Anda di halaman 1dari 18

DISCUSSION:

Head Trauma
QnA
Pertanyaan 1. Pada pasien TBI kapan perlu diberi antikonvulsan?
2. Bagaimana cara mengecek hemiparesis pada pasien yg mengalami penurunan
kesadaran?
3. Pada hidrocephalus oleh karena lesi yg menyebabkan efek massa pada fossa
posterior untuk tatalaksana hidrocepalusnya bagaimana dokter?

Jawaban
● Secara umum, hampir tidak perlu diberikan antikonvulsan jika pasien tidak kejang. Namun jika
ada riwayat kejang 1 kali atau belum sempat dirujuk dapat diberikan pada kasus subdural
hematoma dan contusio karena langsung ada iritasi terhadap korteks, sehingga risiko kejang
lebih tinggi. Pada epidural hematoma tidak perlu diberikan.
● Harus bisa memberikan rangsang nyeri cukup kuat sehingga pasien melawan. Biasanya
dilakukan di daerah dahi, sternum, atau jari dengan tekanan kencang.
● Pada posterior fossa mass lesions itu klinis pasien bagus, hanya terdapat nyeri kepala dan
gangguan keseimbangan, prognosis juga baik, sehingga harus dicegah jangan sampai terjadi
hidrosefalus. Jika sampai terjadi hidrosefalus, hal yang pertama dilakukan adalah diversi LCS
dengan VT shunt atau burrhole untuk mengeluarkan cairan. Tujuannya untuk mencegah
hidrosefalus jangan sampai mengancam nyawa pasien
QnA
Pertanyaan Bagaimana sekiranya ketika ingin merujuk pasien dengan EDH di faskes terbatas
ke RS yang jaraknya jauh, ditakutkan pasien mengalami perburukan karena dalam
lucid interval? apakah ada tindakan khusus yang bisa dilakukan sebelum dirujuk?
Apakah ada perbedaan indikasi perujukan atau operasi pada depressed fracture
pada anak ? terimakasih

Jawaban
● Ini tugas kita bersama untuk memperbaiki sistem rujukan berjenjang dan sistem trauma. Sebenarnya EDH tidak
boleh dirujuk. Pengobatan mudah, prognosis baik, tetapi life threatening. Jika telat 15 menit saja bisa menyebabkan
vegetative state seumur hidup.
● Jika jelas ada lateralisasi, buktikan dengan foto rontgen AP-lateral untuk mencari fraktur terutama di daerah temporal.
Jika ada fraktur di temporal, ipsilateral ada midriasis, dan subgaleal dan subperiosteal hematoma, sebaiknya panggil
dokter bedah untuk operasi cito untuk dilakukan burrhole eksplorasi. Ingat lagi lokasi dan titik-titik burrhole.
● Jika belum bisa juga, pertimbangkan untuk rujuk sedekat mungkin atau setidaknya ada sistem untuk memanggil
dokter saraf ke tempat pasien, bukan pasien yang datang.
● Pada anak, sampai usia 2 tahun belum ada tabula interna, spongiosum, dan eksterna (masih 1 lapis). Pada
depressed fracture tertutup, operasi lebih mudah dan bertujuan untuk functional saving agar mencegah terjadinya
gangguan perkembangan dan kejang.
● Jika ada depressed fracture yang terbuka, apapun isinya, lakukan debridement sebersih-bersihnya, ditutup,
kemudian dikirim. Wajib debridement dahulu sebelum rujuk untuk mencegah terbentuknya abses.
QnA
Pertanyaan Mengenai Patient Safety di RS Covid, terutama RS tipe D dengan SDM terbatas yg
tdk bisa standby 24 jam di zona merah (kecuali ruang ICU), bgmn cara mencegah
pasien terutama lansia terjatuh saat di bangsal selain upaya skrinning risiko jatuh
di awal (IGD) dan skrining ulang (rawat inap). Mengingat pengawasan terbatas
hanya bs melalui monitor CCTV.

Jawaban
● Mencegah jatuh untuk mencegah trauma yang tidak perlu. Dapat dilakukan
skrining kemungkinan jatuh untuk anak, dewasa, dan lansia.
● Jika kemungkinan jatuh tinggi, dapat dilakukan pencegahan dengan restrain/ikat,
observasi ketat, dll.
● Pada kondisi SDM terbatas dan COVID, kondisinya menjadi lebih sulit. Pada
prinsipnya skrining jatuh ada untuk setiap usia dan sudah ada penanganan sesuai
dengan skor dari skrining tersebut.
DISCUSSION:
Spine Trauma
QnA
Pertanyaan Dokter mengatakan bahwa pada pertambahan umur akan terjadi spine trauma
dikarenakan adanya osteoporosis, jika seperti itu apakah sebaiknya dilakukan
treatment secara konservatif atau surgery, jika konservatif, konservatif seperti apa
yang bisa dilakukan dalam pasien terkena osteoporosis tersebut?

Jawaban
Fraktur osteoporosis sebenarnya yang perlu diperhatikan adalah apa keuntungan dan
kerugiannya jika ditangani secara konservatif. Pertama, jika fraktur disebabkan oleh
osteoporosis, berarti baseline osteoporosisnya harus diobati. Berdasarkan WHO, jika
seseorang sudah memiliki riwayat fraktur di tulang belakang atau collum femur, berarti
menandakan bahwa derajat osteoporosisnya sudah berat sehingga harus diobati. Kedua,
fraktur juga harus diobati dengan augmentasi, stabilisasi, atau hanya pasang brace saja
tanpa operasi. Pertimbangan pilihan ini ada kriterianya sendiri.

Pengobatan fraktur harus mempertimbangkan usia, jenis fraktur seperti apa, ketinggian,
adanya kifosis, untuk menentukan rate deformity. jika tidak di tatalaksana dengan baik, dapat
menyebabkan kifosis. Berbagai faktor ini perlu dipertimbangkan untuk menentukan
konservatif atau minimal intervention.
QnA
Pertanyaan Penggunaan kortikosteroid pada spinal cord injury, apa indikasi dan kontraindikasi?
Jika pasien menolak perawatan di RS, edukasi apa untuk melakukan perawatan di
rumah?

Jawaban

● Penggunaan steroid saat ini tidak ada evidence-based-nya.


● Spinal cord injury itu harus ditangani emergencynya terlebih dahulu. Home-care
dapat dilakukan jika pasien sudah memiliki kondisi yang lebih baik, bladder training
baik, bowel training baik, penyebab sudah teratasi, dll.
QnA
Pertanyaan Pada pasien multiple trauma, bagaimana dasar pemilihan tata laksananya? Pada
kasus ankylosing spondilitis yang dirujuk dan dioperasi, terjadi fusi sehingga
menyebabkan ROM pasien berkurang. Bagaimana?

Jawaban

● Bila ada multiple fracture, semua penting ditangani, namun tetap yang mengancam
nyawa ditangani terlebih dahulu. Perhatikan prinsip life saving vs limb saving.
● Ankylosing spondylitis itu bukan emergency. Pada kondisi ini terdapat brittle bone yang
rapuh dan mudah fraktur seperti bambu yang bagian dalamnya kopong sehingga
berisiko fraktur. Pada kasus ini perlu dioperasi karena pada sebagian besar kasus dapat
menyebabkan defisit neurologis.
DISCUSSION:
Thoracic Trauma
QnA
Pertanyaan Pada kasus tension pneumothorax, berapa lama jarak tindakan needle
decompression dgn pemasangan chest tube oleh SpB ?

Jawaban

Tindakan needle decompression bertujuan untuk mengubah tension menjadi simple


pneumotoraks, sehingga risiko syok obstruktif dan kematian dapat berkurang. Pada
pneumotoraks karena trauma, pemasangan chest tube adalah kompetensi dokter umum.
Jika tidak ada selang dada, bisa menggunakan NGT berukuran besar lalu disambungkan ke
botol WSD (selang dicelupkan ke air setinggi 2 cm di dalam botol, lalu pastikan rongga udara
di botol berhubungan dengan udara luar). Prinsipnya, setelah needle decompression harus
dilakukan pemasangan chest tube. Saat needle terpasang, harus dipastikan bahwa needle
paten, ada udara yang keluar dan masuk. Pemasangan segera chest tube menjadi penting
karena jika hanya dengan needle saja sulit dievaluasi apakah terdapat kinking (karena bahan
plastik) yang berisiko menyebabkan tension kembali.
QnA
Pertanyaan Saya pernah bertemu dengan pasien chest penetration injury (panah) lokasi jauh
dari FKTL (10-12 jam). panah tidak dicabut, tetapi hemodinamik pasien tidak
stabil? apa tindakan yang sebaiknya dilakukan?

Jawaban

Seluruh prinsip ATLS tetap dijalankan sesuai Airway-Breathing-Circulation. Jika hemodinamik tidak
stabil, segera resusitasi cairan. Saat tekanan darah dan MAP sudah tercapai, evaluasi adanya
respon/transien/no response. Jika no response berarti perdarahan sangat hebat. Jika
transien/respon, lakukan secondary survey dan pemeriksaan foto toraks. Jika ditemukan
pneumotoraks, pasang chest tube.

Jangan mencabut benda yang penetrasi karena kita tidak tahu lokasi ujung benda tersebut.
Pencabutan benda asing dapat menyebabkan perdarahan berulang. Benda asing dapat
memberikan efek tampon. Jika memang perlu transfusi, boleh langsung transfusi.

Jangan mencabut benda asing di IGD, sebaiknya di kamar operasi.


QnA
Pertanyaan Untuk kasus open pneumothorax, apakah perlu di lakukan debridement pada luka
terbuka tersebut? kemudian apakah perlu di berikan ATS untuk pencegahan?

Jawaban

Sama dengan luka terbuka yang lain pastinya harus dilakukan debridement. Pada kondisi
adanya sucking chest wound atau hematom yang curiga ke arah open pneumotoraks
lakukan dahulu foto toraks. Jika ada pneumotoraks, lakukan pemasangan chest tube lalu
baru lakukan penjahitan luka mengikuti protokol trauma (debridement, antibiotik, antitetanus
sesuai status imunisasi tetanusnya).
QnA
Pertanyaan Bagaimana pemilihan analgetik pada pasien trauma thorax terbuka ? apakah
morfin bisa jadi pilihan analgetik ?

Jawaban
Pada pasien di rongga dada, tergantung kondisinya. Jika pasien batuk atau yang lainnya, jangan
diberikan analgetik yang opioid. Kecuali pada kondisi ekstrem yang perlu intubasi, lalu disedasi,
boleh digunakan analgetik opioid. Selain itu bisa dilakukan intercostal block atau dengan analgetik
kuat yang lain. Intercostal block tidak terlalu sulit, yang penting kita tahu arteri, vena nervus
intercostalis adanya di inferior iga, sehingga target lokasi intercostal block adalah di superior iga.

Sebenarnya nyerinya itu hanya disebabkan oleh luka, jadi cukup diberikan analgetik biasa. Kecuali
jika sudah terjadi fraktur iga atau flail chest yang sangat nyeri. Kalau integritas dinding dada masih
baik, cukup analgetik biasa. Pada fraktur iga atau flail chest, saat bernapas dan batuk sangat nyeri.
Padahal produksi mukus. darah, dahak banyak jadi diperlukan batuk untuk mengeluarkan cairan
tersebut. Jika tidak dikeluarkan, dapat berisiko pneumonia atau sampai ARDS. Jadi sebaiknya
diberikan analgetik yang lebih kuat seperti intercostal block atau NSAID lain.
DISCUSSION:
Abdominal Trauma
QnA
Pertanyaan Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik tidak stabil
dan tidak bisa dilakukan FAST/DPL karena kurangnya alat, apa yang sebaiknya
dokter umum lakukan di IGD RS selain stabilisasi pasien dokter? Terima kasih

Jawaban

Hal yang penting adalah melakukan penilaian pemeriksaan fisik abdominal dengan baik. Dari
pemeriksaan fisik yang baik dapat menilai defans muskular, adanya cairan, adanya free air,
dan-lain-lain, sehingga tanpa periksa USG dapat dievaluasi langsung adanya perdarahan atau
ruptur organ abdominal. Intinya, kembali lagi ke anamnesis dan pemeriksaan fisik.
QnA
Pertanyaan Jika di RS tidak tersedia FAST dan CT, pada pasien trauma dengan hemodinamik
tidak stabil dan tidak ada jejas yang nampak, apakah boleh langsung dilakukan
DPL? Apa risiko tindakan tersebut?

Jawaban

Hal yang penting adalah observasinya setelah kita assess pasien dengan hemodinamik
stabil. Jangan ditinggalkan begitu saja karena dapat terjadi penurunan hemodinamik.
Jika hemodinamik menjadi tidak stabil dan ada cairan, pikirkan masih terjadi ongoing
bleeding pada organ intraabdomen. Langsung persiapkan laparotomy untuk
menghentikan perdarahan.
QnA
Pertanyaan Pada pasien dengan trauma abdomen dengan eviserasi omentum, ada beberapa
center pendidikan menerapkan tatalaksana saftan procedure, apakah boleh
dikerjakan?

Jawaban

Saya tidak terlalu kenal dengan istilah saftan procedure. Yang pasti jika sudah ada
eviserasi dan ada organ keluar dari abdomen (paling sering adalah ileum), dapat dinilai
sebagai tembus peritoneum. Jika sudah tembus peritoneum, harus dinilai apakah masih
ada injury organ lain di intraabdominal. Sebaiknya dilakukan laparoskopi, alat masuk
melalui luka tusuk yang tembus, lalu dievaluasi. Jika yakin bahwa tidak ada organ
abdomen yang cedera, dapat ditutup.

Jika tidak ada laparoskopi dan luka besar, dapat dinilai dari luka tersebut keluar cairan
apa saja? Jika ada sucus sentrikus, feses, perdarahan, mau tidak mau harus di
laparotomi. Kembali lagi ke anamnesisnya, jenis senjata tajam, panjang senjata, arah
menusuk, dll.
QnA
Pertanyaan Pada kasus BAT pada ibu hamil, dan FAST tidak tersedia, adakah pemeriksaan
serial lain yang harus dilakukan? apakah ada perbedaan indikasi operasi antara
ibu hamil dan anak?

Jawaban

Pada kondisi ibu hamil, tetap harus kembali ke ABC dulu. Jika tidak ada FAST, lakukan
pemeriksaan fisik yang baik. Untuk diagnosis lanjutnya sebaiknya kolaborasi dengan
dokter obgyn.

Pada anak kondisinya lebih sulit namun jarang ditemukan. Kesulitannya adalah anak
yang tidak kooperatif. Kondisi ini dapat dinilai melalui pemeriksaan fisik mencari defans
muscular, adanya cairan, dan apakah ada ongoing bleeding. Jangan lupa juga untuk
menilai hemodinamik stabil atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai