and
Tobacco Smoking
TB dan Merokok
Merokok meningkatkan resiko infeksi TB dan
meningkatkan resiko kematian dari TB
Lebih banyak seseorang merokok tiap harinya dan
lebih lama merokok, lebih tinggi risiko TB
Perokok pasif juga meningkatkan infeksi TB dan
penyakit yang sedang aktif, terutama pada anakanak
Paparan asap tembakau lingkungan
Merokok meningkatkan resiko relaps pada TB
setelah pengobatan.
Merokok
sayangnya
telah
diterima
sebagai
penerimaan sosial di masyarkat, meskipun itu
menjadi bahya kesehatan utama
Kondisi sosial-ekonomi, termasuk kemiskinan,
kepadatan penduduk, ventilasi yang buruk dan
kamar dengan pencahyaan yang kurang dari luar
secara alami, gizi buruk dan penyalahgunaan
alkohol telah dikaitkan dengan merokok dan dikenal
faktor risiko untuk infeksi TB.
Tetapi merokok sendiri sebagai kontributor untuk
morbiditas dan mortalitas akibat TBC belum
divalidasi dengan baik
Tuberculosis
Tuberculosis
Merupakan suatu penyakit menular langsung
yang
disebabkan
oleh
kuman
mycobacterium
lainnya.
(Depkes)
Mycobacterium TB
Bakteri ini berbentuk batang, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnan. Oleh
karena itu disebut juga sebagai Bakteri Tahan Asam.
Kuman Tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun. (Depkes)
Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis
BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama
beberapa jam (Depkes RI)
Risiko Penularan
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of
Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap
cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%.
Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun
diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi.
Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan
menjadi penderita Tuberkulosis, hanya sekitar 10% dari
yang terinfeksi yang akan menjadi penderita Tuberkulosis.
Maka dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan arti
1%, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100
penderita Tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 penderita
adalah
BTA
positif
(Depkes
RI,
2009).
Penegakan Diagnosis
Batuk lebih dari 3 minggu setelah dicurigai
kontak dengan penderita Tuberkulosis dapat diduga
sebagai Tuberkulosis.
Dengan pemeriksaan yang sistematis, intensif
dan berulang kali serta berdasarkan pengertian
pada perjalanan penyakit tuberkulosis
maka
penderita tuberkulosis akan lebih mudah ditegakkan.
Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai pemeriksaan yaitu: Gejala
klinis, pemeriksaan fisik, tes tuberkulin, radiology
dan pemeriksaan sputum (Depkes RI).
Gambaran Klinis TB
Batuk
Demam
Sesak Nafas
Nyeri dada
Malaise
Klasifikasi
1) Pasien dengan BTA Positif
Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara
mikroskopis ditemukan BTA sekurang-kurangnya pada 2x
pemeriksaan
Mikroskopik positif, radiology positif
Mikroskopik positif, biakan positif
Berdasarkan Tipe
1)Kasus Baru
Penderita Tuberkulosis yang belum pernah diobati atau sudah pernah minum OAT
kurang dari satu bulan
2) Kambuh (Relaps)
Penderita Tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan dan telah
dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA
3) Pindah (Transfer In)
Penderita dalam pengobatan OAT pindah dari Kabupaten lain
4) Setelah lalai (Setelah Default)
Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih,
kemudian datang kembali berobat
5) Lain-lain:
a) Gagal
Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali pada akhir bulan ke 5
atau lebih.
Penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir
bulan ke 2 pengobatan.
b) Kasus kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif setelah pengobatan
ulang dengan kategori 2.
Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan Tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan
penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan
menurunkan penularan.
Pengobatan akan diberikan setelah dignosis ditegakkan. Obat
diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan. Apabila panduan
obat digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu
pengobatan), kuman Tuberkulosis akan berkembang menjadi
kuman kebal obat pada resisten.
Untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin ketaatan
penderita minum obat, pengobatan perlu dilakukan dengan
pengawasan langsung menelan obat untuk jangka pendek (DOTS
= Directly Observed Treatment Short-Cource). Pengobatan
Tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap yaitu: tahap intensif dan
lanjutan
(Depkes
RI).
Kategori
Kasus
- TB paru BTA +,
BTA - , lesi
2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE / 6 HE
*2RHZE / 4R3H3
luas
II
- Kambuh
- Gagal pengobatan
II
III
IV
- Kronik
IV
- MDR TB
Keterangan
Bila
streptomisin
alergi, dapat diganti
kanamisin
Catatan : * Obat
yang disediakan
oleh Program
Nasional TB
Sumber
PDPI (Persatuan Dokter Paru Indonesia)
Depkes RI
WHO/ The Union Monograph on TB and Tobacco
Control
World Lung Function Foundation