Anda di halaman 1dari 35

TUGAS MATA KULIAH AGAMA

BANK SYARIAH
BAB 7 PERANAN BANK SYARIAH DALAM
PEREKONOMIAN

PENULIS: KARNAEN A. PERWATAATMADJA


HENDRI TANJUNG

NAMA : RIAN SAGA


NPM:221000455
KELAS:J
7.1.BANK SYARIAH DAN RELEVANSINYA
DENGAN PERKONOMIAN NASIONAL
Ketika perekonomian dibangun dengan
memakai asumsi “trickle down effect” maka
yang terjadi kemudian adalah ketimpangan
ekonomi karena yang dibangun ekonominya
terlebih dahulu adalah mereka “yang mampu”
baru kemudian yang diharapkan “yang tidak
mampu” memperoleh tetesannya.
7.1.1.ANDIL PERBANKAN NASIONAL TERHADAP
PEMBANGUNAN DAN KRISIS

Dapat dimaklumi apabila ketika pertumbuhan ekonomi


Indonesia cukup tinggi tim penulis Perbanas tersebut dengan
bangganya menyebutkan itulah peranan perbankan di
Indonesia dalam membangun ekonomi nasional selama ini.
7.1.2. PEMBANGUNAN DAN BANK SYARIAH

negara berkembang lainnya, Indonesia adalah


negara yang sedang membangun namun dengan
sasaran pada dua dimensi kehidupan yaitu
peningkatan kesejahteraan materiil dan sprirituil .
Kesejahteraan materiil adalah terjemahan dari
bentuk peningkatan kesejahteraan lahir.
Pembangunan bersifat spiritual adalah Khas Indonesia dan
harus dicapai melalui tiga upaya, yaitu pertama upaya
mewujudkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi, melalui perencanaan pembangunan yang
berkesinambungan , berpedoman pada GBHN, REPELITA,
dan APBN.
Yang kedua adalah mengupayakan pemerataan
pertumbuhan ekonomi dan hasil-hasilnya, yaitu melalui
kebijakan di bidang investasi (misalnya negative list),
Kebijaksanaan fisikal dan moneter seperti penerapan
perpajakan yang adil, alokasi APBN(IDT), alokasi kredit
perbankan, alokasi laba BUMN untuk meningkatkan
kualitas SDM, dan melalui kebijaksanaan untuk kelancaran
arus barang.
Yang ketiga,adalah pemulihan dan pemeliharaan stabilitas
politik dan ekonomi yang nantap berupa: kelangsungan
sistem kepemimpinan nasional melalui sistem politik dan
ekonomi yang demokratis, adanya stabilitas keamanan,
adanya stabilitas harga dengan tingkat inflasi dibawah 10
persen, adanya aparatur yang bersih dan berwibawa, dan lain-
lain.
Kalau sebelumnya paradigma yang dipakai adalah “trickle
down effect” maka paradigma baru yang dikembangkan pada
masa krisis ekonomi tahun 1997 dan 1998 adalah “bottom up
effect” yaitu perlunya dibangun ekonomi kerakyatan dimana
pertumbuhan ekonomj didorong dari bawah.
7.1.3 CIRI KHAS
PERBANKAN SYARIAH
Perlu diperhatikan bahwa pada
setiap rumusan pertimbangan
yang merupakan pokok-pokok
pikiran dikeluarkannya suatu
peraturan perundang undang
perbankan selalu disebutkan
antara lain hal hal berikut.
a.Bahwa perbankan yang
b. Bahwa perbankan
berasakan demokrasi
memiliki peranan yang
ekonomi debgan fungsi
strategis untuk
utamanya sebagai
menunjang
penghimpun dan
pelaksanaan
penyalur dana
pembangunan nasional.
masyarakat.
Pada sisi penyaluran dana, profil Bank Syariah yang ditampilkan
pada pembiayaan murabahah, bai’u bithaman ajil, salam, istishna
dan ijarah ialah menempatkan Bank Syariah pada posisi pembeli
barang dan jasa yang potensial sehingga pembelian oleh Bank
Syariah memberikan peluang untuk mendapat potongan harga dan
lebih murah. Karena itu untuk mendapatkan posisi sebagai
potensial buyer, Bank Syariah harus melakukan kontak langsung
dan melakukann dealing negosiasi dengan produsen, pemasok,
dealer,dan supplier.
Pembiayaan murabahah, bai’u bithaman ajil, salam, istishna dan ijarah
yang mengutamakan adanya barang dan jasa terlebij dahulu akan
mendorong produksi barang dan jasa. Fasilitas pembiayaan investasi
untuk memproduksi barang dan jasa akan terus meningkat sehingga
dapat memperluas lapangan kerja baru. Akhirnyw keseimbangan
pasokan barang dan jasa dengan pasokan uang yang beredar akan
dapat dipelihara sehingga kecenderungan kenaikan harga-harga
(inflasi) dapat dihambat.
7.2 PERBANKAN SYARIAH DAN OTONOMI
DAERAH
7.2.1 OTONOMI DAERAH
. Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar
88,2% penduduk Indonesia, yang menjadikan Indonesia
negara dengan penduduk muslim terbanyak didunia. Sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut
Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan
kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi daerah.
7.2.2 POTENSI KEUANGAN DAERAH
Untuk menyelenggarakan Otonomi daerah, Pemerintah daerag sesuai
dengan Undang-Undang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah mempunyai
sumber penerimaan daerah dan sumber pembiayaan. Sumber
penerimaan daerah terdiri dari (a)pendapatan Asli Daerah; (b)
Danan Perimbangan; dan (c) Lain-lain Pendapatan. Disamping
itu Sumber Pembiayaan terdiri dari (a) sisa lebih perhitungan
anggaran daerah; (b) penerimaan pinjaman daerah.
7.2.3 POTENSI DAERAH

Potensi Daerah yang sabgat besar adalah Agrobisnis dan Usaha


Kecil Menengah (UKM). Produk agribisnis yang cukup
berpotensi didaerah adalah produk-produk minyak sawit dan
turunannya, karet dan barang-barang karet, kayu dan produk
kayu, pulp dan kertas, ikan dan udang, kopi, kakao, lada, pala,
kulit dan barang kulit serta beragam jenis bumbu dan rempah-
rempah.
Tabel 22. Ekspor Produk Agrobisnis Terbesar di
Indonesia
NO. Provinsi USD (Juta)

1 Sumatera Utara 1.800

2 Riau 1.600

3 Kalimantan Timur 714


7.2.4 PERANAN PERBANKAN SYARIAH
DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Pertumbuhan Ekonomi merupakan satu asas dari tiga asas


pembangunan ekonomi (Trilogi Pembangunan). Adapun
tiga asas pembangunan ekonomi yanh dimaksud adalah:
(1) Penciptaan stabilitas,(2) Penciptaan Pertumbuhan
dan (3) Penciptaan Pemerataan.
Tabel 2.3 Kinerja BPR Syariah di Jawa Timur
Uraian Triwulan II Triwulan II Kenaikan
2003 2002 (%)
Jumlah BPRS II II

Aset Rp 26,3 miliar Rp 13,9 miliar 89

Dana Pihak Rp 13,3 miliar Rp 9,4 miliar 40


Ketiga
Pembiayaan Rp 14,3 miliar Rp 9,9 miliar 44
Pasal 5, Undang-undang Nomor 10 tahun 1998,
menyebutkan jenis bank terdiri dari bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR). Baik Bank Umum maupun
BPR sesuai dengan Pasal 1 undang –undang yang sama
dapat melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah.
Berbeda dengan Umum, Pasal 32, ayat (2) dari Peraturan Bank
Indonesia (PBI) Nomor : 6/17/PBI/ 2004 menyebutkan bahwa Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) hanya dapat membuka Kantor
Cabang di wilayah provinsi yang sama dengan kantor pusatnya.
Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa BPRS adalah banknya daerah
karena wilayah kerjanya hanya terbatas disekitar wilayah provinsi
yang sama dengan kantor pusatnya. Sesuai pula dengan Pasal 2 PBI
No. 6/17/PBI/2004 bentuk badan hukum BPRS dapat berupa
Perseroan Terbatas, Koperasi, atau Perusahaan Daerah.
7.2.5. SINERGI BERBAGAI KEKUATAN
EKONOMI DIDAERAH
Pemerintah Daerah yang ingin perekonomian di wilayahnya
memberikan kemakmuran kepada warganya tentu tidak akan
menyia-nyiakan berbagai kekuatan ekonomi yang ada. Potensi
keuangan daerah yang besar untuk membangun infrastruktur
ekonomi, berbagai peraturan untuk menerapkan good corporate
governance, sumberdaya alami yang melimpah, dan sumber daya
insani yang semakin terdidik dan terlatih.
7.3. BAITUL MAAL WAT TAMWIL
SARANA KEGIATAN EKONOMI
BERBASIS MASJID
7.3.1. BAITUL MAL
Lembaga keuangan pertama yang pernah menyatu dengan masjid
adalah Baitul Maal. Baitul Maal berasal dari kata Bait artinya rumah
dan al-maal artinya harta benda atau kekayaan. Dalam sejarahnya
Baitul Maal telah ada sejak zaman Rasulullah saw. Ketika pertama
kali (tahun ke 2 hijrah) kaum Muslim memperoleh harta rampasan
perang (ghanimah) dalam Perang Badar ( Zallum, 1983).
Rasullulah saw., selalu membagikan ghanimah dan satu perlima
bagian ( al-akhmas) dari padanya segera setelah peperangan
selesai. Baitul Mal bukan hanya dari rampasan perang tetapi dari
berbagai penerimaan yang lain, seperti: shadaqah fitri atau zakat
fitrah diwajibkan, kemudian Waqaf dengan petunjul Al- Qur’an
surah al-Hasyr ayat 7. Kharaj atau sewa tanah mulai ditarik pada
tahun ke 7 Hijriah berdasarkan petunjul Al-Quran surat al-Anfaal
ayat ke 1 dan suat al-Hasyr ayat 6 dan 7 ketika Khaibar
ditaklukan.
Kemudian setelah penduduk Muslim meningkat kesejahteraannya,
zakat atas harta dan zakat atas hasil pertanian dan perkebunan atau
ushr mulai diwajibkan pada tahun ke 8 Hijriah berdasarkan petunjuk
surah-surah Al-Quran yang turun di Madinah (yaitu: 2:43, 83, 110,
177, 4:77, 162, 5:12, 55, 9:5, 11, 18, 58, 60, 71, 103, 104, 22:41, 78,
24:37, 56, 31:4, 33:33, 58:13, 98:5), dan akhirnya pada tahun ke 8
Hijriah pula jizyah ditetapkan Rasullulah dan dikenakan kepada non-
Muslim yanh mendapat perlindungan.
7.3.2. BAITUT TAMWIL
Baitut Tamwil berasal dari kata bait artinya rumah dan tamwil artinya
pembiayaan atau dalam bahasa Inggris biasa disebut Finance House
hingga saat ini belum ditemukan keterangan yang jelas tentang
sejarah keberadaan Baitut Tamwil ini. Namun apabila diperhatikan
praktik operasional yang dilakukan lembaga yang menggunakan
nama Baitut Tamwil atau Finance House, seperti Al Kuwaiti Baitut
Tamwil, American Finance House, LARIBA, Gulf Finance House,
dll, persis sama dengan lembaga yang menggunakan nama bank
Islami (Islamic Bank) atau di Indonesia menggunakan bank
Syariah.
7.3.3. BAITUL MAL WA TAMWIL

Dengan latar belakang tersebut pada Sub Bab 27.1 dan 27.2. maka
baitul mal belum bisa menjadi institusi negara selama zakat, infaq,
shadaqah, dan waqaf belum menjadi urusan negara. Demikian juga
baitut tamwil selama belum diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku, masih merupakan institusi yang bebas
dibentuk oleh siapa pun yang beritikad baik.
7.3.5. BENTUK-BENTUK MUAMALAH
EKONOMI DALAM ISLAM.
Tersedia berbagai alternatif muamalah ekonomi yang dicontohkan
Nabi Muhammad saw. Antara lain berupa:
1. Penitipan dana kepada seorang pengusaha untuk dikelola dengan
sistem bagi hasil (al mudharabaha = trust financing)
2. Pembiayaan bersama atau suatu usaha dengan sistem bagi hasil
sesuai dengan penyertaannya masing masing (al musyarakah=
joint venture)
3.Kegiatan jual beli barang dengan pembayaran tangguh seluruhnya
pada waktu jatuh tempo (al-murabaha)
4. Kegiatan jual-beli barang dengan pembayaran tangguh di cicil pada
waktu jatuh tempo (al-bai’u bithaman ajil)
5. Kegiatan sewa menyewakan barang (al-ijarah= leasing)
6. Kegiatan sewa menyewa barang yang diakhiri dengan alih
pemilikan ( al-bai’u takjiri = hire purechase)
7. Kegiatan pinjam meminjam uang dengan jaminan barang bergerak
dan tidak bergerak (ar-rahn= gadai).
MASALAH ORGANISASI
Koperasi BMT adalah sebuah Kelompok Simpan Pinjam
(KSP) atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
berbentuk pra koperasi atau koperasi. BMT beroperasi
sesuai dengan prinsip syariat Islam. KSP atau KSM ini
dibina Bank Indonesia dalam Proyek Hubungan Bank
dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK)
MASALAH PERMODALAN
Koperasi BMT mengandung dua unsur kegiatan yaitu
menghimpun dana zakat, infaq, shadaqah, dalam Baitul
Mal dan menghimpun simpanan anggota dalam Baitul
Tamwil. Dengan demikian, modal Koperasi BMT diperoleh
dari simpanan anggota pendiri minimum sebesar Rp.5 juta
MASALAH OPERASIONAL
Kegiatan Baitul Mal bersifat sosial dengan menyalurkan
dana zakat, infaq, shadaqah kepada yang berhak
menerimanya dalam bentuk hibah atau pinjaman tanpa
buang(al-qardhul-hassan), sedangkan Baitut Tamwil
menyalurkan pinjaman dalam bentuk pembiayaan modal
usaha dengan sistem bagi hasil (al-mudharabah atau al-
bai’u bithaman ajil).
MASALAH SUMBER DAYA MANUSIA
Koperasi BMT harus dikelola secara profesional dan penuh
waktu. Oleh karena itu, pengelola harus terlebih dahulu
mendapatkan pelatihan intensif. Karena pengelolaan
Koperasi BMT cukup rumit, maka akan lebih meringankan
yang bersangkutan apabila pengelola berijazah paling
rendah Diploma Tiga (D3) atau Sarjana.
MASALAH PELATIHAN KOPERASI BMT
Pelatihan Koperasi BMT saat ini sedang digalakkan oleh
Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK) melalui
Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dan
Dompet Dhuafa Harian Republika melalui Program
Pelatihan BMT Asosiasi Bank Perkreditan Rakyat
(ASBISINDO). Jadwal pelatihan dapat diperoleh dari
PINBUK atau Dompet Dhuafa Republika.

Anda mungkin juga menyukai