Anda di halaman 1dari 2

Risiko Atas Perjanjian Jual Beli Tanah Dengan Hak

Membeli Kembali
Ketentuan jual beli diatur dalam Pasal 1457 KUHPerdata. Di sana jual beli
diartikan sebagai suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar
harga yang dijanjikan.
Dalam buku yang ditulis oleh Djaja S. Meliala, S.H., M.H., dengan judul Penuntun
Praktis Hukum Perjanjian Khusus menjelaskan jenis-jenis perjanjian jual beli,
salah satunya yaitu jual beli dengan hak membeli kembali. Pasal 1519
KUHPerdata memberikan pengertian hak membeli kembali yaitu sebagai
kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual, timbul karena suatu
perjanjian, yang tetap memberi hak kepada penjual untuk mengambil kembali
barang yang dijualnya dengan mengembalikan uang harga pembelian asal dan
memberikan penggantian yang disebut dalam Pasal 1532. Penggantian yang
terdapat dalam Pasal 1532, yaitu pengembalian seluruh uang harga pembelian,
penggantian semua biaya menurut hukum (biaya notaris) yang telah dikeluarkan
waktu menyelenggarakan pembelian serta penyerahannya, biaya
perbaikan/perawatan atas objek perjanjian, dan biaya yang menyebabkan barang
yang dijual bertambah harganya.
Jangka waktu pelaksanaan perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali, pada
Pasal 1520 KUHPerdata adalah maksimal 5 tahun. Jangka waktu yang telah
ditetapkan diartikan secara mutlak, dan seorang hakim pun tidak boleh
memperpanjang jangka waktu. Apabila penjual lalai mengajukan pembelian
kembali atas objek perjanjian dalam tenggang waktu yang telah ditentukan, maka
pembeli tetap menjadi pemilik barang yang telah dibelinya.
Sejatinya hukum pertanahan Indonesia didasarkan atas hukum adat. Atas hal
tersebut pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam hukum adat jual beli
dikenal dengan penjualan tanah. Penjualan tanah adalah perpindahan tanah untuk
selama-lamanya (jual lepas) dengan menerima sejumlah uang (uang pembelian),
yang dibayar dengan tunai. Oleh pembayaran dan perpindahan si pembeli
memperoleh hak milik penuh (bebas ataupun) atas tanah.[1]
Dalam hukum adat tidak dikenal adanya jual beli dengan hak membeli kembali
melainkan jual gadai atau penggadaian tanah. Jual gadai merupakan perpindahan
tanah dengan pembayaran sejumlah uang, yang dibayar dengan tunai, dan orang
yang memindahkan hak tanah (si pembeli gadai atau yang menggadaikan) dapat
memperoleh kembali tanah, jika ia membayar kembali kepada yang mendapatkan
tanah uang sebanyak yang telah diterimanya dahulu.[2]

Anda mungkin juga menyukai