Anda di halaman 1dari 49

Nama Mahasiswa : Mayona Sri Devi Mata kuliah : Pemantapan Kemampuan Profesional

NIM : 856225208 Kode : PDGK4501


Semester : II Pokjar : Bukittinggi
Hari/tanggal : Sabtu, 13 Oktober 2021 Tutor : Megawati, M.Pd

1. Buatlah refleksi dari pelaksanaan siklus 2 berdasarkan penilaian lembar


observasi dan penilaian tutor dari alat penilaian simulasi (APS) PKP pada
Video simulasi 2 dengan menjawab pertanyaan berikut!
a. Jelaskan kelemahan saat simulasi perbaikan pembelajaran yang teridentifikasi
setelah proses diskusi bersama Pendamping Simulasi atau sesudah Simulasi
Mandiri (tanpa pendamping)!
Jawab:
Kelemahan saat simulasi perbaikan pembelajaran, yaitu pada langkah atau
sintaks pembelajaran bagian langkah 3: berpikir bersama (heads together), guru
kewalahan untuk mengkoordinasi siswa dalam melakukan diskusi kelompok.
Masih ditemukan siswa yang kurang berpartisipasi dalam mengerjakan tugas.
Sehingga, guru perlu menghampiri siswa dan memberikan motivasi kepada siswa
tersebut. Guru juga mendengar keluhan siswa mengenai anggota kelompok yang
tidak ikut serta mengerjakan tugas.
b. Jelaskan kelebihan saat simulasi perbaikan pembelajaran yang teridentifikasi
setelah proses diskusi bersama Pendamping Simulasi atau sesudah Simulasi
Mandiri!
Kelebihan saat simulasi perbaikan pembelajaran, yaitu terlaksananya langkah-
langkah pembelajaran, baik itu kegiatan pembuka, inti dan penutup dengan jelas.
Guru juga sudah bisa menyesuaikan kegiatan pembelajaran dengan alokasi waktu
yang telah ditentukan pada RPP. Pada kegiatan penutup, guru mengukur
pemahaman siswa dengan bertanya mengenai bagian mana yang belum dipahami
dan memberikan penguatan materi.
c. Jelaskan hal unik atau tidak biasa pada saat simulasi perbaikan pembelajaran
berlangsung, dan mengapa?
Jawab:
Hal unik yang terjadi di saat simulasi perbaikan pembelajaran dengan
menggunakan model Cooperative Learning Type Number Heads Together
(NHT), yaitu siswa sudah memahami langkah-langkah NHT dengan baik. Hal
ini tampak pada kegiatan diskusi, siswa sudah mengerti dengan tugas mereka.
Pada bagian langkah 4: menjawab (answering), yaitu menampilkan hasil diskusi
kelompok, setiap kelompok dapat menyelesaikan tugas dan memperoleh nilai
sesuai harapan guru. Demikian, dapat dikatakan bahwa siswa sudah menguasai
langkah-langkah pembelajaran NHT dan materi yang diberikan oleh guru.
d. Jelaskan upaya perbaikan pembelajaran yang dapat atau akan dilakukan untuk
meningkatkan pelaksanaan pembelajaran!
Jawab:
Upaya perbaikan pembelajaran yang dapat atau akan dilakukan untuk
meningkatkan pelaksanaan pembelajaran adalah dengan mengoptimalkan
penerapan model Cooperative Learning Type Number Heads Together (NHT)
secara khusus pada bagian langkah 3: berpikir bersama (heads together). Guru
hendaknya memberikan motivasi kepada semua siswa, sehingga mereka
memiliki dorongan untuk ikut terlibat dalam mengerjakan tugas kelompok. Guru
juga bisa mengupayakannya dengan memberikan keterkaitan bahwa mengerjakan
tugas kelompok merupakan tugas tanggung jawab bersama dan termasuk cara
untuk menciptakan hidup rukun di sekolah.
2. Laporan BAB I – V serta Daftar Pustaka
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA TEMA 1 HIDUP
RUKUN DALAM MATERI MAKNA KALIMAT PERINTAH
MELALUI UNGKAPAN SAAT BERADA DI LINGKUNGAN
SEKOLAH MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE
LEARNING TYPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT)
DI KELAS 2 SDN 03 KOTO KACIAK

 
 
MAYONA SRI DEVI
NIM. 856225208
 
 

 
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UPBJJ-UNIVERSITAS TERBUKA PADANG
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari diri
manusia. Pendidikan dimulai dari kandungan sampai akhir hayat manusia di mana
proses pendidikan itu didapatkan dari orang tua, masyarakat, lingkungan dan sekolah.
Pendidikan itu sangat penting yang menjadi instrumen utama dalam meningkatkan
sumber daya manusia. Untuk meningkatkan sumber daya manusia, usaha yang
diperlukan adalah meningkatkan mutu pendidikan dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti yang luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, terampil,
berdisiplin, beretos kerja, profesional, dan bertanggung jawab. Tujuan ini
menjelaskan bahwa pendidikan mengandung tiga unsur, yaitu adanya suatu proses,
perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan serta segala hal yang berhubungan
dengan mengajar.
Pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem
pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas
dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Selain itu, guru yang merupakan pendidik juga memiliki peran penting untuk
membentuk peserta didik yang cerdas dan berkarakter. Rosdiana (2012: 19)
menyatakan pendidikan sebagai suatu proses mencakup semua bentuk aktivitas yang
membantu anak didik menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial, meneruskan adat
istiadat, kebiasaan, peraturan, hukum kepercayaan, keyakinan, bahasa, bentuk-bentuk
kelompok sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sekolah dasar merupakan salah satu jenjang pendidikan dasar di Indonesia yang
menyelenggarakan program pendidikan selama enam tahun. Sekolah dasar dianggap
penting untuk dialami setiap warga negara Indonesia, sebab di sekolah dasar
seseorang memperoleh kemampuan dasar yang dapat digunakan untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi lagi. Oleh sebab itu, pendidikan di sekolah dasar harus
berkualitas agar menciptakan peserta didik bermutu.
Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang
diajarkan di Sekolah Dasar (SD). Menurut Resmini, dkk (2006: 49) bahasa Indonesia
merupakan sebuah pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
berkomunikasi dengan bahasa lisan maupun tulis. Pengertian pembelajaran Bahasa
Indonesia menurut Zulela (2012: 4) yang mengatakan bahwa:
“Pembelajaran bahasa Indonesia SD diarahkan untuk meningkatkan
kemampauan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, baik
secara lisan maupun tulisan. Di samping itu, dengan pembelajaran
bahasa Indonesia juga diharapkan dapat menumbuhkan apresiasi
peserta didik terhadap hasil karya sastra Indonesia. Standar kompetensi
pembelajaran bahasa Indonesia di SD merupakan kualifikasi minimal
peserta didik, yang menggambarkan penguasaan keterampilan
berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia”.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bagi bangsa Indonesia. Menurut


Zulela (2012: 4) tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam pembelajaran bahasa
Indonesia adalah agar peserta didik dapat:
“(1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang
berlaku, baik secara lisan maupun tulisan, (2) menghargai dan bangga
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa
negara, (3) memahami bahasa Indonesia dan dapat menggunakan
dengan tepat dan efektif dalam berbagai tujuan, (4) menggunakan
bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta
kematangan emosional dan sosial, (5) menikmati dan memanfaatkan
karya sastra untuk memperluas wawasan, menghaluskan budi pekerti,
serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (6)
menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia”.
Dengan memahami pengertian dan tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia yang
menuntut siswa untuk berkomunikasi dengan baik, baik itu secara lisan maupun
tulisan, maka usaha guru dalam meningkatkan keterampilan berbahasa adalah
menjadi penentu. Guru harus mampu melibatkan siswa dalam proses pembelajaran
bahasa Indonesia, agar siswa dapat menerima pembelajaran yang lebih bermakna dan
pemahaman yang lebih baik.
Namun dalam proses pembelajaran guru lebih fokus kepada metode ceramah
sehingga siswa tidak terlalu terlibat. Hal ini menyebabkan proses pembelajaran
berlangsung tidak maksimal karena kurangnya keaktifan dan keterampilan siswa.
Selain itu, tidak memperhatikan model pembelajaran yang tepat dengan materi yang
diajarkan, sedangkan peran model pembelajaran sangat penting kaitannya dengan
keberhasilan belajar. Selama proses pembelajaran berlangsung siswa tidak
menunjukkan minat untuk mengikuti pembelajaran. Tidak adanya minat siswa
disebabkan oleh kurangnya motivasi dalam belajar mengakibatkan siswa sulit
memahami materi yang diajarkan. Hal ini berdampak pada hasil belajar siswa yang
memperoleh nilai kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah
ditetapkan sekolah, yaitu 75.
Tabel 1.1 Daftar Nilai Ulangan Harian Bahasa Indonesia
Kelas 2 SDN 03 Koto Kaciak
Keterangan
No. Nama Siswa KKM Nilai Siswa Tidak
Tuntas
Tuntas
1. Abizar Al Ghifari 75 60 √
2. Abqory Yakoov Prayitno 75 60 √
3. Affan Khaliq 75 75 √
4. Akbar Mikail Donisti 75 80 √
5. Alhafidz Chaniago 75 75 √
6. Athifah Az Zulfa 75 65 √
7. Atiqah Khairunnisa 75 60 √
8. Ayla Azura 75 80 √
9. Dzakiya Qalbi Nadhifa 75 80 √
10. Iftina Assyabiya Rafifa 75 70 √
11. Khairul Azzam 75 70 √
12. M. Harun Arasyid 75 60 √
13. M. Alghifari 75 60 √
14. Muhammad Afiq Abidzal 75 60 √
15. Muhammad Fadhil 75 70 √
16. Nabila Elkhaira 75 75 √
17. Rasyidah Hendry 75 60 √
18. Resa Oktavianis 75 60 √
19. Riva Nurhasanah 75 60 √
20. Sarah Amelia Sonya 75 70 √
21. Sayyidina Habibullah 75 75 √
22. Zafran Akbar 75 65 √
23. Haura Nazhifa 75 65 √
24. Zifa Athaya Ramadhani 75 70 √
Jumlah 1800 1625 7 17
Rata-rata 75 65
Persentase Ketuntasan 29.17% 70.83%

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai rata-rata kelas siswa adalah 65.
Nilai hasil belajar siswa ini belum dapat dikatakan memenuhi standar nilai pada mata
pelajaran bahasa Indonesia, yaitu 75. Jumlah siswa yang tuntas hanya 7 orang
(29.17%) dan yang tidak tuntas 17 orang (70.83%), masih jauh dari persentase
ketuntasan yang diharapkan, yaitu 75%.
Faktor yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah adalah kurangnya
pemanfaatan model pembelajaran. Hermiati (2012: 19) menyatakan bahwa model
pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir
yang disajikan jelas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan
bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, strategi, dan teknik
pembelajaran. Guru sebaiknya menggunakan model pembelajaran saat dia mengajar
di kelas agar pembelajaran menjadi menarik dan tujuan pembelajaran bisa tercapai
secara efektif fan efisien. Guru juga harus menentukan model pembelajaran apa yang
cocok untuk digunakan dalam satu materi pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa adalah
model cooperative learning atau pembelajaran kooperatif. Menurut Isjoni (2011: 5),
cooperative berasal dari bahasa Inggris, yang berarti bersifat bekerja sama dan
bersedia membantu. Cooperative Learning merupakan desain pembelajaran dengan
mengelompokkan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Sependapat dengan
Hamdani (2011: 30) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang dirumuskan.
Model cooperative learning yang beragam pada prinsipnya mempunyai satu
benang merah, yaitu belajar dalam suatu kelompok untuk memahami dan membuat
suasana belajar yang lebih menarik sehingga suasana belajar semakin hidup dan
menyenangkan. Model cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di
mana siswa belajar dalam kelompok bersama-sama dan saling membantu dalam
mempelajari materi pelajaran guna memperoleh hasil belajar yang optimal dan
memupuk rasa kebersamaan antar anggota kelompok.
Model cooperative learning memiliki beberapa type atau jenis, salah satunya
adalah type Number Heads Together. Menurut Trianto (2010: 82), Number Heads
Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama merupakan jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai
alternatif terhadap sturktur kelas tradisional. Dapat dikatakan model pembelajaran ini
melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, penulis
menganggap bahwa penelitian perbaikan pembelajaran dengan judul “Peningkatan
Hasil Belajar Siswa pada Tema 1 Hidup Rukun pada Materi Makna Kalimat
Perintah Melalui Ungkapan Saat Berada di Lingkungan Sekolah Menggunakan
Model Cooperative Learning Type Number Head Together (NHT) di Kelas 2 SDN
03 Koto Kaciak” penting untuk dilakukan.
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat diidentifikasi
beberapa permasalahan sebagai berikut.
a. Guru lebih fokus menggunakan metode ceramah dan latihan dalam
menyampaikan materi ajar.
b. Guru tidak menggunakan media pembelajaran yang menarik minat siswa.
c. Guru kurang memanfaatkan model pembelajaran untuk menunjang proses
pembelajaran.
d. Kurangnya motivasi siswa dalam belajar.
e. Hasill belajar siswa pada pembejaran bahasa Indonesia masih rendah.
2. Analisis Masalah
Berdasarkan hasil refleksi dengan teman sejawat, maka ditemukan permasalahan
dan faktor penyebab rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi makna
kalimat perintah melalui ungkapan saat berada di lingkungan sekolah pada
pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran hanya berpusat pada guru dan
tidak menggunakan model pembelajaran untuk menunjang keaktifan siswa. Hal ini
berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa.
3. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah
Berdasarkan analisis masalah yang telah dikemukakan, dapat diperoleh alternatif
untuk mengatasi permasalahan, yaitu dengan menggunakan model Cooperative
Learning type Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada materi makna kalimat perintah melalui ungkapan saat berada di
lingkungan sekolah di kelas 2 SDN 03 Koto Kaciak. Model pembelajaran Numbered
Heads Together (NHT) memiliki kelebihan, yaitu dengan berdiskusi peserta didik
dapat bekerja sama mempelajari materi pembelajaran, menjawab bersama dan
mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh. Sehingga, hasil belajar siswa
meningkat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu ”Bagaimana peningkatan
hasil belajar siswa pada tema 1 hidup rukun pada materi makna kalimat perintah
melalui ungkapan saat berada di lingkungan sekolah menggunakan model
Cooperative Learning type Number Head Together (NHT) di kelas 2 SDN 03 Koto
Kaciak?”
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa pada tema 1
hidup rukun pada materi makna kalimat perintah melalui ungkapan saat berada di
lingkungan sekolah menggunakan model Cooperative Learning type Number Head
Together (NHT) di kelas 2 SDN 03 Koto Kaciak.
D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Berpedoman pada tujuan penelitian perbaikan pembelajaran yang telah
dikemukan di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara
teoretis maupun secara praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar.
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut.
1. Bagi guru, penerapan pembelajaran dengan penggunaan model Cooperative
Learning type Numbered Head Together (NHT), dapat bermanfaat sebagai
masukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia.
2. Bagi penulis, penerapan pembelajaran dengan penggunaan model Cooperative
Learning type Numbered Head Together (NHT), dapat bermanfaat bagi
perbaikan proses pembelajaran dimasa mendatang.
3. Bagi siswa, penerapan pembelajaran dengan model Cooperative Learning type
Numbered Head Together (NHT), dapat bermanfaat untuk melatih keaktifan
siswa dalam belajar. Selain itu, juga dapat merangsang siswa untuk aktif dalam
mengembangkan potensinya.
4. Bagi pembaca, dapat menambah wawasan tentang model Cooperative Learning
type Numbered Head Together (NHT).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) berkaitan erat dengan persoalan praktik
pembelajaran sehari-hari oleh guru. Menurut Suyanto (dalam Mahmud & Priatna,
2008: 19) penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk penelitian bersifat
reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau
meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara profesional. Suyatno (dalam
Mahmud & Priatna, 2008: 21) memandang bahwa PTK sebagai bentuk penelitian
reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri, hasilnya dapat digunakan sabagai alat
untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah, dan pengembangan
mengajar.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa PTK
merupakan penelitian yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya terhadap proses
pembelajaran. Pelaksanaan PTK juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan atau pengajaran yang diselenggarakan oleh guru sendiri, yang dampaknya
diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal di kelas. Untuk PTK sendiri
pelaksanaannya cukup memakan waktu yang banyak. Untuk itu, guru juga disarankan
untuk melakukan tindakan perbaikan yang disebut Pemantapan Kemampuan
Profesional (PKP).
PKP merupakan PTK mini yang bentuknya lebih sederhana. PKP merupakan
program kegiatan yang memberikan pengalaman belajar untuk meningkatkan
kemampuan keprofesionalan guru dalam mengelola pembelajaran. Sebagai seorang
professional, guru bertanggungjawab dalam memperbaiki kualitas proses
pembelajaran dalam rangka meningkatkan kualitas belajar siswanya.
B. Karakteristik Peserta Didik Sekolah Dasar
Karakteristik peserta didik sekolah dasar adalah sebagai dasar dari kemampuan
yang dimiliki peserta didik nantinya. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar (SD) pada
umumnya berbeda. Berdasarkan tahap perkembangannya di mana peserta usianya 6
atau 7 sampai 12 tahun itu baik secara intelektual, fisik, dan psikis berbeda-beda.
Guru harus mampu memahami setiap perubahan yang terjadi pada siswa agar guru
mampu menguasai keadaan kelas dan menyesuaikan model pembelajaran yang akan
diterapkan.
Piaget (dalam Siswoyo, 2011: 111-112) menyatakan bahwa setiap tahapan
perkembangan intelektual atau kognitif pada anak mempunyai karakteristik yang
berbeda. Secara garis besar dikelompokkan menjadi 4 tahap, yaitu (1) tahap
sensiromotorik (0-2 tahun) dimana pada tahap ini anak belum memasuki tahap usia
sekolah, (2) tahap pra operasional (usia 2-7 tahun), pada tahap ini kemampuan
kognitifnya masih terbatas, anak masih suka meniru perilaku yang lain terutama
perilaku orang tua, guru dan yang pernah mereka temui, (3) tahap operasional konkret
(usia 7-11 tahun), pada tahap ini anak sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif
materi, sudah berpikir sistematis dan memahami peristiwa konkret; dan (4) tahap
operasional formal (usia 11-15 tahun), tahap ini anak telah memiliki kemampuan
mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif baik secara serentak maupun
berurutan dan sudah mampu merumuskan hipotesis dan mempelajari materi abstrak.
Oleh sebab itu, menurut Piaget (dalam Susanto, 2011: 59-60) perkembangan
kognitif anak dapat dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu (1) faktor hereditas atau
keturanan, (2) faktor lingkungan, (3) faktor kematangan, (4) faktor pembentukan, (5)
faktor minat dan bakat, dan (6) faktor kebebasan. Di saat keenam faktor tersebut
seimbang, maka perkembangan kognitif anak dapat dikatakan baik.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa
sekolah dasar yang umumnya berusia antara 6 atau 7 sampai 12 tahun, yaitu sudah
mencapai operasional konkret. Siswa sudah bisa berpikir secara logis mengenai
peristiwa yang konkrit, sudah bisa mempertahankan ingatan terhadap substansi,
melakukan pemilahan dan pengurutan.
C. Hakikat Hasil Belajar
Susanto (2013: 5) mengatakan bahwa hasil belajar dapat dijelaskan dengan
memahami dua kata, yaitu hasil dan belajar. Secara sederhana, yang dimaksud
dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar. Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan untuk memperoleh
suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan
terjadinya perubahan perilaku. Menurut Hamalik (2004: 30), hasil belajar merupakan
bukti terjadinya perubahan tingkah laku seseorang yang tampak pada aspek, seperti
aspek pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional,
hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, dan sikap. Kumandar (2014: 62) menyatakan
bahwa hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif,
afektif maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta didik setelah
mengikuti proses belajar mengajar.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat diketahui bahwa hasil belajar
merupakan bentuk kemampuan dan kecerdasan yang diperoleh siswa sebagai hasil
dari proses belajar. Hasil belajar pada pembelajaran bahasa Indonesia berkaitan
dengan ranah kognitif yang dilakukan melalui tes. Untuk menyatakan bahwa
pembelajaran bahasa Indonesia dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki
pandangan masing-masing sejalan dengan ketentuan hasil belajar yang diraih oleh
siswanya.
D. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
1. Pengertian Pembelajaran Bahasa Indonesia
Mulyasa (2006: 135) mengemukakan bahwa bahasa memiliki peran sentral
dalam perkembangan intelektual, sosial, emosional peserta didik dan merupakan
penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa
diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang
lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan
analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Pembelajaran bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia
secara baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi
terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.
2. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Mulyasa (2006: 136) mengemukakan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
a. Berkomunikasi secara efektif dan efesien sesuai etika yang berlaku, baik
secara lisan maupun tulis.
b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan kesatuan.
c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif
untuk berbagai tujuan.
d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
serta kematangan emosional dan sosial.
e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra serta untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa.
f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya
dan intelektual manusia Indonesia.
Demikian pembelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu sarana yang
dapat mengakses berbagai informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan. Untuk itu,
kemahiran berkomunikasi dalam bahasa Indonesia secar lisan dan tertulis harus
