Anda di halaman 1dari 27

DAMPAK EKONOMI TERHADAP PENERAPAN BASEL III

MAKALAH

Oleh:
Dede Rukmana
55120120097

Pembimbing:
Dr. Sudjono, M.Acc.

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2022
ABSTRAK
Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 telah mendorong
pemimpin Negara yang tergabung dalam G-20 untuk mendeklarasikan upaya
internasional yang bertujuan meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan regulasi di
sector keuangan melalui penguatan kuantitas permodalan sector perbankan. Hal ini
didasari terhadinya krisis keuangan global tahun 2008 lalu salah satunya disebabkan
oleh tingkat leverage yang berlebihan di system perbankan baik untuk posisi yang
tercatat di neraca (on-balance sheet) maupun di rekening administrative (off-balance
sheet). Hasil final rekomendasi dimaksud kemudian diterbitkan oleh Basel III: A
Global Regulatory Framework for More Resilient Banks and Banking System pada
Desember 2010. Secara umum kesepakatan Basel II terdapat 3 komponen utama yakni
permodalan, likuiditas dan leverage ratio. Penerapan permodalan Basel III memiliki
dampak yang akan bervariasi di berbagai negara tergantung pada jumlah eksposur yang
terkena dampak. Studi ini akan menjelaskan secara umum tentang aturan Basel III dan
dampak yang ditimbulkan atas penerapannya terhadap sector keuangan dan
makroekonomi secara global. Tujuan aturan Basel III yang diluncurkan oleh Bank for
International Settlement adalah untuk membuat perbankan di level global lebih tahan
terhadap guncangan ekonomi yang terjadi sehingga kebangkrutan akibat krisis
sebelumnya tidak terjadi di masa yang akan datang.
Kata kunci: Basel III; Dampak Ekonomi; Krisis Keuangan; Perbankan.

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan karunia-Nya berupa ilmu pengetahuan, kesehatan serta petunjuk

sehingga makalah dengan judul “Dampak Ekonomi Terhadap Penerapan Basel III” ini

dapat diselesaikan tepat waktu. Shalawat beserta salam semoga dicurahkan kepada

Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya dan para pengikutnya.

Makalah ini ditulis merupakan Tugas Besar sebagai salah satu komponen

persyaratan untuk menyelesaikan mata kuliah Manajemen Risiko di semester III

Fakultas Pascasarjana, Jurusan Magister Management di Universitas Mercu Buana.

Saya memiih tema ini sebagai tema Tugas Besar 2 mata kuliah Manajemen Risiko

karena begitu menarikanya Basel III baik dari segi pengaturannya, daya mengikatnya,

maupun manfaatnya di sector perbankan dan perekonomian.

Saya menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak selama ini,

maka mustahil pencapaian ini dapat saya raih. Maka dari itu, dengan segala kerendahan

hati saya mengucapkan terima kasi kepada:

1. Dr. Sudjono, M.Acc., selaku dosen mata kuliah Risk Management yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan ilmu terkait manajemen

risiko yang sangat penting dan berharga.

2. Keluarga yang telah mendukung secara moril dan material.

3
Ahir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas berlipat ganda atas

segala kebaikan dan juga senantiasa mencurahken kebaikan, kesuksesan serta

kesehatan kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini dapat

membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama terkait manajemen

risiko dan Basel III. Terima kasih.

Depok, 19 Januari 2022

Penulis

4
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................ 2
KATA PENGANTAR .............................................................................................. 3
BAB I ........................................................................................................................ 7
PENDAHULUAN .................................................................................................... 7
Latar Belakang .......................................................................................................... 7
Rumusan Masalah ..................................................................................................... 9
Batasan Masalah........................................................................................................ 9
Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 9
BAB II ..................................................................................................................... 10
KAJIAN PUSTAKA ............................................................................................... 10
Bank Indonesia ........................................................................................................ 10
Basel I...................................................................................................................... 10
Basel II .................................................................................................................... 11
Basel III ................................................................................................................... 12
Teori Legitimasi ...................................................................................................... 13
BAB III ................................................................................................................... 14
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 14
Respon terhadap Krisis Finansial Global ................................................................ 14
Kelemahan Basel II ................................................................................................. 15
Gambaran Umum Aturan Basel III ......................................................................... 16
Tabel 1.1 .................................................................................................................. 17
BASEL III Regulatory Framework ......................................................................... 17
Definisi Modal (berdasarkan consultative paper Bank Indonesia) ........................ 18
Dampak Ekonomi Makro Penerapan Basel III ....................................................... 19
Tabel 1.2 .................................................................................................................. 21
Dampak Ekonomi Makro Kewajiban Modal menurut Basel III Tahun 2015 ......... 21
Table 1.3 .................................................................................................................. 22
Dampak Ekonomi Makro Kewajiban Modal Menurut Basel III Tahun 2019 ........ 22

5
Dampak terhadap Pembiayaaan Perdagangan (Trade Finance) ............................. 23
PENUTUP ............................................................................................................... 25
Kesimpulan ............................................................................................................. 25
Saran ........................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 27

6
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dunia perbankan merupakan dunia penuh dinamika, tentunya di samping

peranan penting yang dimilikinya dalam perekonomian suatu negara ataupun dunia.

Dunia perbankan sendiri termasuk ke dalam system keuangan yang pada dasarnya

merupakan suatu kesatuan system yang dibentuk dari semua Lembaga keuangan yang

ada dan kegiatan utamanya di bidang keuangan adalah menarik dana dari masyarakat

dan menyalurkan kepada masyarakat pula.

Fenomena Subprime mortgage yang mengakibatkan terjadinya efek domino

yang berujung kepada runtuhnya kejayaan raksasa investasi Lehman Brother, JP

Morgan, Morgan Stanley, Goldman Sanch yang lebih focus pada bisnis finansial

menyadarkan pelaku perbankan bahwa kesepakatan Basel I dan Basel II belum cukup

untuk mengantisipasi risiko usaha perbankan. Kesepakatan Basel I ini mengatur perihal

standar berapa modal yang harus disisihkan Bank sebagai perlindungan terhadap risiko

keuangan dan operasional yang akan dihadapi Bank, yang pada intinya Basel I ini

memperhitungkan Kredit Risiko Pasar dan Risiko Operasional namun masih dalam

tahap yang sederhana dan disempurnakan secara detail melalui kesepakatan Basel II

dengan parameter risiko yang kuantitatif dan definitif.

Demi menyelamatkan bank dari ancaman kebangkrutan paska krisis keuangan

global pada tahun 2008 – 2009, the Basel Committee of Banking Supervision (BCBS)

7
membuat serangkaian kebijakan yang secara substantial merevisi ketentuan tentang

kewajiban modal perbankan yang sudah berjalan. Restrukturisasi mendasar di sector

keuangan melalui perubahan aturan dan pendekatan diharapkan dapat memperkuat

ketahanan perbankan dalam menghadapi krisis yang terjadi di kemudian hari. Aturan

baru pernguatan modal dan likuiditas perbankan disebut (The new Basel 3 capital and

liquidity requirements) telah disepakati oleh para pemimpin negara di forum G-20

dalam summit meeting G-20 di seoul pada bulan November 2010). Secara umum

kesepakatan Basel III terdapat 3 komponen Utama yakni permodalan, likuiditas dan

leverage ratio. Terkait permodalan ada tiga modal tambahan yang harus disiapkan

bank, yakni countercyclical buffer, capital conservation buffer dan capital surcharge.

Ketiga permodalan tambahan tersebut dipersiapkan untuk menghadapi perubahan dan

goncangan yang mempengaruhi kinerja dari perbankan. Dalam kesepakatan Basel III,

perbankan diwajibkan mencadangkan modal kualitas tinggi (core tier-1) sebesar 4,5%

dari asetnya, ditambah modal penyangga sebesar 2,5% jika terjadi goncangan, atau

menjadi 7% di tahun 2016, serta harus menyediakan modal penyangga lagi sebesar

2,5% atau total 9,5% di tahun 2019.

Bank for International Settlement (BIS) yang merupakan kumpulan dari para

gubernur bank sentral dunia Kembali bertemu pada tanggal 23-24 Juni 2011 di Swiss.

Dalam pertemuan tersebut dibahas tentang Langkah dan upaya sector perbankan untuk

menghadapi krisis yang mungkin terjadi di masa yang akan dating. Dalam pertemuan

tersebut juga telah dimatangkan aturan Basel III sebagai kelanjukan dari Basel II yang

8
disebut Basel III: A global Regulatory Framework for more Resilient Banks and

Banking Systems.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah yang ingin dicapai adalah sebagai

berikut:

1. Seperti apakah gambaran umum aturan Basel III?

2. Apa latar belakang yang memunculkan aturan Basel III?

3. Dampak apa yang ditimbulkan atas penerapan Basel III pada sector keuangan dan

makroekonomi?

Batasan Masalah
Tulisan ini menjelaskan secara umum tentang aturan Basel III tersebut diata

dan dampak yang ditimbulkan atas penerapannya terhadap sector keuangan dan

makroekonomi secara global.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari tulisan ini adalah memberikan Selayang pandang pemahaman

kepada pembaca tentang gambaran umum aturan Basel III, latar belakang yang

memunculkan aturan tersebut dan dampak yang ditimbulkan atas penerapannya di

sector keuangan dan makroekonomi.

9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) adalah Bank Sentral Republik Indonesia yang

merupakan lembaga negara independen dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali

untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang tentang Bank

Indonesia.

Basel I
Komite Basel (The Basel Committee) untuk pengawasan perbankan

dicetuskan pada tahun 1974. Pembentukan Komite Basel telah diprakarsaia oleh

gubernur Bank sentral The Group of Ten (G10), dengan focus pada regulasi dan

praktek pengawasan perbankan. Negara-negara yang termasuk dalam G10 adalah:

- Amerika Serikat

- Belanda

- Belgia

- Inggris

- Italia

- Jepang

- Jerman

- Kanada

10
- Perancis

- Swedia

- Swiss

Komite Basel untuk pertama kali menetapkan metodologi yang dibakukan

dalam penghitungan besarnya “modal berdasarkan risiko” (risk-based capital) dari

suatu Bank yang perlu disediakan. Komite Basel untuk pertama kali

mempublikasikan “Kesepakatan Basel Pertama” (the First Basel Capital Accord)

pada 1988.

Basel II
Basel II merupakan sebuah kerangka kerja yang menawarkan sebuah

standar baru untuk menetapkan persyaratan modal minimum bagi organisasi

perbankan yang aktif secara internasional yang disiapkan oleh Komite Basel.

Kesepakatan Basel II menggunakan pendekatan baru untuk penilaian dan

pengawasan bank. Kerangka baru Basel II dirancang mencakup tiga konsep yang

dikenal sebagai tiga pilar. Ketiga pilar yang dimaksud adalah:

a. Kewajiban penyediaan modal minimum

- Persyaratan modal untuk risiko pasar

- Persyaratan modal untuk risiko kredit

- Persyaratan modal untuk risiko operasiona

b. Tinjauan berdasar regulasi

- Penilaian terhadap proses alokasi modal internal perbankan

11
- Kemungkinan untuk meletakkan modal tambahan terhadap institusi

perbankan tertentu

c. Disiplin pasar yang efektif

- Perbaikan praktik terhadap pengungkapan risiko

- Pelaku pasar harus dapat menilai kecukupan modal perbankan

Basel III
Hasil final rekomentasi yang diterbitkan Basel III adalah “A global

regulatory framework for more resilient banks and banking system pada Desmber

2010. Secara umum Basel III terdapat tiga komponen utama yakni: Permodalan,

Likuiditas dan Leverage Ratio. Terkait permodalan ada tiga modal tambahan yang

harus disiapkan bank, yakni countercyclical buffer, capital conservation buffer,

dan capital surcharge. Ketiga permodalan tambahan tersebut dipersiapkan untuk

menghadapi perubahan dan goncangan yang mempengaruhi kinerja dari

perbankan. Dalam kespakatan Basel III, perbankan diwajibkan mencadangkan

modal kualitas tinggi (core tier-1) sebesar 4,5% dari asetnya, ditambah modal

penyangga sebesar 2,5% jika terjadi goncangan, atau menjadi 7% di tahun 2016,

serta harus menyediakan modal penyangga lagi sebesar 2,5% atau total menjadi

9,5% di tahun 2019.

12
Teori Legitimasi
Teori legitimasi menegaskan perusahaan terus berupata untuk memastikan

bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat

atau lingkungan dimana perusahaan berada, dimana mereka berusaha untuk

memastikan bahwa aktifitas mereka diterima oleh pihak luar sebagai suatu yang

“sah” (Deegan, Rankin & Tobin, 2002). Semantara itu, Deephouse & Suchman

(2008) menyebutkan legitimasi bisa juga berupa legitimasi kognitif dan legitimasi

sosiopolitik. Legitimasi kognitif mengacu pada penyebaran pengetahuan tentang

suatu usaha baru. Legitimasi sosiopolitik mengacu pada proses dimana para

pemangku kepentingan utama, masyarakat umum, pejabat pemerintah menerima

sebuah usaha sebagai mestinya yang didasarkan pada kepatuhan perusahaan

terhadap norma dan undang-undang.

Dalam perbankan agar tidak timbu legitimasi gap, Basel Committee on

Bank Supervision (BCBS) hadir sebagai forum internasonal yang bekerjasama

dalam hal pengawasan perbankan. Mandate komite ini adalah untuk memperkuat

regulasi, pengawasan dan praktik bank di seluruh dunia dengan tujuan

meningkatkan stabilitas keuangan. Peraturan yang dikeluarkan BCBS sikerja

dengan Basel Accord yang merupakan sejumlah set regulasi perbankan yang dibuat

oleh BCBS. Aturan yang saat ini terdiri dari Basel I, II dan III ini memberi

rekomendasi tentang peraturan perbankan terhadap risiko modal, risiko pasar dan

risiko operasional.

13
BAB III

PEMBAHASAN
Respon terhadap Krisis Finansial Global

Krisis keuangan global yang terjadi sejak 2008 tak dapat dipungkiri telah

membuka tabir berbagai kelemahan sistemik dalam struktur manajemen risiko

perbankan. Hal ini membuat aturan dan kebijakan yang dapat meningkatkan stabilitas

sector keuangan dan mengengah efek negative terhadap perekonomian dari krisis yang

mungkin terjadi di masa yang akan datang.

Pentingnya penjagaan yang berkelanjutan terhadap kestabilan sector keuangan

disebabkan sector tersebut memainkan peranan yang sangat signifikan dalam fungsi

ekonomi. Selain sebagai penyedia lapangan kerja yang utama, sector keuangan juga

menentukan arus lalu-lintas keuangan seperti tabungan masyarakat, dan system

pembayaran sebagai urat nadi kehidupan perekonomian di setiap negara. Oleh karena

itu, menjaga dan memelihara tingkat kepercayaan semua pelaku ekonomi adalah

Langkah yang sangat menentukan.

Salah satu regulasi keuangan yang penting untuk memastikan kestabilan system

perbankan adalah aturan tentang penguatan modal dan likuiditas perbankan global.

Basel III dikeluarkan sebagai aturan tersebut yang berfungsi sebagai shock absorber

bagi perbankan untuk menghadapi krisis keuangan dan tekanan ekonomi. Pada bulan

Desember 2010, the Based Committee on Banking Supervision (BCBS) mengeluarkan

dua buah dokumen “Basel III: A global regulatory framework for more resilient banks

14
and banking systems (edisi revisi dikeuarkan di bulan Juni 2011)”, dan “Basel III:

International framework for liquidity risk measurement, standards and monitoring”

(Accenture, 2011).

Kelemahan Basel II

Dampak buruk dari krisis finansial yang diikuti dengan resesi global segera

direspon oleh the Basel Committee on Banking Supervision dengan merancang

Kembali aturan system perbankan global yang dikenal dengan Basel II (Basel Accord).

Kesepakatan tersebut pada dasarnya telah mencakup semua issue termasuk standar

likuiditas, kredit, manajemen risiko pasar dan operasional, dan standar akuntansi.

Meskipun demikian, hal utama yang diatur dalam Basel II terssebut adalah kewajiban

bank untuk memeuhi ketentuan minimal rasio Tier I Capital terhadap aktiva tertimbang

menurut risiko (risk-weighted assets) sebesar 4% (Tier I capital yaitu modal inti yang

benar-benar disetorkan kepada bank dalam bentuk ekuitas atau paid up share capital).

Tier I capital terdiri dari saham biasa (common stock) dan cadangan yang dilaporkan

(disclosed reserves). Tujuan dari kewajiban modal tersebut adalah untuk

mengantisipasi bank terhadap kerugian yang tidak diharapkan seperti yang terjadi

selama krisis keuangan yang terahir (2008).

Walaupun Basel II telah dirancang untuk memperkuat sector perbankan dalam

menghindari kerugian besar yang akan timbul karena krisis keuangan global, namun

15
serangkaian imbas krisis menunjukan bahwa Basel II ternyata memiliki banyak

kelemahan antara lain :

- Rasio kewajiban modal sebesar 4% ternyata tidak cukup kuat menghadapi kerugian

besar yang dialami akibat krisis

- Tanggung jawab untuk mengukur tingkat risiko tertimbang asset bank diserahkan

kepada perusahaan penilai (rating agencies), yang terbukti sangat rentan terhadap

potensi konflik kepentingan.

- Kewajiban modal bersifat pro-cyclical: Jika ekonomi global dalam keadaan bagus

dan harga-harga asset meningkat, risiko antara negara dan rekanan di sector

keuangan yang berhubungan dengan peminjam cenderung menurun, sehingga

kewajiban modal menjadi lebih rendah; namun dalam keadaan resesi ekonomi,

yang terjadi adalah sebaliknya yang berdampak pada kenaikan kewajiban modal

dan pengetatan kredit

- Basel II memberikan insentif kepada proses sekuritiasasi, yaitu lembaga keuangan

yang menjadikan kredit mereka menjadi sekuritas berjaminkan asset (asset backed

securites) kemudian mengeluarkannya dari neraca (off balance sheet) sehingga

mengurangi risiko tertimbang asset (assets risk-weighting).

Gambaran Umum Aturan Basel III

Menurut the BCBS, Basel III memiliki dua tujuan utama, yaitu :

16
1. Memperkuat aturan tentang permodalan dan likuiditas global melalui peningkatan

ketahanan sector perbankan;

2. Meningkatkan kemampuan sector perbankan dalam menghadapi guncangan yang

timbul akibat terjadinya krisis keuangan dan tekanan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, aturan Basel III dibagi menjadi tiga

bagian utama sebagai berikut :

1. Pembaruan ketentuan permodalan (terdiri antara lain: kualitas dan kuantitas modal,

cakupan risiko secara komprehensif, leverage ratio, penyangga konversi modal

(capital conservation buffers), dan (counter-cyclical capital buffer);

2. Pembaruan ketentuan likuiditas (rasio-rasio jangka pendek dan jangka panjang);

3. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan peningkatan stabilitas system

keuangan.

Ketentuan-ketentuan utama dalam paket regulasi Basel III menurut the BCBS

dapat digambarkan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 1.1
BASEL III Regulatory Framework

Capital Reform Liquidity Standards Systemic risk and


interconnectedness
Quality, consistency and Short term: Liquidity Capital incentives for
transparency of capital coverage ratio (LCR) using CCPs for OTC
base
Capturing of all risks Long term: Net stable Higher capital for systemic
funding ratio (NSFR) derivatives
Controlling leverage Higher capital for inter
financial exposures
Buffers Contingen capital

17
Capital surcharge for
systemic banks
Sumber : KPMG, 2010.

Secara umum ruang lingkup dokumen Basel III mengenai kewajiban modal dan

likuiditas global mencakup aspek-aspek sebagai berikut (Bank Indonesia, 2012):

A. Penguatan Kerangka Permodalan Global

1. Meningkatkan kualitas, konsistensi dan transparansi permodalan

2. Mengembangkan cakupan rasio

3. Tambahan persyaratan modal berbasis risiko dengan leverage ratio

4. Mengurangi procyclicality dan meningkatkan countercyclical buffer

5. Penganganan terhadap risiko sistematik dan keterkaitan antar lembaga

keuangan

B. Pengenalan Standar Likuiditas Global

1. Liquidity Coverage Ratio (LCR)

2. Net Stable Funding Ratio (BSFR)

3. Monitoring Tools

Definisi Modal (berdasarkan consultative paper Bank Indonesia)

Modal bank terdiri dari Modal Inti Tambahan (Additiona Tier 1); dan Modal

Pelengkap (Tier 2). Bank wajib menyediakan Modal Inti Utama minimal 4,5% dari

Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR); bank wajib menyediakan Modal Inti

paling tidak 6% dari ATMR; bank wajib menyediakan total modal paling sedikit 8%

18
dari ATMR. Bagi bank yang memiliki dan/atau melakukan pengendalian terhadap

perusahaan anak, kewajiban menyediakan modal juga berlaku bagi bank secara

individual dan/atau bank secara konsolidasi dengan perusahan anak. Modal Inti Utama

terdiri dari: modal disetor berupa saham biasa; Surplus saham (agio saham) yang

berasal dari penerbitan instrument yang termasuk dalam Modal Inti Utama; Laba

ditahan; Akumulasi pendapatan komprehensif lain dan cadangan tambahan modal

(disclosed reserve); Modal saham yang diterbitka oleh perusahaan anak yang

dikonsolidasi oleh bank dan dimiliki oleh pihak ketiga (minority interest) yang

memenuhi kriteria untuk dimasukan dalam Modal Inti Utama.

Dampak Ekonomi Makro Penerapan Basel III

Reformasi yang dilakukan oleh Basel Committee (melalui amandemen aturan

Basel I sampai dengan Basel III seperti sekarang), merupakan Langkah maju penguatan

permodalan dan likuiditas perbankan global. Hal ini tidak dapat dipungkiri dilakukan

dalam rangka penguatan stabilitas sector keuangan. Meskipun demikian, berbagai

risiko dan dampak yang ditimbulkan oleh penerapan Basel III framework juga

dikhawatirkan banyak pihak dengan berbagai argumentasi.

Pertama, waktu yang cukup renggang dalam tahapan penerapan Basel III dapat

menghindari dampak negative dari kondisi pasar kredit dan lambannya pemulihan

ekonomi. Sebagian besar aturan Basel III akan diterapkan secara bertahap mulai dari

tahun 2013 sampai dengan 2019. Hal ini akan memberikan cukup kesempatan bagi

19
pembuat kebijakan nasional dan lembaga-lembaga keuangan untuk mempersiapkan

diri memnuhi kewajiban kecukupan modal yang baru tanpa mempengaruhi kebijakan

kreditnya (lending ability) secara signifikan. Overleverage tertentu dan bank-bank

kecil akan mengalami kesulitan untuk akses kredit. Secara lebih khusus, kemungkinan

besar aturan Basel III akan menciptakan kondisi pengetatan kredit untuk lembaga-

lembaga kecil dan menengah (small and medium-sized firms), dan untuk perusahaan-

perusahaan yang baru berdiri.

Kedua, dampak Basel III terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka

menengah dan jangka panjang masih belum dapat dipastikan. The Basel Committee dan

The Institute of International Finance (IIFF) telah melakukan studi terhadap

permasalahan tersebut dengan hasil yang berlawanan. Walaupun kedua studi tersebut

mengakui adanya efek positif naiknya rasio kewajiban modal terhadap pertumbuhan

ekonomi dalam jangka panjang (karena berkurangnya terjadi krisis finansial),

pendekatan terhadap biaya implementasi yang ditimbulkan sangat berbeda secara

signifikan. Menurut scenario Basel Committee, kenaikan 2 persen kewajiban modal

akan berdampak pada penurunan real GDP sebesar 0,04 persen per tahun selama empat

tahun. Di pihak lain, The IIF menghasilkan kesimpulan studinya yang lebih pesimis

bahwa dengan presentase kenaikan yang sama atas rasio kewajiban modal akan

berdampak pada menurunnya real GDP per tahun sebesar 0,6 persen selama periode

yang sama (empat tahun). Walaupun risiko dampak yang signifikan terhadap prospek

pertumbuhan tidak dapat dihindari, scenario yang dilakukan oleh The Basel Committee

tampaknya lebih memungkinkan terjadi (Dun and Bradsrtreet, 2010).

20
Dalam studi penerapan ketentuan Basel III terhadap kondisi makroekonomi di

tiga wilayah (Amerika Serikat, Eropa dan Jepang), the OECD (Organization of

Economic Cooperation and Development) memperkirakan dampak terhadap terhadap

kondisi ekonomi makro dalam jangka menengah dan jangka panjang. Penerapan

ketentuan Basel III yang secara efektif berlaku pada tahun 2015 akan berdampak pada

penurunan level GDP pada tiga wilayah ekonomi OECD utama rata-rata sebesar -0,23

persen setelah lima tahun penerapan aturan tersebut. Diperkirakan dampak terhadap

pertumbuhan GDP di wilayah-wilayah tersebut adalah rata-rata negative sebesar -0,05

persen per tahun (Slovik and Cournede, 2011).

Tabel 1.2
Dampak Ekonomi Makro Kewajiban Modal menurut Basel III Tahun 2015

GDP level GDP


growth
(percentages) (percentage
points)
Year 1 Year 2 Year 3 Year 4 Year 5 Annual
United -0,01 -0,04 -0,07 -0,10 -0,11 -0,02
states
Euro area 0,00 -0,04 -0,17 -0,26 -0,39 -0,08
Japan 0,00 -0,05 -0,07 -0,17 -0,19 -0,04
Average 0,00 -0,04 -0,10 -0,17 -0,23 -0,05
(simple)
Average 0,00 -0,04 -0,11 -0,17 -0,23 -0,05
(GDP
weighted)
Sumber : Slovik and Cournede, 2011.

21
Apabila kewajiban modal Basel III efektif dilaksanakan pada tahun 2019,

dampak yang ditimbulkan diperkirakan akan lebih besar. Dalam hal ini, pertumbuhan

GDP rata-rata turun sebesar 0,15 persen. Penerapan ketentuan Basel III yang secara

efektif berlaku pada tahun 2019 akan berdampak pada penurunan level GDP pada tiga

wilayah ekonomi OECD utama rata-rata sebesar -0,73 persen setelah lima tahun

penerapan aturan tersebut. Perkiraan dampak Basel III terhadap level GDP dan

pertumbuhan GDP dalam persen dapat dilihat di tabel berikut :

Table 1.3
Dampak Ekonomi Makro Kewajiban Modal Menurut Basel III Tahun 2019

GDP level GDP


growth
(percentages) (percentage
points)
Year 1 Year 2 Year 3 Year 4 Year 5 Annual
United -0,05 -0,20 -0,34 -0,49 -0,59 -0,12
states
Euro area 0,00 -0,13 -0,51 -0,76 -1,14 -0,23
Japan 0,00 -0,12 -0,18 -0,41 -0,47 -0,09
Average -0,02 -0,15 -0,34 -0,55 -0,73 -0,15
(simple)
Average -0,02 -0,16 -0,38 -0,58 -0,79 -0,16
(GDP
weighted)
Sumber : Slovik and Cournede, 2011.

Ketiga, regulasi Basel III tidak memasukan permasalahan lembaga keuangan

non bank dalam ruang lingkup kerangka peraturan barunya. Shadow banking (seperti

perusahaan asuransi, dana pension dan bank investasi) memainkan peranan yang sangat

22
besar dalam terjadinya krisis keuangan terahir dalam posisi sebagai pemberi kredit.

Meskipun demikian, regulasi Basel III tidak memperhitungkan sector keuangan

tersebut yang keberadaanya cukup signifikan dalam system keuangan global. Hal ini

mengindikasikan bahwa Basel III berdampak memberikan keunggulan kompetitif

(competitive advantage) kepada shadow banking dan memberikan insentif kepada aksi

risk taking di sector tersebut. Padahal dalam kondisi sector keuangan non bank yang

insolvent, sector keuangan perbankan tidak dapat terhindar dari risiko contagious

effect.

Dampak terhadap Pembiayaaan Perdagangan (Trade Finance)

Salah satu issue yang sangat fundamental berkaitan dengan kejadian krisis

keuangan global terahir adalah dampak sekuritisasi terhadap kestabilan system

perbankan. Di bawah aturan Basel II bank-bank berusaha melakukan sekuritisasi untuk

mengurangi kewajiban modalnya dengan memindahkan asetnya menjadi off balance

sheet. Hal ini menyebabkan terjadinya kenaikan risiko secara signifikan di sector

keuangan, seperti yang terjadi dalam krisis sub-prime mortgage. Untuk menghindari

berulangnya kejadian seperti ini, Basel Committee telah menetapkan untuk menaikan

factor bobot risiko terkait dengan asset off balance sheet. Intinya adalah menaikan

factor konversi kredit (the risk-weighting) asset off balance sheet dari 20% menjadi

10%. Hal ini berarti bahwa bank-bank harus meningkatkan rasio modalnya untuk

23
pinjaman berjaminkan asset sebesar 5 kali. Dalam hal ini, Basel III mencoba untuk

membatasi aktifitas leveraging dan meningkatkan kestabilan keuangan.

Bobot risiko (risk weighting) instrumen pembiayaan tradisional (seperti letter

of credit) dipastikan akan meningkatkan secara signifikan mengingat standby letters of

credit dan trade letters of credit termasuk dalam definisi off balance item menurut The

Basel Committee. Dengan aturan baru Basel III maka implikasi yang akan terjadi

adalah biaya pembiayaan perdagangan akan naik sebesar lima kali lipat (Dun and

Bradstreet, 2010). Hal ini akan menyebabkan bank-bank menghadapi dua pilihan,

pertama akan memindahkan biaya tersebut kepad customer, atau akan mengalihkan

focus kepada usaha yang lebih menguntungkan dan mengurangi eksposur kredit

mereka.

Pengetatan akses kredit seperti digambarkan diatas menyebaban kegiatan

pembiayaan perdagangan akan mengalami penurunan yang cukup serius. Hal ini

dikarenakan transaksi yang melibatkan peran pelaku usaha dari pasar negara

berkembang lazimnya dilakukan dengan menggunakan mekanisme letter of credit

(L/C). Akibatnya harga letter of credit akan menjadi lebih mahal, dan eksportir akan

mencari instrument pembiayaan lain yang lebih murah seperti mekanisme produk

pembiayaan yang lebih murah tersebut berisiko bahwa perusahaan harus lebih berhati-

hati dalam mengevaluasi profil counterpart-nya. Pada ahirnya, peningkatan factor

konversi kredit untuk instrument kredit perdagangan akan mengakibatkan pengetatan

24
akses kepada kegiatan pembiayaan perdagangan sehingga cenderung berdampak

negative terhadap perdagangan global.

PENUTUP

Kesimpulan

Aturan Basel III yang diluncurkan oleh Bank for International Settlement

bertujuan untuk membuat perbankan di level global lebih tahan terhadap guncangan

ekonomi yang terjadi sehingg kebangkrutan akibat krisi seperti yang terjadi dalam

krisis financial global yang lalu tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Indonesia

sebagai bagian dari masyarakat dunia tidak dapat melepaskan diri dari jarring keuangan

dan ekonomi global sebagai konsekuensi dari sebuah system perekonomian terbuka.

Tinggal diperlukan kesiapan para pemangku kepentingan untuk mengadaptasi system

regulasi dan kebijakan yang ada agar tidak meninmbulkan ekses negative terhadap

arsitektur ekonomi dan keuangan dalam negeri.

25
Saran
Berdasarkan penjelasan dan uraian diatas, saran yang dapat Penulis ajukan

kepada pembaca adalah sebagai berikut:

1. Untuk penelitian selanjutnya dapat mengaitkan Basel I, II, dan II dengan rasio rasio

keuangan perusahaan

2. Untuk penelitian selanjutnya dapat membuat makalah/jurnal komparasi

3. Untuk penelitian selanjutnya dapat focus untuk membahas Basel I, II dan III yang

berkaitan dengan ekonomi Indonesia secara spesifik.

26
DAFTAR PUSTAKA

Accenture. Basel III Handbook. Diakses tanggal 18 Mei 2022 secara online dari:
https://fitc-
ng.com/vlearning/fvltest/BCAM%20Demo/story_content/external_files/Acce
nture-Basel-III-Handbook1.pdf

Bank Indonesia. (2012). Basel III: Global Regulatory Framework for more Resilient
Banks and Banking Systems. Consultive Paper.

Basel Committee on Banking Supervision (2010). Basel III: A Global Regulatory


Framework for more Resilient Banks and Banking Systmens. December 2020
(rev. June 2011). Bank for International Settlement.

Deegan, C., Rankin, M., & Tobin, J. (2022). An Examination of the Corporate Social
and Environmental Disclosures of BHP from 1983-1997. Accounting, Auditing
& Accountability Journal (Vol.15).

Deephouse, D.L., & Suchman, M. (2008). Legitimacy in Organizational


Institutionalism. In the Sage Handbook of Organizational Institutionalism. (pp.
39-77). Sage Publicaiton, inc.

Dun and Bradstreet. (2010). The Business Impact of Basel III. A D&B Special Report.
October 2010.

KPMG LLP. Basel III: Issues and Implications. Diakses tanggal 18 mei 2022 secar
online dari: https://www.iia.nl/SiteFiles/basell-III-issues-implications.pdf

Laksamana, K.A.R.I., (2019). Penerapan Permodalan Basel III Terhadap Kinerja


Perbankan di Indonesia. Prosiding. Seminar Nasional Manajemen Bisnis dan
Call for Paper.

Suryanto, D.A., (2019). Pertumbuhan Kredit di Indonesia: Sebuah Analisis Kepatuhan


Bank Terhadap Implementasi Basel Accord I - III. Jurnal ASET (Akuntasni
Riset), 11 (2), 224-237. ISSN: 2541-0342. DOI : 10.17509/jaset.v11i2.18721.

Suttle, P. (2011).Measuring the Cumulative Economic Impact of Basel III. Presentation


at the 9th Annual Risk Capital Conference, Frankfurt, 19 September. 2011.

Slovik, P.B., Courbede. (2011). Macroeconomic Impact of Basel III. OECD Economics
Department Working Papers, No.844, OECD Publishing.

Welling, N. (2011). Basel III and the Impact on Financial Markets. Speech by
Chairman of the BCBS, 14 April. 2011.

27

Anda mungkin juga menyukai