PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika merupakan kata yang sudah familiar dengan kehidupan kita sehari-hari. Dimana
pun kita berada pasti tidak bisa lepas dari etika. Baik di keluarga maupun di masyarakat etika
akan selalu menyertai kehidupan kita. Begitupun dalam profesi, etika tidak bisa dilepaskan dari
profesi. Tiap-tiap profesi pasti mempunyai etikanya masing-masing.
Mengapa etika ada dalam suatu profesi? Hal ini pasti karena etika mempunyai peranan
yang sangat penting dalam suatu profesi. Dalam mengemban suatu profesi, kita tidak bisa hanya
mengandalkan keahlian dan kecakapan kita tanpa memperhatikan etika dalam bekerja. 1 Sudah
banyak contoh dari orang-orang pintar yang mumpuni di bidangnya hancur disebabkan tidak
mempunyai etika yang baik (moralitas). Di samping itu, belakangan ini isu-isu seputar
pelanggaran etika atau kode etik banyak terjadi. Oleh karena itu, etika harus dipahami dan
diterapkan dalam sebuah profesi.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
A. Isu-Isu Etika
Dalam era kini, informasi dipandang sebagai aset atau sumber yang setara dengan
sumber-sumber lain dan juga mempunyai kekhususan persoalan dan pengelolaannya, sehingga
diperlukan suatu manajemen khusus yaitu sistem manajemen informasi dengan pengelolanya
yang khusus yaitu manajer informasiatau Chief Information Officer (CIO). Sebagai manajer jelas
harus mengetahui etika manajemen. Aspek keuangan merupakan suatu aspek yang yang sangat
sensitif, demikian juga dengan aspek informasi. Dengan demikian hak dan tanggung jawab
manajer mengisyaratkan bahwa syarat manajer harus “beretika (bermoral) tinggi dan kuat”.
Isu Privasi: Rahasia pribadi yang sering disalahgunakan orang lain dengan memonitor e-
mail, memeriksa komputer orang lain, memonitor perilaku kerja (kamera tersembunyi).
Pengumpulan, penyimpanan, dan penyebaran informasi mengenai berbagai
individu/pelanggan dan menjualnya kepada pihak lain untuk tujuan komersial. Privasi
informasi adalah hak untuk menentukan kapan, dan sejauh mana informasi mengenai diri
2
Maddux B. Robert dan Dorothy maddux, Etika dalam Perusahaan (Jakarta: Binarupa Aksara), h.37
3
Maddux B. Robert dan Dorothy maddux, Etika dalam Perusahaan (Jakarta: Binarupa Aksara), h.55
sendiri dapat dikomunikasikan kepada pihak lain. Hak ini berlaku untuk individu,
kelompok, dan institusi.
Isu Akurasi: Autentikasi, kebenaran, dan akurasi informasi yang dikumpulkan serta
diproses. Siapa yang bertanggung jawab atas berbagai kesalahan dalam informasi dan
kompensasi apa yang seharusnya diberikan kepada pihak yang dirugikan?
Isu Properti: Kepemilikan dan nilai informasi (hak cipta intelektual). Hak cipta
intelektual yang paling umum berkaitan dengan TI adalah perangkat lunak.
Penggandaan/pembajakan perangkat lunak adalah pelanggaran hak cipta dan merupakan
masalah besar bagi para vendor, termasuk juga karya intelektual lainnya seperti musik
dan film.
Isu Aksesibilitas: Hak untuk mengakses infomasi dan pembayaran biaya untuk
mengaksesnya. Hal ini juga menyangkut masalah keamanan sistem dan informasi.
Salah satu alasan sulitnya menegakkan etika di dunia TI adalah karena relatif barunya bidang
ini. Tak seperti dunia kedokteran yang usianya sudah ratusan abad, bidang TI adalah profesi
baru. Walaupun ada juga yang melanggar, dalam dunia kedokteran, etika profesi sangat
dijunjung tinggi. Ini jauh berbeda dengan dunia TI, di mana orang sangat mudah melanggar
etika. Orang masih meraba-raba batasan antara inovasi, kreatifitas, dan pelanggaran etika.
Apalagi dunia ini hampir sepenuhnya digeluti oleh anak-anak muda yang kerap mengabaikan
persoalan moralitas yang abu-abu.
Dalam konteks pelayanan publik atau birokasi, mal administrasi adalah masalah etika
karena menyimpang atau bahkan melanggar nilai-nilai atau prinsip-prinsip etika yang seharusnya
dijunjung tinggi.4 Penyimpangan etika ini dapat mengambil banyak bentuk aturan lain,
ketidakjujuran, perilaku tercela, pengabaian atau pelanggaran hokum, favoritisme, perlakuan
tidak adil, pemborosan dan penggelapan dana, menutup-nutupi kesalahan, dan kegagalan dalam
berinisiatif.
Perbuatan tercela yang dilakukan oleh aparatur Negara mungkin tidak melanggar hukum
tapi menurut standard etika perbuatan tersebut tidak patut, contohnya mendahulukan pejabat
4
Ruslan, Rosady, Etika Kehumasan Konsepsi dan Aplikasi (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa,2006), h.21
daripada orang biasa padahal orang tersebut mengantri lebih dahulu. Pengabaian atau
pelanggaran hukum mudah dijumpai dilingkungan birokasi.
Banyak pegawai yang mengetahui bahwa barang-barang dinas tidak boleh digunakan
untuk kepentingan pribadi namun mereka dengan sengaja menggunakan barang tersebut,
misalnya kendaraan dinas untuk keperluan keluarga tanpa melalui proses perijinan yang
ditetapkan.
Perlakuan tidak adil acap terjadi baik terhadap pegawai, maupun terhadap warga
masyarakat yang menjadi pelanggan. Sebagai contoh, seorang atasan dalam suatu instansi,
karena merasa senang dengan seorang dibawahnya, atasan tersebut memperlakukan bawahannya
secara berbeda dibandingkan dengan bawahan lainnya termasuk misalnya dalam hal pengusulan
untuk promosi. Pemborosan dan inefisiensi juga sering terjadi di birokasi. Banyak terjadi bahwa
harga barang atau jasa yang dibeli jauh lebih tinggi daripada harga wajarnya. Dalam banyak hal,
pemborosan atau inefisiensi sejenis ini bersangkut paut dengan penggelembungan harga (mark-
up).
Selain itu, tidak sulit menemukan pegawai yang mengunakan barang-barang atau saran
lebih banyak dari yang diperlukan. Ini umumnya terjadi karena kurang atau tiadanya rasa
memiliki dan tanggung jawab sebagaimana diharapkan oleh masyarakat yang memberikan
kepercayaan kepada mereka untuk mengelola sumberdaya publik untuk sebesar-besarnya
kepentingan publik.
B. Sumber-Sumber Etika
1) Etika yang berlandaskan Pancasila: tidal lepas dari moral Pancasila, tindak tanduk
kita sehari-hari di kantor harus berpedoman pada 5 sila Pancasila: menjalin
hubungan baik dengan warga masyarakat, menghargai waktu; tamu jangan
menunggu lama, cepat dan tepat dilayani; tidak menuntut uang pelican, memberi
nasihat, tidak menunda pekerjaan
5
Dra. Soeisniwati Lidwina, M.Pd., Etika Profesi…………….,h.75-76
C. Prinsip Etika
Maksud dari prinsip ini adalah bahwa semua profesional wajib bertanggung jawab atas
pekerjaan yang dilakukan. Hal ini pun meliputi hasil dari pekerjaan tersebut. Sebagai
profesional, kamu juga harus siap bertanggung jawab terhadap dampak dari keputusan dan apa
pun yang dibuat dalam pekerjaan pada kehidupan orang lain dan juga masyarakat umum.
2. Prinsip keadilan
Maksud dari prinsip ini adalah bahwa seorang profesional harus selalu mementingkan
nilai keadilan dalam pekerjaannya. Apapun yang dilakukan harus adil dan diberikan pada
siapapun yang berhak, apalagi bagi profesi yang melayani rakyat seperti petugas kesehatan,
polisi, dan lain-lain.
3. Prinsip otonomi
Setiap orang memiliki wewenang dan kebebasan bekerja juga berpendapat sesuai dengan
profesi yang dijalankannya. Dalam prinsip otonomi, seseorang memiliki hak untuk melakukan
atau tidak melakukan pekerjaan atau suatu tugas berdasarkan kode etik yang berlaku dalam
profesi tersebut.
Dalam etika profesi, integritas moral sangat penting karena merupakan kualitas kejujuran
dan prinsip moral yang dilakukan secara konsisten sebagai seorang profesional. Sebagai seorang
profesional, kamu harus ingat untuk menjaga kepentingan profesi, diri sendiri, dan juga
memikirkan kepentingan masyarakat.6
D. Komponen Etika
Etika harus melihat manusia sebagai makhluk yang mempunyai kebebasan untuk berbuat
dan bertindak sekaligus bertanggung jawab terhadap perbuatan dan tindakan yang dilakukannya.
6
Dra. Soeisniwati Lidwina, M.Pd., Etika Profesi…………, h.78-79
7
Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar (Yogyakarta: Kanisius, 1987), h.87
Etika merupakan suatu perencanaan menyeluruh yang mengaitkan daya kekuatan alam dan
masyarakat dengan bidang tanggung jawab manusiawi. Sedangkan tanggung jawab dapat
dipertanggungjawabkan atau dapat dituntut apabila ada kebebasan. Dengan demikian, masalah
kebebasan dan tanggung jawab dalam etika merupakan sebuah keniscayaan.
Kebebasan bagi manusia pertama-tama berarti, bahwa ia dapat menentukan apa yang mau
dilakukannya secara fisik. Ia dapat menggerakkan anggota tubuhnya sesuai dengan kehendaknya,
tentu dalam batas-batas kodratnya sebagai manusia. Jadi kemampuan untuk menggerakkan
tubuhnya memang tidak terbatas. Kebebasan manusia bukan sesuatu yang abstrak, melainkan
konkret, sesuai dengan sifat kemanusiaannya.
Kebebasan dan tanggung jawab merupakan dua sisi mata uang, yang membuat etika
menjadi ada. Jika keduanya tidak ada, maka pembahasan etika juga tidak ada. Manusia
mempunyai kebebasan untuk berbuat dan seharusnya manusia itu juga
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Terdapat hubungan timbal balik antara kebebasan dan
tanggung jawab, sehingga orang yang mengatakan “manusia itu bebas, maka dia harus menerima
konsekwensinya bahwa manusia itu harus bertanggung jawab”. Maka dengan demikian, dalam
etika, tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab, begitu juga sebaliknya, tidak ada tanggung
jawab tanpa ada kebebasan.
Hak dan kewajiban merupakan hal yang sambung menyambung atau korelatif antara satu
dengan yang lainnya. Setiap ada hak, maka ada kewajiban. Kewajiban pertama bagi manusia
adalah supaya menghormati hak orang lain dan tidak mengganggunya, sedangkan kewajiban
bagi yang mempunyai hak adalah mempergunakan haknya untuk kebaikan dirinya dan kebaikan
manusia.
Ada filsuf yang berpendapat bahwa selalu ada hubungan timbal balik antara hak dan
kewajiban. Pandangan yang disebut “teori korelasi” itu terutama dianut oleh pengikut
utilitarianisme. Menurut mereka setiap kewajiban orang berkaitan dengan hak orang lain, dan
sebaliknya setiap hak seseorang berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi hak
tersebut. Mereka berpendapat bahwa kita baru dapat berbicara tentang hak dalam arti
sesungguhnya, jika ada korelasi itu. Hak yang tidak ada kewajiban yang sesuai denganya tidak
pantas disebut “hak”.
Menurut pandangan etika kewajiban adalah pekerjaan yang dirasa oleh hati sendiri mesti
dikerjakan atau mesti ditinggalkan. Yaitu ketetapan pendirian manusia memandang baik barang
yang baik menurut kebenaran dan menghentikan barang yang jahat menurut kebenaran,
meskipun buat menghentikan atau mengerjakan itu dia ditimpa bahaya atau bahagia, menderita
kelezatan atau kesakitan. Sedangkan yang menyuarakan kewajiban itu didalam batin ialah hati
sendiri. Bukan hati dengan artian segumpal darah tetapi perasaan halus yang pada tiap-tiap
manusia, sebagai pemberian Illahi terhadap dirinya, itulah yang menjadi pelita menerangi jalan
hidup, atau laksana mercu suar untuk menunjukkan haluan kapal yang lalu lintas.
Terdapat suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna,
berfaedah dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tidak berfaedah,
tidak bermanfaat dan merugikan.
Dalam membahas etika sudah semestinya mebahas tentang baik dan buruk. Baik dan
buruk bisa dilihat dari akibat yang ditimbulkan dari perbuatan baik maupun perbuatan buruk.
Apabila akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya itu baik, maka tindakan yang dilakukan itu
benar secara etika, dan sebaliknya apabila tindakannya berakibat tidak baik, maka secara etika
salah.
Nilai baik dan buruk ditentukan oleh akal dan agama. Upaya akal dalam mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk tersebut dimungkinkan oleh pengalaman manusia juga.
Berdasarkan pengalaman tersebut, disamping ada nilai baik dan buruk yang temporal dan lokal,
akal juga mampu menangkap suatu perbuatan buruk, karena buruk akibatnya meskipun dalam
zat perbuatan itu sendiri tidaklah kelihatan keburukannya. Demikian sebaliknya, ada perbuatan
baik, karena baik akibatnya, meskipun dalam zat perbuatan itu tidak kelihatan baiknya.
Derajat keburukan tidak perlu sama, mungkin hanya agak buruk, ada yang buruk benar,
ada pula yang terlalu buruk; tetapi semuanya itu buruk karena tidak baik. Ternyata buruk itu
suatu pengertian yang negatif pula. Bahkan adanya tindakan yang dinilai buruk, karena tiadanya
baik yang seharusnya ada. Jadi bukan tindakannya semata-mata yang memburukkannya.
Dari perumusan di atas disimpulkan bahwa tugas etika ialah untuk mengetahui
bagaimana orang seharusnya bertindak.
Keutamaan etika berkaitan dengan tindakan atau perilaku yang pantas dikagumi dan
disanjung. Tindakan yang mengandung keutamaan pantas dikagumi dan disanjung. Tindakan
seperti itu berada pada tataran yang jauh melampaui tataran tindakan yang vulgar dan biasa.
Karena itu keutamaan bersifat exellence (sesuatu yang unggul dan mengaumkan) atau suatu
kualitas yang luar biasa. Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan keutamaan
dalam pembahasan etika adalah hal- hal yang terkait dengan kebaikan dan keistimewaan budi
pekerti.8
Kebahagiaan hanya dapat dimiliki oleh makhluk-makhluk yang berakal budi, sebab
hanya mereka yang dapat merenungkan keadaannya, menyadari, serta mengerti kepuasan yang
mereka alami. Selain itu. Kebahagiaan adalah keadaan subyektif yang menyebabkan seseorang
merasa dalam dirinya ada kepuasan keinginannya dan menyadari dirinya mempunyai sesuatu
yang baik. Hal demikian ini, hanya akan disadari oleh makhluk yang mempunyai akal budi. Oleh
karena itu, hanya manusialah yang dapat merasakan kebahagiaan yang sebenarnya.
E. Tujuan Etika
Etika profesi dilakukan untuk mengembangkan sikap, norma, atau kebiasaan yang
ditunjukkan sesuai dengan profesi mereka kepada rekan kerja atau konsumen.9
Etika profesi bertujuan untuk meningkatkan keterampilan intelek dalam berpikir dan juga
membuat para profesional dapat bertindak dengan cara yang diinginkan secara moral untuk
menuju komitmen moral dan perilaku bertanggung jawab.10
Munculnya kesadaran moral atau kemahiran dalam mengenali masalah moral dalam
profesi,
Koherensi moral dengan membentuk sudut pandang konsisten yang berdasarkan fakta,
Menerima perbedaan secara wajar dalam perspektif moral profesional dari segi apapun.
8
Wursanto, Etika Komunikasi Kantor (Yogyakarta: Kanisius, 1991), h.43
9
Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
10
Tarsis Tarmudji, Etika Profesi untuk Sekretaris, (Semarang: Muara Daya,1977),h.12
Manfaat Etika Profesi
Etika profesi merupakan sesuatu yang melekat pada diri seseorang yang bekerja secara
profesional. Hal ini memiliki manfaat dalam menjalankan pekerjaan, yakni sebagai berikut.11
Sebagai orang profesional, kamu perlu memiliki tanggung jawab atas pekerjaan yang
kamu lakukan. Hal ini bermanfaat untuk hasil pekerjaan yang berkualitas dan kamu dapat
dipercaya oleh atasan, kolega, dan konsumen.
2. Menjadi Tertib
Dengan etika profesi, segala pekerjaan yang dilakukan di kantor akan menjadi tertib.
Tugas akan dilaksanakan tepat waktu dan sesuai deadline yang sudah ditentukan.
Etika profesi menyangkut sikap dan norma seseorang dalam berperilaku profesional.
Dengan hal ini, lingkungan kerja menjadi sehat karena semua dilakukan sesuai dengan SOP dan
etika dalam profesinya.
Berkaitan dengan tertib dan tanggung jawab, etika profesi tentunya meningkatkan
produktivitas kerja karena akan membuat suasana kerja yang nyaman karena setiap karyawan
akan menghargai, bekerja sama, dan berlaku profesional dengan baik. Tentunya, hal ini juga
akan mendukung situasi produktif para pekerja secara profesional.
Dengan keempat manfaat di atas, hal ini tentunya menyokong perubahan perusahaan dan
diri secara profesional menjadi lebih baik lagi. Kamu bisa menjadi seseorang yang diandalkan,
dipercaya, dan tentunya bertanggung jawab dalam pekerjaan.
11
A. Charris Zubair, Kuliah Etika (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1995), h.68
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Seorang yang berprofesi dalam dunia profesi haruslah berhati-hati dan memperhatikan
kode etik dari profesi jangan sampai kita melanggar UUD ITE.
DAFTAR PUSTAKA
Dra. Soeisniwati Lidwina, M.Pd., (2019). Etika Profesi Bagi Tenaga Kependidikan. Tenaga
Pengajar Akademi Sekretari Marsudirini (ASM) Santa Maria: Semarang.
Maddux B. Robert dan Dorothy maddux. 1991. Etika dalam Perusahaan. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Ruslan, Rosady. 2006. Etika Kehumasan Konsepsi dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Perkasa.
Tarmudji, Tarsis. 1977. Etika Profesi untuk Sekretaris. Semarang: Muara Daya.