Anda di halaman 1dari 6

Karya Tulis Sobat Bumi Scholarship 2022

Vellina Septiani Saragi

Mahasiswa Psikologi, Universitas Sumatera Utara

Tema : “Peduli dan Beraksi Mengurangi Pemanasan Global”

Judul : Penerapan Konsep Green Building Sebagai Cara Mengurangi Pemanasan Global

PENDAHULUAN

Kerusakan lingkungan tanpa disadari kini telah menjadi fokus penting di seluruh
Negara. Pemanasan global menjadi topik hangat yang muncul akhir-akhir ini akibat
permasalahan lingkungan dikarenakan aktivitas kebutuhan manusia yang terus bertambah.
Pemanasan global (global warming) merupakan isu global, karena tidak hanya dialami atau
menimpa bangsa Indonesia saja, melainkan hampir seluruh warga bumi merasakan dampak
yang ditimbulkannya. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) melaporkan bahwa enam bulan
pertama di tahun 2016 telah memecahkan rekor catatan pemanasan global sebelumnya. Suhu
rata-rata global pada tahun 2016, 0,07 derajat Celcius lebih tinggi ketimbang tahun 2015.

Pemanasan global (global warming) merupakan proses diserapnya panas matahari oleh
lapisan atmosfer bumi yang sangat tipis, kemudian dipantulkan kembali ke luar angkasa dalam
bentuk sinar infra merah. Terjebaknya radiasi sinar infra merah kedalam atmosfer bumi yang
tipis tersebut menjadikan atmosfer semakin panas. Pemanasan global (global warming) dapat
diartikan juga sebagai peningkatan rata-rata temperatur udara dan air di dekat permukaan tanah
di planet bumi dalam tahun-tahun terakhir ini dan diperkirakan akan terus berlangsung atau
berkelanjutan.

Beberapa hal yang dapat memicu pemanasan global, salah satunya adalah penyempitan
lahan terbuka hijau, efek rumah kaca, dan pembangunan yang tidak memperhatikan
lingkungan. Gejalanya hanya dirasakan oleh seseorang yang beraktifitas didalam ruangan atau
bangunan. Gejalanya tidak terlalu terlihat secara spesifik, namun terdapat penurunan kesehatan
karena terlalu buruknya kualitas udara. Indikasi buruknya kualitas udara dalam ruangan
diakibatkan oleh beberapa hal yang diantaranya adalah suhu ruangan yang kurang baik,
pencahayaan yang minim, karbon dioksida, ventilasi yang kurang mendukung, kelembaban
ruangan yang buruk akibat kurangnya sinar matahari yang masuk kedalam ruangan, dan
kondisi lingkungan yang sudah kehilangan ruang-ruang terbuka hijau yang menyumbat udara
segar sehingga keberadaannya sudah sangat terbatas. Dalam Deklarasi Copenhagen, UIA
(Union internationale des Architectes) menyampaikan betapa bangunan dan industri konstruksi
berdampak kepada perubahan iklim serta pemanasan global yang terjadi saat ini.

PEMBAHASAN

Secara terminologi, pemanasan global (global warming) adalah suatu contoh spesifik
dari istilah perubahan iklim yang lebih luas. Dapat juga mengacu pada pendinginan global.
Dalam penggunaan umum, istilah ini mendasarkan pada pemanasan umum dan
mengimplikasikan pengaruh manusia. UNFCCC yang merupakan Forum Kerangka Kerja
Konvensi Perubahan Iklim PBB, menggunakan istilah perubahan iklim untuk perubahan yang
disebabkan oleh manusia dan tingkat perubahan iklim, untuk perubahan-perubahan lainnya.

Meningkatnya pemanasan global (global warming) sangat memprihatinkan masa depan


bumi. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebih mengakibatkan merosotnya kualitas alam.
Hal tersebut tentu saja berdampak bagi manusia karena pemanasan global akan sangat
merugikan. Pemanasan global terjadi dikarenakan kebutuhan dan aktivitas manusia terus
bertambah akibatnya hal tersebut menimbulkan beberapa dampak, yang jika tidak segera
diatasi, akibatnya bisa sangat fatal: lapisan es di kutub akan mencair dan permukaan air laut
akan naik. Gelombang panaspun akan mengacaukan iklim dan menimbulkan badai dahsyat
serta akan memporakporandakan bangunan di berbagai kota. Penipisan lapisan ozon,
perubahan iklim dan meningkatnya suhu bumi.

Beberapa hal yang dapat memicu pemanasan global, salah satunya adalah penyempitan
lahan terbuka hijau, efek rumah kaca, dan pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan
(Roshaunda, 2019). Pembangunan hunian terutama rumah semakin marak dilakukan baik oleh
individu maupun pengembang. Kebutuhan akan rumah telah banyak dan akan terus meningkat
seiring dengan meningkatnya tingkat penduduk dan tingkat rumah tangga khususnya di
Indonesia.

Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 8 tahun 2010, bangunan
ramah lingkungan (green building) adalah suatu bangunan yang menerapkan prinsip
lingkungan dalam perancangan, pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaannya dalam
aspek penting penanganan dampak perubahan iklim. Prinsip lingkungan yang dimaksud adalah
mementingkan unsur pelestarian fungsi lingkungan. Dalam Peraturan Menteri PUPR No. 02
tahun 2015 tentang bangunan hijau (Kemen PUPR, 2015), sebenarnya sudah mencantumkan
bangunan untuk hunian agar menerapkan green building, namun penilaiannya tidak menjadi
wajib (mandatory) melainkan hanya disarankan (recommended) mengikuti persyaratan.

Konsep ini terus digencarkan pada pembangunannya sebagai salah satu ikhtiar
antisipasi perubahan iklim gelobal atau dapat menjadi solusi pembangunan dalam mengurangi
dampak global warming. “Dengan konsep hemat energi yang tepat, konsumsi suatu gedung
dapat diturunkan hingga 50%, dengan hanya menambah 5% dari biaya pembangunan gedung
biasa.” Green Building dibangun dengan perencanaan efesiensi energi secara modern. Selain
dari sisi design bangunan yang dirancang guna memudahkan masuknya sinar matahari sebagai
pencahayaan alami, perancangan green building juga mampu meminimalisir penggunaan
lampu listrik dan memudahkan keluar masuknya udara dari ventilasi yang terbuka sebagai
pengganti beban Air Condition (AC).

Beberapa negara tertentu telah menerapkan konsep green building dengan


mengeluarkan rating tools. Indonesiapun kini telah memiliki sistem rating yang bernama
Greenship Rating Tools yang dikeluarkan oleh GBC Indonesia (Green Building Council
Indonesia). Dengan adanya sistem rating yang dibuat GBC Indonesia ini, dapat menjadi tolok
ukur yang mudah dipahami masyarakat tentang bagaimana implementtasi green building untuk
hunian. Untuk itu konsep green building cocok digunakan untuk menangani perubahan iklim
yang saat ini semakin menghawatirkan.

Beberapa penelitian terdahulu telah melakukan penelitian terkait green building


diantaranya penelitian yang dilakukan oleh (Roshaunda, 2019), dengan artikel yang berjudul
“Penilaian Kriteria Green Building pada Bangunan Gedung Universitas Pembangunan Jaya
Berdasarkan Indikasi Green Building Council Indonesia”. Berkesimpulan bahwa penerapan
green building pada konsep suatu bangunan dapat menjadi solusi pemanasan gelobal yang
bersumber dari aktivitas manusia terkait pembangunan yang terus-menerus bertambah.

Berikut adalah beberapa contoh foto penerapan green building

1. Menyisakan lahan untuk tanaman.

Keberadaan tanaman penting untuk mewujudkan rumah yang asri dan sejuk. Jika lahan rumah
tidak memadai, kita masih bisa menyiasatinya dengan membuat taman vertikal (vertical
garden).
2. Sistem pencahayaan alami yang memadai.

Rumah yang selaras dengan lingkungan juga tidak bisa dipisahkan dari sistem pencahayaan
alami. Berbagai sistem pencahayaan alami berupa jendela, loster, dan skylight patut menjadi
andalan. Supaya rumah mendapatkan cahaya alami yang memadai sejak pagi hingga sore hari.
Suasana rumah akan semakin sehat dan selalu terang dengan dukungan cahaya alami tersebut.

3. Menggunakan dinding bata.

Batu bata tidak hanya murah, tetapi juga efektif meminimalkan panas dan tidak mudah
menyerap air.
PENUTUP

Bangunan ramah lingkungan benar-benar menghindarkan banyak masalah kesehatan.


Mulai dari ventilasi udara, material bangunan bebas racun, pencahayaan, dan sebagainya. Hal-
hal yang selama ini jadi kekhawatiran penghuni rumah dan banyak dibagi solusinya.

Kesadaran dan pemahaman masyarakat akan lingkungan, masih minim. Hal itu menjadi
penyebab utama yang membuat hunian memiliki dampak terhadap pemanasan global. Selain
itu, perubahan iklim menjadi dampak yang paling dirasakan oleh masyarakat dari
pembangunan hunian (rumah).

Pemahaman masyarakat mengenai green building mungkin lebih didominasi pada


pemahaman yang merujuk perancangan yang ramah lingkungan dan penghijauan pada
bangunan. Penerapan yang paling banyak dilakukan masyarakat dengan cara memaksimalkan
penghijauan di dalam bangunan dan menghemat penggunaan listrik.

Oleh karena itu, ada baiknya kita melakukan sosialisasi kepada masyarakat atau orang-
orang terdekat kita terlebih dahulu mengenai pemahaman akan lingkungan dan penerapan
green building.
Referensi
Camelia. (2011). Sick Building Syndrome Dan Indoor Air Quality. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 79–84.

Indonesia, B. P. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia Indonesia Population Projection 2010-


2035. Badan Pusat Statistik Indonesia.

Rahmawati. (2020). Pengaruh kualitas udara dalam ruangan bagi performa akademik pelajar:
sebuah tinjauan literatur . Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 34– 39.

Rahmy. (2012). Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota pada Kawasan. Lingkungan Binaan
Indonesia,, 27–38.

Roshaunda. (2019). Penilaian Kriteria Green Building Pada Bangunan Gedung Universitas
Pembangunan Jaya Berdasarkan Indikasi Green Building Council Indonesia.
Widyakala Journal, 6(29), 15–25.

Sucipto. (2017). Kajian Penerapan Green Building Pada Gedung Bank Indonesia Surakarta.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Dan Kejuruan, 17-24.

Tanuwidjaja, G. (2011). Desain Arsitektur Berkelanjutan Di Indonesia : Hijau Rumahku Hijau


Negeriku. Surabaya: Arsitektur Universitas Kristen Petra.

WMO. (2017). WMO statement on the status of the global climate in 2012. . World
Meteorological Organization.

Anda mungkin juga menyukai