benar-benar dimiliki dan ditingkatkan dalam pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut,
posisi bahasa Indonesia perlu mendapat perhatian khusus terutama bagi pembelajaran
bahasa Indonesia.
3. Ruang Lingkup Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
Pembelajaran bahasa Indonesia yang terdapat dalam Kurikulum 2013, yaitu
pembelajaran berbasis teks bertujuan agar dapat membawa peserta didik sesuai
mentalnya, dan menyelesaikan masalah kehidupan nyata dengan berpikir kritis.
Menurut Khair (2018: 91-92) pembelajaran berbasis teks memiliki empat tahap, yaitu
(1) membangun konteks, (2) membentuk model, (3) membangun teks bersama-sama,
dan (4) membangun teks secara mandiri. Kegiatan ini dilakukan karena teks
merupakan satuan bahasa yang mengandung pikiran dengan struktur yang lengkap.
guru harus benar-benar meyakini bahwa pada akhirnya peserta didik mampu
menyajikan teks secara mandiri.
E. Model Cooperative Learning Type Number Head Together (NHT)
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Menurut Suprijono (2015: 73-74), pembelajaran kooperatif atau cooperative
learning adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan guru. Secara
umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru
menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan
informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah
yang dimaksud.
Sumantri (2015: 62) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu
strategi pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaborasi anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang dengan
struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Johnson (dalam Trianto, 2010: 57)
menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar
siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individual
maupun secara kelompok.
. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dalam kelompok
secara bersama-sama dan saling membantu dalam mempelajari materi pelajaran untuk
memperoleh hasil belajar yang optimal. Inti dari pembelajaran kooperatif adalah
untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa, dan memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa lainnya.
2. Model Cooperative Learning Type Number Head Together (NHT)
Model cooperative learning terdiri atas beberapa tipe model. Salah satu tipe
modelnya adalah cooperative learning type Number Head Together (NHT). Type
Number Head Together (NHT) pertama kali diperkenalkan oleh Spencer Kagan
(1993). Beberapa ahli mengemukakan pengertian model cooperative learning type
Number Head Together (NHT) adalah sebagai berikut.
a. Spencer Kagan (dalam Djamarah, 2010: 405) menyatakan bahwa teknik belajar
kepala bernomor adalah model belajar yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban
yang paling tepat. Teknik ini juga mendorong peserta didik untuk meningkatkan
kerjasama peserta didik dan mudah untuk menelaah bahan yang tercakup dalam
suatu pelajaran dan mengecek pemahaman peserta didik terhadap isi pelajaran
tersebut.
b. Menurut Fathurrohman (2015: 82), Numbered Heads Together adalah suatu
model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas peserta didik
dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang
akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Pada dasarnya, NHT merupakan bagian
dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-
sturktur khusus yang dirancang untuk memenuhi pola interaksi peserta didik.
c. Suprijono (2009: 92) mengemukakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
model kooperatif Numbered Heads Together diawali dengan numbering. Guru
membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Setiap anggota kelompok
diberi nomor sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Setelah kelompok
terbentuk, guru mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap
kelompok dengan memberikan kesempatan pada setiap kelompok untuk
menyatukan kepalanya ”Heads Together” memikirkan jawabannya. Kemudian
guru memanggil nomor setiap anggota kelompok untuk menyampaikan hasil
diskusi secara bergantian. Berdasarkan jawaban yang diberikan setiap kelompok
guru dapat mengembangkan diskusi dan peserta didik dapat menemukan jawaban
pertanyaan dari guru secara utuh.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model
cooperative learning type Number Head Together (NHT) adalah salah satu tipe model
pembelajaran yang berbasis student centered yang dapat memfasilitasi peserta didik
untuk aktif dalam pembelajaran dan saling membagikan ide-ide satu sama lain.
3. Langkah-Langkah Atau Sintaks Model Cooperative Learning Type Number
Head Together (NHT)
Beberapa ahli mengemukakan langkah-langkah atau sintaks model Cooperative
Learning type Number Head Together (NHT) sebagai berikut.
Pertama, menurut Kagen (1993) memiliki langkah-langkah sebagai berikut.
a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor.
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota
kelompok dapat mengerjakannya.
d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerja sama mereka.
e. Tanggapan dari teman lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
f. Kesimpulan.
Berdasarkan langkah-langkah yang dikembangkan oleh ahli tersebut, tipe model
pembelajaran Number Head Together (NHT) memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat. Selain
itu, NHT bisa mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.
Kedua, menurut Huda (2013: 138) prosedur atau langkah-langkah model
pembelajaran Number Head Together (NHT) adalah sebagai berikut.
a. Peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing peserta didik
dalam kelompok diberi nomor.
b. Pendidik memberikan tugas atau pertanyaan dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
c. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan
memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.
d. Pendidik memanggil salah satu nomor. Peserta didik yang nomornya dipanggil
mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.
Langkah-langkah yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa model
pembelajaran Number Head Together (NHT) merupakan varian dari diskusi
kelompok. Maka, langkah-langkahnya tentu tidak terlalu jauh beda. Intinya, siswa
dibagi dalam kelompok, ada tugas kelompok, siswa melakukan diskusi, dan
menampilkan hasil diskusi kelompok.
Ketiga, menurut Trianto (2011: 82-83) menggunakan empat fase sebagai sintaks
Number Head Together (NHT) sebagai berikut.
a. Fase I, penomoran. Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5
orang dan kepala setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
b. Fase II, mengajukan pertanyaan. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa.
Pertanyaan dapat bervariasi.
c. Fase III, berpikir bersama. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban
pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban
tim.
d. Fase IV, menjawab. Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang
nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan
untuk seluruh kelas.
Berdasarkan fase-fase yang dikemukakan di atas, puncak dari model
pembelajaran Number Head Together (NHT) di saat kelompok diberi kesempatan
untuk menjawab pertanyaan dari guru. Jawaban yang diberikan oleh setiap kelompok,
guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat
menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.
Keempat, menurut Fathurrohman (2015: 83) terdapat enam langkah dalam model
pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) sebagai berikut.
a. Persiapan. Dalam tahap ini pendidik mempersiapkan rancangan pelajaran dengan
membuat skenario pembelajaran dan lembar kerja siswa yang sesuai dengan
model kooperatif tipe NHT.
b. Pembentukan Kelompok. Pendidik membagi para siswa menjadi beberapa
kelompok yang beranggotan 3-5 orsang peserta didik. Pendidik membagikan
nomor kepada setiap peserta didik dalam kelompok.
c. Tiap Kelompok Memiliki Buku Panduan. Setiap peserta didik harus memiliki
buku panduan untuk memudahkan peserta didik dalam menyelesaikan pertanyaan
yang diberikan pendidik.
d. Diskusi Masalah. Dalam kerja kelompok peserta didik berfikir bersama untuk
mengembangkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari
setiap pertanyaan yang diberikan pendidik.
e. Memanggil Nomor Anggota atau Pemberian Jawaban. Dalam tahap ini, pendidik
menyebut satu nomor dan para peserta didik dari tiap kelompok dengan nomor
yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada peserta didik di
kelas.
f. Memberi Kesimpulan. Pendidik memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari
semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas untuk memenuhi kebutuhan guru dalam
model Cooperative Learning type Number Heads Together, maka langkah-langkah
atau sintaks yang dilakukan terdiri atas lima, yaitu (a) pembentukan kelompok atau
penomoran (numbered), (b) mengajukan permasalahan (questioning), (c) berpikir
bersama (heads together), (d) menjawab (answering), dan (e) kesimpulan. Alasan
mengapa sintaks pada model Cooperative Learning type Number Heads Together
(NHT) dapat dilaksanakan dalam lima langkah, karena penerapannya terstruktur dan
dapat menyesuaikan materi ajar pada pembelajaran yang akan dilaksanakan. Selain
itu, siswa akan lebih mudah memahami langkah-langkah pembelajaran tersebut.
4. Kelebihan Dan Kekurangan Model Cooperative Learning Type Number Head
Together (NHT)
Pembelajaran kooperatif adalah kegitan pembelajaran dengan cara berkelompok
untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep dan menyelesaikan
persoalan. Menurut Kagen (1993) adapun kelebihan model pembelajaran Number
Head Together (NHT) adalah sebagai berikut.
a. Setiap peserta didik menjadi siap semua.
b. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
c. Peserta didik yang pandai dapat mempelajari peserta didik yang kurang pandai.
Kelebihan model pembelajaran Number Head Together (NHT) dapat dijadikan
sebagai inovasi untuk mengaktifkan siswa dalam kegiatan diskusi kelompok.
Penerapan model pembelajaran ini akan melibatkan lebih banyak siswa dalam
menelaah materi serta mengecek pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut.
Menurut Kagen (1993) kekurangan model pembelajaran Number Head Together
(NHT) adalah sebagai berikut.
a. Kemungkinan nomor yang telah dipanggil pendidik, akan dipanggil lagi oleh
pendidik.
b. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh pendidik.
Kreativitas seorang pendidik kembali menjadi poin penting untuk melakukan
berbagai inovasi pembelajaran untuk meminimalisirkan kekurangan pada model
pembelajaran Number Head Together (NHT) ini. Guru bisa mencari alternatif atau
cara efektif, pada bagian langkah menjawab bersama atau menampilkan hasil diskusi
setiap kelompok agar memperoleh kesempatan untuk tampil. Guru harus memiliki
daya ingat yang kuat agar bisa memilih anggota kelompok mana yang akan tampil
dan menanggapi hasil diskusi kelompok yang tampil.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Number Head Together (NHT) memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya adalah siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran, sedangkan
kekurangannya tidak semua anggota kelompok memperoleh kesempatan untuk
menyampaikan idenya di depan kelas karena guru harus memperhatikan waktu
pembelajaran. Model pembelajaran Number Head Together (NHT) merupaka model
yang menempatkan siswa belajar dalam kelompok dengan latar belakang tingkat
kemampuan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, kerjasama dalam kelompok yang
nantinya akan mengukur keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuan yang sama.
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Subjek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa dan guru kelas 2 di SDN 03 Koto
Kaciak Kecamatan Tanjung Raya yang bejumlah 24 orang, di mana siswa perempuan
12 orang dan siswa laki-laki 12 orang.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kela 2 SDN 03 Koto Kaciak Kecamatan Tanjung
Raya, Kabupaten Agam. Pemilihan tempat ini berdasarkan dengan pertimbangan
kemudahan pengambilan data dan mengingat penulis merupakan guru di sekolah
tersebut.
3. Waktu dan Lama Penelitian
Waktu untuk mengadakan penelitian ini ditetapkan pada semester I tahun ajaran
2021/2022 yang pelaksanaannya disesuaikan dengan pembelajaran bahasa Indonesia
di kelas 2 SDN 03 Koto Kaciak Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam. Waktu
yang dibutuhkan untuk penelitian adalah selama satu bulan, terhitung dari
pertengahan Oktober 2021 sampai pertengahan November 2021. Terhitung dari
waktu perencanaan sampai penulisan laporan hasil penelitian ini. Penelitian
direncanakan selama dua siklus, setiap siklus dilaksanakan satu kali pertemuan.
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran
No Hari/Tanggal Pelaksanaan Mata Pelajaran

