Siklus Rankine adalah siklus daya uap yang digunakan untuk menghitung atau memodelkan
proses kerja mesin uap / turbin uap. Siklus ini bekerja dengan fluida kerja air. Semua PLTU
(pembangkit listrik tenaga uap) bekerja berdasarkan prinsip kerja siklus Rankine. Siklus
Rankine pertama kali dimodelkan oleh: William John Macquorn Rankine, seorang ilmuan
Scotlandia dari Universitas Glasglow. Untuk mempelajari siklus Rankine, terlebih dahulu kita
harus memahami tentang T-s diagram untuk air. Berikut ini adalah T-s diagram untuk air.
T-s diagram adalah diagram yang menggambarkan hubungan antara temperatur (T) dengan
entropi (s) fluida pada kondisi tekanan, entalpi, fase dan massa jenis tertentu. Jadi pada
diagram T-s terdapat besaran-besaran tekanan, massa jenis, temperatur, entropi, entalpi dan
fase fluida.
Sumbu vertikal T-s diagram menyatakan skala temperatur dan sumbu horizontal menyatakan
entropi. Terdapat 2 sistem satuan untuk T-s diagram yaitu sistem satuan internasional seperti
pada gambar 1 dan sistem satuan Inggris. Menggunakan diagram ini perlu diperhatikan
sistem satuan yang digunakan. Selain itu masing-masing jenis fluida mempunyai diagram T-s
nya sendiri-sendiri dan berbeda satu dengan lainnya. Misalnya T-s diagram untuk air tidak
akan sama dengan T-s diagram untuk freon R12 dan tidak akan sama dengan T-s diagram
untuk amoniak.
Gambar 1 diagram T-s untuk air
(sumber : NBS/NRC Steam Tables/1 by Lester Haar, John S. Gallagher, and George S. Kell )
Selain diagram T-s juga dikenal Mollier diagram atau h-s diagram. Berikut ini adalah h-s
diagram untuk air.
Diagram h-s menggambarkan hubungan antara energi total (entalpi (h)) dengan entropi (s). Sama seperti
diagram T-s, untuk setiap fluida memiliki diagram h-s nya sendiri-sendiri. Kedua diagram ini dapat
digunakan untuk menghitung kinerja pembangkit listrik tenaga uap dengan menggunakan siklus Rankine.
Dari titik kristis ke arah kanan mengikuti garis kubah uap disebut garis uap jenuh. Bila fluida
berada pada kondisi tekanan dan temperatur yang sesuai dengan garis ini, maka fluida
tersebut berada pada kondisi 100% uap jenuh. Dari titik kristis ke arah kiri mengikuti garis
kubah uap, disebut garis cair jenuh. Pada garis ini fluida memiliki fase cair 100%.
Di dalam kubah uap adalah daerah panas laten yaitu panas penguapan atau panas
pengembunan. Pada daerah ini fluida berada dalam kondisi 2 fase yaitu fase cair dan fase gas
bercampur menjadi satu. Kadar uap dapat ditentukan dari garis kadar uap.
Daerah di atas kubah uap di sebelah kanan adalah daerah uap panas lanjut ( superheated
steam ). Sedangkan daerah di sebelah kiri di luar kubah uap disebut daerah dingin lanjut.
Untuk uap jenuh, sifat-sifat termodinamika uap dapat ditentukan hanya dengan mengunakan
temperatur atau tekanannya saja, tetapi untuk menentukan sifat-sifat termodinamika uap pada
kondisi panas lanjut dan dingin lanjut harus diketahui tekanan dan temperatur uap.
Bila kita memanaskan air dari kondisi cair misalnya pada tekanan konstan 1 atm dan mulai
dari temperatur 18 oC hingga temperatur 230 oC, maka pada diagram T-s dapat digambar
sebagai berikut.
Gambar 4 proses pemanasan air dari 18 oC hingga 230 oC pada tekanan 1 atm (101,325 kPa)
Proses pemanasan air dapat digambarkan pada diagram T-s seperti pada gambar 4 di atas.
Pada tekanan 1 atm , air dengan temperatur awal 18 oC memiliki entropi 0,28 kJ/kg.K, bila
dipanaskan maka temperatur air akan naik mengikuti garis tekanan konstan hingga mencapai
titik temperatur didih yaitu untuk tekanan 1 atm titik didih air adalah 99,98 oC. atau entropi
air bertambah dari 0,28 kJ/kg.K menjadi 1,3 kJ/kg.K. Entalpi air bertambah dari 82 kJ/kg
menjadi 418 kJ/kg. ini adalah energi total (entalpi) yang dibutuhkan untuk memanaskan air
dari kondisi cair pada temperatur 18oC menjadi air siap mendidih (berubah fase) pada
temperatur 99,98 oC. Pada diagram T-s proses mengikuti garis A-B.
Bila panas terus diberikan, temperatur air tidak akan naik tetapi terjadi perubahan fase air dari
fase cair menjadi fase gas. Perubahan fase ini mengikuti garis B-C. Pada proses ini terjadi
penyerapan kalor (energi) yang digunakan untuk mengubah fase zat, pada kondisi temperatur
konstan. Energi yang diserap ini tidak dapat di ukur dengan mengunakan termometer karena
temperatur fluida tidak berubah. Oleh sebab itu, proses ini disebut proses penyerapan panas
laten (non sensibel heat). Pada proses ini entropi air bertambah dari 1,3 kJ/kg.K menjadi 7,6
kJ/kg.K. Proses terus berlanjut hingga titik C yaitu titik yang tepat berada pada garis uap
jenuh. Pada titik C semua molekul air telah berubah menjadi fase gas. Antara titik B dan titik
C adalah kondisi 2 fase yaitu campuran gas dan cair. Kadar uap dalam campuran ini disebut
faktor kebasahan atau sering disingkat dengan huruf X. besar faktor kebasahan dapat dihitung
dengan mengunakan rumus :
Keterangan :
misalkan pada proses pemanasan air di atas, kita hendak mengetahui berapa kadar uap pada
saat entropi air = 4 kJ/kg.K, maka kadar uap dapat dihitung :
Artinya pada saat entropi fluida mencapai 4 kJ/kg.K kadar uap dalam campuran adalah 44,6
%.
Pada titik C air berada dalam kondisi uap jenuh atau 100 % uap. Bila energi (panas) terus
diberikan maka uap jenuh akan berubah menjadi uap panas lanjut. Pada proses pemanasan
uap panas lanjut, tekanan dan temperatur fluida akan naik. Tetapi bila proses pemanasan ini
dilakukan pada tekanan konstan maka akan mengikuti garis C-D.
Proses yang telah kita bahas ini adalah proses sederhana yang berlangsung pada saat kita memanaskan
air. Proses ini hampir sama dengan proses yang terjadi di dalam boiler pada unit pembangkit uap di
PLTU.
Siklus Rankine Ideal Sederhana
Skema siklus Rankine ideal sederhana dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini.
2
Turb
Boiler in
uap
Beban
3
1 Kondenser
Pompa 4
Skema pada gambar 5 dapat digambarkan garis kerjanya pada diagram T-s seperti pada
gambar 6 berikut ini.
Gambar 6 diagram T-s untuk siklus Rankine ideal sederhana
Di dalam boiler, air yang bertekanan tinggi dipanaskan hingga menjadi uap panas lanjut,
prosesnya adalah sebagai berikut:
1. Ekonomiser, air pertama-tama masuk ke ekonomiser. Ekonomier berfungsi sebagai
pemanas awal. Sesuai namanya alat ini berfungsi untuk meningkatkan efisiensi boiler
dengan cara menggunakan panas sisa gas buang untuk memanaskan awal air yang
masuk ke boiler.
2. Evaporator, dari ekonomiser, air masuk ke drum penampung air di evaporator. Di
dalam evaporator air dipanaskan melalui pipa-pipa evaporasi hingga berubah menjadi
uap. Uap air yang keluar dari evaporator adalah uap jenuh.
3. Superheater, selanjutnya uap jenuh dari evaporator masuk ke superheater. Superheater
adalah alat penukar kalor yang dirancang khusus untuk memanaskan uap jenuh
menjadi uap panas lanjut dengan menggunakan gas panas hasil pembakaran. Uap panas
lanjut yang keluar dari superheater siap digunakan untuk memutar turbin uap.
Uap panas lanjut dari boiler kemudian dialirkan ke turbin uap melalui pipa – pipa uap. Di
dalam turbin uap , uap panas lanjut diekspansikan dan digunakan untuk memutar rotor turbin
uap. Proses ekspansi di dalam turbin uap berlangsung melalui beberapa tahap yaitu :
Uap panas lanjut yang bertekanan tinggi diekspansikan di nosel dan kemudian digunakan
untuk memutar roda Curtis. Roda Curtis adalah turbin uap jenis turbin implus. Pada roda
Curtis terjadi penurunan tekanan yang signifikan.
Turbin tingkat menengah menggunakan turbin jenis reaksi dan tersusun atas beberapa tingkat
turbin.
Pada tingkat akhir ini uap terus diekspansikan hingga tekanan sangat rendah (biasanya
dibawah tekanan atmosfir ) dengan bantuan kondensor.
Putaran poros yang dihasilkan dari proses ekspansi uap panas lanjut di dalam turbin
digunakan untuk memutar beban. Beban dapat berupa generator listrik seperti di PLTU atau
propeler (baling-baling) untuk menggerak kapal.
Uap tekanan rendah dari turbin uap mengalir ke kondensor. Di dalam kondensor, uap
didinginkan dengan media pendingin air hingga berubah fase menjadi air. Kemudian air
ditampung di dalam tangki dan dipisahkan dari gas-gas yang tersisa dan siap untuk dipompa
ke dalam boiler oleh pompa pengisi boiler. Proses ini terus berlanjut dan berulang
membentuk sebuah siklus yang disebut siklus Rankine.
Pada siklus Rankine ideal. Ke 4 alat dianggap bekerja pada kondisi Steady flow. Sehingga
persamaan energi untuk kondisi steady flow dapat ditulis :
Kerja pompa :
Dimana
Untuk menghitung kinerja siklus Rankine, diperlukan tabel sifat-sifat air dan uap air. Berikut
ini tabel sifat-sifat air dan uap air.
Pertama-tama gambarkan skema siklus Rankine sederhana dan lengkapi dengan data-data
yang ada di dalam soal,
Skema siklus Rankine ideal sederhana dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini.
Beban
3
1 0,1 0,1 bara
Kondenser
Pompa 4
Gambar 5 skema siklus Rankine ideal sederhana
Gambar 7 data dari soal
Ditanya : kerja turbin (Wt); Kerja pompa (Wp), kalor masuk (Qin), kalor keluar (Qout), efisiensi
termodinamika (ηth), daya turbin (Pt) dan daya netto siklus (Pnett).
Dari tabel uap jenuh, pada tekanan 0,1 bar (10 kPa) didapat :
Artinya
kadar uap yang keluar dari turbin menuju kondensor adalah 76,22 % atau fluida yang keluar
dari turbin 76,22 % uap dan 23.78 % cair. Bagian yang cair ini tidak perlu lagi diembunkan,
tetapi 76,22 % uap ini yang harus dibuang kalornya supaya fasenya berubah menjadi cair.
Maka energi total yang terkandung di dalam 76,22% uap dapat dihitung :
Maka kerja
turbin dapat dihitung yaitu :
= volume jenis air pada tekanan 0,1 bar = 0,00101 m3/kg
p4 = tekanan air keluar pompa = tekanan boiler (proses ideal tidak ada rugi-rugi tekanan)
maka p4 = p1 = 400 bar = 40 Mpa.
p3 = tekanan air masuk pompa = tekanan air keluar kondensor, untuk proses ideal tidak ada
rugi-rugi tekanan sehingga p3 = 0,1 bar = 10 kPa
maka kerja pompa :
h1 = entalpi uap panas lanjut keluar dari boiler = 3139,4 kJ/kg
h4 = entalpi air keluar pompa yang besarnya = entalpi air masuk pompa + kerja pompa, maka h 4 = 191,81 +
40,3899 = 232,1999 kJ/kg
Daya yang dihasilkan Boiler : PB = 2900,2 kJ/kg x 100 kg/s = 290.020 kW = 290,02 MW
Dari hasil perhitungan dapat dilihat hanya 37,37 % dari daya yang diberikan ke dalam boiler
yang dapat diubah menjadi energi mekanis, sisanya hilang atau dibuang ke alam melalui
kondensor dan ada sebagian kecil yang digunakan untuk mengerakan pompa.
Dari penjabaran sederhana ini, serta dengan ketentuan bahwa siklus ini adalah
Siklus Rankine ideal tanpa adanya kerugian sama sekali, maka dapat kita buat dua
buah rumusan sederhana berikut:
(Eq. 01)
serta,
(Eq. 02)
Persamaan (01) hanya berfungsi sebagai alat untuk memahami proses Siklus
Rankine saja. Kita akan berbicara lebih jauh dengan persamaan (02), yakni rumusan
perhitungan efisiensi termal Siklus Rankine. Efisiensi termal Siklus Rankine
merupakan perbandingan antara energi output siklus (energi gerak turbin) dikurangi
energi siklus yang digunakan oleh sistem (energi gerak pompa), dengan energi
panas yang masuk ke sistem (energi panas boiler).
Mungkin ada sebagian dari kita yang bertanya-tanya kemanakah energi panas
kondensor? Mengapa ia tidak masuk ke perhitungan efisiensi termal?
Energi panas yang dibuang oleh kondensor berbentuk panas laten. Panas laten
adalah panas yang dibutuhkan untuk mengubah fase air dari cair menjadi uap air.
Pada tekanan atmosfer, panas laten dibutuhkan untuk merubah air menjadi uap
pada temperatur konstan 100°C. Temperatur laten akan semakin tinggi seiring
semakin tingginya tekanan kerja boiler. Kalor laten inilah yang harus dibuang pada
Siklus Rankine melalui kondensor. Pembuangan kalor laten tersebut akan merubah
fase uap air kembali ke cair. Dikarenakan panas buangan kondensor tersebut tidak
secara langsung berdampak pada unjuk kerja mesin Rankine, maka kalor laten
kondensor tidak masuk ke perhitungan efisiensi siklus. Sederhananya, parameter
sebuah mesin Rankine dapat dikatakan efisien adalah ketika turbin uap dapat
menghasilkan energi gerak sebesar-besarnya dengan konsumsi energi panas boiler
dan energi gerak pompa seminimal mungkin.
Gambar 1
Sekarang mari kita ambil contoh sebuah sistem PLTU sederhana ideal seperti pada
gambar di atas. Sistem tersebut jika digambarkan ke dalam sebuah diagram
tekanan-entalpi (P-h), maka akan seperti pada diagram di bawah ini.
Gambar 2
Turbin Uap
Mari kita sedikit berandai-andai di sini! Saya ingin mengajak Anda bertindak seolah-
olah sebagai seorang desainer PLTU!
Gambar 3
Pada contoh kasus di atas misalnya, kita ingin membuat sebuah turbin uap yang
mampu mengonversikan energi panas dari uap air dengan spesifikasi tekanan 10
MPa, temperatur 500°C, serta debit sebesar 8 kg/s. Uap yang keluar dari turbin akan
memiliki tekanan 20 kPa dengan kualitas uap X=0,9. Mari kita asumsikan selama
uap air melewati sudu-sudu turbin, tidak akan terjadi kerugian panas yang keluar
maupun masuk sistem (adiabatik), serta fluida tidak mengalami perubahan energi
kinetik maupun potensial.
Kita akan menggunakan tabel properti uap air yang ada pada tautan berikut ini.
Anda bisa pula menggunakan tabel standard di buku-buku lain yang kesemuanya
bisa saya pastikan sama persis.
Pertama mari kita cari berapa nilai kalor (entalpi) dari uap air inlet turbin. Dari
halaman yang ada di tautan ini, silahkan Anda memilih tautan selanjutnya yang
berjudul Superheated Vapor Properties – (9 MPa – 40 MPa). Selanjutnya tarik garis
lurus dari kolom temperatur di sisi paling kiri tabel, hingga bertemu dengan entalpi
pada tekanan 10 MPa. Dengan cara ini akan kita dapatkan nilai entalpi (h1) uap inlet
turbin sebesar 3375,1 kj/kg. Pengertian sederhananya adalah, uap air kering
bertemperatur 500°C dengan tekanan 10 MPa, memilki kandungan energi panas
senilai 3375,1 kilo Joule di tiap satu kilogramnya. Energi panas inilah yang ingin
dikonversikan menjadi sebesar-besarnya energi kinetik poros turbin.
P1 = 10 MPa
T1 = 500°C
Selanjutnya mari kita cari berapa nilai entalpi uap outlet turbin. Kita akan
menggunakan tabel uap air saturasi, yang pada tautan ini berjudul Saturation
Properties – Pressure Table (1 kPa – 1 MPa). Selanjutnya tarik garis lurus dari
kolom tekanan 0,02 MPa (=20 kPa) ke arah kanan sehingga kita dapatkan nilai
entalpi fluida (hf) sebesar 251,4 kJ/kg, serta nilai entalpi campuran fluida-gas (h fg)
sebesar 2357,5 kJ/kg.
Untuk memudahkan Anda memahami apakah itu h f, hfg, dan hg, maka mari kita
telaah perlahan-lahan. hf, hfg, dan hg ditandai pada diagram tekanan-entalpi (gambar
2) dengan sebuah garis lengkung berbentuk kubah. Garis lengkungan sebelah kiri
menjadi batas antara fase air dengan fase campuran air-uap air. Sedangkan untuk
garis lengkungan kanan menjadi batas antara campuran air -uap air dengan uap
kering. Nilai entalpi campuran air-uap air (h fg) adalah nilai entalpi uap air dihitung dari
titik entalpi air (hf). Maka jika dijabarkan ke dalam sebuah rumus sederhana akan
berbentuk seperti berikut:
(Eq. 03)
Sekarang pada contoh kasus yang sudah kita tentukan sebelumnya, diketahui
bahwa uap air saturasi memiliki nilai X=0,9. Maksudnya adalah terdapat 90% uap air
pada 100% campuran air-uap air (uap air basah). Maka dari itu untuk mendapatkan
nilai entalpi uap air outlet turbin (titik 2 pada diagram gambar 2) memerlukan
rumusan khusus sebagai berikut:
h = hf + (X.hfg)
(Eq. 04)
Melalui persamaan di atas maka kita dapat menentukan nilai entalpi uap keluar dari
turbin:
q – w = Δh + ΔEk + ΔEp
(Eq. 05)
dimana:
Δh = Perubahan entalpi
Dengan menggunakan persamaan (Eq. 05), maka kita dapat menghitung berapa
besar daya yang dihasilkan oleh turbin uap. Oleh karena sistem turbin uap kita
asumsikan tidak terjadi perubahan energi panas, energi kinetik, serta energi
potensial fluida, maka untuk komponen Q, ΔEk, serta ΔEp dapat dihilangkan.
– w = h2 – h1
w = h1 – h2
Selanjutnya kita dapat menghitung daya turbin dengan mengalikan daya spesifik
dengan debit uap air masuk turbin.
Wturbin = ṁ . wturbin
(Eq. 06)
Kondensor
Uap air jenuh keluar dari turbin (titik 2) akan langsung menuju kondensor untuk
dikondensasikan sehingga uap air berubah fase seluruhnya menjadi air. Tekanan
uap air masuk ke kondensor diasumsikan sama dengan air keluaran kondensor.
Temperatur outlet kondensor diminta agar bisa sebesar 40°C. Untuk kebutuhan
desain material kondensor, maka nantinya diharapkan hanya ada perubahan
temperatur air pendingin sebesar 10°C saja. Dengan data-data tersebut, kita
diminta menghitung kebutuhan debit air pendingin.
Gambar 4
Sebelum bisa menghitung kapasitas kondensor, maka kita harus tahu nilai dari
entalpi di titik 3 (h3). Karena pada titik 3 fluida berwujud air, maka kita menggunakan
tabel A-4 Saturated water – Temperature table (pada link berikut). Kita tinggal
mencari nilai entalpi (hf) air pada temperatur 40°C, sehingga kita dapatkan nilai
h3 yakni 167.53 kJ/kg. Dengan diketahuinya nilai entalpi ini maka kita sudah bisa
menghitung jumlah energi yang dibuang oleh kondensor menggunakan persamaan
(Eq. 05).
q – w = Δh + ΔEk + ΔEp
qkondensor = h3 – h2
qkondensor = 167,53 kJ/kg – 2373,15 kJ/kg = – 2205,62 kJ/kg
Nilai negatif (-) pada hasil perhitungan di atas berarti fluida membuang panas keluar
sistem. Selanjutnya kita dapat menghitung kinerja kondensor menggunakan rumus
yang serupa dengan (Eq. 06).
Qkondensor = ṁ . qkondensor
(Eq. 07)
Qkondensor = 8 kg/s . (-2205,62 kJ/kg)
Qkondensor = –17,645 MW
Jika kita mengabaikan semua kerugian perpindahan panas pada kondensor maka:
Qkondensor = -Qwater = -17,645 MW
Untuk menghitung debit air pendingin pada kondensor, sekaligus nanti untuk
menghitung daya pompa, maka kita harus hitung nilai perubahan entalpi dengan
asumsi fluida bersifat inkompresibel (tidak-mampu-mampat) dengan menggunakan
rumus dasar:
h = u + Pv
Setelah dideferensiasi akan menjadi:
dh = du + Pdv + vdP
Nilai dv pada fluida inkompresibel sama dengan nol, dan untuk nilai du adalah sama
dengan CwaterdT. Maka:
dh = CwaterdT + vdP
Setelah diintegralkan maka:
Δh = CwaterΔT + vΔP
(Eq. 08)
Selanjutnya kita gunakan rumusan di atas untuk disubstitusikan ke persamaan (Eq.
05), sehingga kita dapatkan:
q – w = Cwater . ΔT + vΔP + ΔEk + ΔEp
Serta:
Qwater = ṁ . Cwater . ΔT
Dengan Cwater adalah kapasitas kalor spesifik air yang jika kita cari pada tabel A-3
bernilai 4,18 kJ/kg.K. Maka debit air pendingin yang dibutuhkan oleh kondensor
adalah sebanyak:
ṁ =
ṁ = 422,13 kg/s
Pompa
Pada Siklus Rankine, pompa bertugas untuk menaikkan tekanan fluida (air) sebelum
masuk ke boiler. Semakin tinggi tekanan air akan semakin tinggi pula energi panas
yang bisa diserap oleh tiap satuan massa fluida.
Gambar 5
Pada contoh kasus kita, air inlet pompa memiliki tekanan 20 kPa dan temperatur
40°C. Keluar pompa, air akan bertekanan 10 MPa dengan temperatur konstan 40°C
(adiabatik). Dengan spesifikasi tersebut, serta dengan menggunakan tabel A-4
Saturated Water – Temperature Table, pada temperatur 40°C kita akan
mendapatkan nilai volume spesifik air (v) yakni sebesar 0,001008 m3/kg. Selanjutnya
karena kita mengasumsikan tidak terjadi perubahan energi kinetik dan potensial
fluida pada pompa, maka kita persamaan (Eq. 09) dapat kita gunakan untuk
menghitung daya pompa:
Wpompa = ṁ . wpompa
Wpompa = 8 kg/s . -10,05984 kJ/kg
Wpompa = 80,48 kW
Nampak pada hasil perhitungan di atas bahwa pompa membutuhkan sejumlah daya
yang sangat kecil jika dibandingkan dengan komponen yang lain, yakni hanya
sekitar 1% dari daya yang dihasilkan oleh turbin uap.
Boiler
Boiler menjadi komponen terakhir Siklus Rankine yang akan kita bahas. Komponen
ini bertugas mentransfer energi panas dari pembakaran bahan bakar ke air
bertekanan sehingga keluar boiler air tersebut berubah fase menjadi uap air kering
(superheated). Air masuk boiler memiliki tekanan 10 MPa dengan temperature 40°C.
Dengan menggunakan tabel A-4 Saturated Water – Temperature Table, pada
temperatur tersebut akan kita ketahui nilai entalpi air bernilai 167,53 kJ/kg. Uap
kering keluaran boiler diminta untuk bisa mencapai temperatur 500°C dengan
tekanan konstan. Melalui tabel A-6 Superheated Water, akan kita dapatkan nilai
entalpi sebesar 3375,1 kJ/kg. Dengan menggunakan persamaan (Eq. 05), kita bisa
hitung energi panas spesifik yang dibutuhkan oleh boiler:
q – w = Δh + ΔEk + ΔEp
qboiler = h1 – h4
qboiler = 3375,1 kJ/kg – 167,53 kJ/kg
qboiler = 3207,57 kJ/kg
Gambar 6
Qboiler = ṁ . qboiler
Qboiler = 8 kg/s . 3207,57 kJ/kg
Qboiler = 25660,56 kW = 25,66 MW
Efisiensi Termal
Terakhir kita bisa hitung efisiensi termal siklus dengan menggunakan persamaan
(Eq. 02):
= 30,923.