Disusun Oleh :
Restu Pambudi
Rizky Akbar Yhussanto
Muhamad Fadli Husna Mubarok
Muhamad Basyarrudin
Muhammad Fajar Ardiansyah
Ridho Rachmadillah Alshani
Muhamad Indra Al-Fareza
Muhammad Ramdhani Ghozali
Tokoh dan Pemeran
Muhamad Basyarrudin Sebagai Daniel
Restu Pambudi Sebagai Umar
Rizky Akbar Yhussanto Sebagai Sarah
Ridho Rachmadillah A Sebagai Abdul
Muhamad Indra Al-Fareza Sebagai Ibu Daniel
Muhamad Fadli H.M Sebagai Nina
Muhammad Fajar Ardiansyah Sebagai Pria 1 / Penjahat 1
Muhammad Ramdhani Ghozali Sebagai Pria 2 / Penjahat 2
Sinopsis
Orang tua Daniel mengundang teman-teman Daniel untuk ikut berlibur ke villa mereka
di pedalaman Pontianak. Tentu saja itu merupakan kabar baik bagi Sarah, Abdul dan Umar.
Villa itu memang sangat mewah, tapi letaknya jauh dari peradaban. Di sekitar villa hanya ada
berpetak-petak sawah, ladang bunga matahari dan jalan sempit memanjang tak beraspal.
Untuk menuju rumah penduduk saja, mereka harus menempuh jarak 5km.
Suatu sore saat Daniel, abdul, umar, sarah dan Adik kecil Daniel tengah bermain di
ladang bunga matahari. Mereka melihat burung-burung berbulu cantik keluar dari menara
sebuah bangunan tua didekat ladang. Menurut Daniel, bangunan itu tak bertuan dan anker. Itu
sebabnya, orang tuanya melarang mereka bermain disekitar sana. Namun, begitulah jiwa anak
seumuran mereka, semakin dilarang maka semakin ingin tau pula mereka. Dengan diam-
diam, mereka masuk ke dalam bangunan tersebut.
Namun ternyata rasa keingintahuan mereka membawa malapetaka. Mereka tersesat
didalam bangunan. Mereka tak bisa menemukan jalan keluar karena bangunan itu terlalu
besar dan gelap. Sampai Sarah menemukan sebuah ruang rahasia di bawah tanah. Dalam
ruang itu terdapat sebuah mesin pencetak dan almari besar yang ternyata penuh uang.
Ternyata ruangan itu digunakan untuk melakukan kejahatan berupa mencetak uang palsu.
Saat mereka menyadari bahwa mereka telah terlibat kasus yang berbahaya, dua lelaki
berkumis dengan pistol di saku mereka itu masuk ke dalam bangunan. Merekalah pelaku
kasus kejahatan ini. suasana semakin genting ketika dua pria itu menyadari ada orang lain
dalam bangunan itu yang pasti akan mengganggu pekerjaan mereka. Dua pria itu mengunci
semua pintu. Daniel Cs tau, apa yang akan dua pria itu lakukan bila menemukan mereka.
Tapi Daniel Cs tak tau, bagaimana caranya 5 siswa SD melawan penjahat yang akan
membunuh mereka di sebuah bangunan tua.
Ssst.. Ada Penjahat!
Scene 1 : Halaman Sekolah
Suatu siang yang terik di salah satu SD di pedalaman Aceh, beberapa anak terlihat
tengah menunggu di halaman sekolah mereka yang sederhana. Hari ini adalah hari
penerimaan rapor tahunan dan pengumuman kenaikan kelas.
Umar : Woi, kenapa dari tadi kau melamun terus. Asal kau tau, tak baik melamun itu. (menepuk
punggung Sarah)
Sarah : Hash, banyak cakap kau ini. Aku bukannya melamun. Resah hatiku memikirkan apa kata
mamak melihat nilai rapotku. (menggaruk kepala yang tidak gatal)
Abdul : Pastilah sekarang mamak kau tengah berbicara dengan Ibu Sulastri soal nilai jelekmu.
Pastilah kau tak boleh main sepanjang liburan ini. Hidup kau hanya di kebun membantu
mamak kau mencari kayu bakar. (sinis)
Sarah : (berdiri) Kau pikir cuma aku yang hendak kena marah? Kau juga Abdul. Kau lupa dengan
nilai matematikamu?
Abdul : Berani kali kau membahas nilai itu!
Daniel : ribut kali kalian nih. (tiba-tiba duduk disebelah Sarah)
Sarah : Daniel, darimana saja kau?
Daniel : Barusan Bu Sulastri memanggilku dan mamaku.
Abdul : Kau pasti kena marah kan? (tersenyum puas)
Umar : mana mungkin lah Daniel kena marah. Dia kan pandai. Pastilah dia baru saja menerima
piala. Lihat itu! Mamak Daniel bawa piala. (sambil menunjuk Ibu Daniel yang tengah
mengobrol dengan wali murid lainnya)
Sarah : Kau dapat ranking satu, Daniel?
Daniel : Iya (mengangguk)
Umar : Selamat, Dan! Kau memang pandai sangat. Tak pernah sebelumnya ada yang mendapat
nilai sempurna hampir di semua pelajaran. (menjabat tangan Daniel)
Abdul : Tentu saja, dia kan anak gedongan. Hidupnya dulu di Jakarta. Mana pula kita bisa
bersaing dengannya? (menarik nafas) Bukan karna dia pandai, Mar! Tapi karna dia datang
dari kota.
Umar : Tak bolehlah kau berkata macam itu. Kacau kali cakapmu pagi ini.
Sarah : Hah, memang benar. Mana bisa kita bersaing dengan kau, Dan! Kita menghitung pakai
batang lidi, kau pakai kalkulator. Mesin ketik saja kita tak tau, kau malah memakai benda apa
itu namanya. Kompu? Kompu apa?
Daniel : Komputer, Sarah. (terkikik)
Abdul : Lihat saja, kau barusan menertawakan Sarah, bukan? Keterlaluan kau ini, Dan. Orang kota
memang selalu tak punya hati. Cakap seenaknya saja. (menggebu-gebu)
Umar : Sudahlah, kawan. Soal Daniel datang dari jakarta atau bukan, dia memang tetap anak
pandai.
Abdul : Aih, masih berani kau memujinya? (mencengkram lengan Umar)
(tiba-tiba Ibu Daniel datang)
Ibu Daniel : (tersenyum lebar) Selamat pagi. Apa yang sedang kalian bicarakan, anak-anak?
(Abdul, Sarah dan Umar serentak menjawab seakan-akan tak pernah terjadi perdebatan)
Umar : Selamat ya mak cik, Daniel berhasil mendapatkan piala itu.
Ibu Daniel : Ah, ini Cuma kebetulan. Seharusnya kamu yang dapat. (sambil mengelus kepala Umar)
Abdul : Sok baik. (berbisik pada Sarah)
Ibu Daniel : (menoleh ke arah Daniel) Daniel, kesini sebentar sayang.
Abdul : Aih, macam mana pakai panggil sayang segala. Macam artis masyhur saja. (berbisik lagi)
Ibu Daniel : Mama dulu sempat kecewa saat kamu nggak mau pindah kesini. Mama minta maaf telah
memaksamu pindah. Tapi sekarang Mama bangga padamu. Meskipun kamu keberatan untuk
pindah, tapi kamu tetap rajin belajar. Jadi, sebagai hadiah untuk anak mama yang pandai ini.
kamu boleh liburan ke Jakarta.
Daniel : (mengerutkan dahi) Nggak ah, Ma. Daniel disini saja. Daniel pengen main sama Umar,
Abdul dan Sarah aja.
Ibu Daniel : (memicingkan mata) Kata siapa kalau kamu ke Jakarta, kamu tidak bisa bermain dengan
mereka. Kamu kan bisa ajak mereka kesana.
Daniel : Mama yakin? (terkejut)
Ibu Daniel: Apa mama terlihat seperti sedang bercanda?
Daniel : Enggak. Jadi beneran, ma? (antusias)
(Ibu Daniel mengangguk. Daniel menoleh ke arah teman-temannya)
Daniel : Gimana? Mau ikut kan? Nanti kita akan ke Bandung. Disana kita menginap di villa.
Kalian pasti senang.
Sarah : Bandung? Dimana pula Bandung itu? (menggaruk kepala)
Daniel : Emm, bisa dibilang tetangganya Jakarta.
Sarah : Berarti kita harus naik kapal feri kesana? (antusias)
Daniel : Naik pesawat saja ya. Biar nggak lama.
Sarah : (mulut menganga beberapa detik) Kau becanda, Daniel? Naik kapal Feri saja setahun
sekali, macam mana kita bisa naik pesawat?
Daniel : Sudah jangan khawatir. Ada aku dan mamaku. Nanti juga aku mengajak Nina.
Umar : Adik kau yang menggemaskan itu? Wah, terdengar menyenangkan, Dan.
Sarah : Jadi, kita akan naik pesawat? Wah, menyenangkan. Liburan ke Banda Aceh saja rasanya
jarang. Aku mau sekali, Dan. (tersenyum lebar)
Daniel : Kalau Umar?
Umar : Ah, kau ini dan. Macam mana pula kami akan menolak. (sambil mengibas-ibaskan topi
seragamnya)
Daniel : Oke. Kau Abdul? (menatap Abdul)
Abdul : (menelan ludah) Hah, kau ini nak menyogokku agar aku mau berteman dengan kau?
Umar : Abdul, sudahlah. Jangan kau teruskan sikap kekanak-kanakan kau ini.
Abdul : Jangan belagak dewasa. Kita ini sama-sama masih kelas 5 SD.
Sarah : sudahlah, Daniel kan berniat baik.
Abdul : Jangan keburu senang kau, sarah. Memangnya mamak kau akan mengizinkan? Kalau kau
ikut Daniel, siapa yang akan mencari kayu bakar di hutan? (dengan ekspresi penuh
kemenangan)
Sarah : Ah benar juga (sambil menepuk jidat). Mamak pasti melarangku.
Daniel : Jangan khawatir, Sarah. Mamaku yang akan berbicara pada mamak kau.
Ibu Daniel : Iya, saya yang akan bicara pada mamak kalian semua. Termasuk kau Abdul. Karena Mak
cik takut, kau tak mau berteman dengan Daniel. (sambil mengoyak rambut keriting Abdul,
menggoda)
Daniel : Semua sudah beres. Jadi kalian mau ikut?
Sarah dan Umar : pastilah. (mengangguk senang)
Daniel : Abdul?
Abdul : baiklah, kalau kalian memaksa. (berusaha menyembunyikan kebahagiaan)
TAMAT