- Pecandu alcohol mempunyai gangguan neurologis, bukan hanya psikologis
- Ada perubahan neurotransmitter (senyawa diantara sinaps dan sel saraf) yang mempengaruhi keinginan u/ mengonsumsi alcohol - Faktor lingkungan, genetic - Adiksi : Keinginan untuk mengkonsumsi alcohol tanpa bisa mengontrol u/ mengonsumsi, meskipun ada efek samping - Faktor yang mempengaruhi Adiksi 1. Genetik : DNA yang bermutasi, SNPs, Polimorfisme (kecendurungan memiliki gen yang peka, untuk terjadi perubahan neurotransmitter) 2. Lingkungan : prenatal (dari ibu, ktk lahir lgsg withdrawal, scr molekuler sis saraf sudah mengalami craving), postnatal (ibu menyusui), contemporary (perubahan lingkungan karena ada teman yang mempengaruhi behaviour u/ mengkonsumsi), komorbid (merasa penyakit bs membaik dg mengkonsumsi alcohol). 3. Drug Induce Effect : memperngaruhi system saraf shg neurotransmitter diproduksi berlebih (induced eksitasi), degrades neurotransmitter (mjd lama u/ di degradasi) - Proses Terjadinya Adiksi 1. Paparan alcohol/opioid ke site of action (di stimulasi) 2. Ikatan alcohol/opioid dg reseptor terutama sel saraf, kemudaian mengaktivasi 2n massanger, terjadi translasi / terbentuknya protein tertentu, antara sel saraf satu dan yang lain terdapat komunikasi, eksitasi neurotransmitter disalurkan 3. Neurotransmitter tereksitasi mengakibatkan ppengguna lebih ekstrovert drpd tanpa opioid/alcohol, tanpa menggunakan alcohol mjd confident. 4. Neurotransmitter terus menerus tereksitasi shg malah mengakibatkan terjadinya toleransi , shg membutuhkan dosis lebih tinggi u/ mengakibatkan efek yang sama. 5. Terjadi perubahan neurologi dan fisiologi 6. toleransi, sensitisasi, dependensi (tanpa adanya senyawa trsbt mjd depresi), withdrawal (terjadi perubahan fisik seperti tremor, lemas, depresi). Craving (keinginan u/ mengkonmsi alcohol kembali), relaps (kekambuhan) . - Time course addiction 1. Penggunaan yang on and off (minum berhenti) menyebabkan penggunaan lebih sering solusi : sebelum muncul withdrawal dan adiksi bsdiberikn medikasi 2. Berhenti, muncull withdrawal 3. Setelah sekian lama berhenti, resiko relaps - Main Time Point for Pharmacological Interventions 1. Dilakukan saat pasien aktif menggunakan AO 2. Mengurangi gejala withdrawal 3. Mencegah relaps - Primeray site of actions 1. Heroin : depresan, bekerja di opioid system endogenous, mempengaruhi dopaminergic system 2. Kokain : stimulant, mengeksitasi/ menstimulasi sis saraf, bekerja di serotonergic dan noradrenergic, mempengaruhi opioid. 3. Alkohohol : dosis kecil menyebabkan stimulasi, dosis besar menyebabkan depresi , bekerja di dopaminergic, serotonergic, dan opioid - Neorobiologi dari Adiksi 1. Yang paling berperan adl dopaminergic, mempengaruhi area mesolimbic- mesokortikal ,menyebabkan reinforcing effect (keinginan u/ mengkonsumsi), 2. Kokain memblokade transporter presinaps (hub antara sel saraf) untuk dopaamin akibatnya di rongga antar sel saraf jterjadi akumulasi dopamine, disertai serotonin dan adrenalin 3. Menginhibisi GABA neuron (yang biasanya digunakan u/ relaksasi sis saraf pusat), menyebabkan eksitasi , GABA normalnya bekerja dengan menghambat neuron dopamine, karena GABA dihambat shg terjadi akumulasi dopamine , menyebabkan eksitasi sel saraf , mechanisme masih undefined - Peran Dopamin 1. dopamine bukan sat2 nya neurotransmitter yang berperan dalam kecanduan 2. hilangnya dopaminergic terminl (rantai akhir sis dopaminergic) tdk menghentikan hewan coba u/ mengkonsumsi heroin - Peranan Miu Opioid Receptor 1. berperan thdp hewan coba u/ mengkonsumsi heroin dan morfin 2. jika reseptor miu di knock out, menyebabkan efek analgesic hilang - Peranan Kapa Opioid Reseptor 1. Dynorfin (neurotransmitter endogen) di aktivasi , menyebabkan keingian u/ mengkonsumsi kokain 2. Stimulasi berlebihan memunculkan craving 3. Dengan banyaknya dopamine yang ada di rongga sel saraf, maka sebgai kompensasinya diproduksi kappa reseptor dan dynorfin (berfungsi menyeimbangkan tonus dopamine yang berlebihan), efek happiness 4. Alcohol menyebabkan pelepasan dinorfin (less happiness) - Peran GABA- ergic receptor 1. Ex : baclofen, mengurangi kecanduan kokain 2. Agonis gaba memiliki efek sedasi 3. Bekerja dipengaruhi alcohol 4. Alcohol menurunkan eksitasi sel saraf dg menghambat sis glutaminergik melalui penghambatan pada reseptor NMDA (Reseptor untuk glutamate), - Withdrawal Symtomps (gejala yang muncul apabila alcohol/opioid dihentikan) 1. Cemas atau nerves 2. Mudah marah 3. Lelah 4. Depresi 5. Tremor 6. Mood swing 7. Tidak bs berpikir jernih 8. Mimpi buruk 9. Mual muntah 10. Keringat dingin - Farmakoterapi 1. Opioid : methadone (agonis reseptor opioid) less adiktif , LAAM (seny bs berikata dg senyawa opioid, less adiksi), naltrekson (antagenos, efek sebaliknya dari agonis) 2. Alcohol : naltrekson (antagonis r), nalmefen , acamprosat (antagonis r glutamate) 3. Kokain amfetamin dan stomulean : belum ada tapi bisa menggunakan naltrekson dan nalokson - Farmakoterapi u alcohol withdrawal 1. Disulfiram : a. Menghambat asetaldehid dehydrogenase, shg terakumulasi di darah , efek skin flushing, atkikardi, sesak napas b. Menghambat dopamine beta hidroksilase, shg meningkatkan kadar dopamine, menurunkan craving c. ES : hepatotoksik d. Dosis : 200 mg 2. Naltrekson a. Memblokade efek dopaminergic di otak b. Meningkatkan efek sedasi c. Dosis : 50 mg, bs ditingkatkan dibawah 300 mg 3. acamprosat a. Analog asam amino taurin, menginhibisai reseptor glutamate, menurunkan kadar glutamate, menyebabkan relaksasi b. Dosis 666 mg terbagi 2 4. Nalmefen a. Antagonis opioid , untuk intoksikasi opioid 5. Gamma-Hidroksi butirat a. Menginhibisi reseptor gamma A dn gamma B, untuk narcolepsy , memperbaiki mood sswing - Farmakoterapi untuk mencegah Relapse 1. Prasozin : adrenergic antagonis alfa 1 ( mengurangi gejala stress),pada kondisi post traumatic stress, 2. Finasteridde : menghambat progesterone - Detoksifikasi Opioid 1. Metadon : dosis ekuivalen dengan opioid yang terpapar, akan terjadi ikatan opioid diengan reseptor digesser oleh metadon (efek adiksi lebih kecil dari opioid, symtomp berkurang) 2. Nalokson 3. Naltrekson 4. Buprenorfin (sama sama efektif dengan metadon), kelebihan nay memperbaiki mengatasi gejala withdrawal lebih cepat. Lebih efektif dr klonidin - Maintenance terapi 1. Mencegah terjadinya penyalahgunaan 2. Metadon dan buprenorfin - Farmakoterapi untuk kecanduan opioid 1. metadon 60 -100 mg , ES ada di jantung 2. buprenorfin : parsial agonis. 16-20 mg, sublingual ada beberapa kasus penyalahgunaan buprenorfin secara injeksi, sehingga ada obat baru kombinasi buprenorfin dan nalokson (antagonis opioid), yang memiliki bioavabilitas yang rendah jika diberikan secara sublingual, sehingga saat diberikan sublingual tidak memberikan efek yang berarti. Namun jika diberikan secara injeksi, nalokson akan mengakibatkan efek yang tidak menyenangkan. 3. Naltrekson dan nalokson : tdk bisa oral, bekerja di reseptor miu Untuk overdosis opioid diberikan secara intravena