1. Rabu, 20 Oktober 2021 Siklus I Bahasa Indonesia

2. Rabu, 27 Oktober 2021 Siklus II Bahasa Indonesia


4. Pihak yang Membantu
a. Ibu Megawati, M.Pd sebagai Supervisor 1 Tutor Universitas Terbuka.
b. Bapak Zaimuardi, S.Pd.SD sebagai kepala sekolah SDN 03 Koto Kaciak.
c. Ibu Gusniati, S.Pd sebagai teman sejawat yang juga selalu bersedia membantu
selama proses simulasi pembelajaran dilaksanakan.
d. Rekan-rekan guru SD Negeri 03 Koto Kaciak yang turut memberikan masukan
perbaikan pembelajaran.
e. Rekan-rekan perkuliahan pokjar Bukittinggi yang turut memberikan masukan
dalam menyusun PKP.
B. Deskripsi Per Siklus
1. Tahap Perencanaan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap perencanaan dapat dilihat dari Tabel
3.2.
Tabel 3.2 Rangkaian Kegiatan pada Tahap Perencanaan dalam Penelitian
No Hari/Tanggal Kegiatan Deskripsi
.
1. Kamis/ Menetapkan jadwal Penelitian dilaksanakan sesuai
14 Oktober penelitian untuk kalender pendidikan.
2021 siklus 1 dan siklus
2.
2. Jumat/ Mengkaji Menentukan materi yang
15 Oktober Kurikulum 2013 diteliti.
2021 pada pembelajaran
bahasa Indoneisa
kelas II serta
penunjang lain.
3. Sabtu/ Merancang RPP Banyak pertemuan materi
16 Oktober untuk siklus 1 dan dalam RPP dirancang sesuai
2021 siklus 2 dengan dimana langkah-langkah
model Cooperative pembelajaran pada kegiatan ini
Learning Type menggunakan sintaks Number
Number Heads Heads Together.
Together.
4. Senin/ Menyiapkan Instrumen berupa:
18 Oktober instrumen Lembar observasi simulasi
2021 penelitian untuk PKP dan alat penilaian
siklus 1 dan siklus simulasi PKP yang telah berisi
2 data peneliti.
5. Rabu/ Menyiapkan Video 1 simulasi pembelajaran
19 Oktober kamera, alat peraga dibuat dengan pedoman RPP
2021 dan segala fasilitas hari terakhir/pertemuan
yang akan terakhir siklus 1 (pertemuan 2)
digunakan dalam untuk siklus 1 dan video 2
pembuatan video 1 simulasi pembelajaran dibuat
dan 2 simulasi dengan pedoman RPP hari
pembelajaran serta terakhir/pertemuan terakhir
untuk dokumentasi. (pertemuan 2) siklus 2 serta
mengambil foto dokumentasi.

a. Menetapkan Jadwal Penelitian untuk Siklus 1 dan Siklus 2


Jadwal penelitian siklus 1 dilaksanakan sesuai dengan jadwal perekaman video 1
simulasi pembelajran, yaitu pada Rabu, 20 Oktober 2021 dan video 2 simulasi
pembelajaran, yaitu pada Rabu, 27 Oktober 2021.
b. Mengkaji Kurikulum 2013 pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas 2 Serta
Penunjang Lain.
Penelitian dilakukan berdasarkan Kompetensi Dasar, yaitu:
3.1 merinci ungkapan, ajakan, perintah, penolakan yang terdapat dalam teks
cerita atau lagu yang menggambarkan sikap hidup rukun, dan;
4.1 menirukan ungkapan, ajakan, perintah, penolakan dalam cerita atau lagu
anak-anak dengan bahasa yang santun.
c. Merancang RPP dengan model Cooperative Learning Type Number Heads
Together (NHT).
Pada kegiatan inti dalam RPP menggunakan sintaks Number Heads Together
sebagai berikut.
1) Pembentukan Kelompok (Numbered)
2) Mengajukan Permasalahan (Questioning)
3) Berpikir Bersama (Heads Together)
4) Menjawab (Answering)
5) Kesimpulan
d. Menyiapkan Intrumen Penelitian, sebagai berikut.
1) Lembar observasi simulasi PKP yang telah berisi data penulis.
Digunakan untuk mengobservasi video 1 simulasi pembelajaran terkait
keterlaksanaan RPP dan penampilan penulis.
2) Alat Penilaian Simulasi (APS) PKP yang telah berisi data penulis.
Masing-masing digunakan untuk 2 siklus. APS PKP ada 2 jenis yaitu:
a) Alat Penilaian Simulasi PKP 1 (APS-PKP 1) untuk menilai RPP penulis.
b) Alat Penilaian Simulasi PKP 2 (APS-PKP 2) untuk menilai video.
e. Menyiapkan kamera, alat peraga dan segala fasilitas yang akan digunakan dalam
perekaman video pembelajaran serta untuk dokumentasi.
Perekaman video yang akan dilakukan, yaitu untuk simulasi pembelajaran siklus
1 dan siklus 2. Kemudian, dokumentasi berupa foto kegiatan awal, inti, dan
penutup serta foto diskusi bersama pendamping.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini dimulai dari pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia sesuai dengan
rencana pembelajaran. kegiatan implementasi ini dilaksanakan dalam dua siklus.
Kegiatan dilakukan oleh penulis sebagai praktisi (pelaksana) dan teman sejawat
sebagai observer (pengamat). Praktisi melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas
berupa kegiatan interaksi antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa.
Tahap ini dimulai dengan pelaksanaan pembelajaran pada materi makna kalimat
perintah melalui ungkapan saat berada di lingkungan sekolah dengan menggunakan
model Cooperative Learning type Number Head Together (NHT) sesuai RPP yang
telah disusun. Pelaksanaan RPP dilaksanakan pada video 1 simulasi pembelajaran
pada siklus 1 dan video 2 simulasi pembelajaran pada siklus 2.
3. Tahap Pengamatan
Kegiatan pengamatan ini dilakukan untuk mengamati proses pembelajaran pada
materi makna kalimat perintah melalui ungkapan saat berada di lingkungan sekolah
dengan menggunakan model Cooperative Learning type Number Head Together
(NHT). Pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan video
simulasi pembelajaran tiap siklus oleh observer (pengamat) pada waktu guru praktisi
(pelaksana) melaksanakan tindakan pembelajaran melalui video.
Pengamatan terhadap tindakan perbaikan pembelajaran dan peningkatan hasil
belajar bahasa Indonesia melalui model Cooperative Learning type Number Head
Together (NHT) pada siswa kelas 2 SD. Hal ini dilakukan secara intensif, objektif,
dan sistematis. Dalam kegiatan penelitian ini penulis dan teman sejawat berusaha
mengenal dan mendokumentasikan semua indikator dari proses hasil perubahan yang
terjadi, baik yang disebabkan oleh tindakan terencana maupun di luar rencana
pembelajaran.
Pengamatan dilakukan oleh teman sejawat (observer) mulai da ri siklus Isampai
siklus II. Pengamatan yang dilakukan pada siklus pertama dapat mempengaruhi
penyusunan tindakan pada siklus kedua. Hasil pengamatan ini kemudian didiskusikan
dengan teman sejawat dan diadakan refleksi untuk perencanaan siklus berikutnya.
4. Tahap Refleksi
Refleksi dilakukan pada akhir siklus dua pada pertemuan terakhir. Dalam hal ini
teman sejawat dan penulis mengadakan diskusi terhadap tindakan yang baru
dilakukan. Hal-hal yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Menganalisis tindakan yang baru dilakukan berdasarkan video simulasi.
b. Mengulas dan menjelaskan perbedaan rencana dan pelaksanaan tindakan
perbaikan yang dilakukan pada tiap video simulasi.
c. Melakukan pemaknaan dan penyimpulan data yang diperoleh. Hasil refleksi
bersama ini dimanfaatkan sebagai masukan pada tindakan selanjutnya. Selain
itu, hasil kegiatan refleksi setiap tindakan digunakan untuk menyusun
simpulan terhadap hasil tindakan siklus I dan II.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada BAB IV ini akan dikemukakan tentang temuan hasil penelitian tindakan
perbaikan pembelajaran yang telah dilakukan dan pembahasan terhadap temuan
tersebut. Pelaksanaan tindakan perbaikan dilaksanakan dalam dua siklus, data yang
diperoleh akan dijelaskan secara terpisah agar terlihat persamaan, perbedaan,
perubahan serta perkembangan dalam tindakan setiap siklusnya. Penjelasan setiap
siklus adalah sebagai berikut.
A. Pelaksanaan Siklus
1. Pra Siklus
Pelaksanaan awal pra siklus dilaksanakan pada 13 Oktober 2021. Dalam pra
siklus ini pembelajaran belum menggunakan model Cooperative Learning type
Number Heads Together (NHT). Hasil tes dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Rekapitulasi Nilai Tes Awal Bahasa Indonesia Pra Siklus

