Anda di halaman 1dari 5

Nama :Arif Ruslan

NIM :KHGC18062
Kelas :4B/S1 Keperawatan

RESUME GERONTIK

A. Definisi Keperawatan Gerontik


ilmu yang membahas fenomena biologis, psiko dan sosial serta dampaknya terhadap
pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan penekanan pada upaya prevensi dan
promosi kesehatan sehingga tercapai status kesehatan yang optimal bagi lanjut usia.
Aplikasi secara praktis Keperawatan gerontik adalah dengan menggunakan proses
keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan,perencanaan, implementasi dan
evaluasi).
Gerontologi : Ilmu yang mempelajari aspek-aspek penuaan yang meliputi perubahan
secara fisik, psikologis dan masalah-masalah ekonomi pada lanjut usia
Geriartri : Ilmu yang mempelajari, membahas, meneliti proses menua dan segala
macam penyakit jasmani dan rohani yang mungkin mengenai manusia lanjut usia,
serta bagaimana cara mencegah dan mengobatinya
ilmu yang membahas fenomena biologis, psiko dan sosial serta dampaknya terhadap
pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan penekanan pada upaya prevensi dan
promosi kesehatan sehingga tercapai status kesehatan yang optimal bagi lanjut usia.
Aplikasi secara praktis Keperawatan gerontik adalah dengan menggunakan proses
keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan,perencanaan, implementasi dan
evaluasi).
B. Hal-Hal Yang Penting Bagi Perawatan Gerontik
Mampu membina hubungan yang terapeutik pada lansia
Menghargai keunikan kelompok lanjut usia
Mempunyai kompetensi klinis sebagai basis tindakan keperawatan
Mampu berkomunikasi dengan baik
Memahami perubahan degeneratif secara fisik dan psikososial pada lansia
Mampu bekerja sama dengan tim kesehatan lain Seni dalam melakukan perawatan
lansia harus bisa dikuasai oleh perawat karena keunikan dari lansia tersebut
Seni dari caring dapat dilihat dari perspektif holistik yakni : secara fisik,mental,
emosional, sosial.
Cara untuk membiasakan caring pada lansia Merawat lansia dengan ketulusan dan
respek
Menghargai nilai-nilai pengalaman kehidupan lansia
Mendengar aktif dan merespon lansia secara positif
Berbicara dan bersama lansia lebih banyak waktu
Intervensi dnegan kesabaran dan kebaikan
Mengkaji lansia untuk mencapai kapasitas fungsional yang terbaik

C. PRINSIP KOMUNIKASI PERAWATAN PALIATIF


Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal maupun nonverbal.
Masalah-masalah komunikasi, kematian masih merupakan tema yang tabu didalam
masyarakat, pendapat yang salah mengenai apa yang orang lain ingin dengar, tidak
mau mendiskusikan kematian.
Ada juga komunikasi pada pasien dengan penyakit kronis
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama
sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering kambuh. (Purwaningsih
dan Karbina, 2009).
Teknik Komunikasi dengan koping konstruktif,pertahankan kontrak mata,selalu
berada di dekat klien. Faase anger (marah), memberikan kesempatan pada pasien
untuk mengepresikan perasaannya dan mendengarkan.
Fase Bargaining teknik komunikasi, memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menawarkan dan menanyakan kepada pasien apa yang di inginkan.
Fase depression tehnik komunikasi Jangan mencoba menenangkan klien dan biarkan
klien dan keluarga mengekspresikan kesedihannya
Fase acceptance teknik komunikasi, meluangkan waktu untuk klien dan sediakan
waktu untuk mendiskusikan perasaan keluarga terhadap kematian pasien.
Komunikasi dengan pasien tidak sadar, merupakan suatu komunikasi dengan
menggunakan teknik komunikasi khusu/terapetik dikarenakan fungsi sensorik dan
motoric pasien mengalami penurunan
Cara komunikasi dengan pasien tidak sadar:menjelaskan, memfokuskan, memberikan
informasi, mempertahankan ketenangan.
Prinsip berkomunikasi dengan pasien tidak sadar,berhati-hati melakukan pembicaraan
verbal didekat klien, ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan
perawat,ucapkan kata-kata sebelum menyentuk klien.
Paliatif care pada lansia
• Seiring semakin menuanya usia seseorang, maka peluang untuk mengalami
penurunan kualitas hidup semakin besar, salah satunya peluang untuk mengalami
penyakit.
• Lansia rentan mengidap penyakit-penyakit kronis dan degeneratif, serta mengalami
masalah psikologis terkait budaya, agama dan kepercayaan.
• Lansia juga rentan menderita penyakit yang mengancam nyawa seperti kanker,
demensia, dan kegagalan organ tubuh.
• Penuaan mengakibatkan penurunan dan kegagalan fungsi organ tubuh, meningkatkan
risiko fatalilty, dan rentan terkena penyakit, sehingga terjadi penurunan kualitas
hidup.
• Banyak lansia yang mengalami penyakit yang mengancam nyawa, namun harus
menjalani hidup yang cukup panjang sebelum menjemput ajal.
• Perawat sebagai pemberi asuhan utama berperan dalam membantu memenuhi
kebutuhan sehari-hari, seperti makan, mandi, berpakaian, kegiatan spiritual, dan
pemberian obat-obatan pada lansia dalam kondisi paliatif.  
• Di Indonesia pelayanan paliatif telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI
Republik Indonesia, No. 812 / Menkes / SK / VII / 2007.
• Namun, dalam pelaksanaannya pelayanan paliatif di Indonesia masih dalam tahap
pengembangan awal dan masih terbatas pada rumah sakit, Puskesmas, layanan
kunjungan rumah tertentu di daerah tertentu.
• Rumah jompo di Indonesia masih belum menawarkan perawatan paliatif di dalam
pelayanannya
• Ada beberapa risiko yang dihadapi. Pasien menghadapi penurunan fisik dan
disabilitas, ketergantungan, yang membutuhkan perawatan lebih lama.
• Pasien LANSIA yang menghadapi penyakit yang mengancam nyawa, menjalani apa
yang disebut perawatan paliatif (palliative care)
WHO MENDEFINISIKAN PERAWATAN PALIATIF SEBAGAI BERIKUT
• Pendekatan untuk mencapai kualitas hidup pasien dan kematian yang bermartabat
• Memberikan dukungan bagi keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan kondisi pasien
• Mencegah dan mengurangi penderitaan
• Melalui identifikasi dini, penilaian yang seksama, serta pengobatan nyeri dan
masalah-masalah lain baik fisik, psikososial dan spiritual. 
Penggunaan Obat Secara Rasional Pada Lansia
• Penggunaan obat dikatakan rasional menurut WHO apabila pasien menerima obat
yang tepat untuk kebutuhan klinis, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan untuk
jangka waktu yang cukup, dan dengan biaya yang terjangkau baik untuk individu
maupun masyarakat.
• Penggunaan obat dikatakan tepat bila pasien menerima obat yang sesuai dengan
kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dengan harga yang terjangkau
(WHO, 1985).

KARAKTERISTIK SPIRITUAL
Terdapat beberapa karakteristik Spiritual ( Azizah, halaman 126, “keperawatan
Lanjut Usia” ) yang meliputi:
 Hubungan dengan diri sendiri Merupakan kekuatan dari dalam diri
seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu siapa dirinya, apa yang
dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut kepercayaan
 pada diri-sendiri,
 Hubungan dengan orang lainHubungan ini terbagi atas harmonis dan
tidak harmonisnya hubungan dengan orang lain.
 Hubungan dengan alam, Harmonis dengan alam merupakan gambaran
hubungan seseorang dengan alam yang meliputi pengetahuan tentang
tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam
serta melindungi alam tersebut.
 Hubungan dengan tuhan, Meliputi keagamaan. Keadaan ini menyangkut
sembahyang dan berdoa, keikut sertaan dalam kegiatan ibadah,
 perlengkapan keagamaan.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SPIRITUAL


Tahap perkembangan, peranan keluarga, latar belakang etnik dan budaya, krisis
dan perubahan, terpisah dari ikatan spiritual,isu moral terkait dengan terapi,
asuhan keperawatan yang kurang sesusai.

E. MANIFESTASI PERUBAHAN FUNGSI SPIRITUAL


Verbalisasi distress Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual, biasanya
akan meverbalisasikan yang dialaminya untuk mendapatkan bantuan. Perubahan
perilaku Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi
spiritual. Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan
kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja sedang menderita
distress spiritual.

F. TEORI PROSES MENUA


“Menua( = menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita “
(Constantinides,1994).
Penuaan atau proses menua adalah suatu akumulasi berbagai perubahan patologis
di dalam sel dan jaringan yang terjadi seiring waktu.
Proses yang terjadi berupa hilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki
atau mengganti diri dan mempertahankan fungsinya secara perlahan-lahan.
Ada 2 proses penuaan, penuaan intrinsik (sejati) dan penuaan ekstrinsik.
1. FASE PROSES PENUAAN
 Fase Subklinik (25-35)
Produksi hormon testoteron, growth hormon dan estrogen mulai
menurun. Adanya radikal bebas mulai menyebabkan kerusakan sel
namun belum tampak tanda2 penuaan.
 Fase Transisi (35-45) Produksi hormon berkurang 25%. Gejala
penuaan mulai tampak seperti : berkurangnya kemampuan penglihatan
dan pendengaran, rambut beruban, elastisitas kulit hilang dan timbul
pigmentasi,gairah sexual berkurang. Kerusakan akibat radikal bebas
menyebabkan penyakit penuaan (Ca, artritis, pelupa, diabetes dan
penyakit arteri koroner.
 Fase klinis (diatas 45 tahun)
Selain kadar hormon yang semakin menurun kemampuan menyerap
nutrisi, vitamin dan mineral juga makin berkurang sehingga masa otot
berkurang namun terjadi peningkatan lemak tubuh. Mulai timbul
penyakit2 degeneratif akibat kegagalan sistem organ.

2. TEORI-TEORI PROSES MENUA


 Teori “Genetik Clock”
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu, tiap spesies mempunyai didalam nukleus(inti sel)nya suatu
jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu, jam ini akan
menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi
menurut konsep ini bila jam kita tidak berputar berarti kita meninggal dunia,
meskipun tanpa disertai kecelakaan dan penyakit

-Menurut teori ini terjadi mutasi yang progresif pada DNA sel somatik , akan
menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
Menurut hipotesis “Error Catastrophe” menua di sebabkan oleh kesalahan
beruntun sepanjang kehidupan setelah berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA RNA)maupun dalam
proses translasi (RNA protein/enzim) Jika terjadi kesalahan dalam proses
translasi (pembuatan protein) maka akan terjadi kesalahan makin banyak,
sehingga terjadilah katastrop (Suhana, 1994) Proses menua akibat kesalahan
masa replikasi DNA. Kerusakan DNA menyebabkan pengurangan
kemampuan replikasi DNA. Pada usia 70 an diperkirakan kemampuan
replikasi tsb hilang 50%.

Anda mungkin juga menyukai