Anda di halaman 1dari 13

MATA KULIAH :

AKIDAH AKHLAK

DOSEN PEMBIMBING :

ALI ARSYAD ISU, S. Q., S. Pd. I., M. Ag

Disusun oleh :

Nama:Ulfa Munira

Npm :P07139021038

Kelas :1A Farmasi

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES ACEH

JURUSAN FARMASI

2022
SOAL :

1. Bagaimana caranya berakhlak terhadap keluarga (orang tua) yang berbeda agama
dalam kaitannya dengan kepatuhan kepada keduanya.?
Jawab:
Perbedaan keyakinan, dalam hal ini perbedaan agama, bukan alasan seorang
anak untuk meninggalkan tata krama terhadap kedua orang tuanya. Agama Islam tidak
mempersoalkan perbedaan agama sebagai alasan seorang anak untuk bersikap kurang
ajar terhadap kedua orang tua. Syekh Nawawi Banten mengatakan bahwa seorang anak
sebaiknya tetap berinteraksi dengan kedua orang tuanya yang berbeda keyakinan sejauh
interaksi tersebut tidak terkait dengan masalah keagamaan. Singkatnya, Syekh Nawawi
Banten mengatakan bahwa seorang anak harus bercengkerama secara hangat dengan
kedua orang tuanya meskipun keduanya adalah non-Muslim pada urusan duniawi yang
terlepas dari soal keyakinan dan pengamalan agama.

‫وأما الوالدان الكافران فأدب الولد معهما مصاحبتهما في األمور التى ال تتعلق بالدين ما دام حيا ومعاملتهما بالحلم‬
‫واالحتمال وما تقتضيه مكارم األخالق والشيم‬

Artinya, “Perihal kedua orang tua yang kafir, maka tata krama anak terhadap keduanya
adalah berbakti kepada mereka pada masalah-masalah yang tidak terkait dengan urusan
agama selama mereka masih hidup, berinteraksi dengan keduanya dengan santun dan
‘nerima’, serta apa yang sesuai dengan tuntutan akhlak dan perilaku yang mulia,” (Lihat
Syekh Nawawi Banten, Syarah Maraqil Ubudiyyah, [Indonesia, Daru Ihya’il Kutubuil
Arabaiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 89).

Sikap yang baik dan tetap menunjukkan bakti kepada kedua orang tua yang berbeda
agama ini tidak lain merupakan perintah Allah SWT dalam Surat Luqman berikut ini:

ِ ‫ي ْال َم‬
‫صير َو ِإ ْن‬ َّ ‫عا َمي ِْن أ َ ِن ا ْشك ْر لِي َول َِوا ِلدَيْكَ إِ َل‬
َ ‫صاله فِي‬َ ِ‫علَى َو ْهن َوف‬ َ ‫سانَ بِ َوا ِلدَ ْي ِه َح َملَتْه أمه َو ْهنا‬ ِ ْ ‫ص ْينَا‬
َ ‫األ ْن‬ َّ ‫َو َو‬
‫صاحِ بْه َما فِي الد ْنيَا َم ْعروفا‬ ْ
َ ‫ْس لَكَ بِ ِه عِلم فَال تطِ ْعه َما َو‬ َ
َ ‫علَى أ ْن ت ْش ِركَ بِي َما لَي‬
َ َ‫َجا َهدَاك‬

Artinya, “Kami berwasiat kepada manusia terhadap kedua orang tuanya, ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan amat payah dan menyapihnya dalam waktu dua tahun
agar ‘Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku
tempat kembali. Jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan-Ku, sesuatu yang
kamu tidak ketahui, janganlah kamu patuhi keduanya, tetapi bergaullah dengan
keduanya dengan baik,’” (Surat Luqman ayat 14-15).

Tetapi secara umum, seorang anak sebaiknya memperhatikan 12 sikap ini yang
dianjurkan oleh Imam Al-Ghazali terhadap kedua orang tuanya.

‫ وال يمشي‬،‫ ويقوم لقيامهما؛ ويمتثل ألمرهما‬،‫أن يسمع كالمهما‬: ‫ فآداب الولد مع الوالدين‬،‫وإن كان لك والدان‬
‫ ويخفض لهما جناح الذل‬،‫ ويحرص على مرضاتهما‬،‫ ويلبي دعوتهما‬،‫ وال يرفع صوته فوق أصواتهما‬،‫أمامهما‬،
‫ وال يسافر إال‬،‫ وال يقطب وجهه في وجههما‬،‫ وال ينظر إليهما شزرا‬،‫وال يمن عليهما بالبر لهما وال بالقيام ألمرهما‬
‫بإذنهما‬

Artinya, “Jika kau memiliki kedua orang tua, maka adab seorang anak terhadap
keduanya adalah mendengarkan ucapan keduanya, berdiri ketika keduanya berdiri,
mematuhi perintah keduanya, tidak berjalan di depan keduanya (kecuali terpaksa
karena keadaan), tidak mengeraskan suara melebihi suara keduanya, menjawab
panggilan keduanya, berupaya keras mengejar ridha keduanya, bersikap rendah hati
terhadap keduanya, tidak mengungkit kebaktian terhadap keduanya atau kepatuhan atas
perintah keduanya, tidak memandang keduanya dengan pandangan murka, tidak
memasamkan wajah di hadapan keduanya, dan tidak melakukan perjalanan tanpa izin
keduanya,” (Lihat Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, [Indonesia, Daru Ihya’il Kutubuil
Arabaiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 89).
Perbedaan agama tidak boleh menjadi alasan bagi anak untuk membenci atau
menjauhi kedua orang tua. Seorang anak dapat menunjukkan bakti luar biasa kepada
kedua orang tua meskipun berbeda agama. Rasulullah SAW memberikan keteladanan
kepada umat Islam perihal ini dengan baktinya kepada pamannya yang mendidik dan
mengasuhnya sejak kecil, yaitu Abu Thalib.
Adapun Mantan presiden Islamic Society of North America, Muzammil H.
Siddiqi mengatakan, Islam tidak pernah menghentikan hubungan orang tua dan anak
meskipun berbeda agama. Islam sangat menganjurkan anak selalu berbakti kepada
orang tua mereka selama tidak mengajak mengingkari Allah.
"Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah siapa pun kecuali Dia,
dan hendaklah kamu berbuat kebaikan kepada orang tua. Jika salah satu dari mereka
atau keduanya mencapai usia tua bersamamu, maka jangan katakan 'Fie' kepada mereka
atau menolak mereka, tetapi berkatalah kata yang ramah kepada mereka," (QS. Al-Israa
ayat 23).
Seperti dikisahkan, putri Abu Bakar RA, Asmaa memiliki seorang ibu non-Muslim
yang tinggal di Makkah, sedangkan Asmaa telah bermigrasi dengan ayahnya …
Ada 4 cara menghormati orang tua yang beda agama;
1. Berbicara dengan penuh sopan santun
2. Menghargai dan tidak mengganggu ibadah orang tua
3. Menjaga dan merawat ketika orang tua sakit
4. Mengerjakan perintah orang tua dalam hal tidak bertentangan dengan ajaran islam
Dakwah tidak selalu berkaitan dengan masyarakat luas, dakwah bisa juga
dilakukan dengan orang-orang sekeliling dengan kita terlebih dahulu. Hal yang paling
kecil dalam melakukan dakwah adalah di lingkungan keluarga terlebih dahulu, orang
tua misalnya. Untuk seseorang mendapat hidayah dari jalan yang tidak terduga duga.
Sekeras apapun hati seorang hamba lambat laun pasti akan luluh dan dapat
menerima kebenaran. Sesungguhnya dalam hati setiap manusia itu ada pembenaran
yang mungkin di tentang oleh akal sebab belum adanya hidayah.
2. Bagaimana cara kalian mengingatkan atasan, teman dan keluarga jika mereka melakukan
korupsi?

Jawab:

Cara kita mengingatkan atasan,teman dan keluarga jika mereka melakukan korupsi
adalah dengan cara yang pertama menasehati mereka,dan apabila tidak di dengar maka kita
laporkan kepada pihak yang berwajib . sebagai individu-individu harus dimulai dari diri pribadi
dengan cara meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar tidak
terjerumus dan berniat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari
norma-norma yang ada terutama norma agama, karena semua kejadian atau perbuatan berawal
dari niat di dalam diri pribadi (masyarakat).

Korupsi yaitu perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas
untuk keuntungan pribadi atau golongan. Korupsi dapat terjadi karena berbagai faktor misalnya
pendapatan yang rendah, adanya kesempatan, dan ada juga faktor dari luar yaitu bujukan
oranglain, atau kurangnya control diri. Korupsi sangat merugikan rakyat maupun negara.
Sebagian besar para koruptor adalah para pejabat pemerintah yang diberi kepercayaan dan
wewenang tetapi banyak yang menyelewengkan. Dampak korupsi yaitu dapat mengubah
segala tatanan kehidupan masyarakat, seperti ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Upaya
pemberantasan dan penanggulangan korupsi harus dimulai dari diri sendiri melalui lingkup
keluarga sampai pada masyarakat agar taat terhadap aturan yang dibuat pemerintah. Sehingga
dalam penulisan ini yang dikaji adalah Peran Keluarga dalam Pemberantasan dan
Penanggulangan Korupsi.

