Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH RANCANGAN BANGUNAN TERHADAP

KENYAMANAN LANSIA: STUDI KASUS KECAMATAN


LAWANG, MALANG
Oleh: Hana Ardina Putri Pakiding / 6013211047

ABSTRAK
Kenyamanan bangunan dipengaruhi oleh berbagai hal, yakni iklim, rancangan
bangunan, dan pengguna itu sendiri. Lansia memiliki standar kenyamanannya
sendiri yang juga dipengaruhi oleh preferensi subjektif masing-masing pengguna.
Penelitian ini mencoba untuk mengetahui bagaimana iklim dan kondisi geografi
memengaruhi kenyamanan bangunan hunian yang dihuni oleh lansia. Arsitektur
biofilik juga digunakan untuk melihat bagaimana konektivitas dengan alam terjadi
pada bangunan. Metode yang digunakan adalah observasi, pengukuran langsung,
dokumentasi, serta wawancara dengan penghuni. Kemudian, dilakukan analisis
untuk mengetahui celah yang masih bisa dikembangkan atau diperbaiki untuk
kenyamanan pengguna. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa celah tersebut
adalah tentang pencahayaan alami yang tidak bisa masuk ke seluruh ruangan. Selain
itu, kebiasaan dan aktivitas penghuni menunjukkan adanya tolerir pada bangunan.
Usulan konsep yang disusun diharapkan mampu mengurangi kekurangan pada
bangunan.

Kata kunci: biofilik, pencahayaan, iklim, lansia, kenyamanan bangunan

ABSTRACT
The building comfort is influenced by various things, namely the climate, the design
of the building, and the users themselves. The elderly have their own comfort
standards which are also influenced by the subjective preferences of each user. This
study tries to find out how climate and geographical conditions affect the comfort
of residential buildings inhabited by the elderly. Biophilic architecture is also used
to see how connectivity with nature occurs in buildings. The method used is
observation, direct measurement, documentation, and interviews with residents.
Then, an analysis is carried out to find out the gaps that can still be developed or
improved for the convenience of users. The results of the study show that the gap
is about natural lighting that cannot enter the entire room. In addition, the habits
and activities of the occupants indicate a tolerance for the building. The proposed
concept is expected to be able to reduce deficiencies in the building.

Keywrods: biophilic, building comfort, climate, elderly, light


1. LATAR BELAKANG
Iklim memiliki peran besar dalam menentukan berbagai macam aspek kehidupan,
seperti aktivitas, kebiasaan, ketahanan, dan arsitektur. Perbedaan iklim di seluruh
dunia memberikan variasi respon arsitektural di seluruh dunia. Respon arsitektural
ini sudah dilakukan sejak masa arsitektur kuno, vernakular, sampai modern.
Penelitian tentang kenyamanan bangunan sudah banyak dilakukan,
termasuk pada daerah yang memiliki iklim dingin. Penelitian tentang hunian di Peru
dan di Tibet menunjukkan bahwa bangunan hunian dapat memberikan kenyamanan
termal pada penggunanya. Upaya berupa passive heating dan pengaturan komposisi
ruangan dapat memberikan kenyamanan tersendiri bagi pengguna (Nie, 2019;
Molina, 2021). Namun, penelitian seperti ini biasanya dilakukan pada daerah
dengan iklim yang ekstrim.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana iklim mempengaruhi
rancangan bangunan dan aktivitas penggunanya, yang mana dalam penelitian ini
adalah lansia. Kemudian dapat dilihat apakah bangunan hunian tersebut sudah
memberikan kenyamanan terhadap penggunanya atau belum, atau bagaimanakah
pengguna selama ini mampu mencapai kenyamanan baik itu kenyamanan termal
atau sirkulasi lainnya. Penelitian berfokus pada kawasan dataran tinggi yang berada
pada transisi dengan dataran rendah, memiliki iklim yang cenderung sejuk-dingin.
Objek yang diambil adalah salah satu rumah lansia yang berada di Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang.

2. KAJIAN TEORI
2.1. Iklim dan Arsitektur
Terdapat berbagai jenis iklim di bumi. Berdasarkan klasifikasi Köppen-Geiger,
secara garis besar iklim dibagi menjadi tropis, arid/kering, sedang, salju/dingin, dan
kutub. Peta persebaran iklim tersebut ditunjukkan oleh Figur 1. Berdasarkan peta
tersebut, Indonesia termasuk iklim hutan hujan tropis. Karakter dari hutan hujan
tropis adalah memiliki suhu terendah sekitar 18°C dan kelembaban pada masa
terkering lebih dari atau sama dengan 60 mm (Peel, 2007).
Iklim mempengaruhi aspek kehidupan manusia, bagaimana manusia dapat
bertahan hidup dalam iklim lingkungan huniannya. Iklim dalam bangunan dapat
diatur oleh rancangan bangunan tersebut. Terdapat beberapa fitur desain arsitektur
yang dipengaruhi iklim, yakni:
a. Paparan sinar matahari;
b. Perolejam panas matahari;
c. Konduksi dan konveksi dari panas sekitar;
d. Ventilasi alami dan pendinginan pasif bangunan (Givoni, 1998).
Figur 1. Peta Iklim Koppen-Geiger
Sumber: Beck, 2018

2.2. Arsitektur Biofilik


Istilah biophilia diciptakan pertama kali oleh psikolog Erich Fromm (1964), untuk
menggambarkan pemahaman “love of life” yang menjelaskan dua kecenderungan
dasar makhluk hidup: bertahan hidup dari ancaman kematian dan relasi positif satu
sama lain (Zhong, 2021). Pada arsitektur, biofilik berarti tentang bagaimana
arsitektur dapat terkoneksi dengan alam. Arsitektur biofilik merupakan suatu
pandangan dalam arsitektur, di mana alam, kehidupan, dan arsitektur bergabung
untuk menciptakan bangunan layak huni yang sesuai untuk memenuhi tuntutan,
batasan, dan penghargaan terhadap manusia dan lingkungan (Almusaed, 2011).
Arsitektur biofilik tidak hanya sekedar menerapkan bantuk alam, tetapi juga cara
efektif untuk melakukannya. Cara yang baik adalah dengan memahami dan
menghargai fitur dan proses dari alam terutama yang relevan dengan manusia
(Kellert, 2018).
Pada perkembangannya, biofilik memiliki berbagai macam framework yang
diusulkan dari tahun ke tahun. Penggunaan prinsip arsitektur biofilik ini juga
mendukung adanya keberlanjutan atau yang lebih dikenal sebagai sustainability
development. Masing-masing framework memiliki titik beratnya masing-masing
seperti yang dijelaskan Zhong (2021) pada Figur 2.
Figur 2. Framework Biofiilik dari tahun ke tahun
Sumber: Zhong, 2021
2.3. Lansia
Usia lansia dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: lansia-muda, 65-74
tahun; lansia-pertengahan 75-84 tahun; dan lansia-tua, >85 tahun (Lee, 2018).
Rentang umur lansia yang bervariasi ini menuntut suatu keberlanjutan lingkungan
pada hunian, seperti penggunaan energi atau aksesibilitas. Lingkungan hunian
memiliki tiga fungsi dalam kehidupan sehari-hari, yakni maintenance, simulation,
dan support (Hu, 2021). Tidak hanya menggunakan fitur pendukung pada
lingkungan hunian lansia, tetapi juga pnting untuk mengembangkan perilaku
adaptif yang sesuai untuk menghadapi perubahan kondisi lingkungan hunian,
terutama kondisi iklim. Perubahan iklim dapat mengancam kesehatan lansia karena
berkurangnya kemampuan fisik (Hoof, 2017).
Lansia memiliki kenyamanan termal yang berbeda dari orang muda. Banyak
lansia yang rentan terhadap cuaca ekstrim karena daya tahan tubuh menurun dan
berbgai isu kesehatan lainnya. Untuk mencapai kenyamanan termal, lansia dapat
mengatur dirinya sendiri atau mengatur kondisi termal lingkungan. Hal ini tentunya
disesuaikan dengan kebutuhan fisiologi lansia (Hoof, 2017).
3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Data pertama
yang diambil adalah kondisi iklim yang mencakup temperatur, kelembaban,
kecepatan udara, serta kondisi geografis lainnya pada tapak. Pengambilan data
menggunakan bantuan aplikasi, untuk mendapat data secara langsung, dan data
iklim dari BMKG Karangploso, Malang.
Data kedua adalah data mengenai kondisi bangunan hunian sebagai objek
penelitian. Pengambilan data dengan cara melakukan pengukuran secara langsung.
Data yang didapat berupa ukuran, material, serta kondisi bangunan terhadap tapak.
Selain pengukuran, juga dilakukan observasi pada interior bangunan pada pukul
09.00 – 17.00. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan kondisi
bangunan dan kebiasaan dari pengguna. Tahapan selanjutanya adalah melakukan
wawancara dengan pengguna untuk mengetahui pengalaman yang dirasakan oleh
pengguna selama menghuni bangunan tersebut.

4. HASIL DAN DISKUSI


4.1. Kondisi Iklim pada Tapak dan Bangunan
Kecamatan Lawang memiliki iklim tropis-sejuk. Letaknya yang berada pada
dataran tinggi membuat daerah ini memiliki udara yang sejuk dan angin berhembus
sepanjang waktu. Lokasi objek penelitian berada pada Jl. Pandowo, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Objek hunian menghadap ke arah Barat.

Gambar 1. Peta lokasi objek penelitian


Sumber: Google Earth, 2021

Berdasarkan data yang didapatkan (Tabel 1.), dapat diketahui bahwa


perbedaan suhu antara outdoor dan indoor tidak/memiliki perbedaan yang
signifikan. Kondisi cuaca saat pengukuran adalah cerah berawan. Perbedaan
temperatur setiap ruangan dipengaruhi oleh faktor bukaan. Bukaan berupa jendela,
pintu, ataupun ventilasi memiliki peran penting dalam pertukaran udara dan
sirkulasi cahaya serta panas matahari.

Tabel 1. Pnegukuran kondisi iklim pada objek penelitian


Outdoor – 9 Desember 2021, 10.30 WIB
Temperatur 26.9°C
Kelembaban 62%
Kecepatan udara 14.3 m/s
Indoor Temperatur ruangan
R. Tamu 27.4°C
R. Keluarga 26.6°C
Kamar tidur I 25.0°C
Kamar tidur II 26.2°C
Kamar tidur III (lt.2) 25.5°C
Kamar tidur IV (lt.2) 26.2°C
Dapur 25.2°C
K. Mandi 24.8°C
R. Makan 26.4°C
Sumber: Penulis, 2021

Berdasarkan data pada Figur 3. dapat diketahui bahwa temeperatur udara


sepanjang tahun tidak mengalami perubahan yang sigmifikan dan cenderung stabil.
Perbedaan setiap bulan yang terlihat adalah pada kelembabannya. Pada musim
hujan (Oktober-Maret), kelembaban udara cenderung tinggi. Sedangakan saat
musim kemarau, kelembaban udara lebih rendah. Dengan kondisi yang demikian
dapat disimpulkan bahwa saat musim kemarau udara terasa lebih kering namun
tetap sejuk.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Temperatur (°C) 23.71 24.26 23.87 24.46 24.58 24.15 23.05 23.62 24.07 24.58 24.24 24.64
Kelembaban 85.10 79.57 83.23 76.70 76.57 78.50 72.17 76.42 77.50 78.52 83.90 83.71

Figur 3. Data iklim BMKG Klimatologi Malang tahun 2021


Sumber: BMKG, 2021
4.2. Bangunan dan Pengguna

Gambar 2. Denah Lantai 1


Sumber: Penulis, 2021

Gambar 3. Denah Lantai 2


Sumber: Penulis, 2021
Observasi dilakukan padi setiap ruangan dan dilakukan dokumentasi untuk
memperjelas kondisi setiap ruangan (Tabel 2.). Setiap ruangan memiliki fitur
tersendiri yang memengaruhi kualitas ruangan tersebut. Fitur ini berupa bukaan
pintu, jendela, perabot, material, warna, dan lampu.

Tabel 2. Hasil Observasi Ruangan pada Bangunan


Ruangan Keterangan
Teras − Tirai/kerai diturunkan
dan saat siang hari untuk
sekeli- mengurangi intensitas
ling cahaya matahari
rumah − Sekeliling rumah
merupakan rumah
warga, dan di bagian
depan rumah adalah
lapangan rumput
Ruang − Pemakaian hanya ketika
tamu ada tamu atau acara
− Terdapat aquarium ikan
− Tirai jendela dibiarkan
terbuka selama pagi-sore
hari
− Terdapat dua pintu yang
hanya ditutup dengan
tirai (tanpa daun pintu)
− Lantai menggunakan
keramik berwarna hijau

Ruang − Untuk menonton TV,


TV/ membaca, menulis,
keluarga ibadah
− Ketika lampu dimatikan,
akan sangat gelap
meskipun pada siang
hari
− Pintu yang
menghubungkan ruang
TV dengan ruang makan
dibiarkan terbuka
sepanjang hari dan
ditutup saat akan tidur
− Lantai menggunakan
ubin teraso lama
Kamar − Istirahat dan bersiap-siap
tidur I − Memperoleh cahaya
matahari dari jendela
− Lantai menggunakan ubin
teraso lama

Kamar − Kamar tamu


tidur II − Menggunakan pintu geser
untuk memaksimalkan
penggunaan ruangan
− Plafon lebih tinggi
daripada ruang TV, ruang
tamu, dan kamar tidur I
− Pemakaian keramik pada
dinding sebagai respon
terhadap dinding yang
menjadi lembab karena
posisi dekat dengan kolam
tetangga
− Jendela menghadap ke
arah tembok, sehingga
tidak ada input untuk
cahaya alami
Dapur − Masak
− Terdapat tangga sebagai
transportasi vertikal
− Lampu selalu dinyalakan
sepanjang hari
− Jendela sebagai sirkulasi
udara

Tangga − Kemiringan tangga


curam
− Ukuran riser dan thread
adalah 30 cm

Koridor − Sebagai akses keluar


masuk (pintu samping)
− Pintu berwarna hijau
dibuka sepanjang hari
dan ditutup saat
malam/menjelang tidur
Ruang − Makan, bersantai
makan − Terdapat skylight
− Lampu dinyalakan
hanya ketika akan
makan

Kamar − Mandi dan cuci baju


mandi − Lampu dinyalakan
sepanjang hari

Lantai 2

Koridor − Sebagai akses dari


tangga menuju kamar
Kamar − Isitrahat, membaca,
tidur III mendengarkan radio
− Terdapat serambi
− Lampu dinyalakan
hanya saat malam
− Menggunakan pintu
geser untuk
menghubungkan ruang
tidur dengan koridor
− Sisi dinding yang
berwarna putih berbahan
tripleks

Kamar − Setrika, kamar tamu


tidur IV (biasanya untuk
siswa/mahasiswa bidan
yang sedang magang)

Sumber: Penulis, 2021


Berdasarkan penyajian pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa setiap ruangan
memiliki kualitas yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana cahaya alami
matahari mampu memberikan penerangan pada setiap ruangan. Hanya beberapa
ruangan saja yang mampu memanfaatkan cahaya matahari sebagai penerangan
alami seperti pada ruang tamu, kamar tidur I, dan kamar tidur III, selain itu harus
menggunakan lampu sebagai penerangan.
Pada konsep biofilik, bangunan hunian ini memiliki beberapa hal yang ingin
dicapai. Hal yang paling terlihat adalah warna dari dinding yang dominan berwarna
hijau. Warna hijau mampu memberikan ketenangan dan kesegaran pada hunian.
Selain itu juga terdapat tanaman yang diletakkan di teras dan di serambi atas.
Namun seperti permasalah sebelumnya, cahaya matahari tidak dapat bekerja secara
maksimal pada bangunan ini, sehingga hunian terkesan dingin meskipun penghuni
sudah terbiasa seperti itu.
Wawancara dengan penghuni menunjukkan bahwa adanya pengaruh dari
kebiasaan bertahun-tahun membuat penghuni tidak terlalu mempermasalahkan hal-
hal yang masih kurang. Namun, tentang pencahayaan, jika dibandingkan dengan
cahaya lampu, penghuni sebenarnya lebih nyaman menggunakan cahaya matahari
sebagai penerangan alami.

Tabel 3. Data Penghuni dan Aktivitasnya


Keterangan Penghuni I Penghuni II
Identitas Wanita Pria
75 tahun 85 tahun
Aktivitas Aktif - Bidan (periksa Aktif - Pensiunan,
pasien, memantau klinik), menonton TV, membaca,
menonton TV, memasak, menulis, ibadah pagi,
membaca, ibadah pagi, merawat tanaman,
mandi, tidur menyapu, mandi, tidur
Ruangan yang sering Ruang TV, kamar tidur I Kamar tidur III, teras,
digunakan dan II, kamar mandi kamar mandi
Sumber: Penulis, 2021

Fitur rumah yang kurang nyaman adalah tangga. Tangga pada rumah ini
terpaksa curam dan memiliki jarak yang besar karena ruang untuk tangga sangat
minim. Namun, hal tersebut dianggap oleh penghuni, khususnya penghuni II,
sebagai hal yang biasa. Meskipun terdapat kamar II yang kosong, penghuni lebih
memilih berada di atas, karena mendapatkan privasi dan konektivitas ke alam lebih
banyak melalui serambi. Jika ada cara meletakkan tangga agar tidak terlalu curam
itu lebih baik.
4.3. Konsep Hunian bagi Lansia
Berdasarkan uraian analisis pada sub-bab sebelumnya, permasalahan yang menjadi
fokus adalah pencahayaan. Gambar 4. Menggambarkan arah datangnya cahaya
matahari ke dalam ruangan. Semakin dalam ruangan, semakin sedikit cahaya yang
masuk. Maka, diusulkan sebuah cara untuk mendapatkan cahaya alami selain
melalui jendela ataupun pintu, yakni dengan menggunakan skylight.
Skylight diletakkan di atas ruang keluaraga dan koridor tengah. Peletakkan
ini juga mempertimbangkan posisi lantai 2, apakah bertabrakan atau tidak. Skylight
yang digunakan tidak hanya satu lubang, melainkan bisa mencapai 3-4 lubang
skylight.
Selain skylight, rancangan bangunan khususnya untuk ruangan yang tidak
bisa menggunakan skylight, menggunakan ventilasi tambahan pada atas pintu atu
dinding yang masih masif seperti pada ruang tamu. Ventilasi ini dirancang agar
dapat memasukkan dan memantulkan cahaya yang didapatkan dari ruangan
sebelahnya.

Gambar 4. Arah cahaya matahari awal


Sumber: Penulis, 2021
Gambar 5. Arah cahaya matahari baru
Sumber: Penulis, 2021

5. KESIMPULAN
Studi kasus menunjukkan bahwa pengguna memiliki penilaian tersendiri untuk
kenyamanan sebuah hunian. Usulan rancangan berfokus pada cahaya karena
mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan pengguna yang mana untuk aspek
lain seperti termal ataupun udara tidak menjadi masalah. Perlu diperhatikan batasan
pada penelitian ini, yaitu penghuni adalah lansia yang masih sehat dan aktif dalam
beraktivitas, yang dibuktikan dengan tidak adanya asisten rumah tangga atau
perawat. Konteks lokasi juga perlu diperhatikan agar setiap penelitian mendatang
tetap harus mempertimbangkan keadaan eksisting.

DAFTAR PUSTAKA
Almusaed, A. (2011). Biophilic and Bioclimatic Architecture. New York: Springer.
Beck, H. E., & Zimmermann, N. E. (2018). Present and future Köppen-Geiger
climate classification maps at 1-km resolution. Scientific Data.
BMKG. (2021). Laporan Harian Iklim. Malang: BMKG Klimatologi Malang.
Hoof, J. V., Schellen, L., & Soebarto. (2017). Ten questions concerning thermal
comfort and ageing. Building and Environment, 123-133.
Hu, X. (2021). Environmental sustainability and the residential environment of the
elderly: A literature review. Building and Environment.
Kellert, S. R. (2018). Nature by Design: The Practice of Biophilic Design. London:
Yale University.
Lee, S. B., & Oh, J. H. (2018). Differences in youngest-old, middle-old, and oldest-
old patients who visit the emergency department. Clinical and Experimental
Emergency Medicine, 5(4). doi:10.15441/ceem.17.261
Molina, J. R., & Lefebvre, G. (2021). Bioclimatic approach for rural dwellings in
the cold, high Andean region: A case study of a Peruvian house. Energy &
Buildings. doi:doi.org/10.1016/j.enbuild.2020.110605
Nie, Q., & Zhao, S. (2019). An investigation on the climate-responsive design
strategies of vernacular dwellings in Khams. Building and Environment.
doi:doi.org/10.1016/j.buildenv.2019.106248
Zhifeng, W. (2021). The influence of greenspace characteristics and building
configuration on depression in the elderly. Building and Environment, 188.
doi:doi.org/10.1016/j.buildenv.2020.107477
Zhong, W., Schroder, T., & J, B. (2021). Biophilic design in architecture and its
contributions to health, well-being, and sustainability: A critical review.
Frontiers of Architectural Research.

Anda mungkin juga menyukai