Anda di halaman 1dari 15

NAMA : Ervina Bakri

NIM : 612062020136

PRODI : PERBANKAN SYARIAH 5

DASAR HUKUM PERBANKAN DI INDONESIA

A. LATAR BELAKANG

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan menurut Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 10

Tahun 2004 adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia,


Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan

Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.Peraturan Daerah terdiri atas

Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, danPeraturan Desa.

Selain jenis Peraturan Perundang-Undangan di atas, Pasal 7 ayat (4) UU Nomor 10

Tahun 2004 juga menyatakan bahwa Jenis Peraturan Perundang-Undangan lain diakui

keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh

Peraturan perundang-Undangan yang lebih tinggi. Pada bagian ini dikemukakan tentang

rangka dasar yang memuat bagian-bagian penting yang terdapat dalam suatu peraturan

perundang-undangan dengan merujuk pada ketentuan dalam Lampiran I Keputusan Presiden

Nomor 188 Tahun 1998 tentang Teknik Penyusunan Perundang-undangan.

Adapun bunyi UU No. 10 Tahun 2004 Pasal 7 Ayat 1

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang undangan adalah sebagai berikut:

a. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang;

c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Daerah.
B. PENGERTIAN DASAR HUKUM PERBANKAN DI INDONESIA

Kata hukum (al-hukm) secara bahasa bermakna menetapkan atau memutuskan

sesuatu, sedangkan pengertian hukum secara termonologi berarti menetapkan hukum

terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dalam perihal ini

berarti penetapan hukum yang berkaitan dengan perbankan.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 pengertian bank adalah berupa badan usaha

yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup orang banyak (Pasal 1 angka 2). Perbankan adalah segala

sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta

cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (pasal 1 angka 1).

Bank syariah terdiri dari dua kata, bank yang berarti suatu lebaga keuangan yang

berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak. Kata syariah adalah aturan

perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk menyimpan

dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai hukum Islam.

Penggabungan kedua kata yang dimaksud, menjadi “bank syariah.” Bank syariah adalah

lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak bank uang berlebihan dana

dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai

hukum islam. Selain itu, bank syariah biasa disebut Islamic banking, yaitu suatu sistem

operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), apekulasi (maisir), dan

ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar).

Menurut Esiklopedia, Bank Islam atau Bank Syariah adalah lembaga keuangan

yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran

serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Jadi

pengetian hukum perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank

yang memenuhi prinsip-prinsip syariah dan memiliki peraturan-peraturan yang harus

dilaksanakan.
Gagasan awal perbankan Syariah adalah ingin membebaskan diri dari mekanisme

bunga, atau nonribawi. Mula-mula pembentukan Bank Islam di Indonesia sendiri

khususnya banyak menimbulkan keraguan. Hal tersebut muncul mengingat anggapan

bahwa sistem perbankan bebas bunga adalah sesuatu yang mustahil dan tidak lazim.

Namun demikian, ekonomi syariah, walaupun dapat dikembangkan oleh masyarkat

sendiri, namun tetap membutuhkan legislasi, yang berarti formalisasi syariat Islam

menjadi hukum positif, dengan demikian dibutuhkan juga perjuangan politik untuk

menegakkan syariat Islam di bidang ekonomi, khususnya dalam bidang Perbankan.


Di tengah-tengah perkembangan asuransi di Indonesia, masih tersisa adanya kesan

negatif bahwa asuransi konvensional itu hanya mau menerima premi tapi ketika terjadi

musibah, perusahaan asuransi tidak mau membayar klaim. Walau memang sebenarnya

alasan tersebut masuk akal, tidak mudah untuk membayar klaim, karena asuransi

adalah pengelola dana milik bersama dan tidak sembarang memberikan uang kepada

seorang nasabah yang mengajukan klaim tanpa terlebih dahulu menyelidikinya.

C. DASAR HUKUM BANK SYARIAH DI INDONESIA

1. Dasar hukum Dari Al-Quran

a. QS. An-Nisa Ayat 29

Terjemahan :

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang

berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh

dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu”

b. QS. Al Baqarah Surah 238


Terjemahan :

“Peliharalah semua salat dan salat wustha. Dan laksanakanlah (salat) karena

Allah dengan khusyuk.”

c. QS. Al Baqarah Surah 275

Terjemahan :

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti

berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena

mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah

menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat

peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya

dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa

mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

d. QS. Al-Maidah ayat 1


Terjemahan :

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak

dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak

menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah).

Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki”.

e. QS. Al-Maidah ayat 2

Terjemahan :

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar

kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan

(mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang

diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi


Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu

telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu)

kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam,

mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah

kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam

berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat

siksaan-Nya.”

f. QS. Ar-Rum 39

Terjemahan :

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia

bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu

berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka

itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)”

2. Dasar hukum dari UU 1945

a. Pasal 33

Berikut bunyi Pasal 33, yang dikutip langsung dari Undang-Undang 1945:

1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.


4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi

dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan

lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan

kesatuan ekonomi nasional.

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-

undang.

3. UU Atau PP Pengganti UU ;

a. UU No. 7 tahun 1992


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

diundangkan dan ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1992 Nomor 31. Penjelasan Atas UU 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan ditempatkan

pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472.

UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 1992

Menimbang :

a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berasaskan kekeluargaan

harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan

unsur-unsur Trilogi Pembangunan;

b. bahwa perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi

utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat,

memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan

pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas

nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak;


c. bahwa perkembangan perekonomian nasional maupun internasional

yang senantiasa bergerak cepat disertai dengan tantangan-tantangan

yang semakin luas, harus selalu diikuti secara tanggap oleh perbankan

nasional dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya kepada

masyarakat;

d. bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokokpokok

Perbankan dan beberapa undang-undang di bidang perbankan lainnya

yang berlaku sampai saat ini, sudah tidak dapat mengikuti


perkembangan perekonomian nasional maupun internasional; e. bahwa

untuk mencapai maksud di atas, perlu disusun undangundang baru

tentang perbankan.

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar

1945;

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah

(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 2387);

3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok

Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2832

4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral

(Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 2865);

5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang

Bentuk-bentuk Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor

16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) menjadi Undang-


undang (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2904);

b. UU No. 10 Tahun 1998

UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pertimbangan perubahan UU Perbankan,

yang semula dari UU No. 7 Tahun 1992 menjadi UU No. 10 Tahun 1998 adalah:

1) Bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang

berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;


2) Bahwa dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang

senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang

semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan

penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk Perbankan;

3) Bahwa dalam memasuki era globalisasi dan dengan telah diratifikasi beberapa

perjanjian internasional di bidang perdagangan barang dan jasa, diperlukan

penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian

khususnya sektor Perbankan;

4) Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c di

atas, dipandang perlu mengubah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan dengan Undang-undang; Mengubah beberapa ketentuan dalam

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

c. UU No. 23 Tahun 2003

Menimbang:

1) bahwa dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan negara

sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara

langsung oleh rakyat;


2) bahwa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan secara

demokratis dan beradab dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya yang

dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil;

3) bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan huruf b di atas perlu ditetapkan

Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden;

Mengingat:

1) Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6,

Pasal 6A, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 20, Pasal 22E, Pasal 24C ayat (1), dan
Pasal 27 ayat (1), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 138, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4251);

3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277);

d. UU No. 21 Tahun 2008

Dasar hukum UU 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah:

1. Pasal 20 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);

4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420);


5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4756);

4. Peraturan Bank Indonesia

1) PBI.No.6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum

Menimbang:

a. bahwa dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang

mengalami perubahan yang cepat dan tantangan yang semakin berat, serta

terintegrasi dengan perekonomian internasional yang terus berkembang,

diperlukan perbankan nasional yang tangguh;

b. bahwa untuk lebih mendorong terciptanya perbankan nasional yang

tangguh dan efisien, diperlukan pengaturan kegiatan lembaga bank yang

komprehensif, jelas dan memberikan kepastian hukum;

c. bahwa ketentuan mengenai Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan

Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah yang saat ini berlaku perlu

disempurnakan untuk mendorong perkembangan jaringan kantor Kegiatan

Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah;


d. bahwa sehubungan dengan itu dipandang perlu untuk menyempurnakan

ketentuan tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha

Berdasarkan Prinsip syariah dalam Peraturan Bank Indonesia;

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik


Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3790);

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4357);

MEMUTUSKAN: MENETAPKAN: PERATURAN BANK INDONESIA

TENTANG BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH.

2) PBI No.7/35/PBI/2005 Tentang Unit Syariah

3) PBI no. 9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Prinsip Syariah

Menimbang :

a. bahwa perbankan syariah harus senantiasa memenuhi prinsip syariah

yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan transaksi-

transaksi keuangan syariah;


b. bahwa para pihak dalam industri perbankan syariah, antara lain meliputi

pemerintah, otoritas pengawas, pengurus bank, Dewan Pengawas

Syariah, nasabah bank, dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan

terhadap perbankan syariah harus memiliki penafsiran yang sama

terhadap prinsip syariah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

dan b dipandang perlu untuk mengatur ketentuan tentang pelaksanaan

prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana


serta pelayanan jasa bank syariah dalam Peraturan Bank Indonesia.

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah

diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357).

MEMUTUSKAN MENETAPKAN : PELAKSANAAN PRINSIP

SYARIAH DALAM KEGIATAN PENGHIMPUNAN DANA DAN

PENYALURAN DANA SERTA PELAYANAN JASA BANK SYARIAH


5. FATWA MUI Tentang DSN No. 01/DSN- MUI/IV/2000 Tentang Sistem Giro dan

Wadi'ah

Materi Muatan Pokok Giro adalah simpanan dana yang penarikannya dapat

dilakukan setiap saat dengan penggunaan cek, bilyet

giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan

pemindah bukuan;

Giro ada dua jenis:

1. Giro yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu giro

yang berdasarkan perhitungan bunga.

2. Giro yang dibenarkan secara syariah, yaitu giro yang

berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadiah.

Menetapkan : FATWA TENTANG GIRO

Pertama : Giro ada dua jenis:

1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan

perhitungan bunga.

2. Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip

Mudharabah dan Wadi’ah.

Kedua : Ketentuan Umum Giro berdasarkan Mudharabah:

1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana,

dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.

2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam

usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan

mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.

3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan

piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan

dalam akad pembukaan rekening.

5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan menggunakan

nisbah keuntungan yang menjadi haknya.

6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa

persetujuan yang bersangkutan.

Ketiga : Ketentuan Umum Giro berdasarkan Wadi’ah:

1. Bersifat titipan.
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call).

3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang

bersifat sukarela dari pihak bank.

Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 26 Dzulhijjah 1420 H. 1 April 2000 M

Anda mungkin juga menyukai