Anda di halaman 1dari 10

Kerangka Materi Pelatihan Pemuridan 20221

I. Aspek-aspek Penting dalam Pertumbuhan Seorang Murid Kristus

Pertumbuhan seorang murid Kristus haruslah holistik dan terintegrasi.

8 aspek yang perlu diperhatikan:

1. Siapakah Allah – pengenalan tentang pribadi Allah yang kita sembah


2. Siapakah tuan atas hidup saya – pengabdian hidup
3. Siapakah diri saya – identitas diri
4. Apa panggilan hidup saya – tujuan hidup
5. Apa yang terpenting dalam hidup saya – nilai-nilai hidup
6. Apa yang harus saya dahulukan – prioritas hidup
7. Bagaimana agar hidup saya berdaya guna – pemberdayaan hidup
8. Di atas dasar apa saya harus membangun hidup – fondasi hidup

Empat hal yang penting :

1. Fundamental

Hal-hal yang dibahas sifatnya sangat mendasar. Setiap tahap pertanyaan yang sangat penting
bagi setiap murid Kristus.

2. Progresif

Ke delapan aspek tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi progresif dan berkembang secara
bertahap. Tiap aspek dibangun di atas aspek sebelumnya dan saling berkaitan erat satu sama
lain.

Note: Kita tidak bisa memilih aspek-aspek tertentu saja sebagai favorit kita. Kita
memerlukan semua aspek untuk bisa efektif menjadi dan menjadikan murid Kristus.

3. Diagnostik

Aspek-aspek ini dapat menolong seorang murid Kristus membedakan apakah persoalan yang
dihadapi seseorang itu ada dampak masalah yang terlihat dari luar atau akar masalah itu
sendiri. Misalnya, jika orang yang anda bimbing memiliki persoalan dengan prioritas-
prioritasnya, itu sebenanrnya adalah dampak masalah. Jadi, untuk memperjelas akar
masalahnya, mundurlah selangkah. Maka anda akan menemukan bahwa akar masalah orang
itu sebenarnya terletak pada nilai-nilai yang dipegangnya. Persoalan prioritas pada dasarnya
adalah masalah tentang nilai-nilai yang diyakini.

1
Diadaptasi dari Buku Ann Chan & Edmund Chan. Roots and Wings: Sebuah Bahan Pendalaman
Alkitab yang Terpadu untuk Pemuridan. Singapore: Covenant Evangelical Free Church.
Contoh lain, jika ada orang yang bermasalah dengan tujuan hidupnya, akar masalahnya ada
pada identitasnya. Tujuan hidup yang jelas lahir dari identitas diri yang jelas. Demikian pula,
orang yang teologinya bermasalah, jelas akar masalahnya terletak pada fondasi yang rapuh
dalam firman Allah.

4. Preskriptif

Menemukan akar masalah adalah satu hal. Mengetahui apa yang harus dilakukan untuk
mengatasinya adalah hal lain. Karena bersifat fundamental dan progresif, aspek-aspek ini
tidak hanya dapat mendiagnosa sumber masalah, tetapi juga memberikan petunjuk
penyelesaian. Untuk mengetahui akar masalah kita mundur selangkah, maka untuk
menemukan solusinya, kita mundur dua langkah. Contoh, prioritas-prioritas yang tidak tepat
berakar pada keyakinan akan nilai-nilai yang keliru. Untuk memperbaiki nilai-nilai yang
keliru itu, anda harus kembali memeriksa tujuan hidup orang yang bersangkutan.

Jadi, kesadaran akan tujuan hidup akan memudahkan orang yang bersangkutan menentukan
apa yang paling penting bagi dirinya. Jika kerangka nilainya sudah jelas, orang-orang tersebut
akan lebih mudah menata prioritas hidupnya.

Pertanyaan refleksi:

1. Dalam perjalanan rohani anda saat ini, area mana yang dirasakan paling bermasalah
dan bagaimana anda mendiagnosa akar masalahnya?
2. Temukan dua langkah praktis yang akan anda ambil untuk kembali pada pola
alkitabiah dalam mengikut Kristus.
II. Kehidupan yang Mengutamakan Kristus

Susunan pelatihan dalam waktu 2 jam:

- Percakapan pembuka (15 - 20 menit)  peserta diberikan waktu sekitar 2 menit untuk
membagikan salah satu hal: pengalaman bersama Allah minggu lalu, pemahaman
baru dari pembacaan Alkitab, beban doa yang diberikan Allah, satu peristiwa yang
terjadi minggu lalu dan apa yang dipelajari dari peristiwa tersebut?
- Rangkuman pelajaran sebelumnya (10 menit)  pemimpin menghubungkan apa yang
sudah dipelajari dengan pelajaran hari ini
- Fokus pelajaran hari ini (60 menit)
- Workshop (30 menit)
- Saling mendoakan

Pengantar:

Pada saat memikirkan tentang bagaimana kehidupan yang mengutamakan Kristus,


pertama kita perlu sadar tentang sesuatu yang hilang dari dalam diri kita. kesadaran tentang
sesuatu yang hilang merupakan kerohanian yang ‘vital’, yaitu ‘kehadiran Allah’.

Kini, kita diperhadapkan dengan realita hidup yang menuntut kita untuk ‘kerja, kerja, dan
kerja’. Tuntutan yang begitu besar diperhadapkan kepada kita, sehingga spirit ‘workaholic’
tak terhindarkan telah hadir dalam jiwa kita. Bukan hanya itu, kondisi demikian juga
membuat kita begitu sibuk dengan diri dan minim mendengarkan Allah. Bahkan,
mungkin sampai pada kondisi yang ‘tidak dapat mendengarkan suara Allah’. Namun, bisa
saja secara fenomena kita masih menyediakan waktu untuk beribadah. Seolah-olah
menunjukkan kalau kita tetap menghidupi iman kristen sekalipun diperhadapkan dengan
begitu banyak tuntutan. Pertanyaannya, benarkah demikian? Di tengah realita yang demikian,
bagaimana kita dapat hidup mengutamakan Kristus? Apa yang harus kita lakukan?

Pertama, kita perlu kembali melihat ke diri. Kita perlu aware akan kecenderungan diri yang
dapat menyembah Allah dengan Roh yang stagnan. (dst)

Point-point yang disampaikan dalam materi:

1. Kelemahan manusiawi kita : Kita memiliki roh yang stagnan (Zefanya 1:12)
2. Masalah yang ditimbulkan : Kita memiliki kerohanian yang duniawi (Mat. 6:1-18)
3. Reorientasi Radikal : Mengakui ketidakberdayaan jiwa kita (Yer. 2:5-13, 18)
4. Kebutuhan yang mutlak penting : Hidup melampaui hal yang sementara (Maz. 90)
5. Hidup yang akarnya dalam dan sayapnya kuat: Kehidupan yang mengutamakan
Kristus (Kol. 1:15-20)
III. Kehidupan yang Mengenal Allah

Pengantar:

“Mengenal Allah sangatlah penting bagi kehidupan kita. Abaikanlah pengenalan akan
Allah, itu sama saja memastikan hidup anda tersandung dan kacau balau, seperti orang
berjalan dengan mata yang ditutup. Tidak ada kejelasan arah dan pengertian tentang apa
yang ada di sekitar anda. Akibatnya, anda menyia-nyiakan hidup dan kehilangan jiwa
anda”.

- J.I. Packer

Mengenal Allah memang hal yang utama dalam hidup kita. Sebab letak kebahagiaan
seorang yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah adalah pada saat mengenal Sang
Penciptanya. Sejak kejatuhan, pemahaman tentang siapa diri kita di hadapan Allah menjadi
rusak. Manusia tidak lagi mengenal jati dirinya dan mati secara rohani. Akibatnya, manusia
sulit memandang kepada hal-hal yang rohani, dan cenderung memandang kepada hal-hal
jasmani/materi. Manusia cenderung berjalan dengan ‘penglihatan’ dan bukan dengan ‘iman’.
Melihat realita yang demikian, bagaimana mungkin kita dapat mengenal Allah? Mungkin.
Sebab, mengenal Allah adalah anugerah. Kita akan mengalaminya melalui proses, yang
dimulai dengan mengenal diri.

Point-point yang disampaikan dalam materi:

1. Kelemahan manusiawi kita : Tidak mempercayai Allah (Lukas 18:9-14)


2. Masalah yang ditimbulkan : Penyerahan diri yang setengah hati (Lukas 9:57-62)
3. Reorientasi Radikal : Mendapatkan kembali penglihatan rohani (2 Raja-raja 6:8-18)
4. Kebutuhan yang mutlak penting : Hikmat dari tempat maha tinggi (1 Raja-raja 3:5-15)
5. Hidup yang akarnya dalam dan sayapnya kuat : Mengenal siapa Allah (Yesaya 40:27
- 31)

IV. Kehidupan yang Tersembunyi di dalam Kristus

Pengantar:

“Allah tidak akan menerima orang yang mengabdikan diri pada ilah lain – Dia mau agar
segenap hati anda menjadi milikNya, bertakhta di sana sebagai satu-satunya Raja. Jika anda
dapat menyingkirkan kecintaan anda pada segala ciptaan lain, Yesus akan senang berdiam
dalam diri anda”

Thomas Kempis, The Imitation of Christ

Inti dari pemuridan yang alkitabiah adalah ketuhanan Yesus Kristus. Di sini kita
ditantang untuk hidup sepenuhnya pada Dia, memperTuhankan Kristus sebagai Tuhan atas
setiap area hidup kita. Dengan kata lain, tidak ada tempat di dalam hati kita selain untuk
Tuhan Yesus. Seperti pengakuan iman pemazmur, bahwa tidak ada yang lain selain Tuhan
baik di bumi maupun di surga.

Terkait hal tersebut, pertanyaan mendasar yang perlu kita tanyakan pada saat
memikirkan kehidupan yang tersembunyi di dalam Kristus adalah ‘siapakah tuan atas
hidup kita?’ Selanjutnya, di tengah segala kerapuhan dan kelemahan diri, apakah mungkin
bagi kita untuk mendedikasikan seluruh hidup ini kepada Allah?

Point-point yang disampaikan dalam materi:

1. Kelemahan manusiawi kita : Pengabdian yang setengah hati (Wahyu 2:1-7)


2. Masalah yang ditimbulkan : Mitos tentang anugerah murahan (1 Kor. 10:1-11)
3. Reorientasi Radikal : Ikut dan kehilangan nyawa (Lukas 9:23-24)
4. Kebutuhan yang mutlak penting : Menjadi murid yang radikal (Lukas 14:25-35)
5. Hidup yang akarnya dalam dan sayapnya kuat: Kehidupan yang tersembunyi di
dalam Kristus (Filipi 3:7-14)

V. Kehidupan yang Digerakkan oleh Iman

Pengantar:

Sebagai manusia natur dosa, kita memiliki kecenderungan hati untuk mencintai diri
sendiri secara berlebihan (narcisstic). Pada saat yang sama, sadar atau tidak sadar kita pun
jatuh pada keegoisan dan menipu diri sendiri. Inilah yang mengakibatkan terjadinya krisis
identitas. Di tengah krisis tersebut, kita terus bergerak dan melakukan banyak hal. Namun,
sangat disayangkan, karena kita bergerak dan bertindak berdasarkan pikiran dan kehendak
diri semata. Kondisi tersebut sungguh membahayakan kehidupan kita sebagai anak-anak
Tuhan. Sebab, idealnya kita hidup seperti yang disaksikan oleh Rasul Paulus dalam Galatia
2:19-20, “ ... aku telah disalibkan dengan Kristus, namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku
sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi
sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi
aku dan menyerahkan diriNya untuk aku.”

Tentu kesaksian tersebut lahir dari persekutuan pribadinya yang begitu akrab dengan
Kristus. Dan di dalam relasi yang akrab itu pulalah Paulus menemukan kembali siapa dirinya
dan mendapatkan identitas diri yang sesungguhnya. Bagaimana dengan kita? Selama ini, apa
yang menggerakkan diri kita dalam bergerak atau bertindak? Dan atas dasar apa kita
melakukannya? Apakah digerakkan oleh iman yang benar kepada Kristus?

Point-point yang disampaikan dalam materi:

1. Kelemahan manusiawi kita : Terlalu sibuk dengan diri sendiri (Pengkhotbah 2:3-11)
2. Masalah yang ditimbulkan : Mencintai dunia (1 Yohanes 2:15-17)
3. Reorientasi Radikal : Dipilih menjadi mitra Allah (1 Petrus 2:4-10)
4. Kebutuhan yang mutlak penting : Identitas baru (2 Petrus 1:3-10)
5. Hidup yang akarnya dalam dan sayapnya kuat : Digerakkan oleh iman (Lukas 7:1-10)
VI. Kehidupan yang Digerakkan oleh Tujuan

Pengantar:

‘Mimpi atau cita-cita’ menolong kita untuk hidup dengan kejelasan tujuan. Sehingga
melaluinya kita hidup dengan keyakinan dan komitmen yang kokoh. Akan tetapi, sebagai
anak - anak Tuhan, kita perlu menyadari akan realita diri (sinful nature) yang cenderung
menjalani hidup tanpa arah yang jelas. Sekalipun, secara kognitif kita tahu bahwa tujuan
hidup kita adalah mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNya (Matius 6:33). Namun,
entah mengapa, ada ‘gap’ yang begitu jauh dengan kondisi diri kita pada saat ini.

Terkait hal tersebut, Edmund Chan mengatakan, bahwa cita-cita yang kuat dimulai dari
kompas batin yang benar. Memang, tanpa kompas di dalam diri, kita tetap bisa menjalani
hidup ini dengan penuh antusias dan kecepatan penuh. Namun, kita tidak lagi memiliki
kejelasan arah dan tujuan. Lalu, bagaimana memiliki kompas batin yang benar tersebut?

Point-point yang disampaikan dalam materi:

1. Kelemahan manusiawi kita : Berlayar tanpa kompas (Pengkhotbah 1:8-18; 12:1, 13)
2. Masalah yang ditimbulkan : Jalan yang tak berujung-pangkal (Pengkhotbah 1:2-7)
3. Reorientasi Radikal : Menemukan tujuan hidup melalui doa (Markus 1:32-38)
4. Kebutuhan yang mutlak penting : Tetap berfokus pada tujuan (Kolose 1:24-29)
5. Hidup yang akarnya dalam dan sayapnya kuat : Hidup yang dikendalikan oleh tujuan
(2 Timotius 4:5-8)

VII. Kehidupan yang Bijaksana

Pengantar:

“Inilah hikmat terbesar – mencari Kerajaan sorga dengan mengabaikan dunia. Sungguh sia-
sia mencari dan memercayakan diri pada kekayaan yang akan binasa. Sungguh sia-sia,
mengejar penghormatan dan menikmati kebanggaan diri. Sungguh sia-sia mengikuti hawa
nafsu tubuh dan mengingini hal-hal yang kelak akan mendatangkan penghukuman berat.
Sungguh sia-sia mendambakan panjang umur tapi tidak peduli bagaimana mengisi hidup
dengan baik. Sungguh sia-sia memikirkan berbagai hal di masa sekarang dan tidak
melakukan persiapan untuk hal-hal yang akan datang. Sungguh sia-sia mencintai apa yang
akan berlalu segera dan tidak memandang di mana sukacita abadi berada.”

Thomas Kempis, The Imitation of Christ

Pemazmur dan penulis kitab Yakobus mengatakan bahwa hidup ini seperti uap, yang
sebentar kelihatan lalu hilang lenyap. Musa di dalam doanya (Maz. 90), ia mengatakan bahwa
kesempatan hidup di dunia ini hanya sampai 70 tahun, dan jika kuat sampai 80 tahun. Hal
tersebut merupakan realita yang tidak bisa kita sangkali. Cepat atau lambat, satu per satu
diantara kita akan ‘pulang’ ke ‘rumah’ yang sesungguhnya. Karena itu, sebagai anak-anak
Tuhan penting sekali memikirkan nilai-nilai yang kita hidupi selama di dunia ini. Nilai-nilai
inti yang menunjukkan identitas diri yang sebenarnya. Nilai-nilai tersebut menjelaskan
mengapa kita melakukan apa yang sedang kita lakukan pada saat ini. Nilai-nilai itu pulalah
yang ada di balik setiap keputusan yang kita ambil, perusahaan yang kita pilih, gaya hidup
yang kita adopsi, dan harta benda yang kita pertahankan.

Sebagai anak-anak Tuhan, kita perlu memahami bahwa nilai-nilai inti dalam
kehidupan kita harus dibentuk oleh firman Tuhan yang kita baca, pikirkan, renungkan, dan
aplikasikan hari demi hari. Dengan kata lain, tidak dibentuk oleh arus jaman atau penilaian
orang lain. Akan tetapi, realita hidup yang kita jalani malah sebaliknya. Disadari atau tidak,
seringkali kita hidup sesuai dengan nilai-nilai yang dituntut oleh dunia dan orang lain. Lantas,
bagaimana kita dapat mengetahui dan membedakan; apakah kita hidup sesuai dengan nilai-
nilai firman Tuhan atau malah sesuai dengan dunia/orang lain?

Point-point yang disampaikan dalam materi:

1. Kelemahan manusiawi kita: Mengikuti arus orang banyak (1 Samuel 15:1-23)


2. Masalah yang ditimbulkan: Hidup dengan ‘label harga yang tertukar’ (Lukas 9:24-25)
3. Reorientasi Radikal: Memikirkan perkara yang di atas (Kolose 3:1-3)
4. Kebutuhan yang mutlak penting: Membuat pilihan-pilihan yang bijaksana (Yohanes
21:15-17)
5. Hidup yang akarnya dalam dan sayapnya kuat: Sebuah hikmat baru (1 Korintus 2:14-
16)

VIII. Kehidupan yang Memiliki Fokus

Pengantar:

Kita hidup di tengah zaman yang serba cepat dan bising. Akibatnya, suara Allah kerap
kali menjadi tenggelam. Ironisnya, kita bisa sangat sibuk melayani Allah dan kehilangan
Allah pada saat yang bersamaan.

Untuk mewaspadai keadaan tersebut, kita perlu memikirkan ulang tentang prioritas
hidup yang alkitabiah. Memeriksa kecenderungan kita yang seringkali mengutamakan hal-hal
yang sebenarnya kurang penting, sehingga menyebabkan kesibukan kita tak kunjung
berhenti. Untuk mengatasi tumpukan hal-hal kecil yang dapat mengalihkan fokus hidup, kita
perlu belajar memberikan perhatian pada hal-hal yang utama. Dalam hal ini, “hal-hal utama”
yang dimaksud adalah “segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak Bapa.”

Point-point yang disampaikan dalam materi:

1. Kelemahan manusiawi kita : Kesibukan kronis kita (Lukas 10:38-42)


2. Masalah yang ditimbulkan: Berfokus pada hal yang kurang penting (2 Timotius 3:1-7)
3. Reorientasi Radikal: Mendahulukan apa yang utama (Mat. 6:33)
4. Kebutuhan yang mutlak penting: Berfokus pada hal yang penting (1 Kor. 15:58)
5. Hidup yang akarnya dalam dan sayapnya kuat: Hidup yang berfokus (Mat. 22:37, 38)

IX. Kehidupan yang Berdaya Guna

Pengantar:

Secara natural, natur diri sebagai manusia berdosa membuat kita menjadi pribadi yang
tidak ingin mencari Allah. Dan pada saat yang sama, kita juga tidak bisa menyangkali
kebenaran bahwa Allah adalah satu-satunya pribadi yang dapat mengisi kekosongan jiwa kita
dan yang memampukan kita untuk hidup sesuai rancanganNya. Realita inilah yang seringkali
membawa kita kepada keletihan jiwa, bahkan mandek dalam spiritual. Karena kita punya
kecenderungan untuk mencari kepuasan yang fana dan bukan kepuasan yang sejati di dalam
Allah. Dan bersamaan dengan kondisi tersebut, kita pun terus berupaya seolah-olah sedang
memberdayakan diri bagi Tuhan, padahal kita sedang menghancurkan diri dan semakin jauh
dari hadirat Allah.

Pemberdayaan yang alkitabiah bukanlah berfokus pada tindakan ke luar, melainkan


memberdayakan dari dalam ke luar; secara rohani, emosi dan menyeluruh. Hal ini dimulai
dengan menelusuri keletihan jiwa dan tiga sumber utama pemberdayaan rohani: karya Roh
Kudus, penerapan disiplin-disiplin rohani, dan tubuh rohani yaitu pelayanan dan komunitas
anggota tubuh Kristus.

Point-point yang disampaikan dalam materi:

1. Kelemahan manusiawi kita: Hidup tanpa disiplin (1 Timotius 4:7-11)


2. Masalah yang ditimbulkan: Kelesuan rohani (2 Kor. 4:1-18)
3. Reorientasi Radikal: Pemberdayaan rohani (Yehezkiel 37:1-14)
4. Kebutuhan yang mutlak penting: Sebuah kesaksian tentang sukacita (Mazmur 100;
Yakobus 1:2-4)
5. Hidup yang akarnya dalam dan sayapnya kuat: Kerahkan kekuatan (Efesus 4:11-16)

X. Kehidupan yang Berpusat Pada Prinsip Kebenaran

Pengantar:

Edmund Chan menuliskan: “Bukan sekedar perenungan, melainkan realita yang luar
biasa”. Inilah esensi kehidupan yang berakar kuat di dalam Allah. Karena kebenaran yang
mengubahkan hidup adalah kebenaran yang diaplikasikan. Memang dalam perjalanannya
tidak selalu melewati jalan yang lurus, namun janji penyertaan Tuhan selalu hadir.

Untuk dapat menghadapi segala dinamika yang ada, kita memerlukan fondasi yang
kokoh dan tahan lama. Fondasi yang membuat kita kuat dan tahan uji pada saat diterpa badai
kehidupan. Dan memiliki cara pandang dan respons yang tidak sama dengan dunia ini,
namun sesuai dengan cara pandang Allah. Membangun fondasi yang kokoh dan tahan lama
tersebut merupakan panggilan yang tidak bisa ditawar dalam pemuridan yang radikal.
Panggilan tersebut merupakan sebuah proses. Di dalam proses tersebut kita perlu memeriksa
kecenderungan-kecenderungan akibat sinful nature yang sudah tertanam dalam diri kita.

Point-point yang disampaikan dalam materi:

1. Kelemahan manusiawi kita: Membangun di atas pasir (Matius 7:24-27)


2. Masalah yang ditimbulkan: Hidup yang dangkal (Matius 13:3-9; 18-23)
3. Reorientasi Radikal: Fondasi yang tidak bisa ditawar (Mazmur 119:89-96)
4. Kebutuhan yang mutlak penting: Firman Allah yang hidup (2 Timotius 3:16-17)
5. Hidup yang akarnya dalam dan sayapnya kuat: Hidup berdasarkan prinsip (Markus
2:23-38)

XI. Kehidupan yang Mewariskan Keteladanan Bermakna

Pengantar:
C.T.Studd, seorang tokoh besar dalam perintisan misi garis depan, berlayar ke Sudan
untuk tugas pelayanan terakhirnya di usia 50 tahun. Ia adalah agen “CIA” Allah – melayani
di China, India dan Afrika. Selama 21 tahun berikutnya, ia membaktikan hidupnya untuk
memenangkan jiwa-jiwa di jantung Afrika yang masih menyembah berhala. Kata-kata
perpisahannya berbunyi demikian: “Satu-satunya sukacitaku adalah ketika Allah
memberikanku tugas untuk dikerjakan, aku tidak menolaknya.”
Pekerjaan misi di Afrika dirintis oleh seorang pria saleh yang secara medis dinyatakan
kurang sehat, tidak memiliki dukungan finansial, tidak didampingi seorang pun, hanya
berbekal sebuah panggilan yang jelas dari Allah. Pada tahun 1910, di atas kapal Bibby Liner,
ia menulis: “Aku menyerahkan hidup untuk pekerjaan ini, bukan saja untuk orang-orang
Sudan, melainkan untuk segenap dunia yang belum mendengar Injil”. Ia pun mengakhiri
pelayanannya dengan baik dan mewariskan teladan yang berarti.

Allah memanggil setiap kita yang sudah dimuridkan untuk berbagian dalam
pekerjaanNya, yaitu memuridkan orang lain (Mat. 28:19-20). Kita dipanggil untuk
meneruskan apa yang telah kita terima. Panggilan tersebut merupakan warisan kehidupan
berharga yang kelak akan kita tinggalkan. Yaitu sebagai bagian dari perjalanan panjang untuk
memperdalam akar rohani dan mengembangkan sayap-sayap iman kita. Warisan apa yang
akan kita teruskan kepada generasi selanjutnya? Bagaimana kita mewariskannya?

Point-point yang disampaikan dalam materi:


1. Kelemahan manusiawi kita : Kepentingan Allah atau kita (Filipi 2:3-8, 21)
2. Masalah yang ditimbulkan : Kesuksesan tanpa penerus (2 Timotius 2:1-7)
3. Reorientasi Radikal : Bertekun dalam kesetiaan (Wahyu 3:7-13)
4. Kebutuhan yang mutlak penting : Komitmen jangka panjang (2 Tesalonika 1:3-12)
5. Hidup yang akarnya dalam dan sayapnya kuat: Meninggalkan warisan berharga (3
Yohanes 1-6)
XII. Kehidupan yang Berakar dan Berbuah

Pengantar:

E. Stanley Jones menulis komentar yang mengesankan tentang bagaimana para murid
mengakhiri hidup mereka: “Orang-orang ini tidak memulai dengan kemampuan yang cukup
untuk tugas di depan mereka. Mereka diutus untuk mengemban tugas yang paling mustahil,
yaitu mengubah tatanan dunia saat ini menjadi tatanan Kerajaan Allah. Ada tiga hal yang
dapat menjelaskan mengapa komunitas ini begitu berani – mereka jujur kepada Allah,
kepada diri sendiri, dan kepada sesama. Tapi, masih ada satu rahasia lagi di balik
kemerdekaan mereka dari rasa takut. Mereka memiliki kecukupan dari dalam. Kadar
kehidupan di dalam diri mereka cukup untuk menghadapi berbagai masalah dan
kemungkinan di hadapan mereka.”

Kecukupan yang dimiliki para murid tidak didasarkan pada kestabilan gerakan
pelayanan, karena kestabilan itu tidak pernah ada. Keyakinan dan rasa aman mereka
berakar kuat dalam Kristus. Sebab itu, iman mereka terus makin kuat dan bertumbuh. Di
dalam Kristus, mereka diperlengkapi penuh, sehingga memiliki akar yang dalam dan sayap
yang kuat.

Berakar dan berbuah merupakan masalah kehidupan batin. Sementara, tujuan


dan pencapaian dalam hidup merupakan hasil dari kehidupan batin yang berakar dan
berbuah. Bagaimana supaya kita memiliki kehidupan yang berakar dan berbuah?

Point-point yang disampaikan dalam materi:

1. Kelemahan manusiawi kita: Membiarkan kompromi (Wahyu 2:18-29)


2. Masalah yang ditimbulkan: Awal yang baik, akhir yang buruk (2 Tawarikh 26:3-5,
16-21)
3. Reorientasi Radikal: Rahasia mengakhiri dengan baik (Yohanes 17:1-18)
4. Kebutuhan yang mutlak penting: Tetap setia hingga akhir (Ibrani 12:1-2)
5. Hidup yang akarnya dalam dan sayapnya kuat: Berakar dan hasilkan buah (Kolose
1:9-12)

Anda mungkin juga menyukai