Anda di halaman 1dari 3

Diskusikan:

Apakah Mahkamah Konsitusi dapat membatalkan keberlakuan suatu undang-undang.


Assalamualaikum, ijin menanggapi pertanyaan diatas
Pengujian Undang-Undang
Berkaitan dengan pertanyaan diatas, kami asumsikan bahwa yang Anda maksud adalah UU yang ‘batal’
karena bertentangan dengan UUD 1945 pada pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (“MK”).

Dalam Pasal 9 ayat (1) UU 12/2011 disebutkan bahwa dalam hal suatu UU diduga bertentangan dengan
UUD 1945, pengujiannya dilakukan oleh MK.

Kewenangan dari MK yang dapat dilihat dalam Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan Pasal 1 angka
3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU MK”) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU 8/2011”) sebagaimana telah diubah kedua kali
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (“Perppu 1/2013”)
sebagaimana telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014,
yaitu MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap
UUD 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD;
c. memutus pembubaran partai politik;
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau
e. usulan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

Dalam Pasal 51 ayat (3) UU MK disebutkan bahwa dalam permohonan pengujian undang-undang,
pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:
a. pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945; dan/atau
b. materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian UU dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Pengujian Formil dan Pengujian Materiil


Dalam Pasal 4 Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam
Perkara Pengujian Undang-Undang (“PMK 6/2005”) dijelaskan sebagai berikut:

1. Permohonan pengujian UU meliputi pengujian formil dan/atau pengujian materiil.


2. Pengujian materiil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal,
dan/atau bagian UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
3. Pengujian formil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan proses pembentukan UU dan hal-hal
lain yang tidak termasuk pengujian materiil sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Dalam hal permohonan pengujian berupa permohonan pengujian formil, maka:[1]


1. pemeriksaan dan putusan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi didasarkan pada UU 12/2011.
2. hal yang dimohonkan untuk diputus dalam permohonan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 ayat (1) huruf c UU MK meliputi:
a. mengabulkan permohonan pemohon;
b. menyatakan bahwa pembentukan UU dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU
berdasarkan UUD 1945; dan
c. menyatakan UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Putusan MK yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan UU dimaksud tidak memenuhi
ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945, UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.[2]

Dalam hal Permohonan pengujian berupa Permohonan pengujian materiil, hal yang dimohonkan untuk
diputus dalam permohonan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c UU MK
meliputi:[3]
a. mengabulkan permohonan pemohon;
b. menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari UU dimaksud bertentangan dengan
UUD 1945; dan
c. menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari UU dimaksud tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.

Putusan MK yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian UU
bertentangan dengan UUD 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian UU tersebut tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.[4]

UU Lama Kembali Berlaku


Sepanjang penelusuran kami, tidak ada aturan yang mengatur bahwa jika suatu UU bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, menyebabkan UU terdahulu/sebelumnya
otomatis menjadi berlaku.

Maruarar Siahaan dalam bukunya Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (hal. 218)
mengatakan bahwa Putusan MK meniadakan suatu keadaan hukum atau menciptakan hak atau
kewenangan tertentu. Dengan kata lain, putusan itu akan membawa akibat tertentu yang mempengaruhi
satu keadaan hukum atau hak dan/atau kewenangan.

Untuk mengetahui jenis-jenis putusan MK Anda dapat simak ulasan artikel Arti Putusan yang Final dan
Mengikat.

Menurut hemat kami berdasarkan hal tersebut, MK bisa saja memutuskan suatu UU bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum tetap. Untuk mengantisipasi adanya kekosongan hukum, maka
MK dalam amar putusannya menyatakan bahwa untuk sementara merujuk pada UU lama.

Contoh
Sebagai contoh dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 (“Putusan
MK 28/2013”) mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (“UU
17/2012”) terhadap UUD 1945. Dalam amar Putusan MK 28/2013, dinyatakan bahwa UU 17/2012
dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Selain itu, yang perlu digarisbawahi adalah dalam amar Putusan MK 28/2013 juga disebutkan:
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (“UU 25/1992”) berlaku untuk sementara
waktu sampai dengan terbentuknya UU yang baru.

Dalam pertimbangan poin 3.25, majelis Hakim menyatakan sebagai berikut:

Menimbang, berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas dan untuk menghindari kevakuman
hukum di bidang koperasi yang dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan maka untuk
sementara waktu, sebelum terbentuknya Undang-Undang tentang perkoperasian sebagai pengganti
Undang- Undang a quo maka demi kepastian hukum yang adil Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) berlaku untuk sementara waktu.

Sebagaimana diketahui bahwa ketika dahulu UU 17/2012 diundangkan, UU 25/1992 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku. Namun dengan adanya putusan MK 28/2013, UU 25/1992 kembali
diberlakukan, hingga saat ini.

SUMBER : HKUM4404, Teori Perundang-undangan

Anda mungkin juga menyukai