Ketuntasan Jumlah Siswa Persentase KKM Nilai Rata-rata


Tuntas 7 29.17%
75 65
Belum Tuntas 17 70.83%

Berdasarkan hasil tes pra siklus diketahui bahwa siswa yang tuntas dari Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu 75 yang telah ditetap adalah sebanyak 7 orang
dengan persentase 29.17%, sedangkan siswa yang belum tuntas adalah sebanyak 17
orang dengan pesentase 70.83%. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa 80 dan nilai
terendah 60 dengan rata-rata keseluruhan nilai 65.
2. Siklus I
Siklus I dilaksanakan pada Rabu, 20 Oktober 2021. Materi ajar diambil dari mata
pelajaran bahasa Indonesia kelas 2 semester I. Pelaksanaan pembelajaran bahasa
Indonesia menggunakan model Cooperative Learning type Number Heads Together
(NHT). Hasil tindakan perbaikan pembelajaran Siklus I ini diperoleh melalui video I
simulasi pembelajaran, di mana penulis bertindak sebagai praktisi (pelaksana) dan
teman sejawat sebagai observer (pengamat).
a. Tahap Perencanaan
Tahap pertama dari penelitian tindakan perbaikan yang akan dilakukan adalah
melakukan perencanaan. Pada tahap perencanaan, guru mempersiapkan rencana
pelaksanaan pembelajaran dan lembar pengamatan yang akan digunakan oleh
observer (pengamat) ketika mengamati proses pembelajaran.
Kompetensi Inti yang perlu dicapai, yaitu (1) menerima dan menjalankan ajaran
agama, (2) memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli dan percaya diri,
(3) memahami pengetahuan faktual dengan mengamati dan menanya berdasarkan
rasa ingin tahu tentang dirinya dan makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan
benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah, dan (4) menyajikan
pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis dan sistematis dalam karya yang
estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, perilaku anak beriman dan
berakhlak mulia.
Kompetensi Dasar yang perlu dicapai, yaitu (1) merinci ungkapan, ajakan,
perintah, penolakan yang terdapat dalam teks cerita atau lagu yang menggambarkan
sikap hidup rukun dan (2) menirukan ungkapan, ajakan, perintah, penolakan dalam
cerita atau lagu anak-anak dengan bahasa yang santun. Dengan Indikator, yaitu (1)
siswa mampu menjelaskan isi teks yang berisi perintah yang berkaitan dengan sikap
hidup rukun dan (2) Siswa mampu melengkapi kalimat perintah dengan bahasa yang
santun.
Tujuan Pembelajaran yang hendak dicapai, yaitu (1) dengan diberikan teks tentang
hidup rukun, siswa dapat menemukan makna perintah yang terdapat dalam teks yang
berkaitan dengan sikap hidup rukun, dan (2) dengan diberikan gambar, siswa dapat melatih
menuliskan kalimat perintah yang sesuai dengan bahasa yang santun. Materi ajar yang
dilaksanakan pada siklus I adalah Teks Syair Lagu yang di dalamnya terdapat kalimat
perintah. Model pembelajaran yang digunakan, yaitu Number Heads Together.
Sumber belajar yang digunakan adalah buku pedoman guru tema 1 kelas 2 dan buku
siswa tema 1 kelas 2. Untuk menunjang pembelajaran, media yang digunakan berupa
gambar dan teks syair lagu.
b. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan perbaikan pembelajaran dibagi dalam tiga kegiatan
pembelajaran, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup
melalui video I simulasi pembelajaran.
1) Kegiatan Pendahuluan
Pada kegiatan pendahuluan guru mengucapkan salam serta menanyakan kabar
siswa, mengarahkan siswa untuk berdoa, dan dilanjutkan dengan memeriksa
kehadiran siswa. Untuk memotivasi siswa, guru melakukan apersepsi dan
mengaitkannya dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa. Setelah
itu, siswa diminta duduk berkelompok sesuai dengan kelompok belajar dan
memegang buku LKS masing-masing. Selanjutnya, guru menjelaskan model
Cooperative Learning type Number Head Together (NHT) yang akan diterapkan
dalam pembelajaran. Pada kegiatan pendahuluan ini, waktu yang dibutuhkan oleh
guru, yaitu sekitar 8 sampai 10 menit.
2) Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti pembelajaran dilaksanakan berdasarkan sintaks atau langkah-
langkah dari Number Head Together (NHT), yaitu (1) memberikan penomoran untuk
kelompok belajar, (2) mengajukan permasalah berupa tugas yang akan dikerjakan
oleh kelompok, (3) berpikir bersama dengan siswa mengerjakan tugas yang telah
diberikan, (4) menjawab dengan menampilkan hasil diskusi oleh setiap kelompok,
dan (5) membuat kesimpulan oleh guru dengan memberikan pembenaran dan
masukan serta mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan dari hasil diskusi. Pada
kegiatan inti ini, waktu yang dibutuhkan oleh guru, yaitu 50 menit.
3) Kegiatan Penutup
Pada kegiatan penutup, guru memberikan penguatan materi, serta serta
mengapresiasi hasil kerja siswa. Selanjutnya, guru memberika tugas pekerjaan rumah
dan menyampaikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Terakhir,
guru mengarahkan siswa untuk siap-siap menutup pembelajaran dan berdoa. Pada
kegiatan penutup ini, waktu yang dibutuhkan oleh guru, yaitu maksimal selama 10
menit.
4) Tahap Pengamatan
Hasil pengamatan dalam proses pembelajaran pada siklus I dapat diketahui
berdasarkan penggunaan model Cooperative Learning type Number Head Together
(NHT) yang dilaksanakan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Hal ini
sesuai dengan hasil pengamatan lembar observasi simulasi PKP pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Lembar Observasi Simulasi PKP oleh Observer
pada Siklus I
KESESUAIAN
SARAN/HASIL
DENGAN RPP*
ASPEK YANG DIAMATI DISKUSI/REFLEKSI
TIDAK
SESUAI
SESUAI
A. KEGIATAN A. KEGIATAN
PENDAHULUAN PENDAHULUAN/AWAL
1. Memotivasi √ Pada kegiatan pendahuluan
2. Memberi acuan √ pembelajaran guru sudah
3. Melakukan apersepsi √ melakukan setiap langkah, namun
melebihi alokasi waktu yang telah
ditentukan.
B. KEGIATAN INTI B. KEGIATAN INTI
1. Penjelasan √ Pada kegiatan inti pembelajaran
konsep/materi/contoh/ bahasa Indonesia dengan model
ilustrasi Cooperative Learning type Number
2. Pemberian penguatan √ Heads Together (NHT) masih
3. Penggunaan media √ berlangsung kurang kondusif.
4. Pemberian tugas/latihan √ Siswa sudah memahami tugas yang
5. Umpan balik √ diberikan oleh guru, namun
membutuhkan waktu yang cukup
lama mengerjakan tugas tersebut.
Kemudian, ditemukan siswa yang
kurang berpartisipasi dalam
mengerjakan tugas kelompok.
Sehingga pada pertemuan
selanjutnya, guru perlu
memperhatikan kinerja siswa
dalam mengerjakan tugas, agar
waktu kegiatan diskusi
dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya. Guru juga perlu
memotivasi setiap siswa agar
terlibat aktif dalam setiap langkah
pembelajaran.
C. KEGIATAN PENUTUP C. KEGIATAN PENUTUP
1. Meringkas/Merangkum √ Pada kegiatan akhir pembelajaran,
2. Evaluasi √ guru diharapkan lebih memberikan
3. Pemberian tugas √ penguatan materi, dan memberikan
evaluasi terhadap kerja siswa serta
memberikan motivasi dengan
melakukan apresiasi terhadap hasil
diskusi siswa.

KEPANTASAN
PENAMPILAN YANG SARAN/ HASIL
TIDAK
DIAMATI PANTAS DISKUSI/REFLEKSI
PANTAS
1. Pakaian yang dikenakan √ Pakaian yang dikenakan sudah
pantas.
2. Alas kaki yang digunakan √ Alas kaki yang digunakan sudah
tepat.
3. Ekspresi / mimik wajah √ Ekspresi/mimik wajah sudah bagus.

4. Sikap/gerak tubuh saat √ Sikap/gerak tubuh saat berdiri


berdiri sudah benar.
5. Bahasa yang digunakan √ Bahasa yang digunakan sudah
bagus, dan untuk pertemuan
selanjutnya lebih ditingkatkan lagi.

