Anda di halaman 1dari 26

Tuberculosis

and
Tobacco Smoking

TB dan Merokok
Merokok meningkatkan resiko infeksi TB dan
meningkatkan resiko kematian dari TB
Lebih banyak seseorang merokok tiap harinya dan
lebih lama merokok, lebih tinggi risiko TB
Perokok pasif juga meningkatkan infeksi TB dan
penyakit yang sedang aktif, terutama pada anakanak
Paparan asap tembakau lingkungan
Merokok meningkatkan resiko relaps pada TB
setelah pengobatan.

Tuberculosis is global killer, Tobacco plays an


enormous role in that calamity.
Industri rokok sangat bergerak cepat untuk
memperluas pasar terutama di negara-negara miskin
di dunia yang juga memiliki beban TB tertinggi
80% kasus TB di dunia berada di 22 negara,
sebagian besar dari Asia (denga 55 % kasus di
dunia) dan Afrika (30%).
Banyak negara-negara dari penduduk laki-laki
memiiki tingkat merokok yang sangat tinggi.
Di Cina, hampir 60% dari penduduk laki-laki
merokok.

Lebih dari 3 miliar orang 1/4 populasi dunia


terinfeksi bakteri yang menyebabkan TB
Kebanyakan tidak menimbulkan gejala karena
pertahanan sistem imun. Namun ketika sistem
kekebalam tubuh menjadi tertekan sebagai akibat
dari infeksi seperti HIV, penggunaan obat, malnutrisi
atau faktor-faktor lain penyakit TB aktif menjadi lebih
mungkin.
Di seluruh dunia 9 juta orang mengalami gejala TBC
setiaptahun dan 2 juta kematian terjadi setiap tahun

Merokok
sayangnya
telah
diterima
sebagai
penerimaan sosial di masyarkat, meskipun itu
menjadi bahya kesehatan utama
Kondisi sosial-ekonomi, termasuk kemiskinan,
kepadatan penduduk, ventilasi yang buruk dan
kamar dengan pencahyaan yang kurang dari luar
secara alami, gizi buruk dan penyalahgunaan
alkohol telah dikaitkan dengan merokok dan dikenal
faktor risiko untuk infeksi TB.
Tetapi merokok sendiri sebagai kontributor untuk
morbiditas dan mortalitas akibat TBC belum
divalidasi dengan baik

Tuberculosis

Tuberculosis
Merupakan suatu penyakit menular langsung
yang

disebabkan

oleh

kuman

mycobacterium

tuberculosis. Sebagian besar kuman Tuberkulosis


menyerang paru tapi dapat juga menyerang organ
tubuh

lainnya.

(Depkes)

Mycobacterium TB
Bakteri ini berbentuk batang, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnan. Oleh
karena itu disebut juga sebagai Bakteri Tahan Asam.
Kuman Tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun. (Depkes)

Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis
BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama
beberapa jam (Depkes RI)

Risiko Penularan
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of
Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap
cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%.
Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun
diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi.
Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan
menjadi penderita Tuberkulosis, hanya sekitar 10% dari
yang terinfeksi yang akan menjadi penderita Tuberkulosis.
Maka dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan arti
1%, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100
penderita Tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 penderita
adalah
BTA
positif
(Depkes
RI,
2009).

Penegakan Diagnosis
Batuk lebih dari 3 minggu setelah dicurigai
kontak dengan penderita Tuberkulosis dapat diduga
sebagai Tuberkulosis.
Dengan pemeriksaan yang sistematis, intensif
dan berulang kali serta berdasarkan pengertian
pada perjalanan penyakit tuberkulosis
maka
penderita tuberkulosis akan lebih mudah ditegakkan.
Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai pemeriksaan yaitu: Gejala
klinis, pemeriksaan fisik, tes tuberkulin, radiology
dan pemeriksaan sputum (Depkes RI).

Gambaran Klinis TB

Batuk
Demam
Sesak Nafas
Nyeri dada
Malaise

Klasifikasi
1) Pasien dengan BTA Positif
Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara
mikroskopis ditemukan BTA sekurang-kurangnya pada 2x
pemeriksaan
Mikroskopik positif, radiology positif
Mikroskopik positif, biakan positif

2) Pasien dengan BTA Negatif


Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara
miroskopik tidak
ditemukan
BTA sedikitnya 2x
pemeriksaan
Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara
mikroskopik tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi ada
biakan yang positif

Berdasarkan Tipe
1)Kasus Baru
Penderita Tuberkulosis yang belum pernah diobati atau sudah pernah minum OAT
kurang dari satu bulan
2) Kambuh (Relaps)
Penderita Tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan dan telah
dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA
3) Pindah (Transfer In)
Penderita dalam pengobatan OAT pindah dari Kabupaten lain
4) Setelah lalai (Setelah Default)
Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih,
kemudian datang kembali berobat
5) Lain-lain:
a) Gagal
Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali pada akhir bulan ke 5
atau lebih.
Penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir
bulan ke 2 pengobatan.
b) Kasus kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif setelah pengobatan
ulang dengan kategori 2.

Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan Tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan
penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan
menurunkan penularan.
Pengobatan akan diberikan setelah dignosis ditegakkan. Obat
diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan. Apabila panduan
obat digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu
pengobatan), kuman Tuberkulosis akan berkembang menjadi
kuman kebal obat pada resisten.
Untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin ketaatan
penderita minum obat, pengobatan perlu dilakukan dengan
pengawasan langsung menelan obat untuk jangka pendek (DOTS
= Directly Observed Treatment Short-Cource). Pengobatan
Tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap yaitu: tahap intensif dan
lanjutan
(Depkes
RI).

Ringkasan panduan obat

Kategori

Kasus

Paduan obat yang diajurkan

- TB paru BTA +,
BTA - , lesi

2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE / 6 HE
*2RHZE / 4R3H3

luas
II

- Kambuh
- Gagal pengobatan

II

- TB paru putus berobat

III

-TB paru BTA neg. lesi


minimal

IV

- Kronik

IV

- MDR TB

-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau


2RHZES / 1RHZE / 5 RHE
-3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18
ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE /
5RHE
Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti
minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi dan radiologi
saat ini (lihat uraiannya) atau
*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3
2 RHZE / 4 RH atau
6 RHE atau
*2RHZE /4 R3H3
RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang
sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)

Keterangan

Bila
streptomisin
alergi, dapat diganti
kanamisin

Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup

Catatan : * Obat
yang disediakan
oleh Program
Nasional TB

Hubungan Rokok dengan


Tuberkulosis

Patofisiologi TB dan Merokok


Rokok merusak mekanisme sistem pertahanan paru
(muccociliary clearence)
Asap rokok meningkatkan tahanan jalan nafas
(airway resistance) akan menyebabkan mudah
bocornya pembuluh darah di paru dan akan merusak
makrofag yang merupakan sel yang berperan dalam
mekanisme pertahanan tubuh
Asap rokok juga menurunkan respon terhadap
antigen sehingga patogen dapat dengan mudah
masuk

Merokok menganggu pembersihan (clearance)


sekresi pada mukosa tracheobronchial. Merupakan
baris pertama pertahana dari partikel yang terhirup.
Jadi dengan merusak clearance, memungkinkan
tubercle bacili untuk bebas dari pertahaan dan
mendorong mencapai alveoli
Makrofag alveolar paru merupakan mekanisme
pertahanan awal terhadap tubercle bacili. Dimana
merokok dapat mengubah fungsi makrofag dan
menganggu fungsi dan aktivitas mereka untuk
membersihkan bacili dari saluran udara dan
rendahnya tingkat sitokin pro inflamasi

Terdapat bukti ketidakseimbangan antara tingkat


oksidan
dan
anti
oksidan
pada
perokok.
Ketidakseimbangan
tersbeut
meyebabkan
peningkatan stress oksidatif pada jaringan paru-paru
terutama oleh oksidan yang terkandung dalam asap
rokok dan penurunan mekanisme anti oksiddan
pada macrofag.
Nikotin dalamasap rokok bekerja pada reseptor ini
dan menurunkan produksi tumor necrosis factor,
sehingga
merusak
kemampuan
pembunuhan
macrophages

Merokok mempercepat penurunan fungsi paru-paru


dan penghentian merokok mengurangi tingkat
penurunan.
Dalam populasi, perempuan lebih rentan terhadap
penurunan fungsi paru-paru yang disebabkan oleh
merokok. Merokok selama kehamilan menyebabkan
fungsi paru-paru yang lebih buruk pada anak-anak
dibandingkan dengan ibu hamil bebas rokok.
Interaksi yang disebutkan di atas antara merokok
dan pulmonary host defense memiliki hubungan
sebab akibat antara merokok dan peningkatan risiko
tertular tuberkulosis atau pengembangan klinis dari
infeksi penyakit.

ACTIVE INVOLVEMENT OF TB CONTROL PROGRAMME


IN TOBACCO CONTROL

Terdapat metodologi pada Program TB control yang


disebut Five As Approach :
Ask, Advice,Assess,Assist,Arrange
1. Ask if the patient smoke
Intervensi awal terhadap orang perokok untuk
berhenti. Ini penting pada pasien baruTB dan pasien
dengan kondisi penyakit saluran napas lainnya.
Setiap pasien harus ditanyakan konsumsi rokok
apakah pasien tidak pernah atau tiap hari merokok,
dan seberapa lama dan seberapa lama pasien
merokok.

2. Advice the patient to quit


Memberikan saran kepada pasien untuk berhenti dan
menjelaskan dampak dari merokok terhadap
kesehatan dan pada pasien TB karena dapat
memperberat dan memperlama dari pengobatan.
3. Assess the patiens willingnes to quit
Tanyakan pada setiap apsien jika dia ingin berhenti
dan jika pasien mau untuk berhenti bulan depan,
secara bertahap selalu diberikan penjelasan tentang
dampak rokok agar pasien mengerti.

4. Assist the patient in making quit attempt


Perokok berat pada penyakit paru seperti TB yang
termotivasi untuk berhenti merokok. Kita sebagai
dokter harus sangat memotivasi hal terseutt, untuk
menyarankan pencegahan, setuju untuk berhenti
dan melanjutkan pengobatan yang lengkap.
5. Arrange to follow up
Follow up pada pasien sangat penting untuk
mengelola lotivvasi dan mendukung
jadwalkan untuk bertemu Pasien tiap 6-8 bulan pada
saat pengobatan TB

Sumber
PDPI (Persatuan Dokter Paru Indonesia)
Depkes RI
WHO/ The Union Monograph on TB and Tobacco
Control
World Lung Function Foundation

Anda mungkin juga menyukai