai rukun Islam.

Selua ( celana ) pada pakaian teluk belangai berlabuh panjangnya

tidak melebihi mata kaki, sebagaimana hadis Rasulullah mengatakan

bahwa “Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah

neraka” (HR. Bukhari 5787). Hal ini dikarenakan Allah tidak menyukai

orang yang berlebihan.

2. Tengkulok.

(Dokumen Foto : Dedek, 24 Mei. Gambar Tengkulok)

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berfungsi sebagai salah satu pelengkap busana tradisional,

tengkuluk juga bisa digunakan dalam acara formal, pesta adat serta

pelindung kepala saat sedang berada di sawah. Seiring bergulirnya waktu,

fungsi tengkuluk tidak hanya sekedar penutup kepala saja, tetapi menjadi

lebih kompleks, sebagai alat atau penunjuk agama dan status sosial.

Makna dari tengkulok ini melambangkan kebesaran adat dalam pewarisan

budaya Melayu.

3. Detar.

(Dokumen Foto : Dedek, 24 Mei. Gambar Detar)

Detar dan tengkulok berfungsi sebagai penutup kepala bagi

mempelai pengantin laki – laki Melayu dalam berpakaian pengantin. Detar

ini tidak mengandung makna yang terdapat di dalamnya, melainkan

berfungsi sebagai hiasan pelengkap pakaian yang bertujuan untuk

memperindah dalam berbusana atau berpakaian.

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Selempang.

(Dokumen Foto : Dedek, 24 Mei. Gambar Selempang)

Selempang merupakan lambang pakaian Melayu dalam adat resmi

( tertib majelis ). Makna yang terkandung pada selempang ini sama seperti

yang terkandung pada tengkulok yaitu menggambarkan suatu kebesaran,

karna pada zaman dahulu hanya seoramh rajalah yang boleh atau

diperuntukkan untuk memakai selempang.

5. Kelat Bahu.

(Dokumen Foto : Dedek, 24 Mei. Gambar Kelat Bahu)

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelat bahu dipakai oleh kedua mempelai pengantin, yaitu

pengantin pria dan wanita. Kelat bahu adalah asesoris yang berfungsi

untuk memperindah busana pengantin yang dikenakan oleh kedua

mempelai. Kelat bahu menandakan bahwa yang mengenakannya adalah

dari kasta bangsawan, atau keluarga kerajaan.

6. Serati.

(Dokumen Foto : Dedek, 24 Mei. Gambar Pending)

Dilihat dari bentuk serati ini yang mempunyai mainan di dalamnya,

dan didalam mainan serati itu sama – sama saling menyatu atau saling

mengaitkan satu sama lain. Hal ini menandakan atau bermakna sebakai

seorang sepasang kekasih itu harus sama – sama nyambung dalam suatu

hal apapun, guna demi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan

warrohmah.

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Pending (ikat pinggang dari emas atau perak).

(Dokumen Foto : Dedek, 24 Mei. Gambar Pending)

Pending adalah bagian dari asesoris yang terdapat pada pakaian

adat pengantin Melayu. Pending ini menyimbolkan suatu kesatuan, karena

jika sudah menjadi sepasang suami istri pasti ada gejolak yang terjadi

didalamnya, maka tugas dari sepasang suami istri tersebut harus terus

menyatu dalam menghadapi segala sesuatu atau situasi yang terjadi.

8. Bawar/tumbok lada.

(Dokumen Foto : Dedek, 24 Mei. Gambar Tumbok Lada)

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kepala atau gagang pada tumbok lada yang dibentuk seperti bunga

lada, bermaksud dengan bermakna adat. Tumbok lada diletakkan di bagian

depan bertujuan atau bermakana supaya tetap siaga. Dikhawatirkan jikalau

sewaktu – waktu musuh datang tiba tiba. Karena pada dasarnya musuh

tidak pernah dicari, namun tidak pernah ditolak jikalau datang.

9. Kain sesamping betekat.

(Dokumen Foto : Dedek, 24 Mei. Gambar Kain samping Betekat)

Kain samping yang digunakan yang diikat di pinggang dan

panjangnya sampai lutut, yang lipatannya mempertemukan kedua sisinya

di depan. Secara filosofi bermakna kekerabatan yang menyatu dengan

menjauhkan sifat sombong yang dicerminkan. Dalam penggunaan kain

sesamping semata - mata tidak mengajarkan sesorang menjadi sombong

atau angkuh. Karena penggunaannya ini bertujuan untuk menutupi

kantong yang ada pada baju teluk belanga tersebut. Karena jikalau

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


seseorang sudah menaruh genggaman tangannya di kantong, menandakan

seseorang tersebut adalah orang sombong.