Berdasarkan tabel yang dikemukakan di atas, guru perlu memperhatikan


pelaksanaan semua aspek yang diamati terutama pada kegiatan pendahuluan, kegiatan
inti, dan kegiatan penutup untuk pelaksanaan pembelajaran berikutnya. Untuk secara
keseluruhan penampilan guru saat mengajar sudah baik dan bagus.
Keefektifan pelaksanaan Simulasi tindakan perbaikan pembelajaran yang
dilakukan pada siklus I terlihat dari data yang diperoleh dari Alat Penilaian Simulasi
(APS) PKP pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Data Hasil Alat Penilaian Simulasi (APS) PKP
Deskripsi APS-PKP 1 APS-PKP 2 APS-PKP
Skor rata-rata 4,17 4,29
Nilai Akhir 84,13

Keterangan tabel:
1) Alat Penilaian Simulasi PKP 1 (APS-PKP 1) merupakan Lembar Penilaian
Simulasi Merencanakan Perbaikan Pembelajaran.
2) Alat Penilaian Simulasi PKP 1 (APS-PKP 1) merupakan Lembar Penilaian
Simulasi Melaksanakan Perbaikan Pembelajaran.
3) Alat Penilaian Simulasi (APS) PKP merupakan penggabungan nilai dari APS-
PKP 1 dan APS –PKP 2.
Pada tabel terlihat bahwa skor rata-rata APS 1 dan 2 adalah 4,17 dan 4,29 dengan
nilai akhir 84,13. Hal ini menunjukkan rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dan keterlaksanaan video I simulasi pembelajaran siklus I sudah baik. Namun,
hal yang perlu diperhatikan selama proses pembelajaran dengan model Cooperative
Learning type Number Heads Together (NHT), keaktifan siswa dalam pembelajaran
belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini terlihat dari hasil belajar siswa yang
masih rendah.
Setelah dilakukan analisis terhadao hasil pengamatan tentang RPP, aktivitas
mengajar guru dan aktivitas belajar siswa, perlu juga dilakukan analisis terhadap hasil
belajar siswa. Analisis hasil belajar siswa bertujuan untuk melihat tingkat pemahaman
dan penguasaan materi oleh siswa. Hasil belajar siswa pada silklus I dapat di lihat
pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Belajar Siklus I
Keterangan
No. Nama Siswa KKM Nilai Siswa Tidak
Tuntas
Tuntas
1. Abizar Al Ghifari 75 70 √
2. Abqory Yakoov Prayitno 75 70 √
3. Affan Khaliq 75 80 √
4. Akbar Mikail Donisti 75 85 √
5. Alhafidz Chaniago 75 80 √
6. Athifah Az Zulfa 75 70 √
7. Atiqah Khairunnisa 75 70 √
8. Ayla Azura 75 85 √
9. Dzakiya Qalbi Nadhifa 75 85 √
10. Iftina Assyabiya Rafifa 75 75 √
11. Khairul Azzam 75 75 √
12. M. Harun Arasyid 75 65 √
13. M. Alghifari 75 65 √
14. Muhammad Afiq Abidzal 75 65 √
15. Muhammad Fadhil 75 75 √
16. Nabila Elkhaira 75 80 √
17. Rasyidah Hendry 75 65 √
18. Resa Oktavianis 75 65 √
19. Riva Nurhasanah 75 65 √
20. Sarah Amelia Sonya 75 75 √
21. Sayyidina Habibullah 75 80 √
22. Zafran Akbar 75 70 √
23. Haura Nazhifa 75 70 √
24. Zifa Athaya Ramadhani 75 75 √
Jumlah 1800 1760 12 12
Rata-rata 75 73,33
Persentase Ketuntasan 50% 50%

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai rata-rata kelas siswa adalah 73,33.
Nilai hasil belajar siswa ini belum dapat dikatakan memenuhi standar nilai pada mata
pelajaran bahasa Indonesia, yaitu 75. Jumlah siswa yang tuntas hanya setengah dari
jumlah siswa, yaitu 12 orang (50%) dan yang tidak tuntas juga 12 orang (50%), masih
kurang dari persentase ketuntasan yang diharapkan, yaitu 75%.
c. Tahap Refleksi
Guru bersama dengan observer (pengamat) melakukan diskusi dengan
berpedoman pada hasil pengamatan yang dilakukan selama proses pelaksanaan
pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan model Cooperative Learning type
Number Heads Together (NHT) dengan materi ajar teks syair lagu dengan kalimat
perintah yang telah dikemukakan di atas. Diskusi dilakukan untuk mengetahui apa
saja komponen yang sudah berhasil dilaksanakan dan yang belum terlaksanakan,
kelemahan dari tindakan perbaikan pembelajaran pada siklus I, serta perbaikan apa
yang perlu dilakukan pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan hasil diskusi dapat
diketahui bahwa hal-hal adalah sebagai berikut.
1) Ditemukan kelemahan saat simulasi perbaikan pembelajaran, yaitu dalam
melaksanakan pembelajaran penulis terkendala oleh waktu. Keterbatasan waktu
pembelajaran pada kegiatan inti, yaitu pada sintaks pembelajaran bagian langkah
3: berpikir bersama (heads together) dan langkah 4: menjawab (answering). Oleh
sebab itu, guru perlu memperhatikan alokasi waktu pada siklus berikutnya
dengan baik. Dalam pembelajaran, guru perlu memperhatikan kinerja siswa
ketika mengerjakan tugas kelompok, karena masih ditemukan siswa yang kurang
berpartisipasi mengerjakan tugas. Selanjutnya, guru perlu menanyakan kepada
siswa tentang pemahaman mereka mengenai materi yang diajarkan, sehingga
guru perlu melakukan penguatan materi agar siswa lebih paham. Dan guru perlu
melakukan evaluasi dan apersepsi terhadap kerja siswa.
2) Ditemukan kelebihan saat simulai perbaikan pembelajaran, yaitu sudah
terlaksananya langkah-langkah pembelajaran, baik itu kegiatan pembuka, inti dan
penutup dengan jelas. Di saat pembelajaran siswa menunjukkan minat dan
keaktifannya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang diberikan guru.
3) Hal unik yang terjadi di saat simulasi perbaikan pembelajaran berlangsung
dengan menggunakan model Cooperative Learning Type Number Heads
Together (NHT), setiap kelompok tertantang untuk mengambil gulungan kertas
yang berisikan angka yang menjadi nomor kelompok. Di saat menampilkan hasil
diskusi, kelompok yang tampil akan ditanggapi oleh kelompok yang tidak tampil.
Jika hasil diskusi ditampilkan dengan bagus, kelompok lain akan memberikan
tepuk tangan.
4) Upaya perbaikan pembelajaran yang dapat atau akan dilakukan untuk
meningkatkan pelaksanaan pembelajaran adalah menggunakan model
pembelajaran yang memancing minat dan motivasi belajar siswa, mengadakan
media pembelajaran agar perhatian siswa fokus pada pembelajaran, dan
mengkondusifkan waktu pembelajaran agar semua langkah-langkah
pembelajaran terlaksanakan.
3. Siklus II
Siklus II dilaksanakan pada Rabu, 27 Oktober 2021. Materi ajar diambil dari
mata pelajaran bahasa Indonesia kelas 2 semester I. Pelaksanaan pembelajaran bahasa
Indonesia menggunakan model Cooperative Learning type Number Heads Together
(NHT). Proses pembelajaran siklus II dilaksanakan berdasarkan fokus perbaikan dari
pembelajaran siklus I. Hasil tindakan perbaikan pembelajaran Siklus II ini diperoleh
melalui video II simulasi pembelajaran, di mana penulis bertindak sebagai praktisi
(pelaksana) dan teman sejawat sebagai observer (pengamat).
a. Tahap Perencanaan
Tahap pertama dari penelitian tindakan perbaikan yang akan dilakukan adalah
melakukan perencanaan. Pada tahap perencanaan, guru mempersiapkan rencana
pelaksanaan pembelajaran dan lembar pengamatan yang akan digunakan oleh
observer (pengamat) ketika mengamati proses pembelajaran.
Kompetensi Inti yang perlu dicapai, yaitu (1) menerima dan menjalankan ajaran
agama, (2) memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli dan percaya diri,
(3) memahami pengetahuan faktual dengan mengamati dan menanya berdasarkan
rasa ingin tahu tentang dirinya dan makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan
benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah, dan (4) menyajikan
pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis dan sistematis dalam karya yang
estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, perilaku anak beriman dan
berakhlak mulia.
Kompetensi Dasar yang perlu dicapai, yaitu (1) merinci ungkapan, ajakan,
perintah, penolakan yang terdapat dalam teks cerita atau lagu yang menggambarkan
sikap hidup rukun dan (2) menirukan ungkapan, ajakan, perintah, penolakan dalam
cerita atau lagu anak-anak dengan bahasa yang santun. Dengan Indikator, yaitu (1)
siswa mampu menjelaskan isi teks yang berisi perintah yang berkaitan dengan sikap
hidup rukun dan (2) Siswa mampu melengkapi kalimat perintah dengan bahasa yang
santun.
Tujuan Pembelajaran yang hendak dicapai, yaitu (1) dengan diberikan teks tentang
hidup rukun, siswa dapat menemukan makna perintah yang terdapat dalam teks yang
berkaitan dengan sikap hidup rukun, dan (2) dengan diberikan gambar, siswa dapat melatih
menuliskan kalimat perintah yang sesuai dengan bahasa yang santun. Materi ajar yang
dilaksanakan pada siklus I adalah Teks Cerita yang di dalamnya terdapat kalimat
perintah. Model pembelajaran yang digunaka, yaitu Number Heads Together. Sumber
belajar yang digunakan adalah buku pedoman guru tema 1 kelas 2 dan buku siswa
tema 1 kelas 2. Untuk menunjang pembelajaran, media yang digunakan berupa
gambar dan teks cerita.
b. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan perbaikan pembelajaran dibagi dalam tiga kegiatan
pembelajaran, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup
melalui video I simulasi pembelajaran.
1) Kegiatan Pendahuluan
Pada kegiatan pendahuluan guru mengucapkan salam serta menanyakan kabar
siswa, mengarahkan siswa untuk berdoa, dan dilanjutkan dengan memeriksa
kehadiran siswa. Untuk memotivasi siswa, guru melakukan apersepsi dan
mengaitkannya dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa. Setelah
itu, siswa diminta duduk berkelompok sesuai dengan kelompok belajar dan
memegang buku LKS masing-masing. Selanjutnya, guru menjelaskan model
Cooperative Learning type Number Head Together (NHT) yang akan diterapkan
dalam pembelajaran. Pada kegiatan pendahuluan ini, guru membutuhkan waktu
selama 8 sampai 10 menit.
Pada kegiatan pendahuluan guru berusaha memperhatikan pengalokasian waktu
yang tepat, sehingga pada kegiatan ini berlangsung selama 10 menit dan telah sesuai
dengan RPP.

2) Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti pembelajaran dilaksanakan berdasarkan sintaks atau langkah-
langkah dari Number Head Together (NHT), yaitu (1) memberikan penomoran untuk
kelompok belajar, (2) mengajukan permasalah berupa tugas yang akan dikerjakan
oleh kelompok, (3) berpikir bersama dengan siswa mengerjakan tugas yang telah
diberikan, (4) menjawab dengan menampilkan hasil diskusi oleh setiap kelompok,
dan (5) membuat kesimpulan oleh guru dengan memberikan pembenaran dan
masukan serta mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan dari hasil diskusi. Pada
kegiatan inti, guru membutuhkan waktu pembelaran selama 50 menit.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru memberikan perhatian serta arahan
kepada siswa agar terlibat dalam kegiatan diskusi. Guru juga perlu mengarahkan serta
memotivasi siswa untuk mengeluarkan pendapat di saat berdiskusi.
3) Kegiatan Penutup
Pada kegiatan penutup, guru memberikan penguatan materi, serta serta
mengapresiasi hasil kerja siswa. Selanjutnya, guru memberika tugas pekerjaan rumah
dan menyampaikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Terakhir,
guru mengarahkan siswa untuk siap-siap menutup pembelajaran dan berdoa. Pada
kegiatan penutup, guru membutuhkan waktu selama 10 menit.
c. Tahap Pengamatan
Hasil pengamatan dalam proses pembelajaran pada siklus II dapat diketahui
berdasarkan penggunaan model Cooperative Learning type Number Head Together
(NHT) yang dilaksanakan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Hal ini
sesuai dengan hasil pengamatan lembar observasi simulasi PKP pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Lembar Observasi Simulasi PKP oleh Observer
pada Siklus II
KESESUAIAN
SARAN/HASIL
DENGAN RPP*
ASPEK YANG DIAMATI DISKUSI/REFLEKSI
TIDAK
SESUAI
SESUAI
A. KEGIATAN A. KEGIATAN
PENDAHULUAN PENDAHULUAN/AWAL
1. Memotivasi √ Pada kegiatan pendahuluan
2. Memberi acuan √ pembelajaran guru sudah
3. Melakukan apersepsi √ melakukan setiap langkah, namun
melebihi alokasi waktu yang telah
ditentukan.
B. KEGIATAN INTI B. KEGIATAN INTI
1. Penjelasan √ Pada kegiatan inti pembelajaran
konsep/materi/contoh/ bahasa Indonesia dengan model
ilustrasi Cooperative Learning type Number
2. Pemberian penguatan √ Heads Together (NHT) sudah
3. Penggunaan media √ kondusif. Siswa sudah memahami
4. Pemberian tugas/latihan √ tugas yang diberikan oleh guru,
5. Umpan balik √ dan dapat mengerjakan tugas
sesuai dengan waktu yang
diberikan. Kemudian, siswa sudah
berpartisipasi dalam mengerjakan
tugas kelompok.
C. KEGIATAN PENUTUP C. KEGIATAN PENUTUP
1. Meringkas/Merangkum √ Pada kegiatan akhir pembelajaran,
2. Evaluasi √ guru memberikan penguatan
3. Pemberian tugas √ materi, dan memberikan evaluasi
terhadap kerja siswa serta
memberikan motivasi dengan
melakukan apresiasi terhadap hasil
diskusi siswa.

KEPANTASAN
PENAMPILAN YANG SARAN/ HASIL
TIDAK
DIAMATI PANTAS DISKUSI/REFLEKSI
PANTAS
1. Pakaian yang dikenakan √ Pakaian yang dikenakan sudah
pantas.
2. Alas kaki yang digunakan √ Alas kaki yang digunakan sudah
tepat.
KEPANTASAN
PENAMPILAN YANG SARAN/ HASIL
TIDAK
DIAMATI PANTAS DISKUSI/REFLEKSI
PANTAS
3. Ekspresi / mimik wajah √ Ekspresi/mimik wajah sudah bagus.

4. Sikap/gerak tubuh saat √ Sikap/gerak tubuh saat berdiri


berdiri sudah benar.
5. Bahasa yang digunakan √ Bahasa yang digunakan sudah
bagus, dan untuk pertemuan
selanjutnya lebih ditingkatkan lagi.

Berdasarkan tabel yang dikemukakan di atas, guru perlu memperhatikan


pelaksanaan semua aspek yang diamati terutama pada kegiatan pendahuluan, kegiatan
inti, dan kegiatan penutup untuk pelaksanaan pembelajaran berikutnya. Untuk secara
keseluruhan penampilan guru saat mengajar sudah baik dan bagus dari sebelumnya.
Keefektifan pelaksanaan Simulasi tindakan perbaikan pembelajaran yang
dilakukan pada siklus II terlihat dari data yang diperoleh dari Alat Penilaian Simulasi
(APS) PKP pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Data Hasil Alat Penilaian Simulasi (APS) PKP
Deskripsi APS-PKP 1 APS-PKP 2 APS-PKP
Skor rata-rata 4,50 4,29
Nilai Akhir 87,14

Pada tabel terlihat bahwa skor rata-rata APS 1 dan 2 adalah 4,50 dan 4,29 dengan
nilai akhir 87,14. Hal ini menunjukkan rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dan keterlaksanaan video 2 simulasi pembelajaran siklus II lebih baik dari
sebelumnya. Namun, hal yang perlu diperhatikan selama proses pembelajaran dengan
model Cooperative Learning type Number Heads Together (NHT), keaktifan siswa
dalam pembelajaran belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini terlihat dari hasil
belajar siswa yang masih rendah.
Berdasarkan pelaksanaan siklus II siswa tampak mengikuti pembelajaran dengan
aktif. Hal ini dapat dilihat bahwa siswa mengerjakan tugas kelompok dengan
antusias. Hasil belajar siswa pada siklus II dapat dilihat dari Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Belajar Siklus II
Keterangan
No. Nama Siswa KKM Nilai Siswa Tidak
Tuntas
Tuntas
1. Abizar Al Ghifari 75 80 √
2. Abqory Yakoov Prayitno 75 80 √
3. Affan Khaliq 75 90 √
4. Akbar Mikail Donisti 75 90 √
5. Alhafidz Chaniago 75 85 √
6. Athifah Az Zulfa 75 80 √
7. Atiqah Khairunnisa 75 80 √
8. Ayla Azura 75 95 √
9. Dzakiya Qalbi Nadhifa 75 90 √
10. Iftina Assyabiya Rafifa 75 80 √
11. Khairul Azzam 75 75 √
12. M. Harun Arasyid 75 70 √
13. M. Alghifari 75 75 √
14. Muhammad Afiq Abidzal 75 70 √
15. Muhammad Fadhil 75 80 √
16. Nabila Elkhaira 75 85 √
17. Rasyidah Hendry 75 70 √
18. Resa Oktavianis 75 75 √
19. Riva Nurhasanah 75 70 √
20. Sarah Amelia Sonya 75 80 √
21. Sayyidina Habibullah 75 85 √
22. Zafran Akbar 75 75 √
23. Haura Nazhifa 75 75 √
24. Zifa Athaya Ramadhani 75 80 √
Jumlah 1800 1915 20 4
Rata-rata 75 79,79
Persentase Ketuntasan 83,33% 16,67%

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai rata-rata kelas siswa adalah 79,79.
Nilai hasil belajar siswa ini sudah dapat dikatakan memenuhi standar nilai pada mata
pelajaran bahasa Indonesia, yaitu 75. Jumlah siswa yang tuntas, yaitu 20 orang
(83,33%), sedangkan yang tidak tuntas 4 orang (16,67%). Artinya, hasil belajar yang
diperoleh siswa sudah di atas Kriteria Ketuntasan Minimum, yaitu 75%.
d. Tahap Refleksi
Berdasarkan tindakan perbaikan pembelajaran siklus II, penulis dan teman
sejawat menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia
menggunakan model Cooperative Learning type Number Heads Together (NHT)
pada siklus II berlangsung lebih baik dari siklus I. Berdasarkan hasil diskusi dapat
diketahui sebagai berikut.
1) Kelemahan saat simulasi perbaikan pembelajaran, yaitu pada langkah atau
sintaks pembelajaran bagian langkah 3: berpikir bersama (heads together), guru
kewalahan untuk mengkoordinasi siswa dalam melakukan diskusi kelompok.
Masih ditemukan siswa yang kurang berpartisipasi dalam mengerjakan tugas.
Sehingga, guru perlu menghampiri siswa dan memberikan motivasi kepada siswa
tersebut. Guru juga mendengar keluhan siswa mengenai anggota kelompok yang
tidak ikut serta mengerjakan tugas.
2) Kelebihan saat simulasi perbaikan pembelajaran, yaitu terlaksananya langkah-
langkah pembelajaran, baik itu kegiatan pembuka, inti dan penutup dengan jelas.
Guru juga sudah bisa menyesuaikan kegiatan pembelajaran dengan alokasi waktu
yang telah ditentukan pada RPP. Pada kegiatan penutup, guru mengukur
pemahaman siswa dengan bertanya mengenai bagian mana yang belum dipahami
dan memberikan penguatan materi.
3) Hal unik yang terjadi di saat simulasi perbaikan pembelajaran dengan
menggunakan model Cooperative Learning Type Number Heads Together
(NHT), yaitu siswa sudah memahami langkah-langkah NHT dengan baik. Hal
ini tampak pada kegiatan diskusi, siswa sudah mengerti dengan tugas mereka.
Pada bagian langkah 4: menjawab (answering), yaitu menampilkan hasil diskusi
kelompok, setiap kelompok dapat menyelesaikan tugas dan memperoleh nilai
sesuai harapan guru. Demikian, dapat dikatakan bahwa siswa sudah menguasai
langkah-langkah pembelajaran NHT dan materi yang diberikan oleh guru.
4) Upaya perbaikan pembelajaran yang dapat atau akan dilakukan untuk
meningkatkan pelaksanaan pembelajaran adalah dengan mengoptimalkan
penerapan model Cooperative Learning Type Number Heads Together (NHT)
secara khusus pada bagian langkah 3: berpikir bersama (heads together). Guru
hendaknya memberikan motivasi kepada semua siswa, sehingga mereka
memiliki dorongan untuk ikut terlibat dalam mengerjakan tugas kelompok. Guru
juga bisa mengupayakannya dengan memberikan keterkaitan bahwa mengerjakan
tugas kelompok merupakan tugas tanggung jawab bersama dan termasuk cara
untuk menciptakan hidup rukun di sekolah.
B. Pembahasan dari Setiap Siklus
Keefektifan pelaksanaan simulasi tindakan perbaikan pembelajaran yang telah
dilaksanakan pada siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan. Hal ini dapat
dilihat berdasarkan data rekapitulasi lembar Alat Penilaian Simulasi (APS) pada
Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Data Hasil Penilaian Alat Penilaian Simulasi (APS) PKP
Siklus I dan II
Deskripsi Siklus I Siklus II
Rata-rata APS 1 – PKP 4,17 4,50
Rata-rata APS 2 – PKP 4,29 4,29
Nilai APS – PKP 84,13 87,14

Berdasarkan tabel di atas terjadi peningkatan hasil simulasi pembelajaran dari


kemampuan dalam merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan mengajar
pada siklus I dan II. Pada APS 1-PKP untuk rancangan RPP nilai yang diperoleh 4,17
pada siklus I menjadi 4,50 pada siklus II. Serta pada APS 2-PKP untuk kemampuan
mengajar nilai yang diperoleh 4,29 pada siklus I tetap 4,29 pada siklus II. Pada
penlilaian APS-PKP, terlihat peningkatan pembelajaran secara keseluruhan dari 84,13
pada siklus I meningkat menjadi 87,14 pada siklus II.
Dalam pelaksanaan tindakan perbaikan pembelajaran yang dilakukan pada siklus
I dan II dapat dilihat bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa. Pada siklus I
hasil belajar siswa berdasarkan rata-rata kelas yang dicapai belum memenuhi Kriteria
Ketuntasan Minimum. Siswa belum mampu menjaeab pertanyaan yang tepat karena
pemahaman siswa dari hasil diskusi kelompok masih kurang. Namun, pada siklus II
siswa dapat meraih hasil belajar dengan rata-rata kelas yang memenuhi Kriteria
Ketuntasan Minimum. Artinya, siswa sudah mampu memahami dan mengerjakan
tugas dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa pada siklus I dan II
pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II
Nilai Siswa Nilai Siswa
No. Nama Siswa KKM
Siklus I Siklus II
1. Abizar Al Ghifari 75 70 80
2. Abqory Yakoov Prayitno 75 70 80
3. Affan Khaliq 75 80 90
4. Akbar Mikail Donisti 75 85 90
5. Alhafidz Chaniago 75 80 85
6. Athifah Az Zulfa 75 70 80
7. Atiqah Khairunnisa 75 70 80
8. Ayla Azura 75 85 95
9. Dzakiya Qalbi Nadhifa 75 85 90
10. Iftina Assyabiya Rafifa 75 75 80
11. Khairul Azzam 75 75 75
12. M. Harun Arasyid 75 65 70
13. M. Alghifari 75 65 75
14. Muhammad Afiq Abidzal 75 65 70
15. Muhammad Fadhil 75 75 80
16. Nabila Elkhaira 75 80 85
17. Rasyidah Hendry 75 65 70
18. Resa Oktavianis 75 65 75
19. Riva Nurhasanah 75 65 70
20. Sarah Amelia Sonya 75 75 80
21. Sayyidina Habibullah 75 80 85
22. Zafran Akbar 75 70 75
23. Haura Nazhifa 75 70 75
24. Zifa Athaya Ramadhani 75 75 80
Jumlah 1760 1915
Rata-rata 73,33 79,79
Persentase Ketuntasan 50% 83,33%
Pada tabel yang telah dikemukakan di atas, dapat dilihat hasil belajar siswa
mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I diperoleh rata-rata
kelas 73,33 dengan persentase ketuntasan 50% dan meningkat pada siklus II
diperoleh rata-rata kelas 79,79 dengan persentase ketuntutasan 83,33%. Demikian,
dapat dikatakan hasil belajar siswa sudah berada di atas KKM, yaitu 75%.
Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 4.1 Grafik Peningkatan Persentase Ketuntaan Hasil Belajar
Bahasa Indonesia

100 83,33
79,79
90 73,33
80
70
60
50
50,00 Siklus I
40
30 Siklus II
20
10
0
Hasil Belajar Ketuntasan Klasikal

1. Pembahasan Siklus I
Pelaksanaan tindakan perbaikan pembelajaran siklus I ini dilaksanakan pada
mata pelajaran bahasa Indonesia dengan materi makna kalimat perintah melalui
ungkapan saat berasa di lingkungan sekolah. Pembelajaran dilaksanakan
menggunakan model Cooperative Learning type Number Heads Together (NHT)
sesuai dengan skenario pembelajaran pada RPP. Dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran, masih ditemukan kekurangan, baik itu datang guru sendiri maupun dari
siswa.
Adanya kekurangan disebabkan oleh tidak maksimalnya perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh penulis. Hal ini berimbas kepada hasil
belajar siswa, di mana siswa belum mampu mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Dari tugas yang berikan oleh guru terlihat
bahwa siswa belum mengerjakannya dengan baik. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
motivasi dan partisipasi siswa selama kegiatan pembelajaran, sehingga masih banyak
siswa yang belum memahami materi. Demikian, hal ini berpengaruh pada hasil
belajar yang diperoleh siswa yang berasa di bawah KKM.
2. Pembahasan Siklus II
Pelaksanaan tindakan perbaikan pembelajaran siklus I ini dilaksanakan pada
mata pelajaran bahasa Indonesia dengan materi makna kalimat perintah melalui
ungkapan saat berasa di lingkungan sekolah. Pembelajaran dilaksanakan
menggunakan model Cooperative Learning type Number Heads Together (NHT)
sesuai dengan skenario pembelajaran pada RPP. Dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran, guru sudah mampu melaksanakan langkah-langkah pembelajaran
dengan baik dan siswa menunjukkan partisipasinya dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ini sudah jauh lebih dari siklus I.
hal ini ditandai dengan antusiasnya siswa dalam mengerjakan tugas dan berdiskusi
dengan teman kelompoknya. Hal ini disebabkan oleh penerapan model Cooperative
Learning type Number Heads Together (NHT) yang memiliki kelebihan, yaitu (1)
dapat meningkatkan prestasi/hasil belajar siswa, mampu memperdalam pemahaman
siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan rasa ingin tahu siswa,
meningkatkan rasa percaya diri siswa, dan mengembangkan perilaku kerjasama
siswa. Demikian, hasil belajar atau nilai yang diperoleh siswa jauh meningkat dan
sudah berada di atas KKM.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil tindakan perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan
dapat diambil kesimpulan bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa pada materi
makna kalimat perintah melalui ungkapan saat berasa di lingkungan sekolah melalui
model Cooperative Learning type Number Heads Together (NHT) di kelas 2 SDN 03
Koto Kaciak. Hasil belajar pada pra siklus, rata-rata nilai yang diperoleh 65 dengan
persentase ketuntasan 29,17%. Siklus I, rata-rata nilai yang diperoleh 73,33 dengan
persentase ketuntasan 50% dan meningkat pada siklus II dengan rata-rata nilai yang
diperoleh 79,79% dengan persentase ketuntasan 83,33%.
Meningkatnya hasil belajar siswa disebabkan oleh peningkatan keefektifan
simulasi pembelajaran. Guru memperhatikan langkah-langkah pembelajaran pada
RPP dengan baik dan meningkatkan kemampuan mengajar dari siklus I sampai siklus
II. Hal tersebut dapat dilihat pada penilaian APS-PKP, di mana pada siklus I
diperoleh nilai 84,13 meningkat menjadi 87,14 pada siklus II.
B. Saran
1. Dalam merencakan pembelajaran guru lebih memperhatikan langkah-langkah
pembelajaran pada RPP dan berusaha sebaik mungkin merencakan pembelajaran
sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan.
2. Dalam melaksanakan pembelajaran guru sebaiknya memahami langkah-langkah
pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran yang digunakan.
3. Dalam mengetahui tingkat pemahaman siswa, guru sebaiknya melakukan
evaluasi pada ranah kognitif. Kemudian dari evaluasi tersebut diperoleh hasil
belajar siswa dan guru dapat menentukan tindakan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, S. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interkasi Edukatif Suatu Pendekatan
Teoritis Psikologis. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Fathurrohman, M. 2015. Model-model Pembelajaran Inovatif Alternatif Desain


Pembelajaran yang Menyenangkan. Jokjakarta: Ar-Ruzz Media.

Hamalik, O. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.

Hermiati. 2012. Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Huda, M. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yokyakarta: Pustaka


Pelajar.

Isjoni. 2011. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.

Kagen, S. 1993. Cooperative Learning. San Juan Capistrano, Kagan Cooperative


Learning.

Khair, U. 2018. Pembelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra di SD dan MI. Jurnal
Pendidikan Dasar, 2 (1), hal. 91-92.

Kumandar. 2014. Penilaian Autentik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mahmud & Priatna. 2008. Penelitian Tindakan Kelas: Teori dan Praktik. Bandung:
Tsabita.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Resmini, Dkk. 2006. Pembinaan dan Pengembangan Pembelajaran Bahasa dan


Sastra Indonesia. Bandung: UPI Press.
Rosdiana, A. Bakar. 2012. Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung : Citapustaka
Media Perintis.
Siswoyo, Dkk. 2011. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sumantri. 2015. Strategi Pembelajaran: Teori dan Praktik. Jakarta: Rajawali Press.

Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem. Yokyakarta:


Pustaka Belajar.

. 2015. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem. Yokyakarta:


Pustaka Belajar.

Susanto, A. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada, Media
Group.

. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:


Kencana.

Trianto. 2010. Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik. Jakarta: Kencana


Prenada, Media Group.

. 2011. Mendesain Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana


Predana Media Group.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Zulela. 2012. Pembelajaran Bahasa Indonesia Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar.


Bandung: PT Remja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai