Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Aliran Utilitarianisme
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Hukum

Dr. H. Usep Saepuloh, M.Ag

Kelompok 5:

Nadila Azzahra 1213040096

Ridwan Nur Rasyid 1213040111

Rio Fuji Husnaedi 1213040113

JURUSAN PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

2022

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah Ta’ala Yang Maha


Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya. Sholawat dan
Salam semogaselalu tercurahkan kepada Nabi Muhammd SAW, sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul aliran
utilitarianisme dengan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari dosen Dr. H. Usep Saepuloh M. Ag. Pada mata kuliah Filsafat Hukum.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang aliran
Utilitarianisme bagi para pembaca dan penulis.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari, makalah yang kami tulis
ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
memohon kritik dan sarannya dari para pembaca demi menyempurnakan
makalah ini.

Bandung, 07 April 2022

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................................................. 2

BAB II ....................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3

A. Pengertian aliran utilitarianisme ..................................................................................... 3

B. Sejarah aliran Utilitarianisme ......................................................................................... 6

C. Ajaran pokok aliran Utilitarianisme ............................................................................... 8

BAB III...................................................................................................................................... 9

PENUTUP................................................................................................................................. 9

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Seperti diketahui, bahwa berbicara tentang kekuatan mengikat dari pada


hukum, atau mengapa hukum ditaati oleh manusia atau masyarakat, maka kita
berhadapan dengan adanya pandangan beberapa aliran atau mazhab dalam kajian
Ilmu Hukum secara umum.

Adanya beberapa aliran atau mazhab ini, antara lain ditegaskan oleh
Sudarsono dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Hukum (1991: 103-104)
menyatakan; "Permasalahan pertama berkaitan erat dengan ketaatan terhadap
hukum, dalam kaitan ini timbul beberapa teori dan aliran pendapat di dalam Ilmu
Pengetahuan Hukum yang lebih dikenal dengan adanya mazhab.

Kendati tidak semua ahli merumuskan klasifikasi aliran hukum seperti


tersebut, namun sekedar pegangan dapat dikatakan bahwa membahas tentang
kekuatan mengikat hukum melahirkan sejumlah aliran atau mashab yang antara lain
dikemu kakan di atas. Salah satu diantara aliran yang akan dibahas dalam makalah
ini, adalah aliran Utilitarianisme dan aliran historis atau aliran sejarah sebagai salah
satu aliran yang relatif cukup tua dalam sejarah perkembangan hukum.

Utilitarianisme adalah idea atau fahaman dalam falsafah moral yang


menekankan prinsip manfaat atau kegunaan dalam menilai sesuatu tindakan sebagai
prinsip moral yang paling dasar. Dengan prinsip kegunaan dimaksudkan prinsip
yang menjadikan kegunaan sebagai tolok ukur pokok untuk menilai dan mengambil
keputusan apakah suatu tindakan itu secara moral dapat dibenarkan atau tidak.
Tindakan yang secara moral benar adalah tindakan yang berguna. Suatu tindakan
dinilai berguna kalau akibat tindakan tersebut, secara keseluruhan, dengan
memperhitungkan semua phak yang terlibat dan tanpa membeza-bezakan,
membawa akibat baik berupa kegembiraan atau kebahagiaaan yang semakin besar
bagi semakin banyak orang.

Utilitarianisme atau Utilisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan


sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan ini diartikan sebagai kebahagiaan
(happiness). Jadi baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada
apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Oleh
karena itu tugas hukum adalah mengantarkan manusia menuju The Ultimate Good.
Sehingga esensi hukum harus bermanfaat, artinya hukum yang dapat
membahagiakan sebagaian terbesar masyarakat.