Dalam Al-Qur'an ada beberapa ayat Al-Qur'an yang memberi isyarat agar umat manusia
utamanya umat Islam tidak melakukan tindak pidana korupsi, ayat-ayat tersebut yaitu sebagai
berikut:

1. QS. An-Nisa Ayat 29

َ ‫ع ۡن ت ََراض ِم ۡنك ۡم ۚ َو َال ت َۡقتل ٰۡۤوا اَ ۡنـف‬


َ ‫سك ۡم ا َِّن ه‬
‫ّٰللا َكانَ ِبك ۡم‬ َ ‫ٰۤيـاَي َها الَّذ ِۡينَ ا َمن ۡوا َال ت َۡاكل ٰۡۤوا اَمۡ َوالَـك ۡم َب ۡينَك ۡم ِب ۡال َباطِ ِل ا َّ ِٰۤال اَ ۡن ت َك ۡونَ ِت َج‬
َ ‫ارة‬
‫َرحِ ۡيما‬

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka
sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu."

2. QS. Al-Maidah Ayat 38:

‫ع ِز ۡيز َحك ِۡيم‬


َ ‫ّٰللا‬
‫ّٰللا َو ه‬
ِ ‫سبَا نَـكَاال ِمنَ ه‬ َ ‫َّارقَة فَ ۡاق‬
َ ‫طع ٰۡۤوا ا َ ۡي ِديَه َما َجزَ آ ًۢء ِب َما َك‬ ِ ‫َّارق َوالس‬
ِ ‫َوالس‬
Artinya: "Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari
Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana."

3.QS. Al-Baqarah Ayat 188:

‫اال ۡث ِم َوا َ ۡنـت ۡم تَعۡ لَم ۡون‬ ِ َّ‫َو َال ت َۡاكل ۡ ٓوا ا َ ۡم َوالَـك ۡم بَ ۡينَك ۡم بِ ۡالبَاطِ ِل َوت ۡدل ۡوا بِ َها ٓ اِلَى ۡالحـ َّک ِام ِلت َۡاکل ۡوا فَ ِر ۡيقا ِم ۡن ا َ ۡم َوا ِل الن‬
ِ ۡ ِ‫اس ب‬

Artinya: "Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu
dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui."

Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat,
karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi
serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang
diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti
pendidikan selanjutnya di sekolah.(Ihsan, Fuad : 2003),

Untuk itu didalam keluarga (suami, istri, anak dan orang tua) perlu ditanamkan nilai-nilai
anti korupsi yang meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan,
pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian dan keadilan. Berikut dibawah
ini penjelasan dari tiap-tiap nilai-nilai anti korupsi yang dapat ditanamkan dalam diri setiap
anggota keluarga, meliputi :

1. Kejujuran dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan tidak curang. Jujur
adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan keluarga, tanpa sifat jujur dalam
keluarga diantara suami, istri, anak dan orang tua, tidak akan dipercaya dalam kehidupan
sosialnya. Nilai kejujuran dalam keluarga yang diwarnai dengan rasa kebersamaan dan rasa
memiliki satu sama lain sangatlah diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang
berlaku dimana-mana termasuk dalam kehidupan keluarga. Jika anggota keluarga terbukti
melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup rumah tangga maupun sosial, maka
selamanya orang lain akan selalu merasa ragu untuk mempercayai anggota keluarga tersebut.
Sebagai akibatnya anggota keluarga akan selalu mengalami kesulitan dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain
karena selalu merasa curiga terhadap orang tersebut yang terlihat berbuat curang atau tidak
jujur.

2. Nilai kepedulian sangat penting bagi anggota keluarga dan di masyarakat. Apabila anak
sebagai salah satu anggota keluarga merupakan calon pemimpin masa depan memiliki rasa
kepedulian terhadap lingkungannya, baik di dalam keluarga maupun diluar lingkungan
keluarga. Rasa kepedulian seorang anak harus ditumbuhkan sejak anak itu tumbuh dan
berkembang dalam keluarga, anak diajarkan untuk peduli kepada ayah, ibu maupun saudara-
saudaranya, peduli terhadap lingkungan disekitarnya. Bentuk kepeduliannya dengan cara tidak
berbuat kecurangan bagi orang lain, misalnya pada saat berada di sekolah tidak mencontek
waktu ujian, seorang anak dalam membuat laporan keuangan kelas dengan jujur.
3. Nilai kemandirian dapat diartikan sebagai proses mendewasakan diri yaitu dengan
tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal
ini penting untuk masa depannya dimana masing-masing anggota keluarga tersebut harus
mengatur kehidupannya dan orang-orang yang berada dibawah tanggung jawabnya sebab
tidak mungkin orang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan mampu
mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian tersebut setiap anggota
keluarga dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab dengan usahanya sendiri
dan bukan orang lain yang mengerjakan tanggung jawab itu.