10. Capal Jepit Betekat.

(Dokumen Foto : Dedek, 24 Mei. Gambar Capal Jepit Betekat)

Sebuah alas kaki berupa sandal biasa yang terbuat dari kain dan

bermotif betekat atau disulam dengan benang emas. Untuk melihat makna

dari capal bertekat ini ialah dari motif betekat atau sulaman benang emas

yang terdapat dalam capal tersebut. Benang emas menandakan suatu

kemuliaan.

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2.2 Makna Simbolis Pada Busana Pengantin wanita.

1. Kebaya panjang betekat (besulam benang emas).

(Dokumen Foto: Dedek, 24 Mei. Gambar Kebaya Panjang Betekat)

Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam kebaya panjang

betekat ini hampir sama filosofi dan fungsinya seperti dengan laki – laki.

Dilihat dari motif yang digunakan pada sulaman ialah motif bertekat yaitu

terbuat dari sulaman benang emas yang berarti bermakna suatu kemuliaan.

Dan asesoris – asesorisnya itu adalah sebagai bentuk keindahan.

2. Mahkota.

(Dokumen Foto: Dedek, 24 Mei. Gambar Mahkota)

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Mahkota merupakan lambang kekuasaan, dan kebesaran. Karna

pada zaman dahulu hanya seorang ratulah yang bisa mengenakan atau

memakai mahkota. Jadi mahkota menyimbolkan suatu kebesaran dan

kemuliaan.

3. Tunggul pengikat hiasan sanggul.

(Dokumen Foto: Dedek, 24 Mei. Gambar Pengikat Hiasan Sanggul)

Untuk melihat makna lebih yang terkadung dalam tunggul pengikat

hiasan sanggul ini yaitu, dilihat dari jumlah mainan yang terdapat dalam

tunggul pengikat hiasan sanggul tersebut yang berjumlah ganjil, yang

menandakan bahwasannya Allah SWT suka dengan angka – angka ganjil

dan juga dilihat dari batu mulia yang terdapat pada mainan tunggul

pengikat hiasan sanggul tersebut yang menyimbolkan suatu kemuliaan.

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Hiasan sanggul tegang lintang.

(Dokumen Foto: Dedek, 24 Mei. Gambar Hiasan Sanggul Tegang Lintang)

Sama seperti tunggul pengikat hiasan sanggul, hiasan sanggul tegang

lintang ini juga mempunyai makna yang terkadung di dalamnya, yaitu dilihat

dari mainan tunggul pengikat hiasan sanggul tersebut yang berbentuk bunga

mawar. Dalam bunga mawar menyimbolkan tentang sebuah keharmonisan

pada sepasang pengantin baru tersebut.

5. Kerabu (subang).

(Dokumen Foto: Dedek, 24 Mei. Gambar Kerabu)

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kerabu atau anting ini juga tidak mempunyai makna lebih yang

terkadung di dalamnya, melaikan kerabu atau subang dalam pakaian

pengantin yaitu bermakna sebagai hiasan yang bertujuan untuk

memperindah dalam berpakaian.

6. Kelat bahu.

(Dokumen Foto: Dedek, 24 Mei. Gambar Kelat Bahu)

Pada kelat bahu ini melambang bersatunya rasa pola pikir setelah

menikah antara suami dan istri. Karena pada dasarnya sebelum mereka

melakukan suatu ikatan suci yaitu pernikahan, pola pikir mereka tidak

terarah.

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Rantai Serati

(Dokumen Foto: Dedek, 24 Mei. Gambar Rantai Serati)

Sama seperti apa yang dipakai oleh mempelai pengantin laki – laki,

dilihat dari bentuk serati ini yang mempunyai mainan di dalamnya, dan

didalam mainan serati itu sama – sama saling menyatu atau saling

mengaitkan satu sama lain. Hal ini menandakan atau bermakna sebakai

seorang sepasang kekasih itu harus sama – sama nyambung dalam suatu

hal apapun, guna demi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan

warrohmah.

8. Selendang Kain Betekat.

(Dokumen Foto: Dedek, 24 Mei. Gambar Selendang Panjang Betekat)

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam selendang bertekat ini bermotif betekat atau disulam dengan

benang emas. Jadi makna dapat terlihat dari motif betekat atau sulaman

benang emas tersebut. Benang emas menandakan suatu kemuliaan.

9. Gelang tangan dan kaki.

(Dokumen Foto: Dedek, 24 Mei. Gambar Gelang Tangan & Kaki)

Untuk mengetahui makna yang terdapat pada gelang ini yaitu

dilihat dari jumlah gelangnya. Dari segi jumlah pemakaiannya yaitu

jumlahnya ganjil, bisa 3, 5, 7, 9, dan seterusnya. Hal ini berkaitan dengan

agama Islam yang menyimbolkan bahwasannya Allah SWT suka dengan

angka – angka yang ganjil.

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10. C i n c i n.

(Dokumen Foto: Dedek, 24 Mei. Gambar Cincin)

Pada umumnya, si pengantin wanita memakai cincin pada jari manis.

Hal tersebut merupakan harapan bahwa wanita akan selalu bertutur baik dan

manis. Namun, ada pula makna yang berbeda ketika cincin disematkan pada

jari lain. Cincin pada jari kelingking merupakan harapan bahwa wanita akan

selalu terampil dalam urusan rumah tangga. Sedangkan cincin di ibu jari

merupakan harapan bahwa wanita selalu ikhlas dalam berumah tangga.

11. Selop kerucut bertekat.

(Dokumen Foto: Dedek, 24 Mei. Gambar Selop Kerucut Betekat)

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Makna yang terkandung dalam selop kerucut betekat ini dilihat

dari sulamannya, yang ujung pada selop tersebut disulam dengan

menggunakan benang emas dan menyimbolkan suatu kemuliaan bagi yang

memakainya.

12. Kipas tudung muka (wajah).

(Dokumen Foto: Dedek, 24 Mei. Gambar Kipas Tudung Muka)

Kipas tudung muka ini berfungsi sebagai penutup wajah, karna

pada zaman dahulu mempelai pengantin wanita sangat tidak boleh

dipertontonkan di depan khayalak. Maka dari itu kipas tudung muka ini

melambangkan penutup wajah, karena ada rasa malu jika dipertontonkan.

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelengkapan Busana Pengantin Mempelai Laki – Laki.

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelengkapan Busana Pengantin Mempelai Perempuan.

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Busana adat pengantin Tamiang pada upacara perkawinan terdiri dari satu

macam model. Busana pengantin pria terdiri dari, baju teluk belanga

betekat,celana panjang besar atau besoh betekat, kain samping betekat, detar,

cuping melingkar, serati, pending, tumbok lada, selop kerucut. Busana pengantin

wanita tidak resmi terdiri dari baju kebaya panjang warna putih, kain sarung

panjang atau busana tertutup dan sopan lain yang serupa.Busana pengantin wanita

resmi terdiri dari, baju kebaya panjang betekat, kancing peniti emas, kain sarung

panjang betekat, mahkota emas atau perak, sanggul tegang melintang, lima buah

sunting dan bunga mawar, kerabu/anting/subang emas atau perak, selendang

betekat, gelang, serati, selop kerucut. Warna, bahan assesoris, dan cara

pemakaiannya dibedakan menurut strata sosial pengantin pada masa itu.

2. Dengan adanya era globalisasi di zaman era modern sangat mempengaruhi

kekayaan budaya masyarakat Melayu Tamiang terkhususnya di Kabupaten

Tamiang, terlihat jelas pengaruhnya terhadap pemakaian pakaian adat yang sudah

mengalami pergeseran yang tidak sesuai lagi dengan aturan-aturan dalam

fungsinya.

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.2 Saran

1. Mengingat busana adat pengantin Tamiang sudah semakin langka, maka

sebaiknya tokoh-tokoh masyarakat menggunakan busana ini dalam acara-acara

yang sifatnya kepemerintahan atau acara resmi.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan pembinaan kembali

kepada pelaku-pelaku busana adat (tokoh adat, perias pengantin, dan lain-lain)

tentang makna dari busana adat pengantin Tamiang yang sebenarnya.

3. Pengenalan busana adat pengantin Tamiang tidak terbatas pada cara-cara yang

sudah lazim dilakukan, tetapi dapat dilakukan dengan cara-cara yang lebih

absolut, seperti dengan memasukkannya ke dalam kurikulum belajar-mengajar

muatan lokal di sekolah.

4. Pelestarian assesoris-assesoris yang terdapat pada busana adat pengantin

Tamiang yang asli, mengingat adanya assesoris-assesoris yang dipakai pada

busana adat pengantin Tamiang yang tidak terdapat pada kerajaan Melayu

Tamiang

5. Saran peneliti agar busana adat pengantin tamiang tetap dilestarikan dengan

cara memakai busana adat pada upacara-upacara perkawinan, mempromosikan

secara langsung sehingga masyarakat lebih tahu busana adat pengantin Tamiang.

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Danandjaja (1997). Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain lain. Cetakan V.

Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.

Dharmika (1988). Pakaian Adat Tradisional Daerah Bali. Jakarta: Direktorat Sejarah dan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991). Sejarah Daerah Sumatera Selatan.

Nilai Tradisional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kabeaken ( 2011 ), Makna dan Fungsi Pakaian Adat Melayu Deli Istana Maimun. Universitas

Sumatera Utara.

Koentjaraningrat (1988). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djmbatan.

Nurlaelah (2014) , Makna Simbolik Adat Pengantin Bugis Sinjai Sulawesi Selatan. Tinjauan Sosial

Budaya. UIN Alauddin Makasar.

Pranoto, Suharto. W (2010), Teori & Metodologi Sejarah, Jogjakarta.

Siandari (2013), Makna Simbolis Pakaian Adat Pengantin Suku Sasak Lombok Nusa Tenggara Barat.

Universitas Negeri Yogyakarta.

Sachari, Agus (2005). Pengantar metode Penelitian Budaya Rupa (Desain, Arsitektur, Seni rupa, dan

Kriya). Jakarta: Erlangga.

Sobur (2009), Semiotika Komunikasi. Bandung: ROSDA.

Soekanto, Soerjono. H (2002). Sosiologi Suatu Pengantar Cet.33; Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada.
Suparlan dalam Alam (1986), Pendidikkan dan Kebudayaan. Sumatera Selatan.

Turner (2008), Pengantar Teori Analisis dan Aplikasi, Jakarta : Salemba Humaika.

INTERNET

https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Aceh_Tamiang

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN

DATA INFORMAN

1. Nama : Muntasir

Umur : 57 Tahun

Pekerjaan : Wiraswata

Alamat : Kuala Simpang

No Hp : 0853-6008-8564

2. Nama : T. Kamaruddin S.pdi

Umur : 45 Tahun

Pekerjaan : PNS

Alamat : Pekan Seruway

No Hp : 0852-6018-3626

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEMENTttdAN RISET,TEKNOLOGI,DAN PENDⅡ )IKAN TINGGI
UN爵電 RSITAS SU》IATERA UTARA
FAKl LTAS Lル賃U BUDAYA
Jalan Ulliversttas Nomor 19 Kampus USU Medan-20155
Telepon i(061)8215956,Fax :(061)8215956
L3mani w¬ 、v.童 b uSu acid;Emaili ttb usu ac id

Nomor : eg< {IN5.2.l.7lPPMi2A19


Lamp. : 2 3 MAY 2019
Hal : IzinPenelitian

rth

Camat Seruway
Kabupate■ Acch Tamiang

Dengan hoFlp_at,sehllbungan dengan perihal di atts,bah、 犠 mahasis、 va lαttni yang tcttcbut di



ba、 vtt il11:

Nama :Dcdck lrlllansvah


NIM i 150702034
Prograrn Studi :Sastra]VIciavu

adalah bcnar l輸 ahasis、 、 ra Prograin Stutli Sastra ⅣIc]ayu Fttkllltas 111■ u Btldaya tJnivcrsitas
Slllllatcra tltara)bc■ 1lak‐ stld l■ cngadakan pcnclitian untuk pcnulisan skrips:1lva di:Kccalllatan
Scrti、 va).,Kabupatctt Acch TanlialDg yal13い

clitldull ・ ⅣIakna Silllbolis BIIs糞 菫a pellganを 』理
Kelヽ ajaan■
.Iclayu lamiang Kecamatan Seruwaゴ 'Inulai tangga1 24 1Mci 2019 s d 28.■ lci
201 9 Untuk itu kallli lllohon bantuan Salldara lllelllberikan izin pcllclitian kcpada l■ ahasis、 va
kal■ i terscbut

Demikian kaini diucapkan terima kasih.

Ⅳi Si

9890311117
,

Tembusan:
1. Dekan sebagai laporan
2. Ketua Program Studi Sastra Melayu
3. Arsip

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai