Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Produsen merupakan salahsatudari tiga faktor penentuyang terdapat dalam


ilmu ekonomi, selainkonsumen dan distributor.Keberadaan produsen
sangatmempengaruhi konsumendan program distribusi.Hal ini sangat beralasan,
karena melalui produsen dapatdiperoleh hasil produksi atau produkyang
akanberdampak pada aspek konsumsi dan distribusi pada masyarakat.Oleh karenaitu,
pantaslah jikadikatakan bahwa pembicaraan tentang produksi menempati bagian besar
dariruangjiwa manusia menurut tingkat dan taraf masing-masing.Hal itu karenaerat
hubungannya antaraproduksi dengan perkembangan pendapatan dan peningkatan
tarafhidup, yang mempengaruhi kemuliaan hidup dan kehidupan yang sejahtera bagi
individu dan masyarakat (AhmadMuhammad al-„Assal dan Fathi Ahmad Abdul
Karim, 1999;126).brought to you by COREView metadata, citation and similar papers
at core.ac.ukprovided by HUNAFA: Jurnal Studia Islamika (State Institute of Islamic
Studies, Palu, Indonesia)

Jurnal Hunafa Vol. 4 No. 3, September 2007:207-216208Dari sejumlah kegiatan


ekonomi, produksi menjadi awal dari aktivitas ekonomi. Karena itulah,maka dalam
ilmu ekonomi produksi disebut juga penawaran.Mengapa dikatakan demikian? hal
tersebut tidak lain adalah mengindikasikan bahwa produksi sebagai hasil kerja suatu
barang ataujasa yang ditawarkan dan produsen sebagai pelaksana,menawarkan
barangatau jasa yang akan dikonsumsi dan didistribusikandalam masyarakat.Dengan
demikian apa yang akan dinikmati oleh konsumen dan melahirkan distribusi barang
atau jasa,jika tidak ada barang atau jasa yang diproduksi. Untuk itulah, ketiga
kegiatan ekonomi tersebut tidak dapat dicerai beraikan. Sebab, satu denganlainnya
merupakanmata rantai yang menjadi sirkulasiaktivitas ekonomi.Di sisi lain, konsumen
sebagai objek aktivitas bisnis dari produsen dalam halini para pengusaha yang
berusaha memperoleh keuntungan maksimal, juga perlumendapat perhatian berupa
perlindungan terhadap hak-haknyakarenaperlindungan terhadap konsumen juga
berkaitan dengan kegiatan bisnis dalamIslam.Hal tersebut bisa terciptadalam kondisi
dimana produsen memiliki dan memahami serta mengaplikasikan nilai-nilai produksi
Islami ke dalam setiap aktivitas produksinya.Berdasarkan fenomena di atas,maka
sudah sepantasnyalah produsen memperhatikan theruleof game (aturanmain)yang
menjadi panduan agar kegiatan produksi dapat berhasil guna dan dapat memberi
perlindungan terhadap kegiatan lain, terutama konsumen.Tulisan ini mencoba
mengaitkan perilaku produsen dengan perlindungan terhadap konsumen dari sudut
pandang etika bisnis Islam.

FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI

Dalam menentukan faktor-faktor produksi, tidak ada kesepakatan pendapat


tentang faktor-faktor produksi, dimana Abu Sa‟ud misalnya,mengikuti buku ajar
mikroeonomik tingkat menengah apa saja yang ada di Barat untuk mengklasifikasikan
berbagai faktor

Ermawati, Perilaku Produsen...209produksi seperti tanah, buruh dan modal.


Sedangkan Abd Mannan mengeluarkan modal dari daftarini(Monzer Kahf,
1995:39).Perbedaan pandangan tersebut dapat dipahami bahwa dikeluarkannya modal
dalam daftar faktor produksi dengan melihat buruh sudah masuk dalam kategori
modal yang dipergunakan oleh produsen.Berbagai macam faktor produksi
tersebut,menambah keaneka ragaman faktor produksi. Hal ini dapat ditunjukkan
dengan penambahan faktor produksi lainnya, yaitu selaintanah (lahan), tenaga kerja,
modal, juga masuk di dalamnya adalah organisasi(AfzalurRahman,
1995:226).Kehadiran organisasi dalam faktor produksi, mengindikasikan kepada kita
bahwa setiappengusaha atau produsen memiliki perencanaan dalam setiap usahanya,
dimana perencanaan tersebut terakomodir dalam sebuahwadah yang disebut
organisasi. Dengan demikian, pengusaha atau produsen dapat disebut pula dengan
organisatorkarena mengorganisir usahanya.Melalui faktor-faktor produksi yang
disebut di atas, produsenberusaha untuk memproduksi barang atau jasa yang
dibutuhkan masyarakat untuk memperoleh keuntungan maksimum dangan usaha
tersebut. Berdasarkan hal ini, timbullah masalah bagaimana dan berapa komposisi
yang dipergunakan dalam memproduksi barang.Untuk itu, pemanfaatan faktor-faktor
produksiharus memperhatikan komposisifaktor produksi dam
biayaproduksi.Produsen, sebagaimana tugasnya, yaitu melakukan penawaran terhadap
faktor-faktor produksi,juga harus memperhatikan beberapa hal,di antaranya adalah (1)
berapa out putyang harus diproduksikan,(2) berapa dan dalam kombinasi bagaimana
faktor-faktor produksi atau in putyang dipergunakan, (3) menentukan hargaout put-
nya(Boediono, 1982:52).Ketigahal di atas, sangat mempengaruhi produsen atau
seorang pengusaha dalammembuat keputusan atas produk-produk yang
ditawarkan.Keputusan yang diambil adalah suatu upaya untuk memperoleh
keuntungan maksimal.Sebagai contoh,seorang pengusaha menambah
produksi,misalnyabaju dan celana, Bila pengusaha menambah satu unit, tambahan
faktor produksi bajudengan biaya Rp 2.000,-dan ia memperoleh hasil tambahan Rp
6.500,-sedangkan satu tambahan produksi celana memakan biaya Rp

Jurnal Hunafa Vol. 4 No. 3, September 2007:207-2162102.500,-dan menghasilkan Rp


6.500,-. Maka, berdasarkankeputusan di atas, seorang pengusaha akanmemilih
memproduksi bajudengan meminimalkan biayaproduksi dan memaksimalkan hasil
darifaktor produksi.Dengan demikian, produsen akan mengunakan faktor-faktor
produksidengan memperhatikan seberapa besar pembayaran terhadap faktor-faktor
produksidan seberapa besar pertambahanhasilpenjualan dar faktor-faktor produksi
tersebut.

PERILAKU PRODUSEN DALAM ETIKA BISNIS ISLAM

Perilaku produsen, pada dasarnya mengetengahkan sikap pengusaha dalam


memproduksi barang atau jasa. Sementara itu, dalam produksi sendiri berarti
menciptakan manfaat, bukan menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, tetapi
membuat barang ataujasa yang diproduksi menjadi bermanfaat.Untuk itu, perilaku
produsen dalam produksi barangatau jasa memiliki konsep tersendiri dalam etika
bisnis Islam.Sebagaimana dikatakan sebelumnya, bahwa Islam adalah agama yang
universaldan komprehensif, yaitu mengandung ajaran yang menyentuh seluruh
linikehidupan. Ketika manusia diperhadapkan pada masalah ekonomi, maka Islam
memenuhi kebutuhan tersebut dengan menyajikan aturan mainnya dalam bidang
muamalah, demikian pula dengan bidang lainnya.Etika dalam berbisnis sangat
diperlukan keberadaannya, karena dalam bisnis selalu menjalin kerjasama dengan
orang lain. Setiap pengusaha dalam ekspansi usahanya akan berhadapan dengan relasi
yang tentu saja memiliki karakter yang berbeda. Untuk itu, mereka harus mengetahui
kode etik bisnisyang dijalani oleh relasi. Keberadaan etika bisnis bukan hanya
menghindari pelanggaran adat yang dapat merusak harmonisasikerjasama, tetapi juga
melalui etika bisnis Islami non muslim pun dapat memahami falsafah bisnis dancara
kerja dalam Islam.Dalam etika bisnis perlu diketahui aspek-aspek yang
mempengaruhinya. Yaitu, faktor kebudayaan, pendidikan dan lingkungan keluarga di
samping agama bahkan dipengaruhi pula oleh sifat atau cirri-ciri bisnis
yangbersangkutan(Rodney Wilson, 1988:31). Pengaruh faktor kebudayaan,
pendidikan dan lingkungan keluarga dalam etika bisnis dapat dirasakan jika kita
menjalin kerjasama

Ermawati, Perilaku Produsen...211dengan orang lain yang berbeda budaya,


pendidikan atau pun lingkungan keluarga. Namun, keadaan ini akan berbedajika
masuk pada wilayah etika bisnis Islam. Dimana dalam etika bisnis Islam aspek yang
paling mendasar terdapatdalam Alqurandan Sunnah.Dewasa ini, banyak
ketidaksempurnaan pasar yang seharusnya dapat dilenyapkan bila prinsip ini diterima
oleh masyarakat bisnisdari bangsa-bangsa berada di dunia. Prinsip perdagangan dan
niaga ini telahada dalam Alqurandan Sunnah, seperti mengenai larangan melakukan
sumpah palsu, larangan memberikan takaran yang tidak benar dan keharusan
menciptakan itikad baik dalam transaksi bisnis(Neni Sri Imaniyati,
2002:169).Sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Mutaffifin (83):1-4, sebagaiberikut:
‫والكاذاونوفوتسيسانالىلعاولتكااذانيذالنيففطمللليومهنورسحيمهونزووا‬Terjemahnya:„Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang(yaitu)orang-orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Danapabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi’.Berdasarkan ayat di atas,
kaitannya dengan perilaku produsen dalametika bisnis Islam, maka prinsip yang harus
dipegang teguh oleh produsen adalah jujur dalam setiap melakukan transaksi sehingga
dapatdiperoleh ridha Allah dalam kepuasan kedua belah pihak, yaitu produsen dan
konsumen dalam berbisnis.Apalagi di era modern ini, berbagai macam atau
caramanusia dalam bertransaksiakan melahirkan dan memberi peluang terhadap
perilaku produsen dalam kegiatan bisnisnya.Sehingga dibutuhkanpengetahuan
produsen terhadapetika dalam berbisnisyang berorientasi pada kemaslahatan.Prinsip
lain dalam etikabisnis Islam adalahprinsip-prinsipyangmerujuk pada prinsip-prinsip
ekonomiIslam, yaitu:pertama, Islam menentukan berbagai macam kerja yang
halaldanyang haram. Kerja yang halal saja yang dipandangsah;kedua, kerjasama
kemanusiaan

Jurnal Hunafa Vol. 4 No. 3, September 2007:207-216212yang bersifat gotong royong


dalam usaha memenuhi kebutuhan harus ditegakkandan;ketiga, nilaikeadilan dalam
kerjasamakemanusiaan ditegakkan.Dengan berbagai pemikiran tentang etika bisnis
Islam terhadap perilaku produsen di atas, maka ketika seorangprodusenmenjalankan
usahanya, yang perlu dijunjung tinggi adalah kejujuran dan keadilan serta
kepercayaan yang telah dijalin dalam kerjasama. Sehingga,sekalipun antar produsen
berbeda budaya, pendidikan, lingkungan keluarga dan perbedaan-perbedaan yang
lain, jika kejujuran, keadilan dan kepercayaan atau kesetiaan ataupun i‟tikad baik
yang menjadi barometer dalam berperilaku produsen, maka usahanya mencapai nilai
gunasecara dunia karena memiliki relasi yang variatif, juga sejahtera secara ukhrawi
karena mendapat berkah dalam usahanya.

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERILAKU PRODUSEN

Prinsip fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi


adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Bahkan dalam sistem kapitalis terdapat seruan
untuk memproduksi barang dan jasa yangdidasarkan pada asas kesejahteraan
ekonomi. Keunikan konsep Islam mengenai kesejahteraan ekonomi terletak pada
kenyataan bahwa hal itu tidak dapat mengabaikan pertimbangan kesejahteraan
umumlebih luas yang menyangkut persoalan-persoalan tentang moral, pendidikan,
agama, dan banyak hal-hal lainya (M. Abdul Mannan, 1997:54).Pernyataan di atas
merupakan rambu-rambudalam perilaku produsendimana tujuan dalam produksi
adalah menciptakan kesejahteraan bagi umat.Kesejahteraan tersebut dapat diperoleh
dengan memperhatikan nilai moral, agama, pendidikan, sosial dan aspek lainnyayang
tentu saja dapat memberikan maslahat bagi semua pihak.Dalam produksi, setiap
produsenmemiliki tujuan yang sama, yaitu memaksimumkan produksi melalui
minimanisasi biaya guna perolehan keuntungan maksimal. Dalam prakteknya seorang
pengusahamuslimterikat oleh beberapa aspek dalam melakukan produksi, antara
lain:pertama,berproduksi merupakan ibadah, sebagai seorang muslim berproduksi
sama artinya dengan

Ermawati, Perilaku Produsen...213mengaktualisasikan keberadaanhidayahAllah yang


telah diberikan kepadamanusia;kedua,faktor produksi yang digunakan untuk
menyelenggarakan proses produksi sifatnya tidak terbatas, untuk menggunakannya
manusia perlu berusaha mengoptimalkan segala kemampuannya yang telahAllah
berikan;ketiga,berproduksi bukan semata-matakarena keuntungan yang diperolehnya
tetapi juga seberapa penting manfaat dari keuntungan tersebut untukkemanfaatan
(kemaslahatan)masyarakat ;dankeempat, seorang muslim menghindari praktek
produksi yang mengandung unsur haram atau riba, pasar gelap dan spekulasi(Heri
Sudarsono, 2002: 191-192).Berdasarkan pernyataan diatas, maka perpaduan antara
nilai moral, agama, pendidikan dan aspek lainnya membawadampak bagi
kesejahteraan ekonomi umat. Kesejahteraan ekonomi dapat dinilai dari bertambahnya
produksi dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi,yaitu alat-alat produksi yang
halal dalam tuntunansyar‟i. Sehingga dalam Islam, kesejahteraan ekonomi tidak
hanya berarti meningkatnyapendapatan dalam bentuk uang,tetapi
jugamemaksimalkanterpenuhinya kebutuhan manusialainnya.Untuk itulah,
makamanusia disebut juga sebagaimotivatoryang dapat memberdayakan faktor-faktor
produksisecara maksimal dengan mempertimbangkandampak dari hasil
produksi.Keberadaan manusia di bumi ini diyakini membawa potensi-potensi yang
telah dibekali Allah bagi setiap individu.Potensi tersebut membawa manusia kepada
kebaikandalam segala aktivitasuntuk menjadikanalam ini memberikan nilai bagi
manusia.Sebagaimana firmanAllah dalam QS.Al-Baqarah ( 2 ) : 29
‫اعيمجضرألاىفاممكلقلخيذالوه‬Terjemahnya:‘Dialah Allah yang menjadikan segalayang di
bumi untuk kamu’Dari ayat di atas, diperoleh informasi bahwa Allahmenciptakan
bumi untuk manusia. Dengan demikian, manusia dapatmemanfaatkan segala yangada
di bumi dengan potensi yang diberikan.Seruan tersebut lebihjelas memuat tujuan
untuk memakmurkan bumi ini dalam QS.Hud:61:

Jurnal Hunafa Vol. 4 No. 3, September 2007:207-216214


‫اهيفمكرمعتساوضرألانممكأشنايذالوه‬Terjemahnya:‘Dialah yang telah menciptakan kamu dari
bumi danmenyuruh kamu memakmurkannya’Manusia dapat memanfaatkansegala apa
yang telah Allah ciptakan untuknya.Namun,ada aturanyang mesti dipatuhiyaitu
memakmurkan bumi. Hal ini memiliki maksud bahwa pemanfatan yangdimaksud
adalah bertujuan untuk hal-hal yang positif, misalnya tidak merusak.Dalamhal
memakmurkan bumi, termasukdidalamnya tidakmembuat orang lain teraniaya dan
terzhalimi atas perbuatan kita. Ketika konsep memakmurkan masuk dalamlingkup
pemanfaatan alat-alat produksi, maka produksi atasnya adalah memberi
“kemakmuran” bagi pihak konsumen.Dengan demikian, kehadiranprodusen
memberikankemaslahatan bagikonsumen.Di era globalisasi ini, strategi bisnis pelaku
usaha berorientasi padakemampuan untuk menghasilkan produk, maka konsumen pun
harus waspada dalam mengkonsumsi barang. Upaya untuk mengaburkan makna
itikadbaik dan kejujurandalam bisnis telah tampak. Kondisi seperti banyak dijumpai
pada pasardalam arti pasar umum,maupun pasar dalam arti ilmu ekonomi, yaitu
bahwa pasarterjadi jikaterjadi transaksi.Dengan demikian,setiap terjadi transaksi maka
hal tersebut dapat diartikan telah terjadi perjanjian atau akad antara produsen dan
konsumen.Banyak diperoleh informasi dari berbagai media tentang terjadinya unsur
ketidakjujuran yang dilakukan oleh produsen, misalnya produksiatasbarangyang
memakai label atau merek terkenal. Hal ini jelas merugikan konsumen, selainrugi
dalamuang yang dikeluarkan, juga rugidalam kesehatan karena tidakadanya takaran
yangsesuai aturan untuk kesehatan.Selain itu, di pasar tradisional juga marak dijumpai
penjual yang memakai “alat bantu” untuk meningkatkanproduksi yang bermacam-
macam, misalnya lampu yang disesuaikan dengan warna produk agar tampak lebih
segar. Hal ini dimaksudkan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan
menghalalkan segala cara, sedangkankonsumen membeli dengan hargayang telah
disesuaikan dengan biaya produksinya.

Ermawati, Perilaku Produsen...215Keadaan di atas adalah keadaan yang sangat


memprihatinkan.Untuk itulah, saat ini konsumentidak hanya membutuhkan etika
sebagai panduan dalam melindungi hak-hak konsumen, tetapi juga perlu dukungan
Undang-undang perlindungan konsumen dengan sanksi pidana.Untuk itu, dibuatlah
Undang-undangNomor 8 tentang Perlindungan Konsumen yang bertujuan di
antaranya:Pertama menciptakan sistem perlindungan konsumenyang mengandung
unsur keterbukaan akses dan informasi, serta menjaminkepastian hukum;kedua,
melindungi kepentingan konsumen pada khususnyadan kepentingan seluruh pelaku
usaha;ketiga, Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa; dankeempat,
Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu
danmenyesatkan(NeniSri Imaniyati, t.th: 174)KehadiranUndang-undang Nomor 8
tentang perlindungan konsumen, perlu upaya law enforcement(penegakkanhukum),
karena kehadirannya belumdirasakan secaramerataoleh seluruh lapisan
konsumenkarena minimnya sosialisasi. Sehingga konsumen masih
merasadirugikan.Dengan demikian, secara garis besarnya perilaku usaha yang
dilakoni oleh produsen dalam etika bisnis Islam jelas telah adadalam Alqurandan
Sunnah dan telah terkover dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen,
seharusnya diaplikasikansecara komprehensif dalamsetiap aktivitas
ekonomi.PENUTUP Sebagai kesimpulan dari tulisan ini, maka dapat dikemukakan
bahwamanusia diberikan oleh Allah karuniayang besar,sehingga dengan dapat
dimanfaatkan dengan baik. Pemanfaatanalat-alat produksi yang hadir dari alam
inidiberikan keleluasaan kepada manusia sebagai produsen.Namun demikian, ada
aturanyang harus dilalui sebagai prosedur resmi dariAllah sw.t, pemilikmutlak dari
alam ini.Aturan tersebut adalah memanfaatkan alat-alat produksi dengan tujuan
memberikan utilitas atau maslahat bagi lingkungan.Kemaslahatan yang dimaksud
adalah konsekuensi daripemanfaatan faktor-faktor produksi secara maksimal dan
memperhatikan ajaran agama dalam etika bisnis Islam, yaitu jujur dalam
bertransaksi,sehingga memiliki faedah atau utilitas bagi konsumen.Dengan demikian,
konsumen juga dituntut untuk mawas diri terhadapmaraknya peredaran produk-
produkdengan cara

Jurnal Hunafa Vol. 4 No. 3, September 2007:207-216216menambah pengetahuan


tentang setiap produk yang akan dikonsumsi dan senatiasa memperhatikan azas
manfaat dalam mengkonsumsi setiap produk.

DAFTAR PUSTAKAAl

-„Assal, Ahmad Muhammad dan Fathi A. Abd. Karim.1999. An-nizamal-


Iqtisadi fial-Islam Mabadiuhu Wahdafuhu diterjemahkan oleh H.Imam Saefudin
dengan judul Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam.Bandung:Pustaka
Setia.Imaniyati, Neni Sri. 2002. Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam Dalam
Perkembangan. Cet.I. CV. Mandar Maju: Bandung.Kahf, Monzer.2000.The Islamic
Economy:Analitical of the Fungtioning of the Islamic Economic
Systemditerjemahkan oleh Machnun Husein dengan judul Ekonomi Islam
(TelaahAnalitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam).Cet. I.Yogyakarta:Aditya
Media.Mannan, M.Abdul.1997.Teori dan Praktek Ekonomi Islam.Yogyakarta:PT.
Dana Bhakti PrimaYasa.Milson, Rodney. 1988.IslamicBusiness Theory and
Practicediterjemahkan oleh J. T Salim dengan judul Bisnis Menurut Islam: Teoridan
Praktek, Cet. I.PT. Intermasa.Sudarsono,Heri. 2002. Konsep Ekonomi Islam: Suatu
Pengantar.Ed. I. Cet. I. Yogyakarta: Ekonisia.

Produksi 1. Pengertian Produksi Produksi adalah kegiatan manusia untuk


menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Secara
teknis, produksi adalah proses mentransformasikan input menjadi output. M.N Siddiqi
23 Ibid., hlm. 267-268. 27 berpendapat, bahwa produksi merupakan penyediaan
barang dan jasa dengan memperhatikan nilai keadilan dan kemaslahatan bagi
masyarakat.24 Para ahli ekonomi mendefinisikan produksi sebagai menciptakan
kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan.
Kekayaan alam ini meliputi kekayaan fauna dan flora. Dua hal ini dalam konteks
ekonomi disebut dengan sumber daya alam. Di dalam proses produksi akan
melibatkan berbagai jenis sumber daya, sebagai masukan dalam proses produksi,
diantaranya adalah : material, modal, informasi, energi, maupun tenaga kerja. Fungsi
produksi dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan atau pengadaan atas barang
atau jasa. Transformasi yang dilakukan dalam kegiatan produksi adalah untuk
membentuk nilai tambah (value added). Menurut Muslich, secara filosofis, aktivitas
produksi meliputi: a. Produk apa yang dibuat b. Berapa kuantitas produk yang dibuat
c. Mengapa produk tersebut dibuat d. Di mana produk tersebut dibuat e. Kapan
produk tersebut dibuat f. Siapa yang membuat produk tersebut g. Bagaimana
memproduksi produk tersebut Lebih lanjut dikatakan oleh muslich, bahwa etika bisnis
yang terkait dengan fungsi produksi adalah berkaitan dengan upaya memberikan
solusi atas tujuh permasalahan diatas. Solusi dari produksi adalah berorientasi pada
pencapaian harmoni atau keseimbangan bagi semua atau beberapa pihak yang
berkepentingan dengan masalah produksi.25 24 Rozalinda, Ekonomi Islam Teori dan
Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2014), hlm. 111. 25
Muhammad & Alimin,Op.Cit, hlm.79-81. 28 2. Tujuan produksi dalam Islam Akhlak
utama dalam produksi yang wajib diperhatikan kaum muslimin, baik secara individual
maupun secara bersama, ialah bekerja pada bidang yang dihalalkan Allah. Tidak
melampaui apa yang diharamkan-Nya. Dengan demikian tujuan produksi, menurut
Qardhawi, adalah: a. Untuk memenuhi kebutuhan setiap individu Ekonomi bisnis
Islam sangat mendorong produktivitas dan mengembangkannya baik kuantitas
maupun kualitas. Islam melarang menyia-nyiakan potensi material maupun potensi
sumber daya manusia. Bahkan Islam mengerahkan semua itu untuk kepentingan
produksi. Di dalam bisnis Islam kegiatan produksi menjadi sesuatu yang unik dan
istimewa, sebab didalamnya terdapat faktor itqan (profesionalitas) yang dicintai Allah
dan ihsan yang diwajibkan Allah atas segala sesuatu. b. Untuk mewujudkan
kemandirian umat Makna dari mewujudkan kemandirian umat ini, hendaknya umat
memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang memungkinkan
terpenuhinya kebutuhan material dan spiritual. Produksi dapat merealisasikan
kehidupan yang baik yang menjadi tujuan Islam bagi manusia. Tujuan produksi
adalah mencapai dua hal pokok pada tingkat pribadi muslim dan umat Islam. Pada
tingkat pribadi muslim, tujuannya adalah merealisasi pemenuhan kebutuhan baginya,
sedangkan pada tingkat umat Islam adalah merealisasikan kemandirian umat. D.
Konsumen 1. Pengertian Konsumen Dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor: 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, konsumen didefinisikan
sebagai “setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga orang lain, maupun makhluk yang lain dan
tidak untuk diperdagangkan”. 29 Konsumen juga diartikan sebagai setiap individu
atau kelompok yang menjadi pembeli atau pemakai akhir dari kepemilikan khusus,
produk, atau pelayanan dan kegiatan, tanpa memperhatikan apakah ia berasal dari
pedagang, pemasok, produsen pribadi atau publik, ataukah ia berbuat sendiri ataukah
secara kolektif. Konsumen adalah setiap orang atau badan pengguna produk, baik
berupa barang maupun jasa dengan berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan yang
berlaku. Bagi konsumen muslim dalam mengkonsumsi sebuah produk bagaimanapun
harus yang halal dan yang baik. Oleh karena itu, di sinilah arti pentingnya produsen
melindungi kepentingan konsumen sesuai dengan nilai etis yang bersumber dari
ajaran keyakinan yang mereka anut tanpa mengabaikan aturan perundangan yang
berlaku.26 2. Hak dan Kewajiban Konsumen Sejarah pergerakan hak-hak konsumen
mencatat bahwa hak-hak konsumen secara resmi dikemukakan pertama kali oleh
presiden Amerika John F. Kennedy dihadapan kongres Amerika pada tahun 1962,
yang dikenal sebagai “Consumer’s Bill of Right”. Hak-hak konsumen menurut John
F. Kennedy adalah: a. Hak untuk memperoleh keamanan (the right to be safety)
Konsummen berhak untuk memperoleh keamanan dari berbagai produk dan jasa yang
dikonsumsinya. Produk makanan dan minuman yang dikonsumsi konsumen harus
aman dan tidak membahayakan fisik konsumen. The right to be safety adalah hak
yang universal yang dimiliki oleh semua konsumen. Ini berarti bahwa produk-produk
makanan tersebut haruslah aman bagi jiwa dan jasmani konsumen. Produk makanan
yang aman berarti ia memenuhi standar kesehatan, sanitasi dan gizi yang modern.
Makanan yang aman berarti ia tidak mengandung zat-zat yang membahayakan tubuh
manusia. Makanan yang aman adalah makanan 26 Muhammad Djakfar, Op.Cit., hlm.
141. 30 yang tidak terkontaminasi oleh bakteri atau zat-zat kimia yang secara
potential membahayakan manusia dalam jangka panjang maupun jangka panjang. b.
Hak untuk memperoleh informasi (the right to be informed) Konsumen berhak untuk
memperoleh informasi yang benar mengenai produk dan jasa yang dibeli dan
dikonsumsinya. Konsumen memerlukan beberapa informasi penting produk-produk
yang akan dikonsumsinya. Tersedianya informasi ini akan sangat membantu
pengambilan keputusan oleh konsumen, informasi ini akan mengurangi biaya dan
resiko yang akan ditanggung oleh konsumen. Seorang konsumen yang rasional akan
melakukan pengumpulan dan pengolahan informasi tentang produk-produk makanan
yang akan dipilihnya, apakah sesuai atau tidak dengan standar atau nilai yang
dimilikinya. Kenyataan yang ada, produk-produk yang tersebar tidak mempunyai
label yang cukup memuaskan yang memberikan informasi yang lengkap tentang
kandungan zat-zat pembentuknya. Tanpa adanya informasi ini adalah sesuatu hal
yang wajar apabila konsumen menjadi ragu terhadap produk-produk tersebut dan lalu
meninggalkannya. c. Hak untuk didengar (the right to be heard) Hak untuk didengar
sangat terkait dengan hak untuk memperoleh informasi. Konsumen mungkin merasa
tidak puas dengan informasi yang diperolehnya, karena itu mereka sering
membutuhkan informasi lebih banyak. Konsumen berhak untuk didengarkan
kebutuhannya untuk iformasi, mereka berhak untuk didengar keluhannya dan berhak
untuk memperoleh ganti rugi jika konsumen dirugikan oleh produsen. The right to be
hard dari konsumen adalah konsumen memerlukan perlindungan yang lebih kongkrit
dari pemerintah dan lembaga legislatif terhadap produk-produk makanan yang tidak
bermutu dan membahayakan. Perlindungan konsumen ini haruslah mempunyai
kepastian hukum dan 31 dasar hukum, sehingga apabila terjadi pelanggaran oleh
produsen, konsumen dapat menuntut pelanggar hukum ke depan meja hijau. d. Hak
untuk memilih (the right to choose) Konsumen berhak untuk melakukan pilihan
terhadap produk yang dikonsumsinya, Konsumen bebas memilih apa yang
disukainya. Konsumen tidak boleh ditekan atau dipaksa untuk melakukan pilihan
tertentu yang akan merugikan dirinya.27 Resolusi PBB No. 39/248 tahun 1985
mengemukakan beberapa hak konsumen, sebagai berikut: a. Perlindungan konsumen
dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya. b. Promosi dan
perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen. c. Tersedianya informasi yang
memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan untuk melakukan pilihan
yang tepat. d. Pendidikan konsumen e. Tersedianya ganti rugi bagi konsumen. f.
Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.28 Pada era globalisasi dan
perdagangan bebas dewasa ini, sebagai dampak kemajuan teknologi dan informasi,
memberdayakan konsumen semakin penting. Untuk pemberdayaan itu di negara kita
telah dibuatlah Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen. Dalam hal ini ada dua pasal yang perlu diperhatikan, yaitu
yang mengatur hak-hak konsumen, di samping kewajiban yang harus dilakukan. a.
Hak Konsumen (pasal 4) 1) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang, atau jasa. 27 Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen Teori dan
Penerapan Dalam Pemasaran, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 347-351. 28 Ibid,
hlm. 347. 32 2) Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar kondisi serta jaminan yang dijanjikan. 3) Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan jasa.
4) Hak untuk didengarkan pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang
digunakan. 5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan secara patut. 6) Hak untuk mendapatkan
pembinaan dan pendidikan konsumen. 7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 8) Hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi dan penggantian apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
perundang-undangan lainnya. b. Kewajiban Konsumen (Pasal 5) 1) Membaca dan
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan
jasa. 2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa. 3)
Membayar sesuai nilai tukar yang disepakati. 4) Mengikuti upaya penyelesaian
hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.2

Anda mungkin juga menyukai