Anda di halaman 1dari 10

Ahmad Izzuddin

PROBLEMATIKA IMPLEMENTASI
HUKUM ISLAM TERHADAP PERKAWINAN
DI BAWAH UMUR DI INDONESIA

Ahmad Izzuddin
)DNXOWDV 6\DUL·DK 8,1 0DOLNi Malang
Telepon: 08155130764
Email: ashfazudin@yahoo.co.id

Abstract
The general principle of syariah states that legal majority comes with physical puberty.
Hence in theory, capacity to conclude a marriage contract basically depends upon proof of
sexual maturity established under the normal rules of evidence rather than the attainment of
a specific age. In examining the statutory measures on child marriage, it appears that the
Compilation follows two main objectives; restriction and indirect prohibition. Since
Muhammad himself married Aisyah at an exceedingly tender age, so it is almost impossible
for pious Muslims to condemn the practice. A punitive approach to child marriage would
also seem unlikely to achieve a desirable result. The indirect means was therefore justified on
WKH EDVLV RI WKH VL\DVDK V\DU·L\DK GRFWULQH LQVtead of declaring the minor marriage void, the
Compilation confined themselves to discouraging it by administrative expedients.

Prinsip umum dari Syariah menegaskan bahwa batas usia pernikahan disesuaikan dengan
pubertas fisik. akan tetapi secara teoritis, kapasitas seseorang untuk menikah pada dasarnya
disesuaikan dengan kematangan secara seksual dan bukan hanya dibatasi pada usia
tertentu. Dalam pengaturan persoalan konteks perkawinan usia dini, KHI menekankan dua
hal yaitu pembatasan dan pelarangan secara tidak langsung. Dikarenakan Muhammad
menikahi Aisyah pada usia yang masih dini, maka hampir tidak mungkin bagi seorang
Muslim untuk mengecam praktek perkawinan usia dini. Suatu pendekatan yang bersifat
menghakimi terhadap persoalan tersebut nampaknya tidak akan mencapai hasil yang baik.
Dengan demikian, alat yang secara tidak langsung bisa digunakan untuk melihat persoalan
tersebut adalah dengan mengembalikan hukum pernikahan usia dini berdasarkan siyasah
V\DU·L\DK GDULSDGD KDQ\D GHQJDQ PHPEHULNDQ EDWDVDQ XVLD QLNDK

Keywords: Hukum Islam, Pernikahan Dini, Qawaid Fiqhiyah

Pendahuluan masyarakat Muslim dalam hal berinteraksi


Sebagai agama mayoritas yang dipeluk sosial, baik secara individual maupun kelem-
penduduk Indonesia, Islam secara otomatis bagaan yang dijalankan oleh para pemimpin
menjadi salah satu sumber nilai di berbagai pemerintahan dan pemuka agama Islam.
bidang kehidupan bagi para pemeluknya. Di Kondisi ini relatif terjaga sejak masa penja-
samping akidah dan akhlak, aspek penting jahan hingga masa kemerdekaan.
dalam Islam adalah hukum Islam yang masuk Pada masa pemerintahan kolonial Be-
ke Indonesia berbarengan dengan masuknya landa, cara pandang masyarakat terhadap hu-
Islam ke Nusantara sejak abad-7 Masehi. kum Islam di Indonesia memang terjadi peru-
Hukum Islam juga menjadi pedoman bagi bahan sikap. Pada awalnya, pemerintah kolo-

de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum 1


Problematika Implementasi Hukum Islam Terhadap Perkawinan Di Bawah Umur Di Indonesia

nial Belanda menerima seutuhnya hukum perkara yang muncul di dalam masyarakat
Islam sebagai hukum yang berlaku bagi pe- muslim, khususnya dalam masalah pernika-
meluknya, yang dikenal dengan teori receptie han. Namun, karena peraturan-peraturan baku
in complexu. Atas usul Snouck Hurgronje, mengenai pernikahan itu sendiri belum ada,
kondisi tersebut berubah, di mana hukum pada masa prakemerdekaan, perkara-perkara
yang diberlakukan adalah hukum adat yang berkaitan dengan pernikahan diserahkan
sedangkan hukum Islam hanya dapat berlaku sepenuhnya kepada penghulu dan qadhi
kalau ia sudah diterima (receptie) dan diadap- untuk memutusnya.
tasi oleh hukum adat. Teori ini dikenal Berkaitan dengan materi hukum Islam
sebagai theorie receptie. 1 Meskipun terjadi tersebut, pada masa kemerdekaan Menteri
perubahan sikap tersebut tidak sepenuhnya Agama RI melalui Biro Peradilan Agama
berdampak dan meniadakan keberadaan hu- mengeluarkan Surat Edaran Nomor B/I/735
kum Islam di Nusantara. pada tanggal 18 Februari 1958 yang ditu-
Setelah proklamasi kemerdekaan Indo- jukan kepada Pengadilan Agama agar para
nesia tahun 1945, pemimpin dan tokoh politik hakim dalam memeriksa, mengadili, dan me-
Islam berusaha meluruskan persepsi tentang mutus perkara supaya berpedoman kepada 13
pemberlakuan hukum Islam di Indonesia, ba- kitab, yaitu: Al-Bajuri, Fath al-0XµLQ,
ik dengan jalan konstitusional melalui sidang 6\DUTDZL µDOD DO-Tahrir, Qalyubi/Muhalla,
MPR ataupun dengan jalan kekerasan Fath al-Wahhab, Tuhfah, Targhib al-Musy-
bersenjata seperti dilakukan oleh Kahar Mu- taq, Qawanin al-6\DULµDK 6D\\LG 'DNKODQ
zakkar, Kartosuwiryo dan Daud Buerueh. dan Utsman ibn Yahya, Syamsuri lil Faraidh,
Pada perjalanannya, lahir beberapa teori baru Bughyat al-Musytarsyidin, al-)LTK µDOD 0D-
yang menolak teori receptie tersebut. Di dzahib al-µ$UED¶DK dan Mughni al-Muhtaj.4
antaranya teori receptie exit yang dike- Banyaknya kitab rujukan bagi para
mukakan oleh Hazairin, teori receptie a hakim dalam memeriksa, mengadili, dan me-
contrario oleh Sayuthi Talib, teori eksistensi mutus perkara di lingkungan Pengadilan Aga-
oleh Ichtianto, dan belakangan teori pemba- ma cukup menyulitkan para hakim karena
ruan oleh Bustanul Arifin dan rekan-rekan- ketentuan yang terdapat dalam kitab-kitab
nya. 2 Ada pula teori interdependensi yang tersebut berbeda satu sama lain. 5 Di samping
dirumuskan oleh A. Qodri Azizi dan teori itu kitab-kitab di atas lebih mengutamakan
sinkretisme yang dikemukakan oleh M.B. madzKDE 6\DIL¶L \DQJ GLWXOLV EHUGDVDUNDQ
Hooker. 3 situasi di dunia Arab dan tidak semua umat
Terlepas dari itu semua, materi hukum Islam di Indonesia berpedoman kepadanya
Islam di Indonesia sudah diakui dan dijalan- sehingga diperlukan formulasi hukum Islam
kan oleh masyarakat Indonesia. Bahkan ada khas Indonesia sebagaimana dikemukakan
peradilan agama yang secara khusus meme- oleh M. Hasbi Ash-Shiddieqy. 6
riksa, mengadili dan memutus perkara- Langkah awal dari usaha ini adalah
pembaharuan UU Nomor 22 tahun 1946 ten-
1 tang NTR yang diberlakukan pada 22 No-
Lihat Andi Tahir Hamid, Beberapa Hal Baru
vember 1946, disusul dengan lahirnya Un-
tentang Peradilan Agama dan Bidangnya (Jakarta:
Grafika, 2005), h. 3. lihat pula Abdul Halim, Peradi-
4
lan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia (Jakarta: Ibid., h. xiii.
PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 6. 5
Hal ini merupakan karakteristik dari fiqh sen-
2
Lihat Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum diri sebagai ilmu yang bersifat dzanni di mana para fu-
Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), qaha menggali huku m-huku m dari nash-nash al-
h. xii. 4XU¶DQ GDQ DO-Hadist dengan menggunakan ijtihad me-
3 reka sendiri yang tentunya berbeda satu sama lain.
Semua teori di atas mencoba untuk melihat
dan menempatkan posisi huku m Islam di Nusantara Lihat Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami
dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Lihat (Damaskus: Dar al-Fikr, 1996), h. 18-23.
6
Imam Syaukani, Rekonstruk si Epistemologis Hukum Lihat Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sya-
Islam Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006) ULµDW ,VODP 0HQMDZDE 7DQWDQJDQ =DPDQ (Jakarta: Bu-
, h. 88-89. lan Bintang, 1966), h. 41-42.

2 Volume I, Nomor 1, Agustus 2009


Ahmad Izzuddin

dang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Masyarakat muslim terkadang lebih berpedo-
Perkawinan, dan PP Nomor 9 tahun 1975 man kepada kitab-kitab fiqh daripada kepada
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perka- materi Hukum Islam yang sudah dimasukkan
winan. Selanjutnya lahir pula Kompilasi ke dalam sistem Undang-Undang di Indone-
Hukum Islam yang diberlakukan dengan Ins- sia. Hal ini tentu menggambarkan adanya
truksi Presiden Nomor 1991. ambiguitas antara hukum Islam (fiqh) dan
Kompilasi Hukum Islam dapat dika- KHI, sehingga disana terjadi dualisme hukum
takan sebagai ijma para ulama Indonesia yang justru akan membingungkan masyarakat
yang dirintis sejak kemerdekaan Indonesia. itu sendiri.
Dalam lokakarya yang diadakan di Jakarta Kasus yang akhir-akhir ini mencuat dan
pada 2-5 Februari 1988, para ulama Indonesia menjadi cermin dualisme hukum Islam di
yang hadir menerima tiga rancangan buku Indonesia adalah pernikahan Syekh Puji de-
Kompilasi Hukum Islam, yaitu buku I tentang ngan Lutfiana Ulfa yang tengah menjadi
hukum perkawinan, buku II tentang kewari- sorotan luas masyarakat di Indonesia dan
san, dan buku III tentang hukum perwakafan. disajikan secara luas oleh media cetak dan
Kompilasi Hukum Islam ini diharapkan dapat elektronik. Kasus ini menarik karena kesen-
digunakan oleh instansi pemerintah dan ma- jangan usia antara keduanya sangat jauh;
syarakat dalam menyelesaikan masalah- ma- Syekh Puji berusia 43 tahun sementara Ulfa
salah hukum Islam yang dihadapi. 7 Semua berusia 12 tahun. Usia Ulfa tidak memenuhi
usaha ini ditujukan untuk lebih merangkum syarat usia minimum pernikahan yaitu 19
nilai- nilai hukum Islam secara sistematis tahun untuk calon suami dan 16 tahun untuk
sehingga tercipta kepastiaan hukum dalam calon isteri. 8 Meskipun pernikahannya de-
perundang-undangan dengan berdasarkan ke- ngan Ulfa memunculkan kontroversi di te-
pada Maqashid al-6\DULµDK. ngah masyarakat luas, khususnya Komnas
Namun, secara operasional, keberadaan Anak, karena melanggar Undang-undang Per-
Undang-Undang Nomor 1 tahun 19974 dan kawinan No. I tahun 1974 tentang batas
Kompilasi Hukum Islam sebagai bukti eksis- minimum usia menikah, Syekh Puji tetap ber-
tensi hukum Islam di Indonesia tidak diakui keyakinan bahwa pernikahannya adalah sah
oleh beberapa pihak, baik yang berpikiran NDUHQD VXGDK VHVXDL GHQJDQ V\DUL¶DW .H\DNL-
liberal ataupun konservatif. Mereka beralasan nan tersebut dikuatkan dengan kerelaan Ulfa
bahwa apa yang termuat dalam KHI tidak dan keinginannya untuk tetap hidup bersama
mencerminkan hukum Islam itu sendiri. Ka- Syekh Puji sebagai isteri.
um konservatif tradisionalis sering menggu- Kasus pernikahan dini ini penulis ang-
gat ketatnya persyaratan poligami, sementara kat sebagai salah satu contoh fenomena pro-
kaum liberal menggugat aturan yang mela- blematika dualisme hukum Islam dalam ma-
rang pernikahan beda agama. Hal ini dapat syarakat muslim. Penulis akan menganalisis
dilihat dalam Counter Legal Draf Kompilasi kasus tersebut dari perspektif Qawaid Fiqhi-
Hukum Islam yang dimotori oleh Siti Mus- yah dan 6L\DVDK 6\DU¶L\DK.
dah yang isinya banyak menggugat masalah
perwalian bagi anak perempuan, waris, poli-
gami dan perkawinan beda agama yang ada
dalam Kompilasi Hukum Islam.
Kondisi ini mengesankan bahwa eksis-
tensi Kompilasi Hukum Islam tidak memiliki
8
dasar hukum Islam dalam masyarakat. Ketentuan ini dapat dilihat dalam Ko mpilasi
Huku m Islam pasal 15 yang berbunyi: (1) Untuk
kemaslahatan keluarga dan ru mah tangga, perkawinan
7
Pada dasarnya apa yang termuat dalam KHI hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah
yang berhubungan dengan perkawinan semuanya telah mencapai u mu r yang ditetapkan dalam pasal 7
dimuat dalam UU No. I Tahun 1974 jo. PP No. 9 19- Undang-undang No. 1 tahun 1974 yakni calon suami
75. Mengenai KHI, lihat Abdul Mannan, Aneka Masa- sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri
lah Hukum, h. 26. sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.

de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum 3


Problematika Implementasi Hukum Islam Terhadap Perkawinan Di Bawah Umur Di Indonesia

Pro-Kontra Pernikahan Dini dalam Pers- Perintah dalam ayat ini menggunakan
pektif Fiqh Klasik kata òãŽó÷• (wanita-wanita) dalam ayat ini
Pernikahan dini dalam kitab fiqh klasik bermakna µDP (umum) yang mencakup se-
biasa disebut dengan nikah al-shaghir/al- mua perempuan baik yang sudah baligh
shaghirah, yaitu pernikahan yang dilakukan ataupun belum. Mengenai lafadz µDP para
oleh seseorang laki- laki atau perempuan yang ulama usul sepakat bahwa semua kata yang
belum baligh. Dalam perspektif fiqh, usia bersifat umum dapat mencakup semua makna
baligh seseorang dicirikan dengan ihtilam yang tercakup di dalamnya apabila tidak ada
(mimpi basah) bagi seorang laki- laki dan dalil yang mentakhsisnya. 11
keluarnya darah haid bagi seorang perem-
puan. Dari sisi usia, menurut Abu Hanifah 3. Pernikahan Nabi GHQJDQ 6LWL µ$LV\DK
bagi laki- laki adalah 18 tahun dan perempuan sebagaimana tertulis dalam beberapa hadis.
WDKXQ 6HPHQWDUD PHQXUXW 6\DIL¶L XVLD ³1DEL PHQLNDKLNX NHWLND DNX EHUXVLD
baligh adalah 15 tahun baik bagi laki- laki tahun dan hidup bersama denganku
ataupun perempuan. 9 NHWLND DNX EHUXVLD WDKXQ´ 12
Hukum pernikahan dini menurut mayo-
ritas ulama adalah sah apabila telah meme- 4. Riwayat dan atsar dari para sahabat
nuhi syarat dan rukun pernikahan yang telah yang menikahkan kerabat mereka yang masih
ditentukan yaitu shighat (ijab-qabul), calon kecil. Seperti Ali ibn Abi Thalib yang
mempelai (suami- isteri), wali bagi perem- mengakadkan pernikahan Ummi Kultsum
puan dan dua saksi. 10 Namun ada juga ulama GHQJDQ µ8UZDK LEQ =XEDLU GDQ µ$EGXOODK LEQ
yang tidak membolehkan pernikahan dini al-+DVDQ LEQ µ$OL GHQJDQ ZDQLWD \DQJ PDVLK
dengan beberapa argumentasi dan dalil. kecil. Sahabat-sahabat lain seperti Ibn al-
Ulama yang mensahkan pernikahan 0XVD\\DE GDQ µ$EGXOODK LEQ 0DV¶ud juga
dini mengemukakan dalil dan argumentasi membolehkan pernikahan di bawah umur. 13
sebagai berikut:
1. QS. 65: 4 5. Sahnya pernikahan dini juga didasar-
³%DJL PHUHND \DQJ WHODK SXWXV KDLGQ\D kan kepada kemaslahatan yang terkandung
(monopause) masa tunggunya adalah 3 dalam menikahkan anak kecil, seperti telah
bulan. Demikian juga bagi mereka yang ditemukannya calon yang ideal (kufu) bagi si
EHOXP KDLG´ wanita. 14

Dalam ayat ini disebutkan bahwa iddah


(masa tunggu) bagi wanita yang belum haid
dan wanita yang sudah monopause adalah 3 11
Mengenai lafadz µDP para ulama ushul sepa-
bulan. Adanya iddah bagi wanita yang belum
kat bahwa semua lafadz yang bersifat umu m (µD P)
haid menunjukkan kebolehan menikahinya dapat mencakup semua makna yang tercakup di
karena iddah tidak mungkin terjadi tanpa dalamnya apabila tidak ada dalil yang mentakhsisnya.
didahului pernikahan dan perceraian. /HELK ODQMXW OLKDW µ$EGXO :DKKDE .KDOODI Ushul al-
Fiqh (Kuwa it: Dar al-µ,OP K
12
2. QS. 24: 32 Hadis ini telah disepakati keshahihannya
³'DQ QLNDKNDQODK ZDQLWD-wanita yang oleh al-Bu khari, Muslim dan Ahmad ibn Hanbal. Lihat
0XKDPPDG LEQ µ$OL DO-Syaukani, Nayl al-Authar jilid
EHOXP EHUVXDPL GL DQWDUD NDOLDQ´
III (Beirut: Dar al-Fikr, 2000), h. 232. Meskipun ada
kemungkinan hadist ini terjadi ketika belu m ada
perintah untuk meminta ijin kepada seorang perawan
9 ketika akan dinikah kan sebagaimana pendapat Ibn
Lihat Su laiman al-Bujairimi, %XMDLULPL µDOD
al-Khatib, juz IV (Beirut: Dar al-Fikr, 2007), h. 71 Hajar al-Asqalani, menurutnya hal ini sangat mungkin
10 terjadi karena persit iwa in i terjadi d i Makkah
Lihat Muhammad Nawawi ibn µ8PDU DO-
13
Jawi, 7DXV\LNK µDOD ,EQ 4DVLP 4XW DO-Habib al-Gharib Lihat Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami
(Beirut: Dar al-Fikr, 1996), h. 198. Ketentuan ini juga wa Adillatuh, juz IX, (Damaskus: Dar al-Fikr al-
men jadi ru kun pernikahan di dalam Ko mp ilasi Huku m 0XµDVKLU K
14
Islam pasal 14. Ibid

4 Volume I, Nomor 1, Agustus 2009


Ahmad Izzuddin

6. Sahnya pernikahan ini juga didasar- langsungkan pernikahan tersebut hanyalah


kan pada prinsip bahwa baligh bukanlah ayah, kakek dan hakim. 18
merupakan syarat sahnya per- nikahan. 15 2. 8ODPD 6\DIL¶L\DK PHQHWDSNDQ HQDP
Sedangkan Ulama yang tidak mem- syarat yang harus dipenuhi dalam pernikahan
bolehkan pernikahan seseorang yang belum dini, yaitu:
baligh seperti Ibn Syubrumah, Abu Bakr al- a) Antara ayah dan anak tidak terjadi
µ$VKDP GDQ 8WVPDQ DO-Batti berpedoman permusuhan.
kepada dalil berikut: b) Ayah anak tersebut harus meminta
mahar mitsl (maskawin yang sesuai
1. QS. 4: 6 kebiasaan setempat) kepada calon su-
³'DQ XMLODK DQDN \DWLP LWX VDPSDL aminya.
mereka cukup umur untuk menikah. c) Maskawin tersebut berupa mata uang
Kemudian jika menurut pendapatmu yang berlaku di daerahnya.
mereka telah cerdas (pandai memelihara d) Calon suami dari anak tersebut bukan
harta), maka serahkanlah kepada
orang yang kesulitan dalam membe-
mereka harta-KDUWD PHUHND ´
rikan maskawin.
e) Ayah anak tersebut tidak menikahkan
Meskipun secara eksplisit tidak
dengan orang yang akan memberat-
menerangkan tentang kondisi baligh sebagai
salah syarat pernikahan, ayat ini mengandung kannya, seperti orang buta atau orang
yang sangat tua.
makna bahwa kelayakan seseorang untuk
menikah dibatasi oleh usia baligh dan rusyd f) Anak perempuan tersebut belum
mempunyai kewajiban haji, karena
(kepandaian) seseorang dalam mengurus
adakalanya seorang suami mencegah
harta. 16 Menurut Ibn Hazm jika anak-anak
yang masih kecil dibolehkan menikah maka isterinya haji dengan alasan haji bisa
ditunda padahal anak tersebut ingin
esensi ayat ini akan terabaikan. 17
segera melaksanakannya. 19
2. Orang yang belum baligh dipandang
Usia Pernikahan dalam Kompilasi Hukum
belum mengerti esensi dan tujuan menikah
sehingga pernikahan dini justru akan Islam
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974
menyebabkan madarat mengingat begitu
dan Kompilasi Hukum Islam memuat asas
beratnya beban tanggung jawab di dalam
penting yang harus dipenuhi dalam per-
kehidupan pernikahan.
nikahan, diantaranya adalah asas kematangan
Syarat Pernikahan Dini dalam Pe rspektif
Kitab-kitab Fiqh 18
Sebagai wali, ayah juga harus memenuhi
Meskipun mayoritas ulama memboleh- syarat sebagai berikut: Islam, berakal, dan adil.
kan pernikahan dini, namun tidak berarti Keadilan yang dimaksud di sini adalah kemampuan
bahwa pernikahan ini dapat dilaksanakan untuk mencegah diri dari melaku kan dosa dan sesuatu
yang hina walaupun secara hukum d ibolehkan. Lebih
tanpa syarat. Ada beberapa syarat yang harus lanjut, lihat Muhammad al-Syarbini al-Khatib, al-
dipenuhi: ,TQD¶ (Beirut: Dar al-Fikr, 2005), h. 409. Di samp ing
1. 0HQXUXW 8ODPD 0DOLNL\DK 6\DIL¶L- syarat-syarat tersebut ada syarat yang harus dipenuhi
yah dan Hanabilah, pihak yang berhak me- seorang ayah yang memaksa anaknya menikah yaitu:
si gadis belum pernah bersetubuh sebelumnya, ia
dinikah kan dengan laki-laki yang setara dengan mahar
mitsil (mas kawin yang lazim). Lihat Muhammad
Qasim al-Ghazi, Fath al-Qarib (Surabaya: al-Huda,
15 tt), h. 91. Imam al-Nawawi menambah syarat yang lain
Lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, juz II (Be- yaitu tidak adanya permusuhan antara si ayah dan anak
irut: Dar al-Fikr, 1983), h. 115. perempuannya. Lihat Abu Zakariya al-Nawawi,
16
Lihat Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir Raudhah al-Thalibin, juz VI (Beirut: Dar al-Fikr,
al-Maraghi, juz II (Beirut : Dar al-Fikr, 2001), h. 108. 2005), h. 48.
17 19
Lihat Wahbah, al-Fiqh, h. 6682. Lihat Wahbah, al-Fiqh, h. 6686.

de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum 5


Problematika Implementasi Hukum Islam Terhadap Perkawinan Di Bawah Umur Di Indonesia

atau kedewasaan calon mempelai. Asas ini Pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua
juga diterapkan oleh sekitar 17 (tujuh belas) orang tua pihak pria maupun wanita.
negara muslim, dengan batas minimal usia Semua ketentuan sebagaimana ditera-
pernikahan yang berbeda-beda.20 ngkan dalam UU. No 1 tahun 1974 berlaku
Ketentuan usia calon mempelai diatur sepanjang hukum masing- masing agama dan
di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 15 kepercayaan dari yang bersangkutan tidak
yang berbunyi: menentukan lain, sebagaimana disebutkan
(1) Untuk kemaslahatan keluarga dan dalam pasal 6 (6).
rumah tangga, perkawinan hanya boleh Dalam kasus ini, sebenarnya Syekh Puji
dilakukan calon mempelai yang telah masih memiliki peluang hukum untuk me-
mencapai umur yang ditetapkan dalam ngajukan dispensasi ke Pengadilan Agama.
pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun Namun dispensasi tersebut ditolak Pengadi-
1974 yakni calon suami sekurang- lan Agama karena pernikahan tersebut sudah
kurangnya berumur 19 tahun dan calon terjadi, dan Syekh Puji seharusnya mengikuti
isteri sekurang-kurangnya berumur 16 prosedur lain berupa pengajuan permohonan
tahun. izin untuk beristri lebih dari seorang, namun
(2) Bagi calon mempelai yang belum prosedur alternatif ini juga tidak ditempuh.
mencapai umur 21 tahun harus men- Terlepas dari niat baik Syekh Puji
dapati izin yang diatur dalam pasal 6 untuk mendidik Ulfa dalam pernikahan, ba-
ayat (2), (3), (4) dan (5) UU No. 1 nyak pasal dan ketentuan hukum yang tidak
Tahun 1974. dipenuhi oleh Syekh Puji dalam menaati
Kompilasi Hukum Islam dalam hal ini hukum perkawinan di Indonesia.
memang tidak memberikan aturan yang ber-
beda dari UU No. 1 Tahun 1974, akan tetapi Pernikahan Syekh Puji dalam Pe rspektif
ia menjelaskan pertimbangan hukum yang Qawaid Fiqhiyah
digunakan di dalam menetapkan peraturan Dilihat dari perspektif fiqh, pernikahan
ini, yaitu sebagai upaya kemaslahatan yang Syekh Puji dengan Ulfa adalah sah karena
tidak diterangkan di dalam Pasal 7 UU No. 1 mayoritas ulama membolehkannya dan Ulfa
tahuin 1974. sendiri sudah tidak dapat dikatakan shaghirah
Akan tetapi kalau kita cermati, Undang- (anak-anak) lagi karena ia sudah baligh dan
Undang No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi bisa menyatakan pendapatnya sendiri. Akan
Hukum Islam pada dasarnya tidak menutup tetapi jika dilihat dari perspektif Kompilasi
peluang pihak yang ingin menikah atau Hukum Islam dan Undang-Undang yang ber-
menikahkan anaknya pada usia di bawah laku di Indonesia pernikahan tersebut tidak
batas usia minimum bolehnya pernikahan. sah dan tidak memiliki kekuatan hukum.
Proses dan prosedur untuk itu sudah Pertentangan dan dualisme hukum ini
diterangkan di dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) apabila didekati dari sudut Qawaid Fiqhiyah
UU No. 1 tahun 1974 yaitu: dan Siya\DK 6\DU¶L\DK sebenarnya dapat
(1) Perkawinan hanya diizinkan jika diminimalisir melalui beberapa aspek:
pihak pria sudah mencapai umur 19 1. Merupakan kewajiban bagi peme-
tahun (sembilan belas) tahun dan rintah untuk menjaga kemaslahatan rakyatnya
pihak wanita sudah mencapai umur 16 sehingga semua kebijakannya harus didasar-
(enam belas) tahun. kan pada kemaslahatan. 21
(2) Dalam hal penyimpangan terhadap
ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan atau 2. Perbedaan aturan di dalam kitab fiqh
yang berkaitan dengan ketentuan publik ti-
20 21
Leb ih lanjut lihat A min Su ma, Hukum Kelu- lihat Taqi al-Din Ibn Tay miyah, al- Siyasat
arga Islam di Dunia Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo al-6\DUµL\\DW IL ,VKODK DO-5DµL ZD DO-5DµL\\DK (Beirut:
Persada, 2004), h. 183. Dar al-Fikr al-Haditsah, tt), h. 173.

6 Volume I, Nomor 1, Agustus 2009


Ahmad Izzuddin

daklah serta merta dapat menjadi pedoman Fiqh vis-a-vis Kompilasi Hukum Islam
hukum, tapi harus diatur dan ditetapkan serta dalam Perspektif Penerapan Hukum Hu-
diakui terlebih dahulu oleh hakim dan dija- kum Islam di Indonesia
dikan panutan oleh masyarakat. Hal tersebut Fiqh sebagai ilmu yang sudah sangat
perlu dilakukan untuk menjauhkan dualisme melekat di kalangan umat Islam dan diajar-
hukum yang akan membingungkan masya- kan secara luas tentu memiliki nilai historis
rakat. Hal ini sesuai dengan kaidah bahwa sendiri bagi umat Islam. Ketentuan-ketentuan
´NHSXWXVDQ KDNLP DGDODK PHQJLNDW GDQ pernikahan yang sudah baku di dalam kitab-
PHQJKLODQJNDQ SHUEHGDDQ SHQGDSDW´ kitab fiqh klasik seringkali menyulitkan
posisi Kompilasi Hukum Islam yang baru
ditetapkan pada tanggal 22 Juli 1991 lewat
Kemaslahatan sebagai landasan hukum Instruksi Presiden No. 154. Kesulitan itu
dalam pembatasan usia pernikahan sangatlah tampak nyata ketika terjadi perbedaan aturan
relevan apabila dilihat dari perspektif psiko- antara keduanya, misalnya mengenai batas
logis dan sosial. Pada umumnya wanita yang minimum usia pernikahan. Masyarakat se-
berusia di bawah 16 tahun secara psikologis ringkali memandang aturan pernikahan dalam
belumlah cukup rusyd (cakap) dan siap untuk kitab-kitab fiqh sebagai hukum pernikahan
menanggung beban pernikahan yang sangat yang baku, sehingga materi hukum Islam
berat. 22 Sedangkan kondisi Ulfa yang me- yang termuat dalam KHI sulit diaplikasikan
mang sudah terlihat cerdas tidaklah dapat di dalam masayarakat. Sebenarnya, jika pa-
dijadikan dasar umum untuk melihat wanita sal-pasal di dalam KHI dipelajari dengan
yang lain. Hal ini sesuai dengan kaidah bah- seksama, tampak bahwa materi isinya selain
ZD ´SDWRNDQ XPXP GLGDVDUNDQ SDGD VHVXDWX mengandung nilai- nilai hukum yang sudah
yang sering terjadi, bukan pada sesuatu yang diadaptasi ke dalam dan menjadi kesadaran
MDUDQJ WHUMDGL´ 23 hukum masyarakat muslim, juga mengan-
dung hal-hal baru yang bercorak khas Indo-
nesia. 25
3. Niat Syekh Puji untuk menyediakan KHI seharusnya dapat dimaknai seba-
pendidikan dan jaminan hidup kepada Ulfa di gai LMWLKDG MDPDµL GDZOL (ijtihad kolektif
dalam pernikahan bisa jadi justru mengan- bangsa) dimana sekelompok ulama Indonesia
dung kemadaratan mengingat belum matang- dari berbagai disiplin ilmu dan keahlian
nya kondisi psikologis dan alat reproduksinya berkumpul untuk menetapkan suatu hukum
dalam menjalani pernikahan. Jika kemasla- yang berlaku di Indonesia dan tentu saja telah
hatan dan kemadaratan bertemu, maka menu- mengalami pergeseran dari garis-garis besar
rut qaidah fiqhiyah ³SHQFHJDKDQ NHPDGDUD- 6\DULµDK ,VODP 26
tan harus didahulukan dari pada perolehan Dengan demikian KHI seharusnya tidak
NHPDVODKDWDQQ\D´24 dipertentangkan dengan kitab-kitab fiqh. Per-
tentangan antara KHI dengan kitab-kitab fiqh
selain tidak berdasar juga berdampak negatif
Diperlukan elaborasi mendalam, baik terhadap kepastian hukum di Indo-nesia yang
TRZDLG ILTKL\DK PDXSXQ VL\DVDK V\DU¶L\DK sangat plural ini. Sekiranya perlu ada peru-
Bagaimana hubungan antar keduanya, dalam bahan dalam materi KHI karena ketidak-
kasus nikah dini. sesuaiannya dengan kondisi nyata masyarakat

25
22
Lihat Mohammad Daud Ali, Hukum Islam
Di dalam Q.S. al-Nisa: 21, n ikah disebut se- Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam Indo-
bagai perjanjian yang kokoh. nesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 336.
23 26
Lihat Ahmad ibn Syaikh Muhammad al-Zar- Mengenai pengertian istilah LMWLKDG MDPDµL
qa, Syarh al-4DZDµLG DO-Fiqhiyyah, (Damaskus: Dar lihat A. Qodri A zizy, Reformasi Bermazhab Sebuah
al-Qalam, 1989), h. 235. Ikhtiar menuju Ijtihad Saintifik -Modern (Jakarta: Tera-
24
Ibid., 205 ju, 2003), h. 85.

de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum 7


Problematika Implementasi Hukum Islam Terhadap Perkawinan Di Bawah Umur Di Indonesia

Indonesia, maka hal itu tentunya juga harus cayaan masyarakat umum terhadap materi
dibahas melalui prosedur perubahan materi undang-undang di dalamnya.
hukum sebagaimana mestinya. 4. Tidak dimasukkannya Kompilasi
Dalam kasus pernikahan di bawah Hukum Islam dalam materi pengajaran di
umur, jika kita cermati sebenarnya KHI tidak pesantren-pesantren dan lembaga pendidikan
menutup kemungkinan menegasikan perni- Islam lainnya sehingga mereka lebih menge-
kahan di bawah umur mengingat adanya nal hukum pernikahan di dalam kitab-kitab
kondisi khusus dalam masyarakat. Kondisi fiqh daripada hukum pernikahan di dalam
tertentu bisa jadi menuntut seseorang untuk Kompilasi Hukum Islam.
menikah dini sesuai kebutuhannya. Akan te- 5. Kurang tegasnya sanksi bagi mereka
tapi kebutuhan tersebut harus terlebih dahulu yang melanggar ketentuan tentang pernika-
diuji objektifitas hukumnya di depan majlis han.
hakim sehingga pernikahan tersebut tidak
semata- mata berdasarkan kebutuhan subjektif Kesimpulan
dengan mengorbankan serta merugikan pihak Dari pemaparan di atas dapat disim-
-pihak lain. pulkan bahwa persoalan pernikahan dini da-
Problematika dualisme yang dipicu lam perspektif fiqh dan KHI sebenarnya
oleh sikap masyarakat yang belum meman- harus bermuara pada kemaslahatan bagi se-
dang KHI sebagai bentuk wajah fiqh Indo- mua pihak. Apabila perkawinan dini dikha-
nesia dan hukum yang berlaku di Indonesia, watirkan akan menimbulkan kemadara-tan
sebenarnya juga dilatarbelakangi oleh bebe- dan keburukan terhadap salah satu pihak,
rapa hal, di antaranya: maka pemerintah sebagai pihak yang bertang-
1. Kurangnya sosialisasi materi hukum gung jawab terhadap kesejahteraan dan ke-
yang ada di dalam Kompilasi Hukum Islam maslahatan masyarakat luas mempunyai hak
dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 se- dan kewajiban untuk mengatur dan mene-
hingga masyarakat tidak mengetahui prose- tapkan aturan hukum dalam urusan pernika-
dur dan hukum pernikahan di Indonesia. han tersebut.
2. Kurang terlibatnya tokoh-tokoh aga- KHI harus dimaknai sebagai hasil ijti-
ma Islam dalam pembahasan materi Undang- KDG MDPD¶L GDZOL yang mempunyai kekuatan
Undang pernikahan dan Kompilasi Hukum hukum untuk menyelesaikan berbagai pro-
Islam. blem sosial kemasyarakatan di Indonesia,
3. Banyaknya oknum peradilan yang tanpa harus mempertentangkannya dengan
terbukti melakukan pelanggaran-pelanggaran ketentuan-ketentuan hukum yang ada dalam
sehingga berimbas pula kepada ketidak-per- kitab fiqh yang sangat bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA Bujairimi, Sulaiman. 2007. %XMDLULPL µDOD DO-


Khatib (jilid IV). Beirut: Dar al-Fikr.
Ali, Mohammad Daud. 2006. Hukum Islam Ghazi, Muhammad Qasim. tt. Fath al-Qarib.
Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Surabaya: al-Huda.
Islam Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Hamid, Andi Tahir. 2005. Hal Baru tentang
Persada. Peradilan Agama dan Bidangnya. Jakar-
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. 1966. ta: Grafika.
6\DULµDW ,VODP 0HQMDZDE 7DQWDQJDQ Halim, Abdul. 2002. Peradilan Agama dalam
Zaman. Jakarta: Bulan Bintang. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: PT
Azizy, A. Qodri. 2003. Reformasi Bermazhab RajaGrafindo Persada.
Sebuah Ikhtiar menuju Ijtihad Saintifik-
Modern. Jakarta: Teraju.

8 Volume I, Nomor 1, Agustus 2009


Ahmad Izzuddin

,EQ µ8PDU DO-Jawi, Muhammad al-Nawawy. Suma, Amin. 2004. Hukum Keluarga Islam
1996. 7DZV\LNK µDOD ,EQ 4DVLP 4XW DO- di Dunia Islam. Jakarta: PT. RajaGra-
Habib al-Gharib. Beirut: Dar al-Fikr. findo Persada.
Khallaf, Abd al-Wahhab. 1978. Ushul al- Syaukani, Imam. 2006. Rekonstruksi Episte-
Fiqh. Kuwait: Dar al-µ,OP mologi Hukum Islam Indonesia. Jakarta:
Khathib, Muhammad al-Syarbini. 2005. al- RajaGrafindo Persada.
,TQD¶. Beirut: Dar al-Fikr. 6\DXNDQL 0XKDPPDG ,EQ µ$OL Nail
Manan, Abdul. 2006. Aneka Masalah Hukum al-Authar (jilid III). Beirut: Dar al-Fikr.
Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Taimiyah, Taqi al-Din Ibn. tt. Al-Siyasah al-
Kencana 6\DUµL\\DK IL ,VKODK DO-5DµL ZD DO-
Maraghi, Ahmad Musthafa. 2001. Tafsir al- 5DµL\\DK Beirut: Dar al-Fikr al-Haditsah.
Maraghi (jilid II). Beirut: Dar al-Fikr. Zarqa, Ahmad ibn Syaikh Muhammad. 1989.
Nawawy, Abu Zakariya al-Nawawi. 2005. Syarh al-4DZDµLG DO-Fiqhiyyah. Damas-
Raudlah al-Thalibin (jilid VI). Beirut: kus: Dar al-Qalam.
Dar al-Fikr. Zuhaili, Wahbah. 1996. Ushul al-Fiqh al-
Sabiq, Sayyid. 1983. Fiqh al-Sunnah (jilid Islami (jilid I). Damaskus: Dar al-Fikr
II). Beirut: Dar al-Fikr. ______ 2006. Al-Fiqh aI-Islami wa Adillatuh.
Damaskus: Dar al-Fikr al-0XµDVKLU

de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum 9


Problematika Implementasi Hukum Islam Terhadap Perkawinan Di Bawah Umur Di Indonesia

10 Volume I, Nomor 1, Agustus 2009

Anda mungkin juga menyukai