Anda di halaman 1dari 3

Code of Conduct dan etika bisnis merupakan standar etika dan perilaku yang harus dipedomani oleh

seluruh jajaran Bank dalam menjalankan tugas dan kedinasan sehari-hari serta dalam melakukan
hubungan bisnis dengan nasabah, rekanan maupun dengan rekan bekerja. Sasaran umum pedoman
perilaku adalah menyusun suatu petunjuk agar setiap pelanggaran Code of Conduct dan etika bisnis
oleh seluruh jajaran Bank dapat secara cepat terdeteksi. Industri perbankan merupakan bisnis yang
berlandaskan asas saling percaya dan kepercayaan publik serta dijalankan secara beretika dan
bertanggung jawab. Perilaku dan etika bisnis diharapkan dapat mencegah berkembangnya
hubungan yang tidak wajar dengan para nasabah, atau antara sesama jajaran Bank. Ketentuan
mendorong terwujudnya Good Corporate Governance yang pada akhirnya akan meningkatkan citra
dan reputasi Bank.
1. Code of Conduct (Pedoman Perilaku)
a. Tujuan
Penyusunan Code of Conduct bertujuan untuk memberikan pedoman perilaku secara syariah,
profesional, bertanggung jawab, wajar, patut, dan dapat dipercaya bagi Jajaran Bank, dalam
melakukan hubungan bisnis baik dengan nasabah/calon nasabah, rekanan/calon rekanan, rekan
sekerja maupun Stakeholders lainnya.
b. Fundamental BSI
Jajaran Bank dalam menjalankan bisnis dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders
harus berlandaskan kepada Fundamentals Bank, dimana saat ini adalah The 7 (Seven) Fundamentals
of BSI yang terdiri atas Spiritual Foundation, Vision, Mission, Shared Value, Employee Value
Proposition, Leadership Characteristic, and Tagline yang diatur dalam ketentuan internal BSI.
c. Budaya Perusahaan
Budaya perusahaan merupakan nilai, perilaku dan tindakan yang mendukung terwujudnya visi, misi,
dan pondasi spiritual perusahaan. Nilai-nilai perusahaan dapat diartikan sebagai shared values,
sedangkan perilaku dan tindakan adalah aktivitas dan interaksi dengan stakeholders yang sesuai
dengan shared values tersebut.
Hal-hal yang diatur dalam Code of Conduct adalah:
1. Benturan Kepentingan (Conflict of Interest)
Benturan Kepentingan (Conflict Of Interest) adalah kondisi dimana anggota Jajaran Bank dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai kepentingan di luar kepentingan dinas, baik
menyangkut kepentingan pribadi, keluarga, maupun kepentingan pihak-pihak lain yang
memungkinkan anggota Jajaran Bank tersebut kehilangan obyektivitasnya, dengan ruang lingkup
bahwa Jajaran Bank.
a. Wajib menghindarkan diri dari kegiatan yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
b. Bertindak terhormat dan bertanggung jawab serta bebas dari pengaruh yang memungkinkan
hilangnya obyektivitas dalam pelaksanaan tugas atau mengakibatkan Bank kehilangan bisnid
dan/atau reputasi.
c. Dilarang menyalahgunakan corporate identitiy Bank. Corporate identity hanya dapat digunakan
untuk kepentingan Bank dan dengan seizing Bank.
Bank wajib memiliki kebijakan pengelolaan benturan kepentingan, yang paling sedikit memuat :
a. Identifikasi, mitigasi, dan pengelolaan atas benturan kepentingan termasuk yang berasal dari
transaksi dengan pihak afiliasi dan transaksi intra group;
b. Larangan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris mengambil tindakan yang dapat
merugikan atau mengurangi keuntungan Bank; dan
c. Kewajiban mengungkapkan apabila terjadi benturan kepentingan dalam setiap pengambilan
keputusan.
2. Larangan Risywah (Gratifikasi)
Jajaran Bank harus dapat mengambil langkah tegas untuk tidak memberikan/menerima risywah
kepada/dari nasabah/calon nasabah, rekanan/calon rekanan dan pegawai negeri sipil atau
penyelenggara negara terkait jabatannya sebagai jajaran Bank.
3. Kerahasiaan
a. Jajaran Bank wajib menjaga kerahasiaan setiap data atau informasi terkait Bank atau nasabah
yang berhubungan dengan Bank dan hanya menggunakannya untuk kepentingan Bank.
b. Penyebaran data atau informasi terkait Bank dan nasabah yang berhubungan dengan Bank hanya
dapat dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
4. Penyalahgunaan Jabatan
Jajaran Bank dilarang menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya untuk kepentingan adi atau
pihak lain, baik dilakukan sendiri maupun mempengaruhi/memaksa jajaran Bank lain untuk
melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku yang
dapat menimbulkan kerugian pada Bank.
5. Perilaku Insiders
Jajaran Bank yang memiliki informasi tentang Bank dilarang memanfaatkan informasi dimaksud
untuk kepentingan pribadi atau pihak lain yang dapat menimbulkan kerugian bagi Bank.
6. Integritas dan Akurasi Data Bank
a. Jajaran Bank wajib menjaga integritas dan mempertanggungjawabkan akurasi setiap data Bank
yang disampaikan kepada pihak internal/eksternal tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun.
b. Jajaran Bank menyampaikan data Bank dengan berpedoman pada aturan yang berlaku.
7. Integritas Sistem Perbankan
a. Jajaran Bank, baik secara individu maupun bersama-sama harus berupaya untuk tidak terlibat
dalam hal-hal yang dapat melemahkan atau menurunkan integritas sistem perbankan di Indonesia.
b. Jajaran Bank harus mengambil langkah-langkah tegas untuk memastikan bahwa dirinya tidak
diperalat untuk kegiatan kriminal dan/atau kegiatan tidak legal lainnya.
c. Jajaran Bank harus mawas diri dan menghindarkan keterlibatan Bank dalam kegiatan pencucian
uang, termasuk secara individu tidak terlibat dalam penggunaan dan/atau perdagangan narkoba,
atau kegiatan terorisme.
8. Pengelolaan Rekening Pegawai
Jajaran Bank harus mengelola rekening kepegawaian yang dimilikinya secara bijak dan
tidak memanfaatkan rekening tersebut untuk kegiatan terlarang.
9. Pernyataan Tahunan (Annual Disclosure)
Jajaran Bank wajib melakukan pengisian pernyataan tahunan dengan jujur dan dapat dipertanggung
jawabkan.
10. Sanksi Pelanggaran/Ketidakpatuhan
Jajaran Bank wajib mematuhi pedoman Code of Conduct sebagai pedoman berperilaku, baik di
dalam maupun di luar lingkungan Bank yang membawa citra Bank dengan penuh tanggung jawab.
Pengenaan sanksi atas pelanggaran/ketidakpatuhan terhadap Code of Conduct mengacu pada
peraturan kepegawaian yang berlaku.
11. Pengawasan Pelaksanaan dan Pemutakhiran
a. Direktur yang membidangi Sumber Daya Manusia bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan
dokumentasi ketentuan-ketentuan Code of Conduct. Apabila karena suatu hal yang berasal dari
internal mengakibatkan Code of Conduct ini tidak relevan lagi, maka Unit Kerja Kantor Pusat yang
membidangi Sumber Daya Manusia wajib berkoordinasi dengan Unit Kerja Kantor Pusat yang
membidangi Corporate Secretary untuk mengusulkan penyesuaian dan pemutakhiran kepada Direksi
dan Dewan Komisaris.
b. Apabila karena suatu hal yang berasal dari eksternal mengakibatkan Code of Conduct ini tidak
relevan lagi, maka Unit Kerja Kantor Pusat yang membidangi Kepatuhan mengusulkan penyesuaian
dan pemutakhiran kepada Direksi dan Dewan Komisaris.
Analisis Pelanggaran Etika Bisnis Pada Bank Mandiri Syariah di Bogor terhadap StakeHolder

Bank syariah dilihat dari sisi aset telah berkembang cukup pesat dengan perkiraan pertumbuhan
sebesar US$1,7 triliun pada tahun 2013 atau meningkat sebesar 17,6% selama 4 tahun terakhir
dengan kemampuan Menghasilkan laba sebesar 12,6%3. Kinerja tersebut diprediksi
akan terus meningkat seiring dengan minat masyarakat terhadap bank syariah. Namun demikian
masih ada sejumlah isu penting yang melekat pada tujuan pendirian bank syariah yaitu bagaimana
nilai-nilai tanggung jawab sosial bank syariah yang harus dilaksanakan dalam pencapaian tujuan
holistik dan bagaimana tanggung jawab sosial bank syariah menurut perspektif maqâshid syarî’ah
sebagai nilai-nilai fundamental yang mendasari tata kelola bank syariah. Namun belakangan terdapat
kasus yang menimpa StakeHolder di salah satu bank syariah, yaitu Bank Syariah Mandiri cabang
Bogor.
Kasus Kredit Fiktif pada Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Bogor Badan Reserse Kriminal Mabes
Polri membeberkan kronologi serta modus korupsi dan pencucian uang kredit fiktif Rp102 miliar di
Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Bogor, Jumat 25 Oktober 2013.Kasus itu bermula dari pengajuan
kredit seorang pengusaha properti bernama Iyan Permana tahun 2011.Direktur Tindak Pindana
Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto mengatakan, Iyan awalnya ingin
mengajukan pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk dia sendiri. Namun dalam proses
pengajuannya, Iyan dan tiga pegawai BSM Bogor melakukan penyimpangan kredit.Peran dan modus
para tersangka ini adalah membobol uang bank melalui pembiayaan Al Mudharabah.Polisi saat ini
menetapkan tujuh dalam kasus kredit fiktif BSM, tersangka masing-masing Kepala Cabang Utama
Bank Syariah Mandiri Bogor M Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri
Bogor Chaerulli Hermawan, Accounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa, serta tiga
debitur atas nama Iyan Permana, Henhen Gunawan, Rizki Ardiansyah, dan seorang notaris Sri Dewi.
Kasus di atas merupakan kasus pelanggaran etika yaitu adanya kolusi dari 3 belah pihak. Ketiga pihak
tersebut adalah Internal (karyawan) BSM Cabang Bogor (3 orang), Debitur BSM Cabang Bogor (3
orang), dan Notaris (1 orang).Kolusi yang terjadi adalah Pemberian Kredit Fiktif.

Bank syariah bergerak pada sektor riil, tidak mengizinkan adanya eksploitasi,
dan melarang penghimpunan dan penyaluran dana yang mengandung unsur riba. Meskipun
perdebatan tentang riba masih terus berlangsung dengan pelbagai argumentasi, namun secara
eksplisit pelarangan riba telah tercantum dalam Alquran Surahh Ali Imran (3) yang artinya
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipatganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

Anda mungkin juga menyukai