Anda di halaman 1dari 31

Ciri 

Neoliberalisme 

Beberapa ciri neoliberalisme yang menyebabkan kekuatan negara di reduksi oleh kekuatan modal,
seperti: 
1. Pasar yang berkuasa, bukan pemerntah atau negara. Membebaskan kegaiatan swasta dari
peraturan dan kebijakan pemerintah, walaupun kegiatan membawa dampak yang buruk
terhadap rakyat dan kehidupan bermasyarakat. Hal ini terlihat dari gencarnya tekanan swasta
terhadap pemerintah untuk memperlemah serikat buruh serta perlunya penurunan upah
buruh, bebasnya swasta membeli dan menggunakan tanah selama-lamanya dan seluas-
luasnya.`
2. Mengurangi biaya untuk fasilitas dan pembangunan umum. Umpamanya dana untuk
pendidikan, kesehatan, Penyediaan air bersih, dan pembangunan daerah secara umum harus
dikurangi. 
3. Mencabut peraturan-peraturan yang menngganggu keuntungan ekonomi. Misalnya dengan
menghapus atau mengganti  peraturan tentang melestarikan lingkungan, jaminan kondisi
kerja, atau peaturan tentang kesehatan makanan dan lain-lin. 
4. Privatisasi/swastanisasi  dengan alasan untuk meningkatkan efektivitas dan eisiensi
pelayanan kepada rakyat, maka perusahaan milik negara harus dijual, termasuk penjualan
jenis-jenis usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Misalnya perusahaan air,
listrik, sekolah, rumah sakit, Bank, dan perkeretaapian. 
5. Mencabut bantuan sosial. Bantuan negara/ pemerintah untuk orang miskin harus dicabut. 
6. Pasar bebas. Di tingkat internasional, paham neoliberalisme berusaha untuk memudahkan
perdagangan antar negara. Salah satu untuk mencapai kondisi ini maka diperlukan untuk
mencabut semua konrtol yang dianggap menghalangi pasar bebas. Misalnya tentang
bea/cukai, halangan investasi dan aliran lalulintas modal. 
7. Monopoli teknologi yang hanya dapat dikuasai dan dikelola oleh pemilik modal untuk
produksi masal. 
8. Cendrung menggunakan militer dan kekerasan sebagai alat untuk mengintervensi disamping
pasar bebas. 

Apabila dorongan untuk mencari keuntungan individual adalah kapasitas yang alamiah, maka tidak
boleh ada intervensi  pemerintah atau monopoli negara karena hal itu hanya akan mengganggu
kebebasan  individu dalam berkompetisi. Dari gagasan inilah lahir apa yang kemudian disebut
dengan pasar bebas  (free markets), sebagaimana yang kita kenal saat ini.konsep lainnya dari
neoliberalisme adalah comparative advantage (keunggulan komparatif). Menurutnya, setiap bangsa
harus memaksimalkan kekayaannya bukan atas dasar surplus perdagangan, malainkan mengambil
keuntungan dari pambagian kerja  (division of labour) internasional berdasarkan perdagangan
bebas. Smith berkata “bila sebuah negara asing dapat mensuplai kita dengan komoditi yang lebih
murah dibanding yang kita buat sendiri, maka lebih baik kita membelinya dari mereka, dari
sebagian hasil industri kita sendiri yang punya kelebihan-kelebihan  dari yang lain”. Inilah hukum
comparative advantage  yang masih hidup dan banyak dipraktekan serta diamalkan di banyak
negara hingga sekarang. 

Neoliberalisme kemudian dikenal sebagai sebuah kendaraan yang mengusung satu proyek besar
dunia; globalisasi pasar, dengan cara-cara seperti bagaimana yang disebutkan oleh Manfred B.
Steger, bahwa kelompok globalis neoliberal berupaya menyemaikan pengertian yang tidak kritis
mengenai “globalisasi” kealam pikir masyarakat dengan klaim yang mereka sebut sebagai
keuntungan universal dari liberalisasi pasar,  yaitu : peningkatan standar hidup global, efisiensi
ekonomi, kebebasan individu dan demokrasi, serta kemajuan teknologi yang belum pernah ada
sebelumnya (Manfred B. Steger. GLOBALISME; Bangkitnya Ideologi Pasar, Jogjakarta: Lafadl Pustaka,  2005.
Halaman 17 )

Menurut Mansour Fakih, Globalisasi pada dasarnya merupakan proses pesatnya perkembangan
kapitalisme, yang ditandai dengan globalisasi pasar, investasi dan proses produksi dari Perusahaan
Transnasional (Trans National Corporations-TNCs) dengan dukungan Lembaga-lembaga Keuangan
Internasional (International Financial Institutions-IFIs) yang diatur oleh Organisasi Perdagangan
Global (World Trade Organization-WTO) Log. Cit,.Mansour Fakih. Jalan Lain ; Manifesto Intelektual Organik.
Hal. 192

Dengan demikian, proses neoliberalisme yang diwacanakan berakibat pada monopoli negara-negara
kaya terhadap negara berkembang di berbagai aspek seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Di
Asia, Indonesia merupakan contoh yang paling baik untuk menggambarkan bagaimana dampak dari
hegemoni neoliberalisme tersebut khususnya bagi para petani. Pengkerdilan peran negara
menyebabkan negara tidak mampu melindungi petani, nelayan, dan rakyatnya secara maksimal.  

Dengan monopoli yang demikian maka  irama permainan pertanian global akan sepenuhnya
ditentukan oleh perusahaan-perusahaan besar, terutama koorporasi-koorporasi transnasional (TNC).
Dengan kekuatannya TNC-TNC ini menghisap surplus yang besar dari negara-negara dunia ketiga
dan subsidi dari negara-negara tempat TNC beroperasi. Perkembangan-perkembangan ini akan
meluncur seiring dengan tersingkirnya dan marjinalisasi petani-petani kecil, baik yang ada di negara
maju dan yang tersebar di negara sedang berkembang dan miskin di belahan selatan dunia. Dengan
kekuatan lobynya untuk menyetir  dan mempengaruhi setiap keputusan penting dalam berbagai
kesepakatan-kesepakatan multilateral serta institusi-institusi keuangan global penyebar ideologi
neoliberalisme, pertanian dunia akan berada dalam cengkraman neoliberalisme. Inilah yang
dinamakan neoliberalisme pertanian.         

Neoliberalisme dan Lembaga Pendukungnya 


1.  WTO (World Trade Organization) 
Salah satu strategi untuk melancarkan agenda Neoliberalisme tersebut diantaranya melalui lembaga
WTO. GATT (General Agreement on Trade and Tariff)   merupakan suatu kesepakatan multilateral
yang menciptakan kerangka kerja sama perdagangan internasional. GATT dibentuk pada tahun
1948 dengan tujuan untuk menghapuskan proteksi perdagangan melalui penghapusan tarif dan
kuota. Semakin lama GATT semakin berpengaruh pada beberapa perundingan perdagangan yang
kemudian menghasilkan pemotongan tarif. Ada beberapa putaran perundingan yang dilakukan
berturut-turut mulai di Jenewa (1947), Annecy  (1948), Kennedy (1964-1067), Tokyo (1973-1979)
dan putaran Uruguay  (1986-1994). Log. Cit,  Irma Yanni, Melawan Neoliberalisme, Petani Press, Hal. 52

Putaran Uruguay merupakan perundingan yang komprehensif.  Sampai dengan masa berakhirnya
pada tahun 1994 dalam suatu pertemuan tingkat menteri di Marakesh, Maroko. Putaran Uruguay
telah menghasilkan suatu reformasi global di bidang perdagangan dan hasilnya juga semakin luas
termasuk memasukan sektor pertanian dan tekstil di dalam kesepakatannya. Di putaran Uruguay  ini
juga cakupan perdagangan dunia telah diperluas dengan memasukan hal-hal lain seperti GATS
(kesepakatan umum tentang perdagangan dan jasa), TRIPS (kesepakatan tentang HAKI atau hak
milik intelektual), TRIMS (kesepakatan tentang ketentuan investasi). Yang pada akhirnya putaran
Urugay ini mencapai kesepakatan untuk membentuk organisasi perdagangan dunia WTO  (World
Trade Organization).                                                  
WTO secara formal terbentuk pada tanggal 1 januari 1995, dimana satu per lima anggotanya adalah
negara yang sedang berkembang. Tidak lama setelah putaran Uruguay berlalu beberapa anggotanya
mengkritik WTO dan menyatakan WTO hanya mengakomodir kepentingan negara-negara maju
saja. Satu kritik pedas  yang disampaikan oleh Luis Fernando Jaramillo yang mengatakan: Ibid, Hal.
54. Luis Fernando Jaramillo adalah ketua dari kelompok G77 di New York dan utusan tetap Colombia di PBB. 

”Cukup jelas bahwa hasil putaran Uruguay tidak dilaksanakan untuk kepentingan negara-negara
yang berkembang.....dan tidak diragukan lagi, negara yang berkembang merupakan pihak yang
kalahbaik secara perorangan ataupun kolektif.” 

WTO merupakan suatu arena konflik politik-ekonomi guna mengembangkan kompetisi dan
menciptakan kesempatan untuk melakukan  kompetisi dan menciptakan kesempatan monopoli dan
ekspansi usaha. Intinya adalah untuk meliberalisasi  pasar guna memenuhi ambisi negara-negara
kapitalis agar pasar Asia, Eropa Timur, Amerika Latin dapat terbuka bebas. Negara-negara maju ini
sangat membutuhkan pasar untuk menjual surplus produksinya dan mengeluarkan modalnya
sehingga bisa mendapat bahan baku yang murah dan upah buruh yang sangat murah guna
mengembangkan monopoli usahanya agar berkembang dan tidak bangkrut. Bukan hanya barang
yang bisa bergerak bebas tapi juga termasuk jasa dan investasi juga harus bebas bergerak.                                    

Negosiasi-negosiasi perdagangan dunia banyak dilakukan di forum WTO. Negosiasi tersebut akan
mendorong negara-negara  di dunia untuk melakukan perdagangan bebas. Perdagangan bebas akan
menguntungkan satu pihak dan membebani pihak  yang lain. Contohnya, perjanjian perdagangan
melarang hampir semua subsidi termasuk juga untuk sarana produksi pertanian. Kondisi tersebut
menekan pendapatan petani di negara-negara berkembang yang tidak mendapatkan subsidi seperti
yang terjadi di Indonesia. 

Perjanjian perdagangan tersebut menggariskan tentang perlunya keseragaman sistem perdagangan


dunia. Langkah ini diyakini akan meningkatkan efisiensi perdagangan. Hal tersebut akan
mengakibatkan negara anggota WTO suka atau tidak suka, mau tidak mau harus melakukan
penyesuaian berdasarkan komitmen yang disepakati. Di sektor pertanian, akan merubah sistem
pertanian di negara-negara berkembang secara radikal. 

Padahal kondisi sosial, ekonomi,  politik dan budaya negara-negara berkembang jelas tidak sama
dengan kondisi negara-negara maju. Akibatnya praktek perdagangan tersebut cederung menjadi
perdagangan yang yang tidak adil, dan bahkan menghisap akibat level playing field yang berbeda
antara negara maju dengan negara-negara berkembang. Hal ini terlihat pada termarjinalisasikanya
posisi petani berlahan sempit (gurem) dengan melakukan praktek pertanian  dengan teknologi
sederhana yang menghuni negara-negara berkembang. Dan di sisi lain, petani di negara maju selain
mendapat dukungan penuh dari pemerintah, dengan penguasaan lahan yang luas dan menggunakan
teknologi modern. Sudah sangat jelas yang terjadi kemudian adalah ketidak adilan akibat peraturan
yang unfair. 

a. AoA (Agreement on Agriculture) 


Sebelum putaran Uruguay, pertanian tidak termasuk dalam negosiasi perdagangan multilateral.
Putaran Uruguay memasukan perdagangan hasil-hasil pertanian termasuk tekstil dan sandang
kedalam kesepakatan perdagangan internasional. 

Secara tradisional, suatu negara selalu mengenakan tarif ( bea dan cukai), hal ini guna mengontrol
import produksi hasil pertanian dan sebagai suatu instrumen untuk melindungi dan
mengembangkan pertaniannya. Beberapa negara maju terutama USA dan Eropa memberikan
subsidi pada produksi pertaniannya sehingga ekspor yang  dilakukan menjadi berharga sangat
murah, sehingga merusak pasar di tingkat internasional.  (Ibid, Hal. 55 )
Ketentuan tentang pertanian (AoA) berusaha menciptakan sistem perdagangan hasil pertanian yang
berorientasi pasar. Menghapuskan subsidi dan proteksi terhadap hasil pertanian, sehingga
menghasilkan kehancuran di pasar produksi pertanian dunia. AoA juga mengharuskan pengurangan
subsidi terhadap produk-produk pertanian dan ekspor hasil pertanian. 

Wilayah kerja AoA terdiri dari: 


• Akses pasar(pengurangan tarif dan pembatasan impor) 
• Pengurangan subsidi terhadap pertanian 
• Pengurangan subsidi ekspor hasil pertanian. 

AoA juga mengatur ketentuan tentang kesehatan termasuk juga stadar pangan higiensi dan
ketentuan inspeksi. Setiap angota harus membuat komitmen dalam wilayah kerja ini menurut
jadwal tertentu. 

b. TRIPs (Trade Related Aspect on Intellectual Property Rights) 


Selain perjanjian pertanian, perjanjian WTO lain yang membawa perubahan mendasar pada sektor
pertanian adalah persetujuan mengenai hak kekayaan intelektual yang berkaitan dengan
perdagangan (Trade Related Aspect on Intellectual Property Rights/TRIPs). Sejak januari  tahun
2000, negara-negara berkembang anggota WTO berkewajiban melakukan harmonisasi undang-
undang nasionalnya agar sejalan dengan kesepakatan TRIPs. Hasil putaran Uruguay, TRIPs
meurpakan salah satu hasil utama yang paling kontroversial dan memicu perdebatan di seluruh
dunia. Sebab, perjanjian itu dianggap tidak konsisten dengan tujuan WTO.                       

Untuk sektor petanian, pasal  27 merupakan pasal yang paling sering dipermasalahkan, yaitu yang
berisi antara lain 1, Paten diberikan untuk semua penemuan, baik dalam  bentuk produk atau
proses,tanpa melihat tempat dari mana asal dan pembuatan suatu penemuan dan dalam semua
bidang teknologi. 2, Negara anggota WTO dapat menetapkan penemuan yang tidak diberikan paten,
sepanjang penemuan tersebut tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. 3, Negara-negara
anggota WTO dapat menetapkan penemuan yang tidak dapat diberikan hak paten, seperti metode
pemeriksaan, pengobatan dalam rangka penanganan manusia dan hewan. ( Log Cit, Hudori,
Neoliberalisme menumpas petani, Yogyakarta, Resist, Hal 94 )

Bila dicermati isi dari TRIPs  dapat memunculkan beberapa implikasi pematenan atas mahluk hidup
pada masyarakat tradisional dan petani, seperti halnya masyarakat petani tidak lagi dapat
menjalankan aktifitas yang biasa mereka lakukan- yang terkait erat dengan perlindungan dan
pelestarian keanekaragaman hayati tanpa seijin pemegang paten. 

Bila perlindungan paten diberlakukan, seyogyanya petani dan masyarakat tradisional juga unya  hak
untuk mendapatkan paten atas benihnya, persoalannya, ketentuan TRIPs mengatakan paten hanya
dapat diberikan bagi inovasi yang dapat digunakan dalam skala industri. Padahal poses-proses
bioteknologi yang menghasilkan bibit unggul tidaklah berdiri sendiri, tetapi perlu kearifan
masyarakat tradisional. 

Akhirnya TRIPs memunculkan sejumlah implikasi serius, yang dalam konteks pertanian, terutama
keragaman hayati. TRIPs akan mendorong terjadinya privatisasi keragaman hayati yang berada
dalam kancah publik. Padahal sejarah mengajarkan, privatisasi sumber daya publik selalu berakhir
dengan kerusakan atau penipisan sumber daya tersebut melalui monopoli kepemilikan keragaman
hayati beserta pengetahuannya, menegasikan inovasi tradisional masyarakat adat/lokal, membuka
peluang pembajakan sumber daya hayati yaitu pengambilan dan pemanfaatan bahan hayati,
terutama sumber daya genetika beserta kearifan tradisional masyarakat adat tanpa sepengetahuan
dan persetujuan masyarakat setempat, dan mendorong erosi keragaman hayati. 

2.  International Monetary Fund (IMF) 


Kehancuran dunia khususnya kehancuran ekonomi dunia sebagai akibat Perang Dunia II telah
mendasari pertemuan diBretton Woods Hampshire Amerika Serikat pada 1-22 Juli 1944 yang
dihadiri oleh 45 perwakilan pemerintahan. Pertemuan ini memunculkan pembentukan 

International Monetary  Fund (IMF). IMF dibentuk oleh 29 negara dengan menandatangani artikel
perjanjian guna mengatasi depresi yang sangat besar yang dialami Amerika Serikat pada  tahun
1930-an yang berdampak pada perekonomian negara-negara dunia ketiga. 

Adapun tujuan pembentukan IMF melalui promosi kerjasama moneter/keuangan internasional


(Bank Dunia/World Bank) adalah untuk peningkatan perdagangan internasional dengan
memberikan hutang kepada negara-negara yang telah menjadi anggotanya. Menurut IMF agar
hutang tersebut bisa dikembalikan maka negara-negara yang diberikan bantuan tersebut harus
menjalankan Structural Adjusment Program (SAP). Termasuk didalamnya adalah penurunan nilai
tukar mata uang suatu negara terhadap Dolar, pertumbuhan yang berorientasi ekspor, privatisasi,
dan peningkatan praktek-praktek yang mendukung pasar bebas. 

Dengan kata lain negara yang ingin meminjam kepada IMF harus dengan syarat yang berakibat
pada: (1), dipinggirkannya peran pemerintah sebagai badan publik dalam penyediaan berbagai
layanan dasar untuk publik, (2) menjadikan berbagai jasa layanan dasar penunjang hidup sebagai
barang dagangan (komoditas) yang dikuasai swasta, dan (3) sebagai konsekuensi dari keduanya,
terjadinya pergeseran berbagai interaksi sosial dan kultural yang semula berorientasi pada
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan jasa layanan dasar untuk diri mereka sendiri direduksi
secara implisit menjadi hubungan antara konsumen dan produsen atau justru antara penjual dan
pembeli. Pada kondisi rendahnya akses publik terhadap modal/kapital, hal ini  akan mengakibatkan
akses masyarakat  kepada berbagai jasa layanan dasar serta politik menjadi sangat rendah. 

Di Indonesia, pelaksanaan pembangunan dengan menggunakan dana bantuan (pinjaman) kepada


IMF dengan syarat yang ditentukan IMF tersebut  telah mendesak pelaksanaan konsep
pembangunan di bidang industri dan berorientasi ekspor. Pada gilirannya mau-tidak mau akan
mengurangi jumlah perluasan lahan pertanian di Indonesia. Pengurangan luas lahan pertanian ini
dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan lahan bagi pengembangan lokasi atau kawasan industri
baik itu industri pabrik, perkebunan, pariwisata, perumahan dan pembangunan skala besar lainnya. 

Pada dasarnya kebijakan oleh IMF  tersebut dikemas di dalam sebuah dokumen yang disebut
dengan Memorandum of Economic and Financial Policy (MEFP), yang lebih poluler disebut
dengan Letter of Intent(LoI). LoI tersebut harus disetujui dan dilaksanakan pemerintah Indonesia.
Untuk merealisasikan langkah-langkah dalam  LoI, melalui Bank Dunia maupun ADB (Bank
Pembangunan Asia) telah menyediakan dana pinaman yang harus digunakan untuk melaksanakan
sejumlah langkah mandat reformasi yang berbentuk penyesuaian struktural.Ibid, Hal. 194 

Salah satu dampak penyesuaian  struktural IMF  dan Bank Dunia tersebut bisa disaksikan pada
sektor pertanian, dimana penyesuaian ini pada gilirannya berpengaruh langsung terhadap ketahanan
pangan kita. Penyesuaian yang tertuang dalam LoI tersebut direspon oleh pemerintah  dangan
mengeluarkan kebijakan, antara lain penghapusan monopoli import berbagai komoditas pangan
pokok dan strategis (beras, gula, terigu dan gandum), penetapan tarif bea masuk, penghapusan
subsidi pangan, penghapusan subsidi pupuk dan berbagai sarana produksi pertanian kepada petani.                      

3.  Multi National Coorporations (MNCs) 


Dari uraian tentang implikasi neoliberalisme terhadap petani diatas, kita dapat memahami
bagaimana sesungguhnya ”perang” yang terjadi antara negara khususnya dunia ketiga dengan
MNCs dalam perebutan kekuasaan ekonomi. Negara dilucuti peran dan kekuasaanya sebagai alat
untuk mencapai kesejahteraan rakyat, dipaksa untuk tunduk pada kepentingan perusahaan-
perusahaan raksasa MNCs tersebut. 

Perkembangan peragangan yang  terjadi dewasa ini adalah berkembangnya pertanian bioteknologi
lewat rekayasa genetika yang menghasilkan tanaman transgenik. Lewat rekayasa genetika pertanian
transgenik telah meluas. Keberhasilan komersialisasi produk transgenik didukung oleh
kemampuannya dalam posisi yang  acceptable dalam ranah sosio-politik, dan ini sangat disadari
oleh perusahaan multi nasional. Pelipatgandaan model tersebut sangat progresif dengan
penambahan jumlah luasan tanaman transgenik yang sangat fantastis. Misalnya sebesar 46% kedelai
yang ditanam di seluruh dunai  saat ini adalah  merupakan kedelai transgenik. Ibid, Hal. 49, rekayasa
genetika merupakan teknologi untuk mengubah susunan materi genetic sel hidup untuk menghasilkan senyawa yang
diinginkan atau bahkan mengubah fungsi-fungsi secara berbeda dengan sel-sel yang lain yang tidak mengalami
manipulasi. 

Singkatnya adalah terjadi monopoli teknologi dan beserta globalisasi paradigma monokultural.
Karena benih dipatenkan, petani yang semula bisa menangkarkan bibit untuk keperluannya  sendiri,
kini mereka dipaksa untuk membeli benih produk MNC dengan harga yang sangat mahal dan tidak
bisa di benihkan kembali oleh petani. Saat ini Monsanto memiliki hak paten pertama untuk
teknologi rekayasa genetika yang berhubungan dengan riset tanaman transgenik (Monsanto merupakan
perusahaan penelitian produk transgenic yang tidak lain adalah sponsor utama MNC. ). Maka semua pengguna
bioteknologi dasar tersebut harus meminta ijin dan membeli dari Monsanto. Ini memicu kontroversi
karena ide dasar hak paten adalah publik mendapatkan akses ke produk yang aman. 

Respon kebijakan pemerintah 


Selama 30 tahun pemerintahan Orde Baru, pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis beras yang
paling parah.  Akibat krisis pangan yang akut di pedesaan, terjadi penjarahan terhadap perkebunan,
hutan, bahkan tambak. Krisis ekonomi ini diyakini punya andil besar terhadap kejatuhan Preisden
Soeharto. Kelangkaan pangan merupakan persitiwa politik yang mengguncangkan, kala ”warga
berulangkali menunjukan kemampuannya untuk menjatuhkan pemerintahan yang gagal dalam
kebijakan pangan ini”. Sejauh sebuah rezim mampu mengontrol sumber-sumber dasar tersebut,
menjaganya dari ancaman kelangkaan, dan yang jauh lebih penting adalah menstabilkan harga
dikalangan konsumen dan konstituen strategis maka sejauh itu pula stabilitas politik dapat dijamin
dengan mantap. Bagitu juga  sebaliknya, kekuasaan politik dapat terguncang karena gagal menjaga
stabilitas harga pangan. Hal ini akan lebih nyata lagi terlihat di berbagai negara berkembang dan
miskin, seperti di Indonesia khususnya Sumatera Utara. Dalam masyarakat politik seperti itu,
persoalan pangan dapat menjadi ancaman bagi stabilitas politik yang laten dan bisa menyebabkan
keguncangan sewaktu-waktu.                                                  

Untuk mengantisipasi kekacauan politik dan ekonomi yang kian memburuk, Pemerintah Indonesia
merepone dengan mengeluarkan beberapa kebijakan yang kooperatif dengan lembaga-lembaga
ekonomi internasional. Hal tersebut menghasilkan beberapa kebijakan yang  tertuang dalam
Undang-Undang publik, seperti keluarnya: 
  
1.  Undang-Undang nomor 18 tahun 2003 (tentang perkebunan) 
Sejarah penguasaan tanah agraria di Indonesia sejak jaman feodal dikuasai oleh raja-raja secara
mutlak. Feodalisme adalah sistem perekonomian dimana raja dan keluarganya merupakan tuan dan
rakyat adalah abdi. Jadi dalam sistem feodalisme, alat produksi  seperti tanah merupakan milik raja,
bangsawan. Juga rakyat adalah milik raja yang tenaganya dapat diserahkan demi kepentingan
penguasa tersebut. 
Begitu juga pada masa kolonial dapat digambarkan secara umum bahwa penguasaan tanah
dikuasasi oleh para penjajah kapitalisme kolonoalis Belanda dengan berbagai kesepakatan dengan
para Raja. Sistem kolonial ini ditandai dengan 4 ciri pokok yaitu: dominasi, eksploitasi dan
depedensi. Prinsip dominasi terwujud dalam  kekuasaan golongan penjajah yang minoritas terhadap
penduduk pribumi yang mayoritas. Dominasi ini pada umumnya didukun oleh keunggulan militer
kaum penjajah dalam menguasai dan memerintah penduduk pribumi. Dengan demikian pribumi
dikenakan ”tanam paksa”, kerja rodi dan dipaksa untuk tidak memiliki modal produksi sendiri
seperti tanah. 

Dengan tuntutan perkembangan kapitalisme tersebut pada tahun 1602 mereka membentuk
gabungan perseorangan Belanda atau disebut dengan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie).
VOC diberi oleh pemerintah Belanda hak eksklusif dalam melakukan monopoli perdagangan di
daerah jajahannya demi memenuhi kebutuhannya. Noer Fauji Rachman, Dinamika Perjalanan Politik Agraria,
Bandung, 1994 hal 12. 

Demikian hal ini berlangsung selama berabad-abad, yang menimbulkan penindasan dan penderitaan
bagi penduduk pribumi yang berkepajanjangan. Hal ini terlihat dari pengembangan usaha pertanian
perkebunan dengan satuan-satuan berskala besar. 

Akibat sosial dari penguasaan  dari tanah sebagai alat produksi pertanian oleh kolonial adalah
hubungan kelas sosial antara kelas sosial yang terlibat adalah buruh dengan pemilik modal: buruh
adalah mayoritas manusia yang menjual tenaga kerja yang dipertukarkan dengan upah  

Hak rakyat atas tanah merupakan hak dasar dari setiap manusia dan rakyat mempunyai hak
pengelolaan yang  bersifat mandiri dan mempunyai kemerdekaan dalam menentukan
pengelolaanya. Demikian juga hubungan antara manusia dengan tanah merupakan hubungan yang
bersifat sosio religius sehingga tanah tidak dapat hanya dipandang sebagai aset produksi semata. 

Hak rakyat atas tanah sebagai hak dasar manusia harus dijamin ketersediaanya oleh negara untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat semesta. Penguasaan tanah secara terpusat  pada individu
maupun kelompok dengan skala besar tidak dibenarkan dan negara sebagai penjamin harus
melaksnakan fungsinya untuk melakukan distribusi tanah untuk pemenuhan hak dasar tersebut. 

Udang-Undang perkebunan tetap memandang tanah sebagai asset produksi semata. Tanah yang
mempunyai hubungan sosial religius apabila dibutuhkan untuk usaha perkebunan dan di atas tanah
tersebut terdapat masyarakat atau hak rakyat terlebih dahulu ada mereka wajib dilakukan
musyawarah. Prinsip musyawarah pada dasarnya memang merupakan sebuah prinisip yang sangat
diharapkan dalam setiap pengambilan keputusan bersama. Undan-Undang perkebunan tidak
menerapkan prinsip-prinsip dasar musyawarah karena musyawarah diarahkan untuk memperoleh
kesepakatan mengenai penyerahan tanah dan imbalannya. 

2.  Undang-Undang nomor 7 tahun 2004 (tentang sumber daya air) 


Air merupakan potensi yang ada di alam, menjadi kebutuhan yang mendasar bagi semua mahluk
hidup yang ada di bumi. Oleh karena itu air menjadi bagian syarat terpenuhinya hak azasi manusia.
Hak yang setara atas air bagi setiap individu merupakan hak dasar manusia. Privatisasi pengelolaan
air dan komersialsiasi sebagaimana terdapat dalam undang-undang no.7 tahun 2004 bertentangan
dengan hak dasar tersebut. Sementara hak ini dijamin oleh UUD 1945. Undang-undang sumber
daya air no.7 tahun 2004 ini membatasi peran negara semata sebagai pembuat dan penguawas
regulasi. Negara sebagai regulator dan swasta sebagai penyelenggara sistem  air (privatisasi)
merupakan penjabaran dari penerapan sistem ekonomi liberal. 
Negara sebatas regulator akan kehilangan kontrol atas setiap tahapan pengelolaan air untuk
memastikan terjaminya keselamatan dan kualitas pelayanan bagi setiap pengguna air.  Negara tidak
dapat menjamin dan memberikan perlindungan pada kelompok-kelompok tidak mampu dan rentan
dalam mendapatkan akses terhadap air yang sehat dan terjangkau. 

Atas dasar itulah, substansi  yang mendorong privatisasi dan komersialisasi air dalam undang-
undang no.7 tahun 2004 akan membahayakan kepentingan dan kesejahteraan seluruh laspisan
masyarakat. Air menjadi salah satu contoh upaya pemilik modal global untuk menguasai sumber
daya negara berkembang dan bertujuan untuk menarik keuntungan. Agenda libealisasi yang
dititipkan pada sejumlah undang-undang merupakan pola umum yang dijalankan lembaga kapitalis
global. 

Undang-undang ini mendapat penolakan dari kelompok-kelompok masyarakat. Terdapat pasal-pasal


yang memberikan peluang pengelolaan air minum dan penguasaan sumber-sumber air kepada
swasta yang tidak dibatasi. 

Dengan demikian privatisasi tidak sebatas penyerahan penyediaa air minum, namun juga
pengelolaan air untuk berbagai kepentingan, khususnya irigasi pertanian, energi dan industri.
Undang-undang yang baru ini lebih didominasi oleh kepentingan ekonomis. Pengaruh Bank Dunia
ikut menentukan substansi dan kepentingan yang diperjuangkan oleh undang-undang ini. 

Hadirnya undang-undang no. 7 tahun  2004 tentang sumber daya air merupakan bagian dari
persyaratan pinjaman Bank Dunia untuk program WATSAL  (Water resources sector adjusment
loan) sebesar USD 300 juta yang ditandatangani pada april 1998. sejak tahun 1998 kebijakan
tentang air yang baru tersebut dirumsukan dengan ketelibatan Bank Dunia, Bapenas dan
Kimpraswil. Seak awal Bank Dunia telah menyatakan bahwa lembaga tersebut tidak akan
memberikan pinjaman baru apabila kebijakan pengelolaan air, khususnya untuk irigasi pertanian
tidak diubah. 

Undang-undang ini memberi ruang yang luas bagi swasta untuk menguasai air (air tanah, segala
bentuk air permukaan dan sebagian badan sungai). Instrumen Hak Guna Usaha dalam pasal 7,8, dan
9 (35 UU Sumber Daya air No.7 Tahun 2004 pasal 7: (1) Hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4)
berupa hak guna pakai air dan hak guna usaha air, (2) Hak guna air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya., Pasal 8: (1) Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin
untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sistem
irigasi.,(2) Hak guna pakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan izin apabila, (a) cara menggunakannya
dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber air; (b) ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air
dalam jumlah besar; atau (c) digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.(3) Hak guna pakai
air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang
lain yang berbatasan dengan tanahnya. Pasal 9: (1) Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan
usaha dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Pemegang hak guna
usaha air dapat mengalirkan air di atas tanah orang lain berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan.(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa kesepakatan ganti kerugian atau
kompensasi) menjadi dasar alokasi dan penguasaan sumber-sumber  air kepada swasta. Instrument
Hak Guna Usaha ini menjadi dasar pengelolaan air dan menjiwai sebagian besar pasal-pasal dalam
undang-undang seumber daya air. Undang-undang ini juga membatasi bentuk dan jumlah
penggunaan air oleh masyarakat. Di luar batasan kriteria penggunaan sehari-hari dan pertanian
rakyat yang ditentukan pemerintah, akan dikategorikan sebagai kepentingan komersial. Oleh karena
itu maka penggunaan air di luar batasan tersebut akan diwajibkan mendapatkan izin dan tentunya
akan dikenakan biaya. Begitu banyak aktivitas masyarakat yang selama ini dilakukan tanpa nuansa
komersial akan terhambat terhadap akses air tersebut. Dengan adanya batasan penggunaan air
kepada masyarakat, maka alokasi air bagi kepentingan akan semakin besar. Pengaturan ini membuat
pemanfaatan  air mengalir kepada kepentingan komersial semakin besar dan yang mampu dari sisi
eknomi.  
                         
Dengan adanya undang-undang yang  mengatur tentang air tersebut, swasta memiliki peluang yang
cukup besar untuk menguasai sumber-sumber air milik bersama masyarakat. Sumber-sumber air
bersama masyarakat dapat dikuasakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah kepada swasta atau
perorangan untuk mengelolanya. 

Walaupun dalam isi undang-undang tentang air no. 7 tahun 2004 tidak menyebutkan ”privatisasi”
namun jelas  pelibatan swasta dalam berbagai bentuk dan tahap pengelolaan air menunjukan adanya
agenda privatisasi. 
                                                                      
Privatisasi atas penyediaan air minum, pengelolaan sumber daya air, dan irigasi pertanian
dimungkinkan oleh undang-undang sumber daya air ini, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 40
(ayat 4 dan 5). Pasal 40 ayat 4: Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam 
penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Ayat 5: Pengaturan terhadap 
pengembangan sistem penyediaan air minum bertujuan untuk:  
a. terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga yang terjangkau; 
b. tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan; dan 
c. meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum. 
  
Pertanian akan menjadi mahal oleh karena mendapatkan air akan membutuhkan biaya yang lebih
besar ditengah tingginya biaya produksi tani seperti pupuk, bibit dan pemasaran hasil pertanian
yang tidak menentu. Petani yang mendapatkan air dari pengelola swasta akan membayar biaya
pengelolaan air. Beban ini menjadi bertambah besar karena menurut undang-undang sumber daya
air (pasal 41  ayat 3) maka pembangunan dan pemeliharaan irigasi menjadi tangungan petani dan
tidak lagi disubsidioleh pemerintah. Petani khususnya petani sawah , tidak akan mampu bertahan di
sektor pertanian dengan kondisi seperti  ini. Dan agenda kedaulatan pangan akan semakin jauh dari
harapan rakyat Indonesia. 

Disamping itu juga beberapa undang-undang yang dihasilkan seperti undang-undang no.25 tahun
2007 tentang penanaman modal asing, undang-undang no.22 tahun 2001 tentang minak dan gas
bumi, dan undang-undang no.11 tahun 1967 tentang ketentuan pokok  pertambangan terdapat
muatan yang meliberalisasi sumber-sumber pertanian. Secara tidak langsung, lahirnya  undang-
undang ini akan merugikan pertanian dan mementingkan kekuatan modal asing.

Defenisi neoliberalisme
Mansour Fakih menyebutkan bahwa saat ini adalah saat berakhirnya era developmentalism, suatu
proses perubahan sosial pasca Perang Dunia II yang dibangun diatas landasan paham modernisasi.
Namun di negara-negara pusat kapitalisme, jawaban untuk mempercepat laju kapitalisme telah lama
disiapkan bahkan sejak krisis kapitalisme di tahun 1930-an. Jawaban itu adalah globalisasi
kapitalisme (neoliberalisme) Mansour Fakih.  Jalan Lain ; Manifesto Intelektual Organik, Yogyakarta: Insist Press,
2002.  Halaman 184 

Kata  Neo dalam neoliberalisme sebenarnya merujuk kepada bangkitnya kembali bentuk aliran
ekonomi liberalisme lama yang cikal bakalnya dipicu oleh karya Adam Smith yang menumental,
The Wealth of Nations, di tahun 1976. Filsuf moral asal Inggris itu, yang juga bapak  mazhab
ekonomi klasik atau yang lebih populer disebut dengan perumus kapitalisme modern,
mempropagandakan pentingnya penghapusan intervensi negara atau pemerintah dalam mekanisme
ekonomi, Sebagai gantinya Smith, menganjurkan agar pemerintah membiarkan mekanisme pasar
bekerja dengan logikanya sendiri, melakukan deregulasi, serta menghilangkan segala bentuk
hambatan (tarif dan non tarif) dan restriksi. Kompetisi dan kekuatan individu yang bekerja dalam
mekanisme pasar akan menciptakan keteraturan ekonomi. Smith menggunakan  teorinya tentang
“tangan-tangan tersembunyi” (invisible hand) yang menurutnya bakal mengatur dan mengorganisir
seluruh relasi dan kehidupan ekonomi  dan juga mendorong setiap individu untuk mencari
sebanyak-banyaknya keuntungan ekonomi.  (Khudori, Neoliberalisme menumpas petani, Yoyakarta, Resist
Book, 2004, Hal 16 )

Negara yang menganut sistem demokrasi-menurut pemahaman neoliberalisme, daya tahan sebuah
negara ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat pendapatan per kapita penduduk. Seperti yang
telah menjadi perdebatan teori-teori pembangunan bahwa kemakmuran hanya dapat dicapai hanya
jika membebaskan pasar dari intervensi negara sehingga tercipta kompetisi dan akhirnya akan
menghasilkan efisiensi dan produktifitas ekonomi yang tinggi. Sehingga terciptanya masyarakat
yang lebih terdiferensiasi, dan  perluasan kearah pluralisme sosial dan  pluralisme politik. Oleh
sebab itu menurut ideologi neoliberalisme, persamaan kebebasan ekonomi setara dengan kebebasan
politik.                                                  
Dengan kata lain, kebebasan dan pluralisme politik hanya mungkin terjadi dalam sistem ekonomi
pasar bebas. Inilah yang disebut Przeworski sebagai tarnsisi yang mengambil strategi
“Modernizatioan via internationalization”. Menurut strategi ini, demokrasi menjadi stabil jika
negara-negara yang mengalami transisi mengintegrasikan diri kedalam sistem ekonomi dunia, yang
dikombinasikan dengan peniruan ekonomi, politik, dan pola budaya negara-negara kapitalis maju.

Perkembangan Pemikiran Lineralisme


Gagasan neoliberalisme berakar pada tradisi pemikiran liberal yang menempatkan individualisme,
rasionalitas, kebebasan, dan equality sebagai nilai-nilai yang paling mendasar.

Asumsi-asumsi Dasar Liberalisme


• Individualisme: manusia sebagai individu merupakan hal yang paling mendasar dalam
pandangan kaum liberal. Karena hakekat manusia merupakan makhluk yang penuh damai
dan mempunyai kemauan bekerja sama, kompetitif secara konstruktif, dan rasional.
• Equality: setiap individu lahir setara. Namun setiap individu mempunyai kemampuan dan
kemauan yang berbeda-beda. Karenanya kaum liberal percaya akan adanya ‘equality of
opportunity’ yang memberikan setiap individu kesempatan yang sama untuk mewujudkan
potensi mereka masing-masing.
• Kebebasan: kebebasan individu untuk mencapai apa yang terbaik bagi dirinya perlu
mendapat jaminan. Kebebasan individu tersebut dijamin melalui mekanisme pasar [invisible
hand-Adam Smith]
• Peran negara minimalis: peran negara yang kuat dan aktif dapat mengancam kebebasan
individu karenanya campur tangan negara dalam pasar akan merugikan masyarakat. Kaum
Liberal memandang ketegangan laten antara negara dan pasar merupakan konflik antara
penindasan dan kebebasan, kekuasaan dan hak individu, dogma otokratik dan logika rasional
keliahiran Neoliberalisme
Stagflasi yang melanda dunia pada tahun 1970-an meruntuhkan asumsi-asumsi sosialisme
demokrasi yang diusung oleh Keynes. Krisis yang terjadi ditengarai muncul sebagai akibat dari
intervensi negara yang terlalu jauh dalam urusan ekonomi. Intervensi yang sedianya ditujukan
untuk menjamin kesejahteraan sosial justru telah menimbulkan inefisiensi dan menyebabkan krisis.
Dalam kondisi semacam ini, para pemikir liberal berupaya mengembalikan doktrin liberalisme
kepada liberalisme klasik ala Adam Smith dan David Ricardo yang percaya unregulated market
akan meningkatkan efisiensi dan mendorong pertumbuhan dan menghasilkan kemakmuran global.
Meskipun demikian, kebangkitan pemikiran liberalisme klasik (neo-classical economy) atau yang
kemudian lebih dikenal sebagai neoliberalisme memiliki sejumlah perbedaan mendasar dengan
liberalisme klasik. Liberalisme klasik ala Adam Smith klasik menentang bentuk-bentuk monopoli
baik oleh negara maupun kelompok bisnis. Namun dalam pandangan liberalisme klasik peran
negara tetap dibutuhkan terutama untuk menciptakan lingkungan yang dapat menjamin hak-hak
individu. Sementara neoliberal berada pada posisi yang lebih ’mencurigai’ peran negara sehingga
dari segi apa pun kekuasaan negara perlu tetap dikontrol.
Kebangkitan kembali liberalisme klasik dapat ditelusuri lewat pemikiran dua pemenang nobel
Friedrich von Hayek (1899 – 1992) dan Milton Friedman (1912 - 2006). Upaya pengembalian
pemikiran liberalisme klasik ini tidak hanya berhenti pada tataran ide. Gagasan tersebut kemudian
tertuang dalam kebijakan-kebijakan ekonomi politik domestik di Inggris di bawah perdana menteri
Margaret Thatcher dan pada saat yang hampir bersamaan diterapkan oleh Ronald Reagan di AS.
Sehingga kemunculan neoliberalisme kerap disepadankan dengan neokonservatisme mengingat
kebangkitannya di Inggris melekat pada Thatcher yang berasal dari partai konservatif. Tidak
berhenti sampai disitu, dengan disponsori oleh Inggris dan AS, di tingkat global gagasan
neoliberalisme juga menjadi landasan dalam diplomasi ekonomi internasional yang tercermin dari
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh lembaga-lembaga ekonomi internasional seperti IMF, WTO,
dan Bank Dunia
Gagasan Tentang Neoliberalisme
Ada beberapa hal yang menjadi gagasan dari Neoliberalisme yang pada akhirnya nanti dijadikan
sebagai sarana dalam mencapai tujuannya. Bahwa cara manusia bertransaksi dalam kegiatan
ekonomi bukanlah satu dari berbagai model hubungan antar manusia, melainkan satu-satunya
model yang mendasari semua tindakan dan relasi antar manusia. Dengan kata lain setiap tindakan
manusia merupakan ungkapan dari model hubungan menurut kalkulasi untung-rugi individual yang
terjadi dalam kegiatan transaksi ekonomi. Beberapa hal yang ingin dicapai oleh neoliberalisme
dengan gagasan-gagasan yang telah disepakati para penganutnya antara lain adalah :
1. Hubungan –hubungan antar pribadi dan sosial mesti dipahami dengan menggunakan konsep dan
tolok ukur ekonomi.
2. Setiap tindakan dan kebijakan pemerintah suatu negara harus melewati dan tidak bisa lepas dari
evaluasi tolok ukur prinsip ekonomi.

Neoliberalisme dan Penjajahan Pemikiran


Sebenarnya serangan yang dilancarkan oleh agen-agen neoliberalisme tidak sebatas hanya dalam
ranah ekonomi dan politik saja. Untuk mewujudkan impiannya, seperti yang telah diungkapkan di
muka, semua sendi kehidupan tidak terlepas dari serangan neoliberalisme. Penjajahan pemikiran
adalah salah satu contoh dari upaya neoliberalisme untuk meracuni dan mencuci otak para pemikir-
pemikir lokal di setiap negara, terutama negara sedang berkembang. Sehingga dengan pemikiran
yang telah terkontaminasi oleh faham-faham neoliberalisme, secara tidak langsung telah
membentuk pengkaburan akan makna dan peranan pasar, negara maupun system.
Salah satu ruang yang merupakan fasilitas sekaligus lahan dalam neoliberalisme berusaha menjajah
pemikiran dan mengeruk keuntungan melalui berbagai ekploitasinya adalah pendidikan, baik itu
systemnya maupun prosesnya. Disadari atau tidak, paradigma berfikir masyarakat (pelajar,
mahasiswa, rakyat bawah, kelas menengah maupun elit) tidak ada lagi yang referensinya diambil
dari nilai-nilai lokalitas. Sebagai contoh adalah kajian mengenai ilmu ekonomi, masyarakat kita
dididik denganj teori-teori asing yang sebenarnya teori tersebut tidak jauh dari teori ekonomi
kapitalis yang merupakan landasan pemikiran ekonomi neoliberalisme (teorinya mbah Adam
Smith).
Dengan adanya otoritas modal yang dimiliki oleh para aktor neoliberalisme, tawaran-tawaran
mengenai pasar bebas, deregulasi, privatisasi dan kebijakan-kebijakan neoliberalisme yang lain
akan semakin mempersempit ruang gerak dan waktu bagi nilai-nilai sosial dan lokalitas.

Neoliberalisme dan Globalisasi


Globalisasi merupakan salah satu instrumen dari neoliberalisme. Dengan kebijakannya yang
berusaha untuk mengintegrasikan semua system yang ada, globalisasi tidak bisa terlepas dari
bahasan tentang neoliberalisme. Dampak besar dari penyatuan system-sistem lokal ke dalam
sistyem-sistem global oleh neoliberalisme melalui program globalisasinya dapat kita lihat melalui
kondisi bangsa Indonesia saat ini ,sebagai korban. Sejak mamasuki dasawarsa tahun 1980-an, mulai
nampak kecenderungan ekonomi Indonesia semakin terintegrasi kepada ekonomi global.
Setidaknya berbagai kebijakan deregulasi perbankan dan nkeuangan di awal tahun 1980-an adalah
awal dari liberalisme ekonomi dan dominasi paham neoliberal di antara para ekonom. Sejak itu
berbagai kerbagai kebijakan, peraturan dan tindakan pemerintah adalah untuk melayani kepentingan
korporasi , yang pada masa itu adalah para konglomerat orde baru, keluarga Soeharto dan TNCs
yang digandengnya.
Kita bisa mencatat banyak kejadian kasus globalisasi yang kemudian telah menghancurkan dan
mengorbankan Indonesia, baik itu dari segi kedaulatan nasional, kedaulatan hukum dan korban
berjuta-juta rakyat Indonesia memasuki masa depan yang gelap. Contoh dari kasus-kasus dampak
globalisasi yang sa mpai saat ini kita merasakannya adalah :
1 Perampokan basar-basaran Bank Sentral. BLBI adalah skema program penalangan utang
perbankan untuk dialihkan menjadi beban pemerintah melalui penerbitan obligasi.
2 Tambal sulam kemiskinan lewat utang. Program pinjaman dari Bank Dunia dan ADB sebenarnya
merupakan politik etis dari Bank Dunia agar krisis yang terjadi tidak menyebabkan kerusakan yang
diinginkan yang bisa merugikan kepentingan Bank Dunia.
3 Penghancuran ketahanan pangan. Sejak masuknya impor beras secara besar-besaran dari luar
negeri dengan harga yang jauh lebih murah dari harga beras yang dihasilkan oleh petani lokal,
terjadilah tragedy kehancuran ketahanan pangan di Indonesia. Petani pedesaan sebagai tulang
punggung penyedia pangan di Indonesia mengalami kebangkrutan dan akan menyebabkan
kerawanan ekonomi masyarakat pedesaan yang tak terkira. Petani Indonesia akan habis dilibas oleh
TNCs dan importir beras.
4 Penguasaan air minum. Bumi dan air yang dikuasai oleh negara yang seharusnya dipergunakan
untuk kepentingan rakyat, setelah adanya privatisasi rakyat harus membayar ketika ingin
memakainya.
5 Penciptaan pasar tanah. Dengan adanya Land Administration Project (LAN), ta nah akan
dijadikan obyek penguasaan pemodal besar dan TNCs dengan legalitas yang dijamin.
6 Mafia utang lewat kredit ekspor. Resiko utang swasta bisa menjadi utang pemerintah, dan utang
pemerintah yang begitu besar dan tak terbayar yang akan membayar secara tidak langsung adalah
seluruh rakyat Indonesia yang tidak tahu apa-apa.
7 Penjarahan kekayaan itelektual masyarakat / komunitas.

Kesimpulan
Dari sedikit gambaran mengenai neoliberalisme ini, yang diharapkan nanti mampu memberikan
rangsangan untuk kita lebih dalam lagi melakukan kajian tentang neoliberalisme, tentu tidak
terlepas dari berbagai kekurangan baik itu data maupun sistematika dalam penyampaian. Namun
yang harus ada pada diri kita masing-masing adalah pemahaman yang mendasar tentang
neoliberalisme. Sehingga dengan demikian koita akan tahu apakah kita harus mendukung
neoliberalisme atau akan menentangnya.

Sosialisme atau sosialis adalah sistem sosial dan ekonomi yang ditandai dengan kepemilikan
sosial dari alat-alat produksi dan manajemen koperasi ekonomi,[1][2] serta teori politik dan gerakan
yang mengarah pada pembentukan sistem tersebut.[3][4] "Kepemilikan sosial" bisa merujuk ke
koperasi, kepemilikan umum, kepemilikan negara, kepemilikan warga ekuitas, atau kombinasi dari
semuanya.[5] Ada banyak jenis sosialisme dan tidak ada definisi tunggal secara enskapitulasi dari
mereka semua.[6] Mereka berbeda dalam jenis kepemilikan sosial yang mereka ajukan, sejauh
mana mereka bergantung pada pasar atau perencanaan, bagaimana manajemen harus
diselenggarakan dalam lembaga-lembaga yang produktif, dan peran negara dalam membangun
sosialisme.[7]
Istilah ini mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa Inggris, istilah ini digunakan
pertama kali untuk menyebut pengikut Robert Owen pada tahun 1827. Di Perancis, istilah ini
mengacu pada para pengikut doktrin Saint-Simon pada tahun 1832 yang dipopulerkan oleh Pierre
Leroux dan J. Regnaud dalam l'Encyclopédie Nouvelle[8]. Penggunaan istilah sosialisme sering
digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda-beda oleh berbagai kelompok, tetapi hampir
semua sepakat bahwa istilah ini berawal dari pergolakan kaum buruh industri dan buruh tani pada
abad ke-19 hingga awal abad ke-20 berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan
masyarakat egalitarian yang dengan sistem ekonomi menurut mereka dapat melayani masyarakat
banyak daripada hanya segelintir elite.
Gerakan politik sosialis mencakup beragam filsafat politik. Dikotomi inti dalam gerakan sosialis
termasuk perbedaan antara reformisme dan sosialisme revolusioner dan antara sosialisme negara
dan sosialisme libertarian. Sosialisme negara menyerukan nasionalisasi alat-alat produksi sebagai
strategi untuk menerapkan sosialisme, sementara sosialis libertarian umumnya menempatkan
harapan mereka pada cara desentralisasi demokrasi langsung seperti libertarian municipalisme,
'majelis, serikat buruh, dan dewan pekerja[9] datang dari sikap anti-otoriter umum.[10][11][12][13]
[14][15][16] Sosialisme demokratis menyoroti peran sentral proses demokrasi dan sistem politik
dan biasanya kontras dengan gerakan politik non-demokratis yang mendukung sosialisme.[17]
Beberapa sosialis telah mengadopsi penyebab gerakan sosial lainnya, seperti lingkungan, feminisme
dan liberalisme.[18]

sosial dan Teori Politik


Dalam konteks ini, sosialisme telah digunakan untuk merujuk kepada gerakan politik, filsafat
politik dan bentuk hipotetis gerkan masyarakat yang bertujuan untuk suatu pencapaian. Akibatnya,
dalam konteks sosialisme politik, telah merujuk pada strategi (untuk mencapai masyarakat sosialis)
atau kebijakan yang dipromosikan oleh organisasi sosialis dan partai politik sosialis; yang
semuanya tidak memiliki hubungan ke sosialisme sebagai sistem sosial ekonomi.
.
Karl Marx dan Friedrich Engels berpendapat bahwa sosialisme akan muncul dari keharusan sejarah
kapitalisme yang diberikan sendiri sudah usang dan tidak berkelanjutan akibat dari meningkatnya
kontradiksi internal yang muncul dari perkembangan kekuatan produktif dan teknologi. Itu menjadi
kemajuan dalam kekuatan produktif yang dikombinasikan dengan hubungan sosial lama dengan
produksi kapitalisme yang akan menghasilkan kontradiksi, dan kemudian mengarah ke kesadaran
kelas pekerja.[19]
Marx dan Engels berpandangan bahwa kesadaran orang-orang yang memperoleh upah atau gaji
(kelas pekerja dalam arti Marxis luas) akan dibentuk oleh kondisi mereka yang menjadi budakan
upah, yang mengarah ke kecenderungan untuk mencari kebebasan atau emansipasi mereka dengan
menggulingkan kepemilikan alat-alat produksi oleh kapitalis, dan akibatnya, menggulingkan negara
yang menjunjung tinggi tata ekonomi kapitalis ini. Bagi Marx dan Engels, kondisi ini menentukan
kesadaran dan mengakhiri peran kelas kapitalis yang pada akhirnya mengarah ke masyarakat tanpa
kelas di mana negara akan melenyap.
Konsepsi sosialisme Marxis adalah bahwa fase sejarah tertentu yang akan menggantikan
kapitalisme dan didahului dengan komunisme. Karakteristik utama dari sosialisme (terutama yang
dipahami oleh Marx dan Engels setelah Komune Paris 1871) adalah bahwa kaum proletar akan
mengontrol alat-alat produksi melalui negara buruh yang didirikan oleh para pekerja di kepentingan
mereka. Kegiatan ekonomi masih akan diatur melalui penggunaan sistem insentif dan kelas sosial
masih akan ada, tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dan berkurang di bawah kapitalisme.
Bagi kaum Marxis ortodoks, sosialisme adalah tahap yang lebih rendah dari komunisme
berdasarkan prinsip "dari masing-masing sesuai dengan kemampuannya, untuk setiap orang sesuai
kontribusinya" sementara komunisme tahap atas didasarkan pada prinsip "dari masing-masing
sesuai dengan kemampuannya, untuk setiap orang sesuai kebutuhannya.";[20][21] tahap atas
menjadi mungkin hanya setelah tahap sosialis mengembangkan lebih lanjut efisiensi ekonomi dan
otomatisasi produksi menyebabkan berlimpah-limpahnya barang dan jasa.
Marx berpendapat bahwa kekuatan produktif material (dalam industri dan perdagangan) dibawa ke
dalam kehidupan oleh kapitalisme yang didasarkan pada masyarakat koperasi karena produksi telah
mencakup massa sosial, sedangkan kegiatan kolektif kelas pekerja bertujuan untuk membuat
komoditas, tetapi dengan kepemilikan pribadi (hubungan produksi atau hubungan barang). Konflik
antara upaya kolektif di kalangan pabrik-pabrik besar dan kepemilikan pribadi akan membawa
keinginan kesadaran dalam kelas pekerja untuk membangun kepemilikan kolektif sepadan dengan
upaya kolektif pengalaman sehari-hari mereka.[22]
Che Guevara dan Mao Zedong mencari sosialisme berdasarkan para tani pedesaan daripada kelas
pekerja perkotaan. Che Guevara berusaha untuk menginspirasi para petani Bolivia dengan contoh
dirinya sendiri yang merujuk pada perubahan kesadaran. Guevara mengatakan pada tahun 1965:
Sosialisme tidak bisa ada tanpa perubahan kesadaran yang mengakibatkan sikap
persaudaraan baru terhadap kemanusiaan, baik di tingkat individu, dalam masyarakat di
mana sosialisme sedang dibangun atau telah dibangun, dan dalam skala dunia, berkaitan
dengan semua orang yang menderita akibat penindasan imperialis.[23]

Sosialisme sebagai ideologi


Secara ringkas, Sosialisme adalah rasa perhatian, simpati dan empati antar individu kepada individu
lainnya tanpa memandang status. Menurut salah satu penganut cabang Ideologi ini, Marxisme,
terutama Friedrich Engels, model dan gagasan sosialis dapat dirunut hingga ke awal sejarah
manusia dari sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial. Pada masa pencerahan abad ke-18, para
pemikir dan penulis revolusioner seperti Marquis de Condorcet, Voltaire, Rousseau, Diderot, Abbé
de Mably, dan Morelly, mengekspresikan ketidakpuasan mereka atas berbagai lapisan masyarakat di
Perancis.

Cabang aliran sosialisme


Sejak abad ke-19, sosialisme telah berkembang ke banyak aliran yang berbeda, yaitu:
• Anarkisme,
• Komunisme
• Marhaenisme
• Marxisme
• Sindikalisme
Gerakan sosio-politik maupun intelektual dalam Marxis-Sosialis dapat dikelompokkan lagi
menjadi:
• Juche
• Castroisme
• Leninisme
• Maoisme
• Stalinisme
• Trotskyisme
 
1. Muncul dan Berkembangnya Sosialisme
1)      Tokoh Pencetus Sosialisme
Karl Marx adalah orang yang mengenalkan adanya ideologi sosialisme ini, beliau lahir di Trier-
Prusia, 5 Mei 1818.  Ayahnya bernama Heinrich Marx, seorang penganut agama Majusi, tetapi
sebelum Karl Mark lahir ayahnya berganti menjadi penganut Luther semata–mata demi karirnya
sebagai pengacara. Karl Marx dibesarkan oleh ibunya yang bernama Henrietta Pressburg yang
berasal dari Belanda.
Karena latar belakang keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan, Heinrich mengasuh
pendidikan anaknya sendiri di rumah hingga usia 12 tahun. Karl Mark selanjutnya di sekolahkan di
sekolah senam di Trier, selanjutnya barulah Mark meneruskan studi di Universitas Bonn Tahun
1835, saat itu usia Karl Mark mencapai 17 tahun. Karl Mark lebih menyukai studi mengenai
filsafat, meski ayahnya menginginkan studi di bidang hukum yang bisa langsung dipraktekan di
masyarakat. Pada perioda ini Karl Mark banyak menulis puisi dan essai yang berhubungan dengan
makna hidup, dengan menyelipkan keyakinan dia tentang ateis, karena pengaruh filsafat Young
Hegelians ( pengikut ajaran Hegel ), yang selama jenjang waktu itu menguat di masyarakat Berlin.
Karl Mark memperoleh title Doctor pada Tahun 1841 setelah merampungkan thesis The Difference
Between the Democritean and Epicurean Philosophy of Nature.
Karl Marx menikahi Jenny von Westphalen, termasuk wanita terpelajar putri seorang ningrat dari
Prussia pada tanggal 19 Juni 1843. Marx and Jenny dikarunia 7 putra tetapi karena jatuh miskin,
putra Karl hanya tinggal 3 hingga dewasa. Penghasilan utama Mark dan keluarganya adalah berasal
dari Friedrich Engels, karena jasa Karl sebagai penulis artikel di koran milik sahabatnya itu.
Tak lama kemudian setelah menikah ia terpaksa meninggalkan jerman untuk dapat suasana yang
lebih libaral di Paris. Di Paris ia bergualat dengan gagasan Hegel dan pendukungnya, tetapi ia juga
menghadapi dua kumpulan gagasan baru – sosialisme Prancis dan politik Ekonomi Inggris. Dengan
cara yang unik dia menggabungkan hegelian, sosialisme dan ekonomi politik yang kemudian
menentukan orientasi intelektualnya.
Pada tahun 1848, Marx menerbitkan manifesto Komunis, Manifesto digambarkan oleh marxians
sebagai”Pagam Kebebasan Buruh Dunia,”dan itu adalah platform Liga Komunis. Ini menganjurkan
penghapusan properti di tanah, dan aplikasi semua sewa tanah untuk kepentingan publik yang berat
lulus properti atau pajak penghasilan, penghapusan semua hak warisan, penyitaan semua milik
imigran dan Negara mengendalikan semua komunikasi dan transportasi, serta penghapusan buruh
pabrik dan pendidikan gratis untuk semua anak di sekolah umum.
Lalu pada 28 september 1864, marx dan Engels mendirikan organisasi “Asosiasi Pekerja
Internasional” di St Martin’s hall di London, yang terdiri dari Inggris, Perancis, jerman, Italia,
Swiss, dan polandia Sosialis, yang didedikasikan untuk menghancurkan. Sistem ekonomi yang
berlaku”. Kemudian dikenal sebagai Sosialis Internasional Pertama, yang delapan tahun kemudian
menyebar ke new York dan bergabung dengan Partai Sosialis. Beberapa partai Sosialis awal adalah :
Partai Sosialis Demokrat Denmark (1870), Swedia Partai Sosialis (1889), Partai Buruh
Norwegia(1887),Partai Sosial Demokrat Australia(1888), Partai Buruh Belgia(1885),Belanda
Demokratik Sosialis-Pekerja Partai(1894),Spanyol Partai Buruh Sosial (1879),Partai Sosialis Italia
(1892),dan Federasi Sosial Demokrat Britania Raya (1880)
2)      Pemikiran Karl Marx
• Materialisme Historis
Materialisme historis  merupakan istilah yang sangat berguna untuk memberi nama pada asumsi-
asumsi dasar menganai teorinya. Dari The Communist Manifesto dan Das Kapital, dimana
penekanan Marx adalah pada kebutuhan materil dan perjuangan kelas sebagai akibat dari usaha-
usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Menurut pandangan ini, ide-ide dan kesadaran manusia
tidak lain daripada refleksi yang salah tentang kondisi-kondisi materil. Perhatian ini dipusatkan
Marx sebagai uasaha Marx untuk meningkatkan revolusi sosialis sehingga kaum proletariat(kelas
bawah) dapat menikmati sebagian besar kelimpahan materil yang dihasilkan oleh industrialisme.

PAHAM SOSIALISME DI INDONESIA


Pada masa perjuangan dalam perebutan Kemerdekaan RI dari penjajahan Jepang, Syahrir
membangun jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis. Anggota jaringan gerakan bawah tanah
kelompok Syahrir adalah kader-kader PNI(Pendidikan Nasional Indonesia) Baru yang tetap
meneruskan pergerakan dan kader-kader muda yakni para mahasiswa progresif.

Kemudian pada bulan November 1945 Syahrir didukung pemuda dan ditunjuk Soekarno menjadi
formatur kabinet parlementer. Pada usia 36 tahun, Syahrir ikut dalam memperjuangkan kedaulatan
Republik Indonesia, sebagai Perdana Menteri termuda di dunia, merangkap Menteri Luar Negeri
dan Menteri Dalam Negeri. Selepas memimpin kabinet, Sutan Syahrir diangkat menjadi penasihat
Presiden Soekarno sekaligus Duta Besar Keliling. Dan juga Syahrir mendirikan Partai Sosialis
Indonesia (PSI) pada bulan Februari 1948.

Sosialisme Sjahrir berpijak kepada penghormatan nilai-nilai demokrasi dan humanisme.


Menghargai dan mengutamakan kemerdekaan individu-individu masyarakat Indonesia. Pada
pemikirannya tentang sosialisme yang sesuai bagi Indonesia, yaitu sosialisme-kerakyatan.

Tahun 1955 PSI (Partai Sosialis indonesia) gagal mengumpulkan suara dalam pemilihan umum
pertama di Indonesia. Hubungan Sutan Syahrir dan Presiden Soekarno memburuk sampai akhirnya
PSI dibubarkan tahun 1960. Tahun 1962 hingga 1965, Syahrir ditangkap dan dipenjarakan tanpa
diadili sampai menderita stroke.

Dalam perkembangannya, ternyata sosialis sampai sekarang masih berkembang. Dengan adanya
Komunitas Sosialis Indonesia (KSI) yang didirikan oleh profesional muda yang pernah aktif dalam
keorganisasian sosialisme demokrasi di Indonesia. Komunitas ini berasaskan Kemanusiaan,
Kerakyatan, Kebebasan, Keadilan dan Solidaritas. Tujuan organisasi ini yaitu menciptakan
masyarakat sosialis yang demokratis.

Tokoh-tokoh sosialisme diantaranyaadalah Thomas Uoge, Robert


Owen, Saint Simon, Karl Heinrich Marx dan Proudhon. Namun yang
akan saya bahas disini hanya 2 yaitu:

1.     RobertOwen (1881 – 1858)


Berasal dari Inggris, merupakan tokoh pertama yang
mengembangkan benihbenihpemikiran sosialisme. Semasa
hidupnya, Owen selalu memperhatikan nasib orangkecil/ buruh
pabrik.

Bagaimanakah dengan pemikiran Owen tentang sosialisme?


Silahkan Anda lanjutkanmembaca uraian ini.

Pemikirannya tentang sosialisme dituangkan dalam buku berjudul


“A View ofSociety, an Essay on the Formation of human Character”.
Dalam bukunya tersebut,ia menyatakan bahwa lingkungan sosial
berpengaruh pada pembentukan karaktermanusia. Ia berusaha
mencari caranya dengan meningkatkan kesejahteraanpekerjanya.

2.     KarlHeinrich Marx (1818 – 1883)

Ia menciptakan sosialisme yang didasarkan atas ilmu pengetahuan.


Dikenal sebagai teoritikus dan organisator gerakan sosialisme di
Jerman. Iamengembangkan sosialisme secara radikal. Karya Karl
Marx yang terkenal adalah“Das Kapital” yang menyatakan bahwa
sejarah manusia adalah sejarah perjuangankelas dan pemenang
dari peperangan itu adalah kaum proletar ( kaum buruh ).
Sosialisme pada masa penjajahan banyak mendapat simpati dari
bangsa pribumi.Paham sosialisme semakin banyak berpengaruh
setelah konsep ini dijadikansebagai salah satu senjata menghadapi
kolonialisme dan imperialisme. Dinegara-negara Asia – Afrika,
banyak pemimpin yang tertarik dengan ajaransosialisme.

-Ciri Ideologi Sosialisme


Berikut ini beberapa ciri-ciri ideologi sosialisme:
• Mementingkan kekuasaan dan kepentingan Negara.
• Tidak ada kelas kaya dan miskin, atau pun kelas majikan dan buruh, sebab semua
sama.
• Mencita-citakan masyarakat yang didalamnya dapat bekerja sama dan solidaritas dengan
hak-hak yang sama.
• Hak milik pribadi atas alat-alat produksi mesin diakui secara terbatas.
• Mencapai kesejahteraan dengan cara damai dan demokratis.
• Berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dan perbaikan nasib buruh dengan luwes
secara bertahap.
• Sosialisme berpegang pada prinsip-prinsip kesederajatan dan pemerataan
• Paham ini mempunyai pemikiran ekonomi negara centeris, yaitu untuk mengatasi
kesenjangan.
• Pemikiran politik sosialisme adalah bahwa negara sangat diperlukan untuk membina dan
mengkoordinasikan kebersamaan.
• Pemikiran keagamaan sosialisme terpengaruh kuat oleh pemikiran yang berdasarkan ajaran
agama bahwa manusia harus saling tolong menolong.

contoh Ideologi Sosialisme


Negara yang menganut sosialisme dalam konstitusi nya diantaranya yaitu Suriah, Srilangka, India,
Bangladesh, Bolivia, Aljazair.

Pelajari juga: Ideologi Pancasila: Pengertian, Fungsi, Makna, Dimensi

Perbuatan yang mencerminkan sosialisme:


• Gotong royong.
• Membantu kecelakaan.
• Mengerjakan pekerjaan untuk kepentingan orang lain tanpa pamrih.

SOSIALISME DAN PERKEMBANGANNYA

Secara etimologis, sosialisme berasal dari bahasa Latin “SOCIUS” yang berarti sahabat atau
teman. Istilah ini merupakan suatu prinsip pengendalian harta dan produksi serta kekayaan oleh
kelompok. Sosialisme juga mendasarkan diri pada cita-cita sosial bahwa kekayaan di dunia ini milik
bersama, dan pemilikan secara bersama lebih baik daripada pemilikan secara perseorangan, dan
keadaan masyarakat dimana hak milik pribadi atas alat-alat produksi telah dihapuskan.

Pendapat para ahli tentang paham sosialisme di antaranya :

Ø  Gerald Braunthal mendifinisikan sosialisme sebagai suatu teori ekonomi dan politik yang
menekankan pentingnya peranan Komusial dan Pemerintah dalam menguasai alat-alat produksi dan
distribusi barang.

Ø  Keneth J. Arrow dalam Budiharjo (1984) menyatakan bahwa sosialisme adalah suatu system
ekonomi dimana sebagian besar keputusan ekonomi diambil dalam satuan yang dikuasai berbagai
bagian struktur negara atau para pekerja.

Ø  Teuku May Rudy (1993) menyatakan bahwa sosialisme adalah paham yang beranggapan bahwa
kepentingan bersama atau kepentingan umum harus diutamakan dari kepentingan individu.

Ø  Sutan Syahrir dalam Anwar (1966) menyatakan bahwa sosialisme adalah suatu ajaran dan gerakan
untuk mencari keadilan di dalam kehidupan kemanusiaan.
Ø  Ir.Sukarno (1963) menyatakan sosialisme adalah bukan saja merupkan suatu system msyarakat,
sosialisme juga suatu tuntutan perjuangan, yakni kemakmuran bersama

LATAR BELAKANG PAHAM SOSIALISME


Istilah Sosialisme pertama kali muncul Istilah sosialisme baru pertama kali dipakai pada
tahun 1827 dalam majalah perkoperasian oleh Robert Owen saat Saat paham Kapitalisme
berkembang pesat setelah terjadinya revolusi industry pada abad XVIII di mana dengan revolusi
industri produksi barang dilakukan dengan mudah dan murah. Akibatnya terjadi akumulasi
modalpada pihak tertentu sehingga memungkinkan pengembangan industri lebih lanjut.
Perkembangan kapitalisme menciptakan polarisasi masyarakat yakni golongan majikan dan buruh,
atau golongan borjuis dan proletar. Paham sosialis dari Robert Owen di Inggris (1771-1858), Saint
Simon (1760-1825), Fourier (1772-1837) di Perancis untuk memperbaikinya. Mereka terdorong
oleh rasa kemanusiaan, akan tetapi tanpa disertai tindakan dan konsepsi yang nyata mengenai tujuan
dan strategi dalam memperbaiki sehingga teori-teori mereka dikenal dengan angan-angan belaka.
Karena itu mereka disebut sosialisme utopi (Utopi: dunia khayal).

Selanjutnya Karl Marx menggunakan teori Sosialisme Ilmiah untuk membedakan dengan
teori sosialisme utopi (Utopi : Dunia Khayal).
Sosialisme Ilmiah (Socialism Scientific) merupakan pemikiran yang melawanan segala
bentuk utopia idealistik atau bentuk perlawanan terhadap idealisme positif. Pemahaman Marx
terhadap ketimpangan sosial berubah setelah ia menyaksikan revolusi Inggris dan Perancis yang
menghantarkanya pada kesimpulan bahwa perubahan mesti dilakukan dengan cara kekerasan
(revolusi).
Gerakan sosial muncul secara serentak dalam bentuk revolusi sosial sebagai reaksi terhadap
kepincangan sosial-ekonomi di kota-kota besar akibat Revolusi Agraria dan Revolusi Industri. Pada
masa itu, golongan pengusaha, pemilik pabrik, dan para pedagang hidup makmur, tetapi kaum
buruh yang bekerja di pabrik-pabrik atau pertambangan sangat menderita karena upah buruh sangat
rendah. Oleh karena itu, di kota-kota besar sering terjadi kejahatan. Keadaan demikian
menimbulkan kritik-kritik yang tajam terhadap sistem ekonomi kapitalis yang berdasarkan paham
liberal. Kritik-kritik tajam itu dilontarkan oleh golongan yang menganut paham sosialis. Sosialisme
mula-mula muncul di Prancis sebagai reaksi terhadap paham liberal. Sosialisme kemudian menjalar
ke Inggris dan akhirnya dikembangkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels (bangsa Yahudi–
Jerman). Hasil pemikiran kedua tokoh itu dituangkan ke dalam buku yang berjudul Das Kapital.
Ajaran Karl Marx kemudian terkenal dengan nama Marxisme atau Wetenschppelijk Sosialisme
(sosialisme yang bersifat ilmu pengetahuan).
Karl Marx selanjutnya menyebut ajarannya itu sebagai komunisme dan pengikutnya disebut
komunis. Istilah komunisme sendiri sebenarnya bukan ciptaan Karl Marx, melainkan ciptaan
sosialis Prancis, Cabet. Kata komunis itu berasal dari bahasa Latin communio yang artinya
kepunyaan bersama. Kepunyaan bersama ini didasarkan atas penghasilan yang disebabkan oleh
tenaga dan menghapuskan hak milik perseorangan
Unsur-unsur Pemikiran dan Kebijakan Sosialisme
            Unsur-unsur pemikiran dan kebijaksanaansosialisme ketika lahir di Inggris ilah sebagai
berikut :
a.       Agama
Pada buku The Labour Party in Perspective, Attiee menulis bahwa “ …dalam pembentukan gerakan
sosialis pengaruh agama merupakan yang paling kuat” gerakan sosialas Kristen dipimpin oleh dua
orang biarawan, yakni Frederick Maurice dan Charles Kingsley mencapai puncak kejayaannya pada
pertentangan orgnisasi kelas buruh dan sosial di kemudin hari.
b.      Idealisme Etnis dan Estetis
Pengaruh Ruskin dan Morris yang menunjukkkan secara fisik dan moral salah menyangkut
peradaban yang dibangun di atas perselisihan dan kemeratan, tetapi mereka tidak merumuskan
program-program tertentu untuk memperbaiki kondisi yang dikeritiknya. Meskipun demikian,
pemberontakan estetika dan etika ini membawa pengaruh yang penting dalam mempersiapkan suatu
lingakungan intelektual tentang nantinya sosialisme mendapat tanggapan yang simpatik.
c.       Empirisme Fabian
Ini merupakan ciri gerakn sosialis Inggris yang khas. Pendiri dan anggota pertama masyarakat
Fabian adalah George Bernard Shaw, Sidney dan Beatrice Webb, H.G. Welis dan Graham Wallas.
Webb menyatakan bahwa sosialisme merupakan hasil yang tiak dapat dielakkan dari keberhasilan
demokrasi, tetapi ia menandaskan “kepastian yang dating secara bertahap”, yang sangat berbeda
dari kapastian revolusi yang dicanangkan Marx. Masyarakat Fabian berangkat dari anggapan bahwa
tidak akan ada kemajuan kearah tatanan masyarakat yang adil kalau kepada kelas menengah dan
dikelas atasnya tidak diperlihatkan kelogisan dan keadilan yang ditampilkan oleh seruan-seruan
pokok dalam pemikiran dan kebijakan sosialis.
d.      Liberalisme
Liberalisme telah memberikan banyak sumbangan yang dapat tahan lama bagi sosilisme Inggris.
Karena pengarh Liberalisme, para pemimpin lebih moderat dan kurang terpaku pada doktrin.
Liberalism telah mengubah Partai Buruh menjadi sebuh partai nasionalis dan bukannya menhjadi
partai yang didasarkan pada kelas. Leberalisme juga telah mewarisi kepada Partai Buruh pesan
Kaum Liberal bahwa pembaharuan akan tercapai tanpa kedengkian dan kebencian.
SOSIALISME DI BERBAGAI NEGARA
Kemenangan bangsa-bangsa demokrasi dalam perang dunia I memberikan dorongan yang
kuat bagi partumbuhan partai sosialis di seluruh dunia. Perang telah dilancarkan untuk
mempertahankan cita-cita kemerdekaan dan keadaan sosial terhadap imperialisme totaliter Jerman
dan Sekutu-sekutunya. Selama peperangan telah dijanjikan kepada rakyat-rakyat negara demokratis
yang ikut berperang, bahwa kemenangan militer akan disusul dengan suatu penyusunan kehidupan
sosial baru berdasarkan kesempatan dan persamaan yang lebih banyak.
Di Inggris dukungan terbesar terhadap gerakan sosialisme muncul dari Partai Buruh
mencerminkan pertumbuhanuruh dan perkembangannya suatu proses terhadap susunan sosial yang
lama. Pada awal pertumbuhan hanya memperoleh suara (dukungan) yang kecil dalam
perwakilannya di parlemen. Selanjutnya menjadi partai yang lebih bersifat nasional setelah
masuknya bekas anggota partai liberal. Banyak programnya yang berasal dari kaum
sosialis,terutama dari kelompok Febiaan berhasil memperkuat posisi partai karena dapat memenuhi
keinginan masyarakat. Kemajuan yang dapat dicapaimisalnya dalam bidang (1) pemerataan
pendapatan (2)distribusi pendapatan (3) pendidikan (4) perumahan (Anthony Crosland, 1976: 265-
268).
Di Negara-negara Eropa lainnya seperti Perancis, Swedia, Norwegia, Denmark dan juga
Australia dan Selandia Baru partai-partai sosial berhasil memegang kekuasaan pemerintahan
melalui pemilu-pemilu bebas. Hal tersebut berarti kalau kita berbicara sosialisme, maka kita
menghubungkan dengan sosialisme demokrasi tipe reformasi liberal. Hal ini perlu dibedakan
dengan sosialisme otoriter atau komunisme seperti yang terlihat di Soviet dan RRC.
Selama tahun 1920-an dan 1930-an, kaum sosialis di Eropa dan Amerika melakukan
serangan baru terhadap kelemahan kapitalisme, ungkapan-ungkapan misalnya : ketimpangan
ekonomi, pengangguran kronis, kekayaan privat dan kemiskinan umum, menjadi slogan-slogan
umum. Di Eropa partai sosialis demokratis dipengaruhi Marxisme revisionis,solidaritas kelas
pekerja, dan pembentukan sosialis yang papa akhirnya melalui cara demokratis sebagai alat untuk
memperbaiki kekurangan system kapitalis. Periode tersebut merupakan era menggejolaknya
aktivitas sosialis.
Setelah PD II terjadi perubahan besar dalam pemikiran kaum sosialis. Pada permulaan tahun
1960 banyak diantara partai sosialis demokrat Eropa yang melepaskan dengan hubungan ikatan-
ikatan idiology Marx. Mereka mengubah sikapnya terhadap hak milik privat dan tujuan mereka
yang semula tentang hak milik kolektif secara total. Perhatian mereka curahkan terhadap upaya “
menyempurnakan ramuan”pada perekonomian yang sudah menjadi ekonomi campuran. Akibatnya
disfungsi antara sosialis dan negara kesejahteraan modern (The modern welfare state) kini dianggap
orang sebagai perbedaan yang bersifat gradual.
Menurut Milton H Spencer sosialisme demokrasi modern merupakan suatu gerakan yang
berupaya untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat melalui tindakan (1) memperkenalkan
adanya hak milik privat atas alat-alat produksi (2) melaksanakan pemilikan oleh Negara (public
ounership) hanya apabila hal tersebut diperlukan demi kepentingan masyarakat (3) mengandalkan
diri secara maksimal atas perekonomian pasar dan membantunya dengan perencanaan guna
mencapai sasaran sosial dan ekonomis yang diinginkan ( Winardi, 1986: 204).
Bagaimanakah sosialisme di Negara-negara berkembang ?. Negara-negara miskin berhasrat
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dari segi kepentingan dalam negeri
pertumbuhan ekonoimi yang tinggi merupakan satu-satunya cara untuk mencapai srtandart hidup,
kesehatan dan pendidikan yang lebih baik. Ada dua cara untuk mencapai pembangunan ekonomi
yang pesat: Pertama cara yang telah digunakan oleh Negara Barat (maju), pasar bebas merupakan
alat utama untuk menunjang pertumbuhan ekonomi yang tinggi.Kedua komunisme, dalam metode
ini Negara memiliki alat-alat produksi dan menetapkan tujuan yang menyeluruh.
Dalam menghadapi masalah modernisasi ekonomi Negara-negara berkembang pada
umumnya tidak mau meniru proses pembangunan kapitalis Barat atau jalur pembangunan
komunisme. Mereka menetapkan sendiri cara-cara yang sesuai dengan kondisi masing-masing
Negara. Ketiga jalan ketiga disebut Sosialisme. Dalam konteks negara terbelakang/berkembang
sosialisme mengandung banyak arti pertama di dunia yang sedang berkembang sosialisme berarti
cita-cita keadilan sosial . Kedua istilah sosialisme di Negara-negara berkembang sering berarti
persaudaraan, kemanusiaan dan perdamaian dunia yang berlandaskan hukum. Arti Ketiga
sosialisme di Negara berkembang ialah komitmen pada perancangan ( Willan Ebenstein,1994: 248-
249).
Melihat tersebut di atas arti sosialisme pada negara berkembang dengan Negara yang lebih
makmur karena perbedaan situasi histories. Di dunia Barat sosialisme tidak diartikan sebagai cara
mengindustrialisasikan Negara yang belum maju, tetapi cara mendistribusikan kekayaan masyarakat
secara lebih merata. Sebaliknya, sosialisme di Negara berkembang dimaksudkan untuk membangun
suatu perekonomian industri dengan tujuan menaikkan tingkat ekonomi dan pendidikan masa rakyat
, maka sosialisme di negara Barat pada umumnya berkembang dengan sangat baik dalam kerangka
pemerintahan yang mantap (seperti di Inggris dan Skandinavia) , sedangkan di Negara berkembang
sosialisme sering berjalan dengan beban tardisi pemerintahan yang otoriter oleh kekuatan
imperialism easing atau oleh penguasa setempat.Karena itu ada dugaan sosialisme di Negara
berkembang menunjukkan toleransi yang lebih besar terhadap praktek otoriter dibandingkan dengan
dengan yang terjadi sosialisme di Negara Barat. Kalau Negara-negara berkembang gagal dalam
usahanya mensintesakan pemerintahan yang konstitusional dan perencanaan ekonomi , maka
mereka menganggap bahwa pemerintahan konstitusional dapat dikorbankan demi memperjuangkan
pembangunan ekonomi yang pesat melalui perencanaan dan pemilikan industri oleh Negara.
Jika kita perhatikan dalam sejarah bangsa Indonesia , pada awal kemerdekaan sampai tahun
1965 pernah pula diintrodusir konsep sosialisme ala Indonesia .Apakah itu sebagai akibat pengaruh
PKI atau ada aspek-aspek tertentu yang memang sesuai dengan kondisi di negara kita. Yang jelas
sejak memasuki Orde Baru “sosialisme” itu tidak terdengar lagi .
Adanya perbedaan pengertian mengenai konsep sosialisme , memberikan wawasan kepada
kita bahwa suatu ideology politik yang dianut oleh suatu Negara belum tentu cocok untuk negar lain
. Melalui pemahaman ini dapat dipetik manfaatnya untuk pengembangan pembangunan nasional
demi tercapainya tujuan nasional seperti yang terumuskan dalam UUD 1945.

Proteksionisme merupakan kebijakan ekonomi yang dimaksudkan untuk menguntungkan


produsen dalam negeri barang dan jasa. Dalam sebuah negara dengan kebijakan proteksionis,
produsen dalam negeri yang terisolasi dari persaingan terhadap perusahaan asing oleh serangkaian
hambatan untuk impor. Mereka juga mungkin didukung langsung oleh pemerintah dengan
penggunaan subsidi. Kebalikan dari proteksionisme perdagangan bebas, di mana barang bebas
diizinkan untuk menyeberang perbatasan. Banyak negara mendukung perdagangan bebas, dan akan
lebih memilih untuk melihat kebijakan proteksionisme ekonomi dilarang sama sekali.
Penandatangan Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (GATT) dan anggota Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO), misalnya, biasanya pendukung perdagangan bebas.
Logika di balik proteksionisme adalah bahwa industri dalam negeri mungkin menderita ketika
dihadapkan dengan impor asing yang tersedia dengan harga yang lebih murah akibat rendahnya
biaya tenaga kerja, sumber daya alam lebih mudah tersedia, atau subsidi pemerintah asing yang
membantu produsen menjaga biaya mereka rendah. Dengan mengenakan tarif impor kaku dan
kuota, pemerintah secara teoritis dapat meningkatkan pasar untuk barang-barang domestik, dengan
dasarnya menutup pasar untuk produsen asing. Hal ini pada gilirannya dirancang untuk
menguntungkan perekonomian dalam negeri.
Ketika pembatasan impor yang disertai dengan subsidi pemerintah untuk perusahaan domestik dan
subsidi ekspor pemerintah untuk mendorong ekspor produk dalam negeri, proteksionisme ini
dimaksudkan untuk menguntungkan perusahaan domestik. Namun, hal ini tidak selalu terjadi.
Berkat kurangnya kompetisi, perusahaan mungkin memiliki sedikit kepentingan dalam
mengembangkan produk- produk baru yang inovatif, menempel dengan penemuan tua dan
teknologi. Mereka juga mungkin menghadapi hambatan ekspor, karena negara-negara asing sering
merespon proteksionisme dengan kebijakan proteksionis mereka sendiri.
Warga negara juga dapat menderita di bawah proteksionisme, karena mereka mungkin menemukan
bahwa harga barang dan jasa menjadi meningkat. Tanpa biaya rendah kompetisi asing, perusahaan
mampu untuk mengisi apa pun yang mereka suka untuk barang dan jasa, dan ini berarti bahwa
konsumen dapat membayar harga yang jauh lebih tinggi daripada yang dibayar oleh orang-orang di
daerah lain di dunia. Mereka juga mungkin merasa marah atas kurangnya inovasi, atau lobi untuk
kebebasan yang lebih besar untuk memilih antara produk.

Bentuk Proteksi
Proteksi secara umum ditujukan sebagai tindakan untuk melindungi produksi dalam negeri terhadap
persaingan barang impor di pasaran dalam negeri. Secara luas, perlindungan ini juga mencakup
untuk promosi ekspor. Sedangkan metode proteksi yang dilakukan menyangkut sistem pungutan
tarif (pajak) terhadap barang impor yang masuk ke dalam negeri. Tarif merupakan pajak yang
dikenakan atas barang impor. Pajak atas barang impor itu biasanya tertulis dalam bentuk pernyataan
surat keputusan (SK) atau undang-undang. Oleh karena itu, setiap importir dapat mempelajarinya
sebelum mengimpor suatu barang.
Umumnya, tarif atau bea masuk dikenakan secara khusus berdasarkan presentase dari nilai barang
impor. Beberapa bentuk proteksi secara garis besarnya adalah, sebagai berkut :

Kuota
Kuota adalah hambatan kuantitaif yang membatasi impor barang secara khusus dengan spesifikasi
jumlah unit atau nilai total tertentu per periode waktu. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya ada
beberapa pengecualian bagi pemegang lisensi impor atau yang mempunyai hak-hak istimewa
(privileges) yang diberikan oleh pemerintah untuk diizinkan memasukkan barang ke dalam negeri.
Dampak kebijakan kuota bagi negara importir :
a.                   Harga barang melambung tinggi,
b.                  Konsumsi terhadap barang tersebut menjadi berkurang,
c.                   Meningktanya produksi di dalam negeri.
Dampak kebijakan kuota bagi negara eksportir :
a.                   Harga barang turun,
b.                  Konsumsi terhadap barang tersebut menjadi bertambah,
c.                   Produksi di dalam negeri berkurang.

Perdagangan oleh pemerintah (state trading practices)


Secara khusus, perdagangan atau kegiatan impor yang dilakukan oleh pemerintah atau monopoli
impor adalah oleh badan usaha milik negara. Hakikatnya, pemerintah merupakan pelaku utama. Hal
ini merupakan pola yang sering dilakukan oleh negara-negara komunis atau sosialis, dengan kata
lain merupakan tindakan monopoli impor. Importir mendapat kebebasan administratif untuk
memasukkan barang impor. Posisis pemerintah disini bisa sebagai pemegang perusahaan negara
yang melakukan impor untuk memenuhi keinginan dan kepentingan nasional.
Kontrol devisa (exchange control)
Kontrol devisa merupakan hambatan administrasi atau transaksi yang melibatkan mata uang asing.
Kontrol devisa dikenakan pada pembayaran impor dimana semua traksaksi impor harus dengan izin
bank sentral, terutama untuk membeli mata uang asing untuk pembayaran impor barang-barang
oleh perusahaan. Traksaksi impor-ekspor tersebut dapat dihambat melalui ketidakleluasaan izin
administrasi atau transaski yang diberikan.
Larangan impor (import prohibition)
Adalah bentuk hambatan langsung, dimana larangan ini merupakan bentuk yang paling ketat dari
segala hambatan impor dengan melakukan larangan impor untuk kategori barang tertentu, misalnya
untuk barang mewah atau barang terlarang lainnya, seperti obat terlarang, senjata api, dan lain-lain
yang membahayakan keamanan negara.

Penggunaan Isu-isu Non-Perdagangan sebagai Bentuk Proteksionisme Baru


Sengketa perdagangan antara AS dan Kanada merupakan masalah yang serius dan perlu segera
ditangani agar tidak merusak sistem perdagangan internasional. Ketegangan yang terjadi antara AS
dan Kanada di bidang perdagangan menunjukkan bagaimana ketegangan antara motif liberal
dengan merkantilis terjadi. Di satu sisi negara-negara menginginkan pasar bebas (free trade) dan
keterbukaan pasar (open market) namun di sisi lain negara tidak bisa menjalankannya karena
mempertimbangkan kepentingan nasionalnya. Upaya AS untuk menghindari impor livestock hewan
ternak serta produk-produk daging (terutama sapi dan babi) dan olahannya dari Kanada
menunjukkan bagaimana upaya negara maju yang menggunakan kebijakan-kebijakan
proteksionisme sebagai instrumen untuk “mengamankan” stabilitas pasar domestik dengan
melindungi produk dalam negerinya dan melakukan pembatasan impor.
Penggunaan isu-isu non trade-seperti kesehatan, agama, perlindungan buruh, dan lingkungan-
menunjukkan bagaimana proteksionisme masih dan kemungkinan akan terus menjadi underlying
issues dalam perdagangan antarnegara. Proteksionisme tidak akan benar-benar hilang karena hal ini
sudah menjadi naluri negara untuk melindungi dirinya. Hambatan perdagangan non tarif bisa
menjadi bentuk proteksionisme yang terselubung yang berusaha dilakukan oleh negara-negara
untuk melindungi kepentingan nasionalnya.
Dalam kasus Country of Origin Labelling (COOL), kita bisa melihat bentuk kebijakan
proteksionisme terselubung AS terhadap Kanada. AS menggunakan alasan-alasan kesehatan untuk
menghindari impor livestock hewan ternak serta produk-produk daging (terutama sapi dan babi) dan
olahannya dari Kanada yang dianggap terjangkit dan terkontaminasi BSE (Bovine Spongiform
Encephalophaty) atau yang biasa dikenal sebagai penyakit sapi gila (mad cow disease) serta virus
H1N1 atau swine flu. Hal ini menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa proteksionisme akan
selalu terjadi dalam bentuk-bentuk baru dan akan terus menjadi persoalan, terutama bagi negara-
negara yang semakin menggantungkan pendapatannya pada perdagangan internasional.[6] Negara-
negara akan selalu tergoda untuk menerapkan regulasi terhadap perdagangan dengan berbagai
alasan. Berbagai alasan yang kini tengah digunakan oleh negara-negara adalah alasan kesehatan,
perlindungan buruh, agama, maupun lingkungan. Dari kasus sengketa AS dan Kanada ini kita bisa
melihat bagaimana upaya AS dalam mengelola perdagangannya secara tegas untuk melindungi
kepentingannya dengan menerapkan standar yang ketat di bidang kesehatan.
Dalam sejarahnya, proteksionisme perdagangan pernah merajalela selama Malaise tahun 1930-
an. Saat itu, antara tahun 1929 dan 1933, perdagangan di seluruh dunia berkurang hingga 54%
akibat berbagai hambatan perdagangan yang diterapkan oleh AS dan beberapa negara lainnya. Hal
yang serupa terjadi pada tahun 1970-an dan 1980-an. Saat itu proteksionisme perdagangan menjadi
semakin sengit. Terdapat tiga faktor yang bisa menjelaskan mengapa hal ini terjadi.[7] Pertama,
proteksionisme berkembang karena AS tidak bersedia menanggung beban kepemimpinan
hegemonik. Karena untuk membuat sistem perdagangan internasional tetap terbuka, perlu ada pihak
yang bersedia menanggung beban untuk menjamin pemberlakuan aturan main GATT (sekarang
WTO). Jika tidak ada pihak yang menjaminnya, maka sistem pun tidak berjalan. Kedua, hegemoni
politik dan ekonomi AS telah merosot karena peningkatan pengaruh politik dan ekonomi negara-
negara dalam Uni Eropa, Jepang, dan negara-negara industri baru.[8] Negara-negara Eropa Barat
menerapkan kebijakan perdagangan proteksionis untuk mendukung perekonomian mereka yang
sedang tumbuh. Mereka enggan menerima pasar bebas sebagai acuan dalam praktek perdagangan.
Ketiga, meningkatnya harapan di kelompok-kelompok yang diuntungkan maupun dirugikan oleh
perdagangan. Misalnya pandangan kelompok merkantilis yang menyatakan bahwa perdagangan
harus menjadi isu kebijakan yang dikelola pemerintah secara tegas dan (jika perlu) secara agresif
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempertahankannya dalam lingkungan ekonomi
internasional.
Pengaturan sistem perdagangan internasional memang bukan hal yang mudah. Penggunaan
isu-isu seperti kesehatan, agama, perlindungan buruh, dan lingkungan menjadikan perdagangan
internasional lebih terkait dengan isu-isu yang dulunya nampak tidak ada hubungan dengan
perdagangan. Isu-isu baru tersebut merepresentasikan bagaimana isu-isu yang dahulu dianggap
tidak ada kaitannya dengan perdagangan internasional akhirnya menjadi bagian yang wajar dari
perdagangan masa kini. Dahulu, mungkin pemerintah maupun para pelaku bisnis tidak begitu
mempertimbangkan bahwa faktor kesehatan akan begitu berpengaruh terhadap kegiatan produksi
dan perdagangan. Kini, tuntutan akan standar kesehatan pada produk-produk yang diperdagangkan
menjadi cenderung semakin besar. Agar suatu produk dari negara A dapat masuk ke negara B,
produk negara A tersebut harus memenuhi standar yang diterapkan oleh negara B.
Permasalahannya, bisa saja standar kesehatan yang digunakan oleh negara A dan negara B berbeda.
Dibutuhkan standar umum kesehatan yang bisa ditaati oleh semua negara agar permasalahan seperti
ini tidak muncul kembali. Namun harus digarisbawahi kembali bahwa pengaturan sistem
perdagangan internasional bukan merupakan hal yang mudah. Sama halnya ketika membentuk
standar umum kesehatan secara bersama-sama. Hal ini menjadi sulit karena melibatkan kepentingan
banyak negara.

Country of Origin Labelling (COOL) sebagai Bentuk Proteksionisme Terselubung AS


terhadap Kanada
Country Of Origin Labeling (COOL) merupakan sebuah peraturan persyaratan pelabelan yang
disahkan oleh hukum perundang-undangan AS yang mengharuskan para pengecer untuk
mencantumkan label negara asal pada berbagai jenis produk makanan, dengan tujuan memberitahu
pelanggan mereka mengenai informasi sumber makanan tertentu, seperti daging sapi segar, daging
babi dan domba (kecuali produk olahan). Pada 29 September 2008, badan legislatif AS mengajukan
perluasan pada peraturan COOL dengan menyertakan lebih banyak jenis makanan seperti buah-
buahan segar, kacang-kacangan, dan sayuran.
Semua ternak yang ada di AS pada atau sebelum 15 Juli 2008, yang tetap berada di negara ini
maka akan dianggap sebagai ternak asal AS. Label “produk Amerika Serikat” hanya dinyatakan
berlaku untuk hewan yang secara khusus lahir, diternakkan dan dipanen di AS. Terdapat tiga
kategori label lainnya, yaitu: Pertama, untuk hewan yang lahir dan atau diternakkan di negara lain
yang kemudian dipanen di AS dilabeli sebagai produk multi-asal dimana semua negara yang
bersangkutan wajib untuk diidentifikasi terlebih dahulu; Kedua, produk daging yang diimpor dari
negara lain dilabeli sebagai produk negara tersebut; Ketiga, untuk hewan yang diternakkan di
negara lain dan diimpor ke AS untuk segera dipanen.
Pada 23 Mei 2013, aturan final COOL dikeluarkan dan langsung menjadi efektif hanya dalam
kurun waktu pengenalan selama enam bulan kepada para pengecer sampai dengan tanggal 23
November 2013. Singkatnya, peraturan baru ini mengeliminasi pembolehan untuk mencampur
potongan urat dari komoditas dengan asal yang berbeda dan membutuhkan tanda untuk potongan
urat daging yang dapat menentukan negara mana tempat ternak tersebut lahir, diternakkan dan
disembelih.
Pada bulan September 2013, National Grocers Association (NGA) mengirim sebuah surat
kepada United States Department of Agriculture (USDA) yang meminta untuk menunda penegakan
dan kelanjutan dari masa penyuluhan peraturan COOL yang baru sampai WTO mencapai keputusan
akhir dari pengaduan yang tertunda oleh Kanada dan Meksiko atas AS. Pada tahun fiskal 2014,
USDA akan mengubah kebijakan penegakan COOL yang berlaku saat ini.
Pada 23 November 2013, label-label pada beberapa toko kelontong daging akan diminta untuk
menunjukkan dari mana asal daging tersebut. Sementara aturan mengenai hal ini sedang digugat di
pengadilan oleh para pemangku kepentingan industri daging dan pemerintah Kanada, tentang
peraturan COOL yang mewajibkan para pengecer untuk mengidentifikasi negara tertentu di mana
hewan itu lahir, diternakkan dan disembelih. Aturan pelabelan mencakup pemotongan otot dari
daging sapi, ayam, babi, domba dan kambing, serta yang sementara diproses dan di luar daging
olahan. Uraian lisan mengenai aturan tersebut dijadwalkan akan digelar pada 9 Januari 2014,
bertempat di pengadilan federal. Aturan baru ini melarang kurangnya spesifikasi atas label
campuran asal seperti “Produk dari Amerika Serikat dan Kanada.”
Pendukung COOL mengatakan bahwa konsumen memiliki hak untuk mengetahui darimana
daging segar mereka berasal. Industri daging AS sebagian besar menentang aturan tersebut dengan
mengatakan bahwa hal itu dapat mengundang sanksi internasional terhadap perdagangan daging
dengan AS, sebagaimana para pelanggan di negara ini yang mungkin akan menghindari daging
yang diternakkan di tempat lain.
Asosiasi ternak dan daging baik di AS dan Kanada sama-sama menolak untuk mencantumkan
langkah produksi pada label, khususnya dimana hewan tersebut lahir, diternakkan dan disembelih.
Informasi sejenis itu menurut mereka akan membatasi atau justru mengeliminasi praktek perluasan
industri dalam hal pencampuran produk, yang malah memisahkan ternak dan produk dari seluruh
penyedia pasokan. Akibatnya, mereka berkata, COOL sebagaimana yang tengah diimplementasikan
membuat berbagai perusahaan, pabrik dan produsen, beresiko akan keluar dari bisnis ini. Fasilitas
pengolahan daging di perbatasan AS-Kanada akan berada pada posisi yang kurang menguntungkan
karena ternak tidak lagi bergerak bebas dari satu negara ke negara lain. The American Association
of Meat Processors, American Meat Institute (AMI), Canadian Cattlemen’s Association, Canadian
Pork Council, National Cattlemen’s Beef Association, National Pork Producers Council, North
American Meat Association, and Southwest Meat Association, kemudian mengajukan tindakan
peradilan.
Selain melontarkan argumen secara konstitusional, para kelompok pengusaha ternak dan
daging berpendapat bahwa COOL telah melanggar prosedur administrasi dengan memilih
pemenang dan yang kalah di pasaran, yang secara fundamental mengubah industri daging menjadi
tidak bermanfaat. Sementara itu, tuntutan hukum federal berpendapat bahwa aturan COOL telah
melanggar UU Pemasaran Pertanian dengan melampaui bahasa yang terdapat dalam undang-undang
COOL. Para kelompok pengusaha daging dan ternak mengajukan kepada Kongres, tepatnya
menolak "keterbukaan yang terlalu detail."
Setelah aturan baru diberlakukan, Kanada mengatakan bahwa hal itu melanggar perjanjian
perdagangan dan mengajukan banding atas aturan COOL milik USDA dengan WTO. Pada tahun
2011, WTO memutuskan untuk mendukung mereka dan badan banding menguatkan temuan
tersebut pada tahun 2012. WTO kemudian meminta AS untuk selalu mematuhi peraturan tersebut
pada 23 Mei 2013. Organisasi daging dan hewan ternak mengatakan bahwa aturan USDA yang
diberlakukan pada Mei 2013 adalah "sangat mirip" adanya dengan aturan aslinya di 2003.

Upaya WTO dalam Menangani Perselisihan Antarnegara terkait Proteksionisme Bentuk


Baru
Seperti yang telah dijelaskan dalam pemaparan sebelumnya, efek yang diakibatkan oleh
proteksionisme terselubung ini mengakibatkan banyak kerugian. Masalah proteksionisme
terselubung ini memang merupakan sebuah dilema bagi suatu negara, karena disamping dituntut
keprofesionalannya dalam memenuhi kesepakatan internasional, tapi tekanan kebijakan politik
domestik terus memicu bentuk baru dari proteksionisme, inilah yang disebut oleh Jagdish Bhagwati
(1988) dengan hukum kekekalan proteksionisme (Law of Constant Protectionism).[9] Akan tetapi
jika terdapat kerugian yang besar dan disadari oleh negara partner dagangnya maka masalah ini
perlu segera diselesaikan. Itulah sebabnya pada Desember 2008 dan Juli 2009, Kanada dan Meksiko
menginisiasi pertemuan dengan AS terkait isu COOL ini. Namun, hasil yang didapatkan dari
pertemuan tersebut masih jauh dari harapan, sehingga pada Oktober 2009, Kanada dan Meksiko
membawa masalah ini ke WTO, mengharapkan terbentuknya suatu panel penyelesaian masalah
(dispute settlement panel) guna menangani masalah ini. Sebenarnya AS sangat menyesalkan
keputusan yang diambil oleh Kanada dan Meksiko dengan melibatkan WTO dalam masalah
mereka, padahal menurut AS, adanya pelabelan asal barang itu telah ada jauh sebelum WTO sendiri
terbentuk. Sedangkan Kanada dan Meksiko bersikeras bahwa AS telah melanggar Kesepakatan
Umum dalam Tarif dan Perdagangan (GATT) tahun 1994 yang menyatakan bahwa produk impor
seharusnya tidak dibedakan dengan produk lokal. Kemudian pada 19 November 2009 dibentuklah
Badan Penyelesaian Masalah atau Dispute Settlement Body (DSB).
Perlu waktu tiga tahun, tepatnya pada 18 November 2011, untuk panel bentukan WTO
merumuskan bahwa AS bersalah karena telah melanggar dua artikel dari kesepakatan WTO pada
Teknis Pembatasan dalam Perdagangan (TBT) dan ketentuan dasar GATT. Secara lebih rinci,
pelanggaran ini dilakukan pada artikel 2.1 dalam TBT yang mengatur larangan memperlakukan
produk asing secara timpang dibandingkan dengan produk lokal. Artikel kedua yang dilanggar
adalah artikel 2.2, karena AS tidak dapat memberikan legitimasi atas tujuannya memberikan label
pada produk daging. AS sendiri sebenarnya memiliki beberapa alternatif untuk menjawab temuan
DSB tersebut. Antara lain dengan mengubah susunan komposisi keterangan yang disertakan dalam
sistem COOLnya atau menyajikan pada panel laporan yang mendukung pentingnya COOL.
Kemudian pada 23 Juli 2012, DSB menindaklanjuti laporan dari DS tersebut. Namun,
meskipun terbukti bersalah, DSB tidak menginformasikan secara spesifik hal-hal yang seharusnya
dilakukan oleh AS sebagai bentuk pertanggungjawabannya. Jadi bukan hal yang mengherankan jika
setelah keputusan diambil, masih memerlukan waktu yang lama bagi AS untuk memenuhi tuntutan
WTO. Walaupun sebenarnya WTO sudah punya sistem yang mengharuskan negara yang terbukti
melanggar kesepakatan bersama untuk menindaklanjuti laporan tersebut dalam waktu yang
umumnya satu tahun, tapi AS ingin agar diberikan waktu 18 bulan untuk menyelesaikannya,
sedangkan Kanada dan Meksiko menganggap 6 bulan cukup bagi AS untuk menerapkan perubahan
pada sistemnya. Sehingga WTO pun harus turun tangan dengan menetapkan waktu 10 bulan
maksimal bagi AS untuk bertindak. Jika dalam tenggat waktu yang telah ditentukan AS gagal
memenuhi perubahan yang diharapkan, maka Kanada dan Meksiko akan memperoleh keistimewaan
dari WTO untuk melakukan retaliasi dengan cara menarik investasinya dari AS ataupun
menetapkan tarif impor yang tinggi bagi AS.
Tenggat waktu yang diberikan sampai tanggal 23 Mei 2013 telah berakhir dan AS pun telah
memodifikasi aturan COOL-nya, namun rupanya Kanada dan Meksiko masih belum puas dengan
perubahan yang dilakukan oleh AS. Mereka menganggap tidak ada perubahan signifikan sehingga
memutuskan untuk membuat laporan baru bagi DSB untuk meninjau ulang hasil amandemen
COOL yang dilakukan oleh AS pada 19 Agustus 2013.[10] Apabila kemudian AS memang terbukti
belum secara sempurna mengubah aturan COOL-nya sesuai dengan yang diamanatkan oleh WTO
sesuai dengan tenggat waktu yang telah disepakati tersebut, maka Kanada dan Meksiko akan
mempunyai hak legal untuk melakukan retaliasi proteksionisme kepada AS.
2. PERDAGANGAN PROTEKSIONISME

· Pengertian Perdagangan Proteksionisme

adalah kebijakan / aturan perdagangan yang berfungsi melindungi produk-produk dalam negeri agar
mampu bersaing dengan produk asing dengan melakukan cara membuat berbagai rintangan dan
hambatan arus produksi dalam dan ke luar negeri.

· Alasan dilakukan Kebijakan Proteksionisme


Berbagai alasan negara menganut kebijakan proteksionisme adalah sebagai berikut :

1) Hanya negara maju saja yang dapat diuntungkan, karena memiliki modal dan teknologi tinggi.
Selain itu harga jual produk dari negara-negara maju dinilai terlalu tinggi dibanding dengan harga
bahan baku yang dihasilkan oleh negara-negara berkembang.

2) Untuk melindungi industri dalam negeri yang baru tumbuh

3) Untuk membuka lapangan kerja. Untuk membuat proteksi maka industri dalam negeri dapat tetap
hidup dan dengan demikian akan mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat.

4) Untuk menyehatkan neraca pembayaran.

5) Untuk meningkatkan penerimaan negara

· Macam-macam kebijakan Perdagangan Protesionis

A) Kuota 

yaitu pembatasan jumlah barang yang dapat diimpor oleh suatu negara dari semua atau beberapa
negara tertentu dalam jangka waktu tertentu (1 Tahun).

Beberapa macam kebijakan kuota antara lain :

a. Absolute Quota

Absolute Quota mengijinkan pemasukan komoditas tertentu dalam jumlah yang ditetapkan selama
jangka waktu tertentu (1 Tahun).

b. Tarif Rate Quota

Tarif Rate Quota mengijinkan pemasukan barang dalam jumlah tertentu ke suatu negara dengan
tarif yang diturunkan selama jangkan waktu tertentu (1 Tahun).

B) Subsidi

adalah kebijakan dengan cara memberikan tunjangan kepada perusahaan-perusahaan yang


memproduksi barang untuk memperoleh ekspor, sehingga harga barang tersebut bisa bersaing
dengan barang luar negeri.

C) Kebijakan Tarif

adalah kebijakan dengan tarif/bea impor yang tinggi terhadap barang yang datang dari luar negeri
sehingga harga barang impor akan menjadi lebih mahal.

1) Tarif ekspor

adalah kebijakan dengan mengenakan tarif atau bea terhadap barang yang diekspor dengan nilai
yang nilai rendah dengn tujuan untuk merangsang kegiatan ekspor.

2) Premi

adalah kebijakan berupa pemberian hadiah atau penghargaan kepada perusahaan yang mampu
memproduksi barang dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi.

3) Diskriminasi harga

adalah kebijakan penetapan harga produk secara berlainan dengan negara tertentu, yang dilakukan
dalam rangka perang tarif agar negara tertentu yang dijadikan target mau menurunkan harga.

4) Larangan Ekspor

adalah kebijakan larangan untuk mengekspor jenis barang-barang tertentu dilakukan dengan
mempertimbangkan ekonomi, politik, dan sosial budaya dalam negeri.

5) Larangan Impor

adalah kebijakan melarang impor untuk barang-barang tertentu dilakukan dengan alasan untuk
melindungi produk-produk dalam negeri atau dengan alasan untuk menghemat devisa.

6) Dumping

adalah kebijakan menjual barang-barang ke luar negeri dengan harga lebih murah dibandingkan
dengan harga penjualan di dalam negeri.

Anda mungkin juga menyukai