Anda di halaman 1dari 9

Mata Kuliah : Hukum Internasional

Pokok Bahasan : Kedaulatan

Sub P Bahasan : Istilah, Pengertian

Jumlah Perkuliahan : 2X

Jadwal Kuliah : Mei 2009

Dosen : Syofirman Syofyan, S.H, M.H.

1.1. Istilah

Kedaulatan berasal dari kata “Sovereignty” yang berasal dari kata


“Superanus” yang berarti “yang teratas”. Dalam bahasa Perancis disebut
sebagai “souverainee”, yang oleh Jean Bodin diartikan sebagai “pemberi
sumber yang syah bagi hukum”.1

1.2. Sejarah dan Pengertian Kedaulatan

Menurut Milss konsep kedaulatan muncul bersamaan dengan


terbentuknya negara modern2 yang sekuler atau lepas dari otoritas
keagamaan.3 Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa
kedaulatan muncul pada masa setelah perjanjian Westphalia 4, karena
menurut sejarahnya negara-negara modern lahir setelah perjanjian ini.

Kedaulatan negara dapat diartikan sebagai “kekuasaan tertinggi dari


suatu Negara untuk melakukan berbagai aktivitas atau membuat berbagai
kebijakan sesuai dengan kepentingannya”. Dengan demikian tidak ada lagi
kekuasaan yang lebih tinggi dari itu bagi negara ybs.

Kedaulatan ini hanya akan ada ketika suatu negara telah merdeka atau
tidak berada di bawah kekuasaan pihak lain.5 Jadi kedaulatan menunjukkan
bahwa negara yang memilikinya berstatus merdeka atau tidak di bawah
pemerintahan atau kekuasaan negara lain.

1
Jean Bodin sebagaimana dikutip dalam Theo Huijbers, “Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah< Jogjakarta,
Kanisius, 1986, h. 57

2
Kurt Mills, “Human Rights in the Emerging Global Order; A New Sovereignty?”, MacMillan Press, London,
1999, hal 11, sebagaimana dikutip dalam Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, “Hukum Internasional
Kontemporer” , Refika Aditama, Bandung, 2006. hal 172

3
Lihat Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, hal 172

4
Kurt Milss, Op cit. hal 10-11

5
I wayan Parthiana, “Pengantar Hukum Internasional”, Mandar Maju, Bandung, 1990. hal. 294
1.3. Tempat Di mana Kedaulatan Berlaku

Kedaulatan suatu negara hanya berlaku di wilayah negara yang


bersangkutan. Wilayah tersebut memilki batas-batas yang ditentukan oleh
hukum internasional seperti; perjanjian tapal batas antar negara, hukum udara
tentang batas suatu negara di ruang udara dan hukum laut tentang batas
suatu negara di laut. Khusus untuk hukum udara dan hukum laut terdapat
ketentuan umum yang mengatur kedaulatan suatu negara. Untuk hukum
udara misalnya pasal 1 konvensi Paris 1919 menyatakan bahwa negara
peserta perjanjian mengakui bahwa setiap negara memiliki “kedaulatan
lengkap dan ekslusif” atas ruang udara di atas wilayahnya”, sedangkan dalam
konvensi Hukum Laut 1982 itu diakui bahwa negara memiliki kedaulatan
territorial hingga maksimal 12 mil dari garis pantai.

1.4. Beberapa Aspek dan Batas-Batas Kedaulatan.

1.4.1. Aspek Internal Kedaulatan dan Batas-Batas Kedaulatan.

Kedaulatan umumnya dapat dibagi atas 2 aspek yakni; aspek internal


dan aspek eksternal.6 Dari aspek internal, kedaulatan dapat dikatakan
sebagai “kekuasaan tertinggi untuk mengatur segala sesuatu yang ada atau
terjadi di dalam batas-batas wilayahnya”. 7

Apakah kekuasaan ini mutlak atau dibatasi? Menurut Machiavelli,


kekuasaaan ini tidak boleh dibatasi oleh nilai-nilai moral atau tuntutan
kebiasaan dalam rangka mengejar kepentingan negara. 8 Namun dalam
kenyataannya kedaulatan internal ini juga dibatasi oleh oleh hukum
internasional, paling tidak dalam dalam kaitannya dengan penegakan HAM.

Pembatasan ini dapat kita lihat dalam beberapa konsep penegakan


HAM Sbb.

1.4.1.1. HAM dalam Kerangka PBB Dalam kaitannya dengan kedaulatan.

Di dalam kerangka PBB, keduanya, penegakan HAM dan


kedaulatan diakui. Pengakuan atas konsep kedaulatan ditemui dalam
article 2 yang mengatakan;

“The Organization is based on the principle of the sovereign


equality of all its Members”.

6
Ibid

7
Ibid

8
Machiavelli, sebagaimana dikutip dalam Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Op cit hal 172-173
Sedangkan mengenai HAM, terdapat dalam beberapa artikel
yakni sbb;

- Artikel 1 charter PBB menyatakan bahwa;

“The Purposes of the United Nations are: To achieve


international co-operation in solving international problems of
an economic, social, cultural, or humanitarian character, and in
promoting and encouraging respect for human rights and
for fundamental freedoms for all without distinction as to
race, sex, language, or religion”.

- Artikel 55 charter PBB menyatakan bahwa;

“….the United Nations shall promote universal respect for,


and observance (ketaatan) of human rights, and for
fundamental freedoms for all without distinction as to race,
sex, language, or religion”.

Persoalan akan timbul berkenaan dengan terjadinya


pelanggaran HAM besar-besaran di wilayah suatu Negara yakni
apakah PBB dan negara lain boleh turut campur untuk
menghentikannya yang akan membawa konsekuensi pada pelanggaran
kedaulatan suatu negara? Jawaban atas persoalan ini dapat diperoleh
dengan melihat dan menganalisis ketentuan-ketentuan berikut ini;

- Pasal 2 paragraph 4 of UN Charter yang mengatakan;

“All Members shall refrain in their international relations from the


threat or use of force against the territorial integrity or political
independence of any state, or in any other manner inconsistent
with the Purposes of the United Nations”.
- Pasal 2 paragraph 7 of UN Charter menyebutkan:

“Nothing contained in the present Charter shall authorize the


United Nations to intervene in matters which are essentially
within the domestic jurisdiction of any state or shall require the
Members to submit such matters to settlement under the
present Charter; but this principle shall not prejudice the
application of enforcement measures under Chapter Vll”.

Kedua pasal di atas menunjukkan bahwa baik negara maupun


PBB tidak memiliki hak untuk campur tangan untuk urusan dalam
negeri suatu negara. Namun ada pengecualian yakni; jika ada
penyebab seperti; ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran
terhadap perdamaian dan tindakan agresi. Hal ini dinyatakan dalam
article 39 yang mengatakan;
The Security Council shall determine the existence of any
threat to the peace, breach of the peace, or act of
aggression and shall make recommendations, or decide what
measures shall be taken in accordance with Articles 41 and 42,
to maintain or restore international peace and security.

UN Charter tidak menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan


pengertian threat of the peace ini. Dalam prakteknya pengertian threat
of the peace terkait dengan peristiwa kekerasan domestik atau yang
terjadi dalam suatu negara. Persitiwa itu misalnya;

- UN Intervention in Somalia (Unified Task Force atau


UNITAF);

Intervensi ini dilatar belakangi oleh pendapat PBB dalam


UNSC Resolution 794 (1992) on 3 December 1992 yang
mengatakan; “…the magnitude of the human tragedy caused by
the conflict in Somalia constitute a threat to international peace
and security”

Berdasarkan penilaian diatas, PBB melalui UNSC Resolution


794 (1992) on 3 December 1992, Para 10“ mengatakan;

“Acting under chapter VII of the UN Charter, (…) to use all


necessary means to establish as soon as possible a secure
environment for humanitarian relief operations in Somalia”

- UN Operation in Haiti

Operasi ini dilatar belakangi oleh pendapat PBB dalam UNSC


Resolution 836 (1993) of 4 June 1993, the Humanitarian
situation in Haiti continuous to become a threat to peace and
security in this region

Berdasarkan penilaian diatas, PBB melalui UNSC Resolution


836 (1993) of 4 June 1993, PBB menyatakan

“acting under chapter VII of the charter of the United Nations,


authorized member states to form a multinational force under
unified command and control and, (…), to use all necessary
means to facilitate the departure from Haiti of the military
leadership (…) and to establish and maintain a secure and
stable environment that will permit the implementation of the
Governors Island Agreement…..”
Karena UN Charter tidak menjelaskan apa yang dimaksudkan
dengan pengertian threat of the peace ini dan adanya prakteknya yang
menunjukkan bahwa pengertian threat of the peace terkait dengan
peristiwa kekerasan domestik atau yang terjadi dalam suatu negara
maka terbuka kemungkinan penafsiran bahwa pelanggaran HAM
besar-besaran termasuk dalam “ancaman terhadap perdamaian”. Hal
ini terbukti dengan adanya pendapat yang mengatakan bahwa massive
human rights violations termasuk dalam pengertian ancaman terhadap
perdamaian,9 sehingga dapat mengundang campur tangan PBB untuk
menghentikannya.

Campur tangan yang dilakukan oleh PBB boleh dilakukan


melalui beberapa langkah seperti berikut ini;

a. Memanggil atau meminta para pihak yang terkait untuk menerima


tindakan-tindakan sementara yang dianggap perlu atau layak
tampa mengabaikan hak-hak, tuntutan-tuntutan atau kedudukan
pihak-pihak yang bersangkutan. Hal ini dapat dilihat dalam artikel
40 of UN Charter menyebutkan:

“In order to prevent an aggravation of the situation, the


Security Council may, before making the recommendations or
deciding upon the measures provided for in Article 39, call
upon the parties concerned to comply with such
provisional measures as it deems necessary or desirable.
Such provisional measures shall be without prejudice to the
rights, claims, or position of the parties concerned. The Security
Council shall duly take account of failure to comply with such
provisional measures”.

b. Memutuskan tindakan-tindakan yang harus diambil yang tidak


melibatkan penggunaan kekuatan bersenjata agar keputusan-
keputusan dewan keamanan dapat dijalankan. Hal ini dapat dilihat
dalam artikel 41 of UN Charter menyatakan;

“The Security Council may decide what measures not


involving the use of armed force are to be employed to give
effect to its decisions, and it may call upon the Members of
the United Nations to apply such measures. These may include
complete or partial interruption of economic relations and
of rail, sea, air, postal, telegraphic, radio, and other means
of communication, and the severance of diplomatic
relations”.

9
Lihat Tarcisio Gazzini, “The Changing Rules on the Use of Force in International Law”, Juris Publishing,
Manchester University Press, 2005, hal 31-32.
c. Mengambil tindakan-tindakan yang melibatkan penggunaan
kekuatan bersenjata agar keputusan-keputusan dewan keamanan
dapat dijalankan. Hal ini dapat dilihat dalam artikel 42 of UN Charter
menyatakan;

“Should the Security Council consider that measures provided


for in Article 41 would be inadequate or have proved to be
inadequate, it may take such action by air, sea, or land
forces as may be necessary to maintain or restore
international peace and security. Such action may include
demonstrations, blockade, and other operations by air, sea,
or land forces of Members of the United Nations”

1.4.1.2. Ham dalam kaitannya dengan kedaulatan diluar kerangka


PBB

* European Court of Human Rights (1959 in Strasbourgh)

Dalam prakteknya telah memutus perkara yang terkait dengan


dugaan pelanggaran HAM di negara-negara di Eropah

*ICC

Pasal 5 para 1: ICC memiliki yurisdiksi atas tindak pidana oleh


seluruh masyarakat internasional yang berupa; TP Genocida,
TP terhadap kemanusiaan, TP kejahatan Perang dan Agresi

*Humanitarian Intervention

Definition by AIV/CAVV;

Humanitarian Intervention is the threat or use of force by one or


more states, whether or not in the context of an international
organization, on the territory of another state:

(a) In order to end existing or preventing imminent grave,


large scale violations of fundamental human rights.

(b) Without the prior authorization of the Security Council and


without the consent of the legitimate government of the state on
whose territory the intervention takes place.

1.4.2. Aspek Eksternal Kedaulatan dan Batas-Batas Kedaulatan.

Dari aspek eksternal, kedaulatan dapat dikatakan sebagai “kekuasaan


tertinggi untuk mengadakan hubungan dengan anggota masyarakat
internasional ataupun mengatur segala sesuatu yang berada atau terjadi di
luar wilayah negara tersebut sepanjang terkait dengan negara tersebut.
Dari aspek eksternal, kedaulatan suatu negara dibatasi oleh hukum
yang terkait dengan larangan intervensi atas urusan internal dalam negeri
suatu negara.

Di dalam batas wilayahnya tersebut suatu negara tidak boleh


diintervensi oleh negara lain. Sebaliknya negara tsb. juga tidak boleh
melakukan intervensi apalagi yang sampai menggunakan ancaman atau
penggunaan kekuatan bersenjata terhadap wilayah negara lainnya. Larangan
ancaman atau penggunaan kekuatan bersenjata tsb dengan jelas dinyatakan
dalam pasal 2 paragraph 4 of UN Charter yang mengatakan;

“All Members shall refrain in their international relations from the threat
or use of force against the territorial integrity or political independence
of any state, or in any other manner inconsistent with the Purposes of
the United Nations”.

Selain negara, PBB sendiri juga mengakui bahwa tidak ada otoritas
baginya untuk melakukan intervensi terhadap urusan dalam negeri negara
lain. Hal ini dinyatakan dalam pasal 2 paragraph 7 of UN Charter
menyebutkan:

“Nothing contained in the present Charter shall authorize the


United Nations to intervene in matters which are essentially within
the domestic jurisdiction of any state or shall require the Members
to submit such matters to settlement under the present Charter; but
this principle shall not prejudice the application of enforcement
measures under Chapter Vll”.

Walaupun dinyatakan bahwa PBB tidak memiliki otoritas untuk


melakukan intervensi terhadap urusan dalam negeri negara lain, ada suatu
pengecualian yang dinyatakan di sini yakni; bahwa intervensi tersebut dapat
dilakukan dalam kerangka bab VII yakni mempertahankan atau memulihkan
perdamaian dan keamanan internasional.

Intervensi ini dapat dilakukan karena beberapa alasan tertentu yakni;


adanya; breach of the peace, threat of the peace dan act of agression.
Berdasarkan pengalaman pada Perang Korea dan Perang Teluk tahun 1991,
pengertian breach of the peace berarti adanya serangan atau invasi
bersenjata oleh suatu negara terhadap wilayah negara lainnya. UNSC
Resolution 82 (1950) of 27 June 1950 misalnya menyebutkan “North Korean
armed attack is the breach of peace” sedangkan UNSC Resolution 660 (1990)
on 2 August 1990 menyebutkan Invasi Iraq terhadap Kuwait sebagai a breach
of international peace and security.
Hal ini berarti tidak ada hak dari suatu negara untuk melakukan
intervensi terhadap wiilayah negara lain dan jika hal tersebut dilakukan maka
negara tsb. akan berhadapan dengan PBB.

Tindakan PBB dalam hal ini dapat berupa;

1. Meminta para pihak yang terlibat untuk menerima atau


melaksanakan tindakan-tindakan sementara yang dianggap perlu atau
layak. Hal ini sesuai dengan artikel 40 Piagam PBB, yang mengatakan;

“In order to prevent an aggravation of the situation, the Security


Council may, before making the recommendations or deciding upon
the measures provided for in Article 39, call upon the parties
concerned to comply with such provisional measures as it deems
necessary or desirable. Such provisional measures shall be without
prejudice to the rights, claims, or position of the parties concerned. The
Security Council shall duly take account of failure to comply with such
provisional measures”

2. Memutuskan tindakan-tindakan yang tidak melibatkan


penggunaan penggunaan kekuatan bersenjata agar supaya
keptutusan-keputusan DK PBB yang dimaksudkan untuk mencegah
memburuknya situasi dapat dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan artikel
41 Piagam PBB, yang mengatakan;

“The Security Council may decide what measures not involving the
use of armed force are to be employed to give effect to its
decisions, and it may call upon the Members of the United Nations to
apply such measures. These may include complete or partial
interruption of economic relations and of rail, sea, air, postal,
telegraphic, radio, and other means of communication, and the
severance of diplomatic relations”.

3. Mengambil tindakan-tindakan yang menggunakan ankatan darat,


laut dan udara. Hal ini sesuai dengan artikel 42 Piagam PBB, yang
mengatakan;

“Should the Security Council consider that measures provided for in


Article 41 would be inadequate or have proved to be inadequate, it may
take such action by air, sea, or land forces as may be necessary to
maintain or restore international peace and security. Such action
may include demonstrations, blockade, and other operations by
air, sea, or land forces of Members of the United Nations”.

Anda mungkin juga menyukai