Anda di halaman 1dari 7

Tuberkulosis

Paru
TUBERKULOSIS PARU
No. ICD-10 : A15 Respiratory Tuberculosis, Bacteriologically and Histologically Confirmed
No. ICPC-2 : A70 Tuberculosis
Tingkat Kompetensi : 4A

DEFINISI

Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi mengenai paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis complex.

ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri tahan asam, berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran 0,3 – 0,6 µm dengan
dinding yang kompleks, terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%). Tuberkulosis
paru adalah penyakit menular dengan penyebaran melalui udara (airborne) melalui partikel
percikan dahak atau droplet saat seseorang yang dengan penyakit TB paru batuk, bersin,
berbicara, berteriak atau bernyanyi.

FAKTOR RISIKO
1. Faktor lingkungan (ventilasi rumah, kepadatan penduduk, polusi udara)
2. Riwayat kontak erat terhadap orang sakit TB
3. Berada pada daerah endemik TB
4. Perokok
5. Memiliki komorbid penyakit yang dapat mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh
seperti diabetes mellitus, HIV, gagal ginjal dan mengkonsumsi obat-obatan
imunosupresan
6. Bisa dialami semua usia, terutama usia produktif

PENEGAKAN DIAGNOSIS

ANAMNESIS

Keluhan
1. Gejala respiratori : batuk >2 minggu, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada. Gejala
respirasi bervariasi tergantung dari luas lesi.
2. Gejala sistemik : demam (biasanya subfebris), malaise, keringat malam, tidak
nafsu makan dan berat badan menurun.

PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan tanda vital : tergantung dari luasnya lesi pada paru, bila kerusakan paru
cukup luas maka pasien akan terlihat sesak dengan frekuensi
napas dan frekuensi nadi meningkat.

1 Tuberkulosis Paru
2. Pemeriksaan BMI : dapat ditemukan keadaan gizi kurang atau malnutrisi.
3. Pemeriksaan paru :
• Kelainan pada pemeriksaan fisis tergantung dari luasnya kelainan atau kerusakan
struktur paru. Pada permulaan penyakit umumnya tidak ditemukan kelainan.
Kelainan paru umumnya pada daerah lobus superior.
• Dapat ditemukan suara napas bronkial, amforik, melemah, ronki basah.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah : pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator


spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) yang
meningkat kurang spesifik.
2. Pemeriksaan bakteriologik :
• Bila ditemukan 1 spesimen BTA positif dari 2 atau 3 spesimen sputum.
Pemeriksaan/tes uji cepat (bila ada fasilitas).
Xpert MTB/Rif : bila deteksi M.Tb positif.
• Pemeriksaan kultur M.Tb : tumbuh kuman M.Tb.
3. Pemeriksaan radiologis (foto toraks):
• Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
• Kavitas, dapat dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau noduler
• Bayangan bercak milier

DIAGNOSIS BANDING

1. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) : biasanya diderita usia >50 tahun, perokok
berat, barrel chest, mengi, hasil spirometri menunjukkan
adanya perlambatan aliran udara atau obstruksi.
2. Pneumonia komunitas : peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang ditandai dengan demam >400C, batuk
dengan dahak purulen disertai dengan sesak napas atau nyeri
dada.
3. Bronkiektasis : penyakit saluran napas kronik yang ditandai dengan dilatasi
abnormal permanen akibat rusaknya dinding bronkus. Gejala
klinisnya batuk disertai dahak banyak yang purulen, dapat
dijumpai sputum 3 lapis (lapisan busa, lapisan purulen dan
mukoid).
4. Kanker paru : didapatkan massa pada paru, biasanya pada pasien dengan
risiko tinggi seperti perokok. Gejala klinis batuk dapat disertai
darah, penurunan berat badan dan nyeri dada.
5. Abses paru : pengumpulan cairan terinfeksi dalam suatu rongga. Gejala
batuk berdahak biasanya berbau busuk.

2 Tuberkulosis Paru
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
Algoritme Diagnosis TB pada Pasien Dewasa
Terduga TB

Sputum mikroskopis (BTA) Foto toraks

BTA (-)
BTA (+)

Lihat klinis dan foto toraks


Kasus definitif TB BTA (+)

Sesuai TB
Tidak sesuai TB

Kasus TB BTA (-)


Antibiotik 2

Perbaikan Tidak perbaikan, klinis sesuai

Bukan TB Obati sesuai kasus TB

Catatan:
Garis putus-putus = bila terdapat fasilitas

Bila terdapat riwayat OAT sebelumnya, selain melakukan pemeriksaan sputum mikroskopis juga dilakukan pemeriksaan
Xpert MTB/Rif, bila Xpert Rifampisin resisten dilanjutkan dengan pemeriksaan biakan M.Tb dan uji kepekaan obat lini 1
dan lini 2 (sesuai dengan fasilitas yang tersedia).

TERAPI FARMAKOLOGIS

a. Kategori 1 : 2RHZE/4R3H3
Selama 2 bulan minum obat rifampisin, INH, pirazinamid dan etambutol setiap hari (tahap
intensif) dan 4 bulan selanjutnya minum obat rifampisin dan INH tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan). Untuk pasien dengan HIV sebaiknya menggunakan dosis
harian untuk fase lanjutan.
b. Kategori 2 : 2RHZES/1RHZE/5R3H3E3
Selama 2 bulan minum obat rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol dan suntikan
streptomisin setiap hari, selama 1 bulan minum obat rifampisin, INH, pirazinamid,
etambutol setiap hari (tahap intensif) dan 5 bulan selanjutnya minum obat rifampisin, INH,
dan etambutol tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).

3 Tuberkulosis Paru
Dosis OAT Dewasa
Dosis Dosis Dosis Berdasarkan BB (mg)
Obat Harian Intermiten Maks
(mg/kgBB/hari) <40 kg 40 – 60 kg >60 kg
(mg/kgBB/hari) (mg/kgBB/hari) (mg)
R 8 - 12 10 10 600 300 450 600
H 4–6 5 10 300 150 300 450
Z 20 – 30 25 35 750 1000 1500
E 15 – 20 15 30 750 1000 1500
Sesuai
S 15 - 18 15 15 1000 750 1000
BB
*pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari 500 mg per hari

Pengembangan pengobatan TB Paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien untuk menghindari TB MDR. Pengembangan strategi DOTS untuk
mengontrol epidemik TB merupakan prioritas utama WHO. International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) dan WHO menyarankan untuk menggantikan
paduan obat tunggal dengan dosis tetap dalam pengobatan TB Primer pada tahun 1998.
Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada
tabel.
Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain :
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan
standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi

Fase Intensif Fase Lanjutan


2 Bulan 4 Bulan
BB Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu
(RHZE) (RHZ) (RHZ) (RH) (RH)
150/75/400/275 150/75/400 150/150/500 150/75 150/150
30 – 37 2 2 2 2 2
38 – 54 3 3 3 3 3
55 – 70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5

EVALUASI PENGOBATAN

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi dan efek samping obat serta
evaluasi keteraturan berobat.
1. Evaluasi Klinis
• Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
• Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit, bila terdapat efek samping berat → Rujuk
• Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis

4 Tuberkulosis Paru
2. Evaluasi Bakteriologi (0 – 2 – 6/8 bulan pengobatan)
• Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
• Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis : sebelum pengobatan,
setelah 2 (dua) bulan pengobatan dan pada akhir pengobatan
• Bila dahak tidak konversi → Rujuk
3. Evaluasi Radiologi (0 – 2 – 6/8 bulan pengobatan)
• Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada sebelum pengobatan,
setelah 2 (dua) bulan pengobatan kecuali pada kasus yang dipikirkan terdapat
keganasan dapat dilakukan 1 (satu) bulan pengobatan dan pada akhir
pengobatan
• Bila tidak terdapat perbaikan atau terjadi perburukan secara radiologi →
Rujuk
4. Evaluasi Efek Samping Secara Klinis
• Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap
• Fungsi hati : SGOT, SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin dan gula
darah serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping
pengobatan
• Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
• Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada
keluhan)
• Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri (bila ada keluhan)
• Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek
samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan
efek samping obat sesuai pedoman.

KOMPLIKASI
1. Atelektasis
2. Bronkiektasis
3. Cor pulmonal
4. Batuk darah masif
5. Pneumotoraks
6. Empyema TB

PENCEGAHAN

1. Vaksinasi BCG
2. Skrining
Active case finding (terutama pada orang dengan risiko tinggi seperti HIV, pengguna
narkoba suntik, kontak dekat pada orang dengan TB aktif)
3. Hindari kontak langsung (pada orang yang mendapat pengobatan, setelah 2 minggu
pengobatan efektif maka infeksius menjadi berkurang)
4. Menutup hidung dan mulut saat bersin/batuk dengan sapu tangan, tisu atau masker
5. Pengawasan minum obat hingga selesai pada orang dengan TB

5 Tuberkulosis Paru
DAFTAR PUSTAKA

BPJS Kesehatan. (2016). Panduan tatalaksana 20 kasus non spesialistik di fasilitas


kesehatan tingkat pertama.

6 Tuberkulosis Paru

Anda mungkin juga menyukai