Lahirnya aliran sejarah adalah sebagai akibat adanya keberatan terhadap


pandangan hukum alam yang dapat berlaku secara universal. Latar belakang
lahirnya aliran historis tersebut, dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo dalam

1
bukunya yang berjudul Ilmu Hukum (1996: 277) yang menyatakan bahwa "Baik
aliran positivisme dan aliran sejarah serta anthropologi merupakan reaksi terhadap
teori-teori hukum alam. Benih-benih bagi tumbuhnya pendekatan sejarah tersimpan
pada abad-abad sebelumnya, terutama dalam hubungannya dengan dasar-dasar
yang dipakai untuk menyusun teori-teori tersebut".

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari aliran Utilitarianisme ?
2. Bagaimana sejarah aliran Utilitarianisme ?
3. Apa ajaran pokok aliran Utilitarianisme ?

C. Tujuan
1. Dapat memahami tentang aliran Utilitarianisme.
2. Dapat mengetahui sejarah aliran Utilitarianisme.
3. Dapat mengetahui ajaran pokok aliran Utilitarianisme.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Aliran Utilitarianisme
Utilitarianisme atau utilitis adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai
tujuan utama hukum. Kemanfaatan ini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness).
Baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum bergantung pada hukum itu memberikan
kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Oleh karena itu, tugas hukum adalah
mengantarkan menusia menuju the ultimate good (kebaikan yang paling utama).
Menurut kaum utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya
menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang
dilakukan baik oleh diri sendiri maupun oleh orang lain, dengan cara memperbesar
kegunaan, manfaat dan keuntungan yang dihasilkan oleh perbuatan yang akan
dilakukan. Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada
penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian.
Adapun tokoh penganut utilistis adalah Jeremy Bentham dan Rudolf von Jhering
namun demikian terdapat perbedaan diantara keduanya. Jeremy Bentham dikenal
sebagai bapak utilitarianisme individual, sedangkan Rudolf von Jhering adalah
bapak utilitarianisme sosiologis.
Prinsip-prinsip dasar ajaran Bentham dapat dijelaskan sebagai berikut. Tujuan
hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-
individu, barulah kepada orang banyak. ”the greatest happiness of the greatest
number” (kebahagiaan yang sebesar-besarnya dari sebanyak-banyaknya orang).
Prinsip ini harus diterapkan secara kuatitatif, karena kualitas kesenangan selalu
sama.
Untuk mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat maka perundang-
undangan harus mencapai empat tujuan: (1) to provide subsistence (untuk memberi
nafkah hidup); (2) to provide abundance (untuk memberikan nafkah makanan
berlimpah); (3) to provide security (untuk memberikan perlindungan); dan (4) to
attain equity (untuk mencapai persamaan).

3
Undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar
masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik. Bentham berpendapat
bahwa keberadaan negara dan hukum semata-mata sebagai alat untuk mencapai
manfaat yang hakiki yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.
Ajaran Bentham yang sifat individualis ini tetap memperhatikan kepentingan
masyarakat, agar kepentingan idividu yang satu dengan individu yang lain tidak
bertabrakan maka harus dibatasi tidak terjadi homo homini lupus. Menurut
Bentham agar tiap-tiap individu memiliki sikap simpati kepada individu lainnya
sehingga akan tercipta kebahagiaan individu dan kebahagiaan masyarakat akan
terwujud. Bentham menyebutkan“The aim of law is the greatest happines for the
greatest number”.
Bentham mengatakan bahwa yang baik adalah kesenangan atau kebahagiaan
dan yang buruk adalah penderitaan atau kesengsaraan. Kebaikan atau kebahagiaan
di satu ranah berdiri secara berhadapan dengan kesusahan dan kejahatan diranah
lain. Keduanya selalu dalam kondisi yang saling tarik-menarik. Keadaan yang
mungkin yaitu satu akan mendominasi atau mengalahkan yang lain dari sisi
pengaruhnya terhadap kehidupan manusia.
Untuk menciptakan kondisi dimana kebahagiaan selalu lebih besar daripada
kesengsaraan, maka disinilah peran hukum. Ukuran baik buruknya suatu perbuatan
manusia tergantung pada perbuatan tersebut, apakah dapat mendatangkan
kebahagiaan atau tidak. Setiap kejahatan harus disertai dengan hukuman-hukuman
yang sesuai dengan kejahatan tersebut dan hendaknya penderitaan yang dijatuhkan
tidak lebih dari yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kejahatan.
Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah Rudolf von Jhering. Jhering
juga mengembangkan aspek-aspek dari Positivisme John Austin dan
mengembangkannya dengan prinsip-prinsip Utilitarianisme yang diletakan oleh
Bentham hal tersebut memberi sumbangan penting untuk menjelaskan ciri khas
hukum sebagai suatu bentuk kemauan.
Jhering mulai mengembangkan filsafat hukumnya dengan melakukan studi
yang mendalam tentang jiwa hukum Romawi yang membuatnya sangat menyadari
betapa perlunya hukum mengabdi tujuan-tujuan sosial. Dasar filsafat

4
Utilitarianisme Jhering adalah pengakuan tujuan sebagai prinsip umum dunia yang
meliputi baik ciptaan-ciptaan yang tidak bernyawa maupun yang bernyawa. Bagi
Jhering tujuan hukum adalah melindungi kepentingan-kepentingan yakni
kesenangan dan menghindari penderitaan, namun kepentingan individu dijadikan
bagian dari tujuan sosial dengan menghubungkan tujuan pribadi seseorang dengan
kepentingan-kepentingan orang lain.
Dengan disatukannya kepentingan-kepentingan untuk tujuan yang sama maka
terbentuklah masyarakat, negara yang merupakan hasil dari penyatuan
kepentingan-kepentingan untuk tujuan yang sama itu, ada empat kepentingan-
kepentingan masyarakat yang menjadi sasaran dalam hukum baik yang egoistis
adalah pahala dan manfaat yang biasanya didominasi motif-motif ekonomi.
Sedangkan yang bersifat moralistis adalah kewajiban dan cinta. Hukum bertugas
menata secara imbang dan serasi antara kepentingan-kepentingan tersebut.
Keseluruhan keinginan-keinginan tersebut oleh Jhering dibagi ke dalam tiga
kategori, sebagai berikut :
1. Di luar hukum (hanya milik alam) yang diberikan kepada manusia oleh
alam dengan atau tanpa usaha manusia (yakni hasil bumi)
2. Hukum campuran, yakni syarat-syarat kehidupan khusus untuk manusia.
Dalam kategori ini, kempat syarat-syarat pokok kehidupan sosial yakni
perlindungan kehidupan, perkembangan kehidupan, pekerjaan, dan
perdagangan. Ini merupakan aspek-aspek khusus dari kehidupan sosial,
tetapi tidak tergantung dari paksaan hukum;
3. Sebaliknya, syarat-syarat hukum yang murni adalah yang seluruhnya
tergantung dari perintah hukum, seperti perintah untuk membayar utang
atau pajak. Di lain pihak, tidak ada undang-undang yang diperlukan
untuk hal-hal seperti makan dan minum, atau pembiakan jenis-jenis
makhluk.
Di dalam positivisme hukum dinyatakan bahwa hukum adalah perintah dari
penguasa, dalam arti perintah dari mereka yang memegang kekuasaan atau yang
memegang kedaulatan, dimana dibebankan untuk mengatur makhluk. Adapun
aliran ini sampai pada kesimpulan bahwa tujuan hukum yaitu menciptakan

5
ketertiban masyarakat, di samping untuk memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya kepada jumlah orang yang terbanyak. Ini berarti hukum merupakan
cerminan perintah penguasa juga.
Jika penalaran utilitarianisme dituangkan dalam putusan hakim, maka putusan
tersebut tidak sekedar mengacu pada kepastian semata, melainkan juga
kemanfaatan bagi pihak-pihak terkait dalam arti luas. Secara teoritis, kepastian dan
kemanfaatan tidak berada pada posisi sederajat. Idealnya putusan hakim yang telah
diberi muatan kemanfaatan ini adalah masukan bagi para pembentuk hukum di
lembaga legislatif.
Utilitarianisme mensyaratkan adanya kerjasama yang baik antara lembaga
peradilan dan lembaga legislatif. Sekalipun demikian bayangan ideal ini menjadi
utopia karena utilitarianisme kerap membuat hakim diantara dua sisi aksiologis
yang berbeda.

B. Sejarah Aliran Utilitarianisme


Aliran ini dipelopori oleh Jeremy Bentham (1746-1832), Jhon Stuart
Mill (1806-1873), dan Rudolf Van Jhenring (1818-1889). Dengan
memegang prinsip manusia akan melakukan tindakan untuk mendapatkan
kebahagiaan yang sebenar - benarnya dan mengurangin penderitaaan.
Betham mencoba menerapkannya dibidang hukum. Atas dasar ini, baik
buruknya suatu perbuatan diukur apakah perbuatan mndatangkan
kebahagiaan atau tidak.
Demikian pun dengan perundang-undangan, baik buruknya ditentukan
pula oleh ukuran tersebut. Maka undang-undang yang banyak memberikan
kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-
undang yang baik. Ajaran Betham dikenal sebagai utilitarianisme yang
individual, sedan rekannya Rudlof Van Jhering mengembangkan ajaran
yang bersifat sosial.
Teori John Stuart Mill dan positive hukum Jhon Austin Betham adalah
seorang individualis sekaligus egalitarian. Baginya tidak ada mitos tentang
Volente generale atau masyarakat organik. “indvidu” adalah tujuan dari
dirinya sendiri, tiap orang nilainya satu, dan tujuan hukum adalah
menciptakan kebebasan maksimum bagi tiap individu, sehingga ia dapat
mengejar apa yang baik baginya.

6
Tetapi Betham, pembaharuan sosial dan perundang-undangan bukan
anarkis. Ia mengetahui bahwa hukum harus mengabdi pada keseluruhan
individu-individu masyarakat. Baginya tujuan akhir perundang-undangan
adalah kebahagiaan yang paling besar. Sebagaimana yang telah ditunjukkan
oleh Hobhause, penguraian prinsip ini oleh Betham harus berakhir dengan
penempatan hak individu dibawah kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya.
Prinsip Betham tentang kebahagiaan yang terbesar ini, pada asasnya
bertentangan pada tiap-tiap teori mengenai hal-hak alami yang tidak dapat
dicabut Kembali. Pasal 2 dari pernyataan Prancis tentang hak-hak manusia
(1789) berbunyi : “tujuan masyarakat ialah kebahagiaan umum. Pemerintah
diadakan untuk menjamin orang bahwa ia dapat menikmati hak-hak alami
maupun yang tidak tertulis dari manusia. Hak-hak ini adalah kebebasan,
milik, keamanan dan perlawanan terhadap serangan. Pasal 1 dari konvensi
1793 mengubah tekanan: Tujuan masyarakat ialah kebahagiaan umum.
Pemerintahan diadakan untuk menjamin orang bahwa ia dapat menikmati
hak-hak alami dan hak-hak yang tak tertulisnya.
Bentham yang bermartabat tinggi dalam revolusi Perancis sebagai
seorang rasionalis, dan sebagai pembaharu sosial dan hukum, telah
mengecam tanpa ampun penggunaan ketentuan-ketentuan hukum alam
dalam naskah-naskah yang pertama dalam konstitusi Perancis yang
revolusioner. Perubahan dari tekanan yang semula atas hak-hak alamiah
kearah sangat pentingnya kebahagiaan sosial, disebabkan terutama oleh
Bentham.
Bentham sama sekali tidak bersikap bermusuhan terhadap pengakuan
atas prinsip hukum yang tetap. Dalam karangannya tentang “Influence of
time and place in matters of legislation” ia membenarkan adanya peraturan-
peraturan, seperti perimbangan yang layak antara pelanggaran dan
hukuman, antara jasa dan penghargaan, klasifikasi pelanggaran-
pelanggaran kriminil, yang jika benar, dan yang sebenarnya, maksudnya
disini bahwa setiap waktu kapanpun dan dimana saja dan pada akhirnya,
peraturan-peraturan itu dianggap baik
Selama kesenangan adalah kesenangan dan selama penderitaan adalah
penderitaan Disini Bentham mengakui prinsip-prinsip hukum alam tertentu,
yang tidak jauh dari yang dirumuskan oleh Aristoteles dan Grotius dibawah
selubung tipis dari filsafatnya tentang kebahagiaan dan penderitaan, tetapi
kelonggaran terbatas yang diberikan pada filsafat hukum alam ini tidak
penting dibanding tekanannya atas tujuan masyarakat dan sikap mengabdi
dari hukum.

7
C. Ajaran pokok Aliran Utilitarianisme
1. seseorang hendaknya bertindak sedemikian rupa, sehingga memajukan
kebahagiaan (kesenangan) terbesar dari sejumlah besar orang.
2. Tindakan secara moral dapat dibenarkan jika ia menghasilkan lebih
banyak kebaikan daripada kejahatan, dibandingkan tindakan yang
mungkin diambil dalam situasi dan kondisi yang sama.
3. Secara umum, harkat atau nilai moral tindakan dinilai menurut
kebaikan dan keburukan akibatnya.
4. Ajaran bahwa prinsip kegunaan terbesar hendaknya menjadi kriteria
dalam perkara etis. Kriteria itu harus diterapkan pada konsekuensi-
konsekuensi yang timbul dari keputusan-keputusan etis.

8
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Aliran Utilitarianisme yang ditemukan oleh Jeremy Bentham yang beranggapan
bahwa hukum itu harus memiliki fungsi kebahagiaan, dan memberikan kebahagian
kepada individua atau masyarakat dengan keseluruhannya yang disempurnakan
oleh Rudolf von Jhering bahwa ia menolak ajaran madzab sejarah bahwa hukum
itu tidak diciptakan oleh negara akan tetapi tumbuh bersama masyarakat.

menurut kaum utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya


menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang
dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.Adapun maksimalnya adalah
dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh
perbuatan yang akan dilakukan. Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan
kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan
daripada kerugian, bagi sebagian besar orang.Dengan demikian, perbuatan manusia
baik secara etis dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang
lain.

Memajukan kebahagiaan (kesenangan) terbesar dari sejumlah besar


orang.Tindakan secara moral dapat dibenarkan jika ia menghasilkan lebih banyak
kebaikan daripada kejahatan, dibandingkan tindakan yang mungkin diambil dalam
situasi dan kondisi yang sama. Secara umum, harkat atau nilai moral tindakan
dinilai menurut kebaikan dan keburukan akibatnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Syukri dkk, Hukum Dalam Pendekatan Filsafat, Kencana, Jakarta, Tahun
2016.

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, Tahun 2016.

Besar dalam http://business-law.binus.ac.id/2016/06/30/utilitarianisme-dan-tujuan-


perkembangan-hukum-multimedia-di-indonesia,27 Januari 2018.

Soejono Soekanto, Pokk-Pokok Soosiologi Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Tahun


1988.

Muhammad Syukri, Hukum Dalam Pendekatan Filsafat.

Rahman Amin dalam http//rahmanamin1984.blogspot.coid/2014/03/filsafat-hukum-


aliran-Utilitarianisme.html, diakses 27 Januri 2018.

Shidarta, Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum, Genta, Bantul-Yogyakarta, Tahun


2013.

10

Anda mungkin juga menyukai