4. Kedisiplinan. Dalam mengatur kehidupan keluarga dan masyarakat perlu hidup


disiplin. Hidup disiplin tidak berarti harus hidup seperti pola militer, namun hidup
disiplin dalam keluarga dimana setiap anggota keluarga dapat mengatur dan mengelola
waktu yang ada digunakan dengan sebaik-baiknya. Misalnya orang tua akan lebih
percaya dengan anaknya yang hidup disiplin untuk belajar.

5. Tanggung jawab. Apabila dalam keluarga setiap anggota memiliki rasa tanggung
jawab dalam melaksanakan tugas masing-masing, misalkan seorang anak diberikan
tanggung jawab oleh orang tua dalam mengerjakan pekerjaan rumah rumah, maka anak
tersebut melaksanakan tugas itu dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.

6. Sederhana. Gaya hidup yang tidak mewah, menjaga hati dan jiwa dari sifat pamer,
iri hati, ingin dipuji, sombong dan lain sebagainya dengan cara tidak melakukan
perbuatan yang bisa menimbulkan kata-kata sombong, pamer, iri seperti sering
mengonta-ganti mobil.

7. Keberanian. Untuk mengembangkan sikap keberanian demi mempertahankan


pendirian dan keyakinan anggota keluarga dibutuhkan kerja keras, melakukan sesuatu
menghargai proses bukan hasil semata, tidak melakukan jalan pintas dalam mempeoleh
sesuatu, belajar dengan sungguh-sungguh dalam mempeoleh apa yang ingin dicapai.

8. Keadilan. Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak. Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh mahasiswa dalam kehidupan di
kampus dan di luar kampus. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani
mengatakan dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung
jawab, dan lain sebagainya.

Disamping itu, bentuk dari peran keluarga dalam pemberantasan tindak pidana
korupsi sebagai individu-individu harus dimulai dari diri pribadi dengan cara
meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar tidak terjerumus dan
berniat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma
yang ada terutama norma agama, karena semua kejadian atau perbuatan berawal dari niat
di dalam diri pribadi (masyarakat). Apabila benteng keimanan dan ketakwaan sudah
sangat kokoh, serta niat yang telah bulat untuk tidak malakukan hal-hal yang berbau
korupsi, maka semua bentuk kejelekan atau keburukan yang ada dan kesempatan untuk
melakukan hal-hal yang terkait dengan perbuatan korupsi akan sulit masuk ke dalam diri
kita yang dikarenakan telah tertanam keimanan dan ketakwaan, serta niat yang baik
karena Tuhan Yang Maha Esa dan takut kepada-Nya.
Dalam kaitannya dengan Norma Agama, kontrol internal dalam diri pribadi sangat
diperlukan agar seseorang tidak melakukan hal-hal yang buruk dalam kehidupan
bermasyarakat. Kontorl internal yaitu kontrol dari dalam diri sendiri. Banyak hal yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan kontrol internal seperti beribadah menurut agama
masing-masing, menambah pemahaman terhadap korupsi, mengetahui dampak dari
perbuatan korupsi, resiko yang harus dihadapi jika melakukan korupsi dan bahaya
korupsi bagi diri kita, keluarga kita dan masyarakat luas.

Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah


adanya komitmen dari seluruh masyarakat, mulai dari keluarga, LSM. penyelenggara
negara, penegak hukum untuk tidak melakukan tindakan tidak terpuji telah diwujudkan
dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan.Tetapi
pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen semata karena
pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen
tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk
meminimalkan aspek penyebab dan dampak dari korupsi tersebut.

Strategi itu mencakup aspek preventif, detektif, dan represif, yang dilaksanakan
secara intensif dan terus menerus serta konsisten tanpa pandang bulu. Strategi
Preventive, diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan
atau memindahkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi
Detektif, diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi, Strategi
Represif, dimana penanggulangan secara represif pada dasarnya merupakan tindak lanjut
atas penyimpangan yang ditemukan dari langkah-langkah detektif.’

Sanksi Bagi Pelaku Korupsi Adapun sanksi moral bagi pelaku korupsi adalah
jenazahnya tidak dishalatkan, terutama bagi para pemuka agama ataupun tokoh
masyarakat yang di akui di tengah masyarakat. Hal ini sebagaimana yang telah pernah
dilakukan Nabi terhadap salah seorang sahabat yang melakukan korupsi pada waktu
perang khaibar meskipun hanya dalam jumlah yang relatif kecil yaitu dua dirham.
Adapun sanksi dunia bagi para pelaku korupsi tidak ada disebutkan secara jelas di dalam
nash, sebagaimana hukum potong tangan bagi pencuri. Meskipun demikian bagi pelaku
korupsi bukan berarti terbebas sama sekali dari kejahatan yang telah dilakukannya,
pelaku korupsi harus dikenakan ta’zir, yang bertujuan untuk memberikan pelajaran
kepada pelaku tindak kejahatan agar tidak mengulangi lagi kejahatan yang pernah
dilakukan. Untuk tindak pidana korupsi terdapat beberapa unsur yang dapat dijadikan
pertimbangan oleh hakim dalam menentukan jenis hukuman yang tepat untuk pelaku
korupsi, di antaranya: perampasan harta orang lain, pengkhianatan atau penyalahgunaan
wewenang, kerja sama dalam kejahatan.

Unsur hukuman ini tergantung kepada bentuk dan besar kecilnya akibat yang
ditimbulkan dari korupsi yang dilakukan. Kejahatan seperti ini jelas sesuatu yang
dilarang dalam syariat Islam. Untuk selanjutnya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim
untuk memutuskan apa jenis hukuman yang pantas. Hukuman ini tentu saja harus
dilandasi oleh akal sehat, keyakinan dan rasa keadilan hakim yang didasarkan pada
keadilan masyarakat untuk menentukan jenis hukuman yang pantas bagi pelaku korupsi.
Jenis hukumannya disebut dengan ‘uqubah mukhayyarah (hukuman pilihan). Adapun
jarimah yang dikenakan hukuman ta’zir ada dua jenis yaitu:
a. Jarimah yang dikenakan hukuman had dan qishas jika tidak terpenuhi salah satu dari
unsur atau rukunnya. Misalnya jarimah pencurian dihukum ta’zir jika barang yang dicuri
tidak mencapai nishab (kadar minimal) atau barang yang dicuri tidak disimpan di tempat
yang semestinya.
b. Jarimah yang tidak dikenakan hukuman hadd dan qishas seperti jarimah
pengkhianatan terhadap suatu amanat, jarimah suap dan lain-lain. Untuk tindak pidana
korupsi jelas merupakan suatu maksiat yang mana tidak terdapat hukuman yang tegas dalam
al-Quran ataupun sunnah Nabi, maka dari itu untuk pelaku tindak pidana korupsi hukuman
yang layak bagi pelaku adalah hukum ta’zir.
Hukuman berupa dera atau cambuk. Hukuman ini diberlakukan terhadap pelaku
korupsi tidak dimaksudkan untuk melukai tetapi untuk membuat jera pelaku. Bentuk
hukuman ta’zir ini diambil berdasarkan hadis Nabi: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم مروا أوالدكم‬
)‫باالصالة وهم أبناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر وفرقوا بينهم في المضاجع (رواه أحمد‬
“Suruhlah anak-anak kamu untuk shalat ketika mereka telah mencapai usia tujuh tahun,
dan pukullah mereka jika mereka tidak mengerjakannya bila umur mereka telah mencapai
sepuluh tahun dan pisahkanlah antara mereka di tempat tidur” (H.R. Ahmad : 6402)

Jadi Sebagai pribadi dan sebagai manusia , kita harus mempunyai sembilan nilai anti
korupsi dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita turut
ambil peranan dan adil dalam menegakkan anti korupsi. Sekecil apapun yang dapat kita
lakukan, lakukankan yang terbaik untuk negeri kita tercinta Indonesia.

Dan kita juga perlu adanya penanaman dan implementasi nilai-nilai anti korupsi sebagai
upaya pembentengan diri dari perilaku korupsi.Ada Sembilan nilai anti korupsi yang dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan berkeluarga, bekerja, maupun
bersosialisasi dalam masyarakat. Kesembilan nilai anti korupsi dibagi menjadi tiga bagian
utama, yaitu inti (jujur, disiplin, dan tanggung jawab) yang dapat menumbuhkan sikap (adil,
berani, dan peduli) sehingga mampu menciptakan etos kerja (kerja keras, mandiri, sederhana).
3. Apa yang akan dilakukan jika menurut kalian perilaku kalian saat ini tidak sesuai dgn kaidah
akhlak yang benar.

Jawab:

Akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat pada diri manusia yang kemudian lahir
perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan dan
penelitian. Akhlak juga termasuk bagaimana seseorang bertutur kata dan bersikap dalam
kehidupan sehari-harinya.

Akhlak, menurut para pemikir Muslim, menunjuk pada kondisi jiwa yang menimbulkan
perbuatan atau perilaku secara spontan. Dikatakan, orang yang memiliki mental penolong,
ketika melihat kesulitan-kesulitan yang dialami orang lain, akan memberikan pertolongan
secara spontan, tanpa banyak mempertimbangkan atau memikirkan untung-rugi. Jadi akhlak
menunjuk pada hubungan sikap batin dan perilaku secara konsisten .

Berbicara soal akhlak, tak lepas dari perilaku seseorang, baik akhlakul karimah (akhlak baik)
maupun akhlakul mazmumah (akhlak buruk). Seorang insan tercipta dengan dua macam
akhlak, yakni akhlak yang sudah ada sejak lahir, dan akhlak yang bisa dirubah menjadi lebih
baik. Nah, bagi seseorang yang merasa belum menemukan jati dirinya dan berupaya
memperbaiki diri

Apakah akhlak yang merupakan watak dari manusia itu dapat diubah? Jawabnya adalah bisa.
Menurut Al Ghazali, akhlak bisa diubah dan diperbaiki, karena jiwa manusia diciptakan
sempurna atau lebih tepatnya dalam proses menjadi sempurna. Oleh sebab itu, ia selalu terbuka
dan mampu menerima usaha pembaruan serta perbaikan.

Al Ghazali menambahkan, perbaikan harus dilakukan melalui pendidikan dan pembinaan pada
sikap dan perilaku konstruktif. Pembiasaan tersebut dilakukan melalui metode berbalik.
Sebagai contoh, sifat bodoh harus diubah dengan semangat menuntut ilmu, kikir dengan
dermawan, sombong dengan rendah hati, dan rakus dengan puasa. Proses pembiasaan ini tentu
saja tidak bisa dilakukan secara instant tapi membutuhkan waktu, perjuangan, dan kesabaran
yang tinggi.

Ibnu Maskawaih, dalam buku Tahdzub Al Akhlaq mengusulkan metode perbaikan akhlak
melalui lima cara. Pertama, mencari teman yang baik. Banyak orang terlibat tindak kejahatan
karena faktor pertemanan. Kedua, pola pikir. Kegiatan ini perlu untuk kesehatan jiwa, sama
dengan olahraga untuk kesehatan tubuh. Ketiga, menjaga kesucian kehormatan diri dengan
tidak mengikuti dorongan nafsu. Keempat, menjaga konsistensi antara rencana baik dan
tindakan. Kelima, meningkatkan kualitas diri dengan mempelajari kelemahan-kelemahan diri.

Di samping itu, perbaikan akhlak memerlukan idealisme, yaitu komitmen yang tinggi untuk
selalu berpihak kepada yang baik dan yang benar. Perbaikan akhlak berbeda dengan perbaikan
pada sektor-sektor lain. Perbaikan akhlak tidak dapat diwakilkan karena keputusan untuk
berpihak kepada yang baik dan benar itu harus datang dan lahir dari kita sendiri.
Idealisme seperti itu menjadi lebih penting lagi, karena daya tarik kebaikan pada umumnya
dikalahkan oleh daya tarik keburukan dan kesenangan duniawi. Pemihakan pada kebaikan
sebagai inti dari ajaran akhlak benar-benar membutuhkan komitmen dan tekad yang kuat agar
kita sanggup melawan dan mengendalikan kecenderungan-kecenderungan nafsu. Inilah
sesungguhnya makna sabda Nabi SAW, ''Surga dipagari oleh kesulitan-kesulitan, sedangkan
neraka dipagari oleh kesenangan-kesenangan.''

Betapapun tingkat kesulitan yang dihadapi, perbaikan akhlak harus tetap kita upayakan.
Soalnya, agama itu pada akhirnya adalah akhlak. Dalam perspektif ini, seseorang tak dapat
disebut beragama jika ia tidak berakhlak. Rasulullah SAW bersabda, ''Sesungguhnya aku tidak
diutus kecuali untuk membangun kualitas-kualitas moral.'' (HR Malik). Wallahua'lam.

Akidah yang benar (yakni akidah ahlus sunnah wal jama’ah) dapat menjadikan akhlak kita
menjadi lebih baik. Hal ini telah terbukti bahwa akidah para salafus shalih mampu
menghantarkan mereka kepada akhlak yang mulia dan menghindarkan mereka dari akhlak
yang tercela. Selain itu, kualitas akidah kita juga sangat mempengaruhi kualitas akhlak kita.
Apabila akidah dan keimanan kita baik, maka baik pula akhlak yang kita miliki. Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

Orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya. (HR.
Abu Dawud : 4682)

Hadits ini menunjukkan bahwa keimanan dan akhlak memiliki hubungan yang sangat erat.
Oleh karena itu, tidaklah kita memperbaiki akhlak kecuali dengan membenarkan akidah dan
meningkatkan keimanan terlebih dahulu.

Jadi Peningkatan Kualitas akhlak sangatlah penting untuk mencapai kemuliaan hidup. Karena
sesorang dihormati bukan karena wajah, kekayaan, dab kekuasaan tetapi karena akhlaknya.
Berikut beberapa metode yang bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas akhlak.

Nah, bagi seseorang yang merasa belum menemukan jati dirinya dan berupaya memperbaiki
diri, ada beberapa cara efektif untuk memperbaiki akhlak menurut Rasulullah SAW. Berikut
penjelasannya.

1.Membenarkan Akidah
Akidah yang benar (yakni akidah ahlus sunnah wal jama’ah) dapat menjadikan akhlak
kita menjadi lebih baik. Hal ini telah terbukti bahwa akidah para salafus shalih mampu
menghantarkan mereka kepada akhlak yang mulia dan menghindarkan mereka dari akhlak
yang tercela. Selain itu, kualitas akidah kita juga sangat mempengaruhi kualitas akhlak kita.
Apabila akidah dan keimanan kita baik, maka baik pula akhlak yang kita miliki.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya. (HR.
Abu Dawud : 4682)

Hadits ini menunjukkan bahwa keimanan dan akhlak memiliki hubungan yang sangat
erat. Oleh karena itu, tidaklah kita memperbaiki akhlak kecuali dengan membenarkan akidah
dan meningkatkan keimanan terlebih dahulu.
2. Mengokohkan Iman

Keimanan ini akan menghasilkan ketenangan jiwa dan bertawakal kepada-Nya merupakan
sendi untuk menjadikan hidup dalam kerangka ibadah hanya kepada-Nya. Keimanan juga
membuat seseorang lebih konsisten dengan akhlak baiknya.

Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu menjadi orang plin-plan lalu berkata, ‘Bila orang-orang
baik, kami ikut baik, dan bila mereka zalim, kami pun ikut.’ Akan tetapi, bentengilah dirimu,
bila orang-orang baik, kamu harus berbuat baik, dan bila mereka jahat, janganlah ikuti
kejahatan mereka.’’ (HR At-Tirmidzi).

3. Memperbaiki Akhlak dengan Beribadah

Ibadah adalah sebuah cara dan wasilah yang paling utama untuk melatih dan mendidik diri kita
untuk menjadi lebih baik. Ibadah tidak hanya menjadi wasilah untuk mendidik aspek ruhiyyah
saja. Namun, ibadah juga mendidik aspek jismiyyah, ijtima’iyyah, khuluqiyyah, jamaliyyah,
maupun aqliyyah. Semua aspek tersebut akan terlatih apabila kita istiqomah melaksanakan
ibadah-ibadah yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

4.Membaca Al-Quran

Al Quran adalah petunjuk utama dalam berakhlak mulia. Allah subhanahu wata’ala berfirman

‫ت اَنۙ لَ ُه ْۙم اَجْ ًرۙا َكبِي ًْرۙا‬ ّٰ ‫ِي اَ ْق َوم َويبَشِر ْالمؤْ ِمنِيْنَ الَّ ِذيْنَ يَ ْع َمل ْونال‬
ِۙ ٰ‫ص ِلح‬ ْ ‫ا َِّن هذَا ْالق ْرانَ يَ ْهد‬
َ ‫ِي ِللَّتِ ْي ه‬
(Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus, (QS. Al-
Israa’ : 9).

Rasulullah sendiri menjadikan Al Quran sebagai tolak ukur bagi dirinya dalam berakhlak. Oleh
karena itu, kita sebagai seorang muslim wajib membaca dan mempelajari Al Quran. Dengan
membaca dan mempelajarinya maka kita akan mengetahui bagaimana cara berakhlak yang
benar. Ketahuilah, sesungguhnya Al Quran merupakan obat hati, petunjuk, dan rahmat bagi
orang yang beriman.

Allah SWT berfirman :

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-
orang yang beriman. (QS. Yunus : 57

5. Memperbaiki Akhlak dengan Bersabar


Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan :

Akhlak yang baik berdiri di atas empat rukun yang mendirikannya tidak boleh berpindah
kecuali berada di atasnya (yaitu) : sabar, menjaga diri dari yang buruk, berani, dan adil.

Sabar itu ada tiga jenis, diantaranya :


Sabar dengan Allah, adalah kita senantiasa bersabar meminta pertolongan kepada-Nya agar
tetap dalam kesabaran.

Sabar untuk Allah, adalah hendaknya kita bersabar dalam rangka meraih cintanya Allah, dan
menginginkan wajah-Nya.

Sabar bersama Allah, adalah kita bersabar menetap bersama apa yang Allah kehendaki
terhadap diri kita dan bersabar menjalani hukum-hukum agama-Nya.

6. Mempelajari Perjalanan Hidup Nabi


Cara memperbaiki akhlak selanjurnya yaitu dengan mempelajari perjalanan hidup Rasulullah.
Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan:

Barang siapa yang menghendaki kebaikan akhirat, hikmah dunia dan perjalanan hidup yang
adil serta memiliki seluruh akhlak yang baik serta memperoleh keunggulan yang memikat,…

…maka hendaknya ia meneladani Muhammad Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan


mengamalkan akhlaknya dan meneladani perjalanan kehidupannya dengan segenap
kemampuannya.

Oleh karena itu, tidaklah mungkin kita meneladani Rasulullah kecuali dengan mempelajari
perjalanan kehidupan beliau.

7. Bersahabat dengan Orang Berakhlak Mulia


Sebenarnya akhlak kita sangat dipengaruhi oleh orang-orang yang kita jadikan sebagai sahabat.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Seseorang itu tergantung agama temannya, maka hendaklah salah seorang kalian
memperhatikan siapa yang dijadikannya sebagai teman. (HR. Abu Dawud : 4833)

Oleh karena itu, agar kita bisa memperoleh akhlak yang baik, maka bersahabat dengan orang-
orang yang berakhlak mulia adalah suatu keniscayaan.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi
dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi bisa jadi akan memberimu minyak wangi atau
engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan
bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu
dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari :
5534)

8. Mengunjungi Orang yang Berakhlak Mulia


Apabila kita banyak berkunjung dan bertemu dengan orang-orang yang berakhlak mulia dan
mempelajari akhlak mereka maka kita akan dimudahkan untuk memperbaiki akhlak. Tahukah
kamu? Bahwa penyebab mulianya akhlak para sahabat adalah karena mereka senantiasa
mengunjungi Nabi dalam rangka mempelajari akhlak dan adab beliau. Cara itu kemudian
diwariskan kepada para generasi setelahnya, dimana mereka mempelajari akhlak guru mereka
sebagaimana mempelajari ilmu dari mereka.

9. Memperbaiki Akhlak dengan Mengingat Kehidupan di Akhirat


Untuk memperbaiki akhlak dalam islam, kita hendaknya mempunyai sifat zuhud dan selalu
mengingat akhirat. Rasulullah mengingatkan para sahabat dengan akhirat dan menganjurkan
agar merenggangkan diri dari dunia. Beliau bersabda, “Perbanyaklah menyebut penghancur
kenikmatan, yakni kematian.” (HR Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Ma jah).

10. Melatih Diri Sendiri


Akhlak yang mulia tidak dapat diperoleh dengan hanya berdiam diri. Justru dengan berlatih
itulah maka Allah akan memperbaiki akhlak kita

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Sesungguhnya barang siapa yang berusaha menjaga diri dari meminta-minta maka Allah
akan menjaganya dari meminta-minta, dan barang siapa yang berusaha menyabarkan diri
maka Allah berikan dia kesabaran, dan barang siapa yang berusaha merasa cukup maka Allah
berikan ia kecukupan. Kalian tidak akan pernah diberikan pemberian yang terbaik dan terluas
dari pada sebuah kesabaran.” (HR. Bukhari : 6470).

Jadi, sudah tau kan cara-cara memperbaiki akhlak itu tidak sulit, bukan? Terapkan di kehidupan
sehari-harimu ya, sahabat muslimah. Dan jangan lupa untuk tetap memperbaiki diri hari ke hari
menjadi pribadi yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai