Diskusi 4 HKUM4404
Diskusi 4 HKUM4404
Dalam Pasal 9 ayat (1) UU 12/2011 disebutkan bahwa dalam hal suatu UU diduga bertentangan dengan
UUD 1945, pengujiannya dilakukan oleh MK.
Kewenangan dari MK yang dapat dilihat dalam Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan Pasal 1 angka
3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU MK”) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU 8/2011”) sebagaimana telah diubah kedua kali
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (“Perppu 1/2013”)
sebagaimana telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014,
yaitu MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap
UUD 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD;
c. memutus pembubaran partai politik;
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau
e. usulan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Dalam Pasal 51 ayat (3) UU MK disebutkan bahwa dalam permohonan pengujian undang-undang,
pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:
a. pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945; dan/atau
b. materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian UU dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Putusan MK yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan UU dimaksud tidak memenuhi
ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945, UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.[2]
Dalam hal Permohonan pengujian berupa Permohonan pengujian materiil, hal yang dimohonkan untuk
diputus dalam permohonan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c UU MK
meliputi:[3]
a. mengabulkan permohonan pemohon;
b. menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari UU dimaksud bertentangan dengan
UUD 1945; dan
c. menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari UU dimaksud tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.
Putusan MK yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian UU
bertentangan dengan UUD 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian UU tersebut tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.[4]
Maruarar Siahaan dalam bukunya Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (hal. 218)
mengatakan bahwa Putusan MK meniadakan suatu keadaan hukum atau menciptakan hak atau
kewenangan tertentu. Dengan kata lain, putusan itu akan membawa akibat tertentu yang mempengaruhi
satu keadaan hukum atau hak dan/atau kewenangan.
Untuk mengetahui jenis-jenis putusan MK Anda dapat simak ulasan artikel Arti Putusan yang Final dan
Mengikat.
Menurut hemat kami berdasarkan hal tersebut, MK bisa saja memutuskan suatu UU bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum tetap. Untuk mengantisipasi adanya kekosongan hukum, maka
MK dalam amar putusannya menyatakan bahwa untuk sementara merujuk pada UU lama.
Contoh
Sebagai contoh dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 (“Putusan
MK 28/2013”) mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (“UU
17/2012”) terhadap UUD 1945. Dalam amar Putusan MK 28/2013, dinyatakan bahwa UU 17/2012
dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Selain itu, yang perlu digarisbawahi adalah dalam amar Putusan MK 28/2013 juga disebutkan:
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (“UU 25/1992”) berlaku untuk sementara
waktu sampai dengan terbentuknya UU yang baru.
Menimbang, berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas dan untuk menghindari kevakuman
hukum di bidang koperasi yang dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan maka untuk
sementara waktu, sebelum terbentuknya Undang-Undang tentang perkoperasian sebagai pengganti
Undang- Undang a quo maka demi kepastian hukum yang adil Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) berlaku untuk sementara waktu.
Sebagaimana diketahui bahwa ketika dahulu UU 17/2012 diundangkan, UU 25/1992 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku. Namun dengan adanya putusan MK 28/2013, UU 25/1992 kembali
diberlakukan, hingga saat ini.