PENGANTAR BISNIS
ETIKA BISNIS DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Dosen Pengajar : Nuri Herachwati, Dr.,Dra.Ec.,M.Si.,M.Sc
Kelompok 7 (Kelas G) :
1. Dwi Puspitasari (142221039)
2. Zurrotul Imani Shafara (142221038)
3. Daffa Ramadhani Putra Alfiyansyah (142221037)
Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan limpahan rahmat-Nya dan meluangkan waktu kepada penulis, sehingga
mampu menyelesaikan Makalah Pengantar Bisnis ini yang berjudul “Etika Bisnis dan
Tanggung Jawab Sosial" sesuai dengan waktu yang kami rencanakan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karenanya kritik dan saran yang membangun dalam perbaikan makalah ini sangat kami
butuhkan.
PENDAHULUAN
Suatu kegiatan harus dilakukan sesuai dengan etika dan standar yang berlaku.
Semua pelaku bisnis harus memiliki etika bisnis dan tanggung jawab sosial dalam
menjalankan bisnis. Etika dan tanggung jawab sosial digunakan untuk memastikan
pelaku bisnis tidak melanggar etika yang ada. Dengan mengikuti etika bisnis tersebut
dapat membentuk pelaku bisnis yang bersih dan dapat memajukan serta membesarkan
usaha yang dijalankan dalam waktu yang relatif lebih lama.
Etika bisnis adalah ilmu tentang bagaimana pelaku usaha berperilaku dalam
perusahaan. Banyak pengusaha yang mengabaikan pentingnya etika ketika memulai
bisnis, percaya bahwa dengan keterampilan yang mereka miliki dan modal yang sangat
besar, sebuah bisnis dapat dimulai dengan mudah. Memang, tanpa etika bisnis, tidak ada
bisnis yang akan berjalan sesuai rencana. Etika adalah studi tentang benar dan salah,
pilihan moral yang dibuat seseorang. Keputusan etis adalah hal yang benar untuk
dilakukan tentang perilaku standar. Etika bisnis mencakup hubungan antara perusahaan
dan mereka yang menginvestasikan uang di perusahaan, konsumen, karyawan, pemberi
pinjaman, pesaing, dll. Pengusaha diharapkan bertindak secara etis dalam berbagai
aktivitasnya di masyarakat.
PEMBAHASAN
Etika bisnis adalah cara untuk berbisnis dan meliputi semua bagian yang
berhubungan dengan perusahaan, masyarakat, dan individu. Peran dari etika bisnis pada
sebuah perusahaan adalah untuk membentuk perilaku karyawan dan pimpinan agar
hubungan antara karyawan, perusahaan, dan berbagai pihak internal dan eksternal lain
tetap sehat.
Lebihnya lagi, etika bisnis juga dapat dijadikan pedoman dan standar bagi
karyawan dan manajemen untuk mengerjakan tugas keseharian dengan landasan sikap
yang profesional, transparansi penuh, dan bermoral baik. Dapat dilihat bahwa etika bisnis
dapat memegang peran yang cukup penting di dalam perusahaan karena dapat
membentuk perilaku anggota organisasi.
Dalam pelaksanaan bisnis yang melibatkan bisnis internasional, akan selalu ada
kendala dalam bentuk munculnya isu-isu. Isu-isu etis yang paling sering terjadi terkait
ketenagakerjaan, hak asasi manusia (HAM), lingkungan, korupsi, dan tanggung jawab
sosial perusahaan. Mengetahui isu apa yang sering muncul dapat menjadikan perusahaan
lebih waspada dapat melakukan strategi untuk menghindari terjadinya isu tersebut demi
kelancaran bisnis di perusahaan.
1. Ketenagakerjaan
Isu yang sering muncul dalam kategori ini adalah mempekerjakan karyawan tanpa
kontrak yang jelas dan mendetail, mempekerjakan SDM di bawah umur, gaji atau bayaran
yang jauh di bawah standar, kondisi dan lingkungan kerja yang buruk atau tidak
mendukung, kebersihan lingkungan kerja, keselamatan kerja tidak terjamin, dan
kurangnya perlindungan karyawan. Dalam melaksanakan praktek kerja yang melibatkan
pihak ketiga, perusahaan sebaiknya meninjau kelayakan pihak ketiga sebelum
memutuskan bekerja sama. Untuk tindakan berikutnya, perusahaan bisa mengambil
tindakan monitoring dan tetap mengaudit secara berkala agar perusahaan terhindar dari
munculnya isu etis.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
Negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang
atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-
undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Perusahaan yang berskala multinasional seringkali melibatkan SDM dari berbagai latar
belakang dan budaya. Karena hal tersebut, perusahaan dilarang melakukan diskriminasi
dalam bentuk apapun. Pegawai akan diperlakukan sesuai dengan posisi, tanggung jawab,
kewajiban, dan haknya masing-masing.
3. Lingkungan
4. Korupsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau
penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk
keuntungan pribadi atau orang lain. Praktek korupsi adalah salah satu kegiatan tidak etis
yang sebaiknya diberantas hingga ke akar-akarnya. Hal ini menyebabkan berbagai
dampak negatif bagi perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Perusahaan yang sedang bergerak menuju skala multinasional akan dihadapkan pada
risiko terjadinya korupsi baik di dalam maupun melibatkan pihak luar perusahaan. Untuk
mendapatkan izin dan berbagai urusan administrasi di negara asing, seringkali perusahaan
akan menghadapi kemungkinan praktek korupsi. Namun saat ini, kebijakan dan hukuman
terkait korupsi sudah banyak diterapkan di berbagai negara sehingga membantu praktek
sehat dalam bisnis internasional.
Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) adalah
tindakan memedulikan lingkungan sosial sekitar perusahaan melalui pembangunan
fasilitas, beasiswa pendidikan, pinjaman modal pada UMKM dengan angsuran ringan,
dan lain sebagainya. Dengan melaksanakan CSR, perusahaan sudah melakukan tanggung
jawabnya dalam porsi masyarakat. Demikian juga sebaliknya, jika mengabaikan kegiatan
CSR, maka perusahaan telah menghadirkan isu yang dampaknya bisa merugikan
perusahan secara finansial atau non-finansial.
1. Faktor Individu:
2. Faktor Sosial:
Norma-norma budaya, contoh beberapa negara dapat dapat diterima dan etisuntuk agen
pabean menerima gratifikasi dalam melakukan tugas hukum biasa yangmerupakan bagian
dari pekerjaan mereka, sedangkan di negaralain hal itu merupakansesuatu yang tidak etis.
a. Rekan kerja, misalnya rekan kerja membuat panggilan teleponjrak jauh pada jam
bekerja dengan biaya perusahaan, hal itu bisa dipandang etis karena hampir semua
orang melakukannya.
b. Orang lain yang berpengaruh, sepertin pasangan, teman, dan kerabat dapat
mempengaruhi kepribadian yang akan mewujudkan perilaku yang etis maupun tidak
etis.
c. Penggunaan internet, kemajuan teknologi yang satu ini menjadi tantangan baru,
perilaku online sering dilakukan para pekerja, untuk mengatasinya diadakanlah
pemantauan.
3. FaktorPeluang:
2. Peran asosiasi perdagangan: Dapat dan sering memberikan panduan etika bagi
anggotanya. Organisasi yang beroperasi pada bisnis tertentu berada dalam posisi yang
sangat baik untuk menekan anggota yang menjalankan praktik bisnis yang
meragukan. asosiasi perdagangan dibentuk untuk kepentingan anggota mereka,
sehingga tindakan keras dapat merugikan diri sendiri.
3. Peran perusahaan swasta: Kode etika yang diberikan perusahaan kepada karyawan
dapat menjadi cara yangpaling efektif untuk mendorong perilaku etis. Sebuah
kode etik menguraikankebijakan seragam, standar, dan hukuman untuk pelanggaran.
karyawan akan tahu apayang diharapkan mereka dan apa yang terjadi jika mereka
melanggar aturan. Perusaahan harus menciptakan sebuah lingkungan yang menyadarkan
karyawan akanpentingnya mematuhi kode etik. manajer harus memberikan arahan
denganmeningkatkan komunikasi.
1. The Entrepreneurial: Tanggung jawab sosial bisnis muncul dari pelaku bisnis untuk
mengembangkannyadan belum ada tuntutan dari masyarakat.
2. The Great Depresion: Tanggung jawab sosial bisnis dilakukan dalam memulihkan
aktivitas bisnis yangmengalami kelesuan, diawali tahun 1930, juga belum ada tuntutan
dari masyarakat.
3. The Era of Social Activism (1960-1970): Didirikan adanya tuntutan dari socials
force berupa usulan para aktivis untukregulasi pemerintah dalam hal bisnis.
2.6 Dua Pandangan Tanggung Jawab Sosial yang ada dalam Bisnis
1) Pandangan Tradisional
Menilik sejarahnya, gerakan CSR yang berkembang pesat selama dua puluh tahun
terakhir ini lahir akibat desakan organisasi-organisasi masyarakat sipil dan jaringannya
di tingkat global. Keprihatinan utama yang disuarakan adalah perilaku korporasi, demi
maksimalisasi laba, lazim mempraktekkan cara-cara yang tidak fair dan tidak etis, dan
dalam banyak kasus bahkan dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi. Beberapa
raksasa korporasi transnasional sempat merasakan jatuhnya reputasi mereka akibat
kampanye dalam skala global tersebut.
Pertemuan Yohannesburg tahun 2002 yang dihadiri para pemimpin dunia memunculkan
konsep social responsibility, yang mengiringi dua konsep sebelumnya yaitu economic
dan environment sustainability. Ketiga konsep ini menjadi dasar bagi perusahaan dalam
melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Social Responsibility). Pertemuan
penting UN Global Compact di Jenewa, Swiss, Kamis, 7 Juli 2007 yang dibuka Sekjen
PBB mendapat perhatian media dari berbagai penjuru dunia. Pertemuan itu bertujuan
meminta perusahaan untuk menunjukkan tanggung jawab dan perilaku bisnis yang sehat
yang dikenal dengan corporate social responsibility. Sesungguhnya substansi keberadaan
CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan
membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan
menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya. Atau dalam
pengertian kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya,
komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasional, maupun global.
Karenanya pengembangan CSR kedepan seyogianya mengacu pada konsep
pembangunan yang berkelanjutan
Ada dua konsep awal yang sejak dulu menjadi landasan-landasan perusahaan-perusahaan
dalam menjalankan praktik tanggung jawab sosial. Di satu sisi, ada pihak yang
mengatakan bahwa urusan bisnis adalah menjalankan bisnis saja. Pandangan seperti ini
dipopulerkan oleh Milton Friedman. Menurut Friedman, hanya ada satu tanggung jawab
sosial perusahaan, yaitu menggunakan sumber daya dengan aktivitas-aktivitas yang bisa
mendapatkan dan meningkatkan laba perusahaan, sepanjang semuanya sesuai aturan yang
ada, terbuka, dan bersaing bebas tanpa kecurangan. Pemerintah dapat mengatur berbagai
aturan main tentang cara operasi yang tidak merusak lingkungan dan mengganggu
masyarakat, tentang perpajakan, tentang penggunaan tenaga kerja, dan lain-lain.
Perusahaan tinggal mengikutinya. Jadi, pandangan mendirikan dan menjalankan bisnis
seperti ini motifnya sungguh-sungguh untuk motif ekonomi semata.
Pandangan ini sekaligus juga menyiratkan bahwa kalau upaya perusahaan motifnya
bukan ekonomi (misalnya untuk kesejahteraan masyarakat sekitar), suatu saat perusahaan
bisa memiliki kemungkinan merugi karena meningkatnya biaya-biaya yang dikeluarkan
perusahaan. Kalau biaya meningkat, perusahaan akan meningkatkan harga-harga menjadi
mahal. Apalagi persaingan yang dihadapi perusahaan juga tidak mudah. Jadi, ketimbang
mengeluarkan uang banyak untuk layanan sosial, lebih baik perusahaan menggunakannya
untuk pengembangan produk dan sejenisnya. Sementara itu, masyarakat pada dasarnya
bisa berpartisipasi, menikmati keuntungan atas operasi perusahaan dengan mekanisme
“go public” dari perusahaan. Lantas siapa yang harus mengurusi masyarakat dan urusan
sosial lainnya?. Bagi pendukung pandangan seperti ini, untuk urusan sosial dan
lingkungan seharusnya hanya menjadi urusan pemerintah.
2) Pandangan Sosioekonomi
Ada pandangan yang menyebutkan bahwa kalangan bisnis selayaknya memiliki tanggung
jawab yang lebih. Pandangan ini disebut sebagai sosioeconomics view. Ada empat pokok
pikiran dari pandangan ini, yaitu :
a. Tanggung jawab perusahaan lebih daris ekedar menciptakan laba, yaitu perusahaan
juga terlibat untuk urusan menjaga dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan.
b. Perusahaan pada dasarnya bukan pihak independen yang hanya bertanggung jawab
kepada pemegang sahamnya.
d. Perusahaan haruslah melakukan hal-hal yang “baik dan benar” dan bermanfaat bagi
masyarakat dalam menjalankan usahanya.
Salah satu pihak yang menjadi pengusung pandangan sosioeconomics view ini adalah
Archie Carrol yang mengaitkan tanggung jawab sosial perusahaan dan tanggung jawab
perusahaan terdiri dari empat level.
1. Tanggung jawab ekonomi; menghasilkan barang dan jasa yang bernilai bagi
masyarakat sehingga perusahaan dapat membayar pada pemegang saham dan
kreditornya.
2. Tanggung jawab legal; ditentukan pemerintah melalui produk hukum dan dipatuhi
oleh perusahaan. Di tingkat ini perusahaan bagaimanapun harus mematuhi apapun
peraturan perusahaan terkait dengan operasinya. Perusahaan dianjurkan untuk peraturan
ini akan membawa manfaat sendiri bagi perusahaan. Misalnya, sebuah perusahaan yang
menggunakan bahan-bahan kimia, saat mengelola limbahnya, dianjurkan untuk
mematuhi aturan pemerintah tentang ambang batas.
3. Tanggung jawab etika; adalah mengikuti kepercayaan yang berlaku tentang perilaku
tertentu di masayarakat. Di sinilah urutan selanjutnya berada, di mana perilaku
perusahaan sangat ditentukan oleh perlakuan utama dari mahasiswanya.
4. Tanggung jawab diskresi; adalah sesuatu yang secara murni dan sukarela tapi
perusahaan memperlakukannya sebagai suatu yang wajib.
Bagi Carrol, dua tanggung jawab yang terakhir inilah yang disebut tanggung jawab
sosial. Dan keempat tanggung jawab ini menurut Carrol harus berlangsung berurutan.
Sebuah perusahaan baru bisa menjalankann diskresi, kalau ia sudah mampu menjalankan
tanggung jawab yang ada sebelumnnya. Meskipun begitu, sesuatu yang dianggap
tanggung jawab sosial, bisa saja suatu saat menjadi legal. Untuk kasus Indonesia,
perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industry memanfaatkan sumber daya alam
yang bergerak dalam industry pertambangan, aktivitas CSR dianggap sebagai sesuatu
yang menjadi keharusan.
Pandangan kedua ini muncul karena bergesernya paradigma dalam memandang bisnis
dan kehidupan. Masyarakat, bergeser dari homoeconomicus, yang disampaikan oleh
Friedman, ke greedy economic animal. Dalam menjalankan bisnisnya, pengusaha sering
kali menjadi tamak dan akhirnya mengorbankan dan bahkan merugikan kepentingan
pihak lain. Hanya karena mencari untung, kepentingan buruh ditekan, dan dibayar dengan
semena-mena dan tidak manusiawi. Karena ingin mengejar keuntungan, peraturan-
peraturan pemerintah dicari celahnnya, pemerintah yang mengawasi dikelabui, sementara
masyarakat sekitar mungkin terkena dampak negatifnya. Contoh lain, hanya karena ingin
untung, perusahaan melakukan persaingan yang tidak sehat dengan cara kampanye yang
negative atas produk-produk pesaing. Intinya, apa yang dilihat Friedman bahwa
perusahaan bisa berjalan tanpa berbuat kecurangan menjadi sulit diterapkan karena
perusahaan menjadi mengahalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan.
KESIMPULAN
http://www.darininnasi.com/2021/07/isu-isu-etika-dalam-bisnis-
internasional.html#:~:text=Dalam%20pelaksanaan%20bisnis%20yang%20melibatkan%
20bisnis%20internasional%2C%20akan,%28HAM%29%2C%20lingkungan%2C%20k
orupsi%2C%20dan%20tanggung%20jawab%20sosial%20perusahaan
https://greatdayhr.com/id-id/blog/pengertian-etika-
bisnis/#:~:text=Etika%20bisnis%20adalah%20cara%20untuk%20berbisnis%20dan%20
meliputi,berbagai%20pihak%20internal%20dan%20eksternal%20lain%20tetap%20seha
t
http://wawan4mi.blogspot.com/2012/06/makalah-tanggung-jawab-